Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA REFARAT
MARET 2013

KANKER SERVIKS

Oleh :
Muhammad Rizal
110 207 047

Pembimbing :
dr. Nurmasida

Konsulen :
dr. Sahabuddin Rauf, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013

1
KANKER SERVIKS

PENDAHULUAN

Kanker serviks merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas

pada wanita dengan usia produktif di seluruh dunia. Jumlah prevalensi wanita

pengidap kanker serviks di Indonesia cukup besar, setiap hari ditemukan 40-45 kasus

baru dengan jumlah kematian mencapai 20-25 orang, sementara jumlah wanita yang

beresiko mengidap kanker serviks mencapai 48 juta orang. 1,2,3


Insidens kanker serviks masih tinggi pada negara berkembang, sedangkan

pada negara maju insidennya terus menurun, hal ini dikaitkan dengan skrining massal

dengan pap smear yang memungkinkan untuk mendeteksi dan dilakukannya

pengobatan secara dini. Berdasarkan data dari WHO tahun 1997, prevalensi

keseluruhan wanita dengan kanker serviks adalah 3.955.000 kasus, dengan 425.000

kasus baru yang didiagnosa setiap tahun, 80% diantaranya berada di negara

berkembang dan 195.000 kasus kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. 4,5,6
Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang dapat segera dideteksi dan

dilakukan pengobatan, terdapat dua kondisi yang berbeda yaitu carcinoma in situ dan

carcinoma invasive. Yang pertama mengacu pada perkembangan lesi pra-ganas

sementara yang kedua adalah tahap dimana lesi sudah berkembang menjadi tumor.

Penanganan yang sederhana dan benar akan menghindarkan wanita dari kanker

serviks, memang pencegahan masih selalu lebih murah daripada pengobatan kanker

yang sudah ada. Pencegahan primer tampaknya sulit dikerjakan, karena sebab

biologik kanker serviks belum diketahui, yang dapat disarankan adalah menghindari

2
faktor ekstrinsik yang member resiko untuk mengidap kanker serviks sedangkan

Upaya pencegahan skunder ialah melalui usapan servikovaginal berkala. 5,7

EPIDEMIOLOGI

Diantara tumor ganas ginekologik, kanker serviks masih menduduki peringkat

pertama di Indonesia, umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50

tahun. The Centres for Disease Control and Prevention (CDC ) melaporkan bahwa

insidens tertinggi berada pada wanita dengan usia antara 50-79 tahun, namun kanker

serviks sebenarnya dapat didiagnosa pada semua wanita dengan usia yang masih

reproduktif. Periode laten dari fase prainvasif menjadi invasif memakan waktu sekitar

10 tahun, hanya 9% dari wanita yang berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks

yang invasif pada saat didiagnosis. 4,7

Gambar 1. Insidens kanker serviks jika dibandingkan dengan jenis kanker lain pada
wanita di Indonesia. 8

3
Gambar 2. Perbandingan insidens kanker serviks dan kanker lain dengan usia
spesifik8

ANATOMI

Serviks merupakan organ bagian paling bawah dari uterus, menempel pada

vagina dan dan menghubungkan antara rongga vagina dan rongga rahim. Panjang dari

serviks hanya sekitar 4 cm dengan 2 cm berada dalam rongga vagina bagian atas. Ada

dua bagian yang utama dari serviks, pertama adalah ektoserviks yang dapat dilihat

dari dalam vagina secara langsung selama pemeriksaan ginekologi, dibagian sentral

ektoserviks adalah Ostium Uteri Eksterna (OUE) yang Menghubungkan antara rahim

dan vagina. Bagian kedua adalah endoserviks atau kanalis endoservikal, merupakan

suatu terowongan melalui serviks dari OUE ke dalam uterus. 9,10

4
Gambar 3. Anatomi serviks 10

ETIOLOGI

Human Papilloma Virus (HPV) sangat erat kaitannya dengan penyebab

terjadinya kanker serviks, Papilloma Virus dapat menginfeksi hampir semua

permukaan kulit manusia dan dapat menyebabkan terjadinya kanker pada situs

tersebut. Faktor resiko terinfeksinya HPV adalah perilaku seksual, khususnya

frekuensi hubungan seksual, dan jumlah pasangan laki-laki. Faktor resiko terjadinya

kanker serviks juga mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik,

diantaranya yang penting adalah : jarang ditemukan pada wanita yang masih

perawan, insidensnya lebih tinggi pada wanita yang koitus pertama dialami pada usia

amat muda (<16 tahun), paritas yang tinggi, jarak antar persalinan terlampau dekat,

mereka dari golongan sosioekonomi rendah. 4,7,11,12

5
HPV termasuk anggota famili Papovaviridae, tidak memiliki virion dengan

genom DNA beruntai ganda melingkar dari 7.800 menjadi 7.900 pasangan basa yang

terkandung dalam kapsid ikosahedral. HPV menginfeksi sel-sel epitel pada kulit dan

membran mukosa. 12,13

Sebagian infeksi HPV bersifat sementara atau intermiten, dengan durasi rata-

rata 8 bulan. Sebuah studi cohort prospektif dari 608 mahasiswi perguruan tinggi dan

ditemukan sekitar 70% telah bebas dari infeksi selama 12 bulan dan hanya 9% yang

tetap terinfeksi dalam 24 bulan. Dalam studi ini infeksi persisten dikaitkan dengan

usia yang lebih tua dan infeksi dengan beberapa tipe HPV. 11

Gambar 3. Tabel beberapa jenis tipe HPV . 11

HPV dengan resiko tinggi tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 52 dan 58 sangat

berhubungan dengan 95% dari terjadinya karsinoma sel skuamosa serviks. HPV 16

sangat sering dikaitkan dengan kanker sel skuamosa seviks, sedangkan HPV 18

dihubungkan dengan hadirnya adenokarsinoma. Perkembangannya menjadi lesi

kanker invasif memerlukan waktu sekitar 8 sampai 12 tahun, sehingga menghasilkan

keadaan preinvasif yang panjang dengan banyak kesempatan untuk mendeteksinya. 14

6
PATOFISIOLOGI

Kanker serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio)

dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction

(SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis dari porsio dengan epitel

kuboid/silinder pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Secara umum

perkembangan menjadi kanker invasive membutuhkan beberapa tahun, namun

terdapat beberapa variasi yang luas. Perubahan molekuler yang terlibat dengan

karsinogenesis serviks sangat kompleks dan tidak sepenuhnya diapahami, dengan

demikian karsinogenesis diduga hasil dari efek interaktif antara pengaruh lingkungan,

imunitas, dan variasi sel genom somatik. 7, 15

Gambar 4. Diagram ilustrasi mekanisme infeksi HPV. 15

7
Gambar 5. Infeksi dan replikasi HPV pada epitel sel serviks. 11

Perkembangan neoplastik dikaitkan dengan integrasi DNA virus kedalam

kromosom sel, melibatkan onkogen virus yaitu onkoprotein yang mengganggu

pengendalia siklus sel manusia. Dengan masuknya mutagen, porsio yang semula

fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan CIN I (Cervical

Intraepthelial Neoplasia I), II, III dan KIS (karsinoma in situ). Periode laten dari

CIN I sampai menjadi KIS tergantung dari daya tahan tubuh pemderita, umumnya

berkisar antara 3-20 tahun. 7,11,12

8
MANIFESTASI KLINIK

Gejala yang paling umum daialami pasien dengan kanker serviks adalah

bercak yang terus menerus atau perdarahan pervaginam yang abnormal. Perdarahan

pervaginam yang abnormal dapat berupa perdarahan postcoital, intermenstrual, atau

perdarahan pasca menopause, bisa menjadi asimptomatik ketika terdeteksi dari

pemeriksaan sitologi yang abnormal, terutama pada pasien yang tidak aktif secara

seksual. Keputihan atau kekuningan dari cairan vagina dapat terjadi pada tumor yang

sudah membesar, anemia atau nyeri pada panggul kemungkinan dapat menyertai.

Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah semakin lama akan lebih

sering terjadi, juga di luar coitus. Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat

klinik yang lebih lanjut (II atau III). Adanya perdarahan spontan pada saat defekasi

perlu dicurigai kemungkinan adanya kanker serviks tahap lanjut, adanya bau busuk

yang khas memperkuat dugaan adanya kanker servviks. 3,6,7,14,16,17

Sebagian besar wanita dengan kanker serviks memiliki lesi pada serviks yang

dapat dilihat pada pemeriksaan inspekulo. 14

DIAGNOSIS

Anamnesis dan pemeriksaan klinis yang dilakukan serta riwayat perjalanan

penyakit pasien sangat penting. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melihat hasil dari

Papanicolaou (Pap) test yang tidak normal, infeksi HPV harus terjadi dalam hal ini.

Semua hasil Pap smear yang abnormal memerlukan evaluasi lebih lanjut seperti

inspeksi visual, pengulangan sitologi atau kolposkopi, dengan tujuan untuk

9
menyingkirkan adanya karsinoma invasif dan untuk menentukan derajat dan luasnya

infeksi. 4,12

Pada mereka yang dicurigai dengan kanker serviks,pemeriksaan genital dan

vagina menyeluruh eksternal harus dilakukan dengna tujuan mencari lesi yang ada

pada serviks. HPV merupakan faktor resiko umum untuk kanker serviks, vagina dan

vulva. Dengan pemeriksaan spekulum, keadaan serviks dapat saja terlihat normal

karena mikroinvasif. Lesi dapat muncul sebagai pertumbuhan eksopitik atau

endofitik, sebagai massa plipoid, jaringan papiler atau Barrel-shaped cerviks, sebagai

ulseratif, massa granular atau sebagai jaringn nekrotik. 15

Gambar 6. Kanker serviks invasive pada endoseviks. 15

10
Evaluasi lengkap dan pemeriksaan Pap smear tes yang positif harus meminta

biopsi dengan pemeriksaan lebih lanjut, jika evaluasi patologis menunjukkan kanker

yang invasif pasien harus dirujuk ke ahli onkologi dan ginekologi. Pasien dengan lesi

serviks yang mencurigakan atau abnormal pada pemeriksaan fisik harus menjalani

biopsi, biopsi pada area yang ulseratif kadang tidak berguna atau sulit untuk

dilakukan interpretasi, oleh karena itu melakukan biopsi harus pada bagian tepi lesi

antara jaringan yang normal dan abnormal. 4,6

STADIUM

Menentukan stadium adalah penting, tidak hanya untuk menentukan

prognostik tetapi juga untuk memperkirakan sejauh mana penyakit dan untuk

perencanaan pengobatan. Penentuan stadium yang paling umum digunakan adalah

klasifikasi dari FIGO (The International Federation of Gynecology Obstetrics).

Stadium kanker servviks menurut FIGO didasarkan pada ketentuan angka rom dari 0

sampai IV, semakin besar angkanya maka semakin serius dan lanjut stadium yang

dialami. 12

Berbagai tes radiologis sering dilakukan untuk membantu menentukan tingkat

pertumbuhan tumor dan keputusan panduan terapi, terutama pada pasien dengan

penyakit lanjut (tahap II b keatas). CT Scan dari perut dan pelvis adalah pencitraan

yang paling banyak digunakan dalam menentukan derajat stadium kanker serviks. 16

11
STADIUM
Stadium 0 : Stadium ini disebut Carsinoma In Situ (CIS), Tumor masih dangkal

hanya pada lapisan sel serviks

Stadium I : Kanker telah tumbuh dalam serviks, namun belum menyebar

kemanapun. Stadium ini dibagi menjadi :

Stadium Ia1 : dokter tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop

dengan kedalaman tidak kurang dari 3 mm dan

besarnya kurang dari 7 mm.

Stadium Ia2 : dokter tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop

dengan kedalaman antara 3-5 mm dan besarnya

kurang dari 7 mm.

Stadium Ib1 : dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang.

Ukuran tidak lebih besar dari 4 cm.

Stadium Ib2 : dokter dapat melihat kanker dengan mata telanjang.

Ukuran lebih besar dari 4 cm.

Stadium II : Kanker berada di bagian dekat serviks, tapi bukan di luar panggul.

Stadium II dibagi menjadi :

Stadium IIa : kanker meluas sampai ke atas vagina, tapi belum

menyebar ke jaringan yang lebih dalam dari vagina.

Stadium IIb : kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan

serviks namun belum sampai ke dinding panggul.

Stadium III : Kanker telah menyebar ke jaringan lunak sekitar vagina dan serviks

12
sepanjang dinding panggul, mungkin dapat menghambat aliran urin

ke kandung kemih.

Stadium IIIa : penyebaran sampai ke 1/3 bagian distal vagina, tidak

ada penyebaran ke dinding panggul.

Stadium IIIb : penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak

ditemukandaerah bebas infiltrasi antara tumor

dengan dinding panggul (frozen pelvic) tetapi sudah

ada gangguan faal ginjal.

Stadium IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan

mukosa rectum dan atau kandung kemih (dibuktikan secaara

histologik), atau telah terjadi metastasis keluar panggul atau tempat

yang jauh.

Stadium IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah

menginfiltrasi mukosa rectum dan kandung kemih.

Stadium IVb : telah terjadi penyebaran yang jauh.


Table 1. stadium kanker serviks menurut FIGO. 7,15,18,19

13
Gambar 7. Stadium klinis kanker serviks. Pada stadium I hanya bagian serviks yang
terlibat. Pada tahap II parametrium atau 2/3 dari vagina yang terlibat. Pada tahap III
keganasan meluas hingga ke dinding samping panggul atau melibatkan 1/3 dari
vagina. Pada stadium IV keganasan mencapai daerah luar dari pelvis. 14

14
Gambar 8. Stadium kanker serviks. 15

PENATALAKSANAAN

Terapi kanker serviks dilakukan apabila diagnosis telah dipastikan secara

histologik dan sudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup

melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjut. Pembedahan dan terapi radiasi adalah

dua modalitas terapi yang paling sering digunakan untuk mengobati kanker serviks

invasif. 7,14

Secara umum pasien yang diobati dengan tindakan pembedahan harus

dievaluasi untuk faktor resiko dalam hal metastasis dan kembalinya tumor, termasuk

metastasis ke limfe nodus, ukuran yang lebih dari 4 cm, dan keadaan lesi yang buruk.

Pasien dengan temuan seperti ini biasanya ditawarkan dengan terapi adjuvant yaitu

radioterapi dan kemoterapi. 19

15
Penanganan berdsarkan stadium :

1. Stadium Ia1 : terapinya adalah simple histerektomi


2. Stadium Ia2 : terapinya adalah histerektomi radikal dengan modifikasi
3. Stadium Ib atau IIa : terapinya adalah histerektomi radikal dengan

limfadenektomi panggul, pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan radiasi

pelvis. Tergantung ada atau tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfe regional

yang diangkat.
4. Stadium IIb, III atau IV : terapinya adalah redioterapi dan kemoterapi. Tidak

dibenarkan dilakukannya tindakan bedah

pada stadium IVa dan IVb radioterapi hanya bersifat paliatif, pemberian kemoterapi

dapat dipertimbangkan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah penanganan

lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya

masih terbatas pada panggul. Biamana proses sudah jauh atau operasi tidak mungkin

dilakukan, harus dipilih kemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi. 7,18,19

PENCEGAHAN DAN DETEKSI DINI

Tidak seperti Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya yang menyebar

melalui cairan tubuh, HPV merupakan virus yang menyebar melalui kontak dari kulit

ke kulit, karena itu penggunaan kondom tidak sepenuhnya efektif karena kondom

tidak meliputi seluruh area kulit dimana HPV dapat ditemukan. Deteksi dini terutama

adalah melakukan pemeriksaan skrining secara teratur 1 tahun sekali untuk

mengetahui lesi prekanker. 20

Vaksin HPV saat ini sudah digunakan untuk mencegah kanker leher rahim dan

kutil kelamin karena HPV. Vaksin tersebut bekerja dengan cara melindungi dari 4 tipe

16
HPV yang paling sering menyebabkan penyakit, yaitu tipe 6, 11, 16, dan 18, tipe

yang menyebabkan 70% kanker leher rahim dan 90% kutil kelamin. Vaksin tersebut

dikeluarkan oleh U.S.Foods and Drugs Administration (FDA) pada tahun 2006 dan

sudah dinyatakan aman untuk wanita berusia 9 26 tahun. Vaksin diberikan dalam 3

dosis dalam periode 6 bulan yaitu pemberian awal, 2, dan 6 bulan berikutnya. Belum

diketahui keefektifannya pada wanita yang hanya menerima 1 atau 2 dosis saja.

Karena ini sangat penting diberikan 3 dosis penuh untuk para wanita. Keefektifan

vaksin HPV menurut penelitian diperkirakan selama 5 tahun, seberapa lama vaksin

ini dapat memberikan efek perlindungan masih belum jelas. 20

Gambar. 9 Gardasil, vaksin HPV. 20

Sebaiknya vaksin diberikan sebelum kontak seksual pertama atau sebelum

wanita terekspos dengan HPV. Hal ini disebabkan karena vaksin mencegah penyakit

pada wanita yang belum terkena satu atau beberapa tipe HPV yang dapat dilindungi

oleh vaksin. Vaksin ini tidak bekerja terlalu efektif pada wanita yang sudah memiliki

virus HPV di dalam tubuhnya sebelum menerima vaksin. Efek samping paling umum

17
adanya nyeri ketika disuntikkan, skrinning tetap perlu dilakukan setelah memperoleh

vaksin HPV karena vaksin tidak melindungi untuk semua tipe HPV. 20

PROGNOSIS

Usia, stadium dan keadaan umum pasien sangat berpengaruh dalam prognosis

pasien dengan kanker serviks. Umumnya, angka kelangsungan hidup untuk stadium I

lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk

stadium IV kurang dari 30%.4

DAFTAR PUSTAKA

18
1. Canavan MP. Doshi NR. Cervical Cancer. Lancester General Hospital.

Pennsylvania. 2000. p. 1369-76. [online] [cited March 2013] available from

URL : http://www.aafp.org/afp/2000/0301/p1369.html
2. Rahman AA. Chong TL. Kanker Leher Rahim / Cervical Cancer. [online] [cited

March 2013] Available from URL : http://www.cancerhelps.com/kanker-

serviks.htm
3. Shafi MI. Premalignant and malignant disease of the cervix. Chapter 54.

Dewhursts Textbook of Obstetrics and Gynaecology. 7 th ed. Edited by Edmonds

DK. London. Blackwell Publishing. 2007


4. Boardman CH. Cervical Cancer. [online] 2013 [cited March 2013] available from

URL : http://emedicine.medscape.com/article/253513-overview
5. Shepherd J. Peersman G. Weston R. Napuli I. Cervical cancer and sexual

lifestyle : a systematic review of health education interventions targeted at

woman. Health and Education Research. 2000. p. 681-94


6. Pernoll ML. The Cervix. Benson and Pernolls Handbook of obstetrics and

Gynaecology. 10 ed. McGraw-Hill ; New York. 2001


7. Prawirohardjo S. Onkologi dan ginekologi. Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirodihardjo : Jakarta. 2008


8. WHO. Human Papillomavirus and Related Cancers Indonesia. 2010
9. Rogers K. Singh S. Uterine Cervix. Encyclopedia Britannica. [online] [cited

March 2013] available from URL :

http://www.britannica.com/EBchecked/topic/620581/uterine-cervix
10. Smith MW. Nazario B. Bhargava H. Human Anatomi : The Cervix. Womans

Health. 2005 [online] [cited March 2013] available from URL :

http://women.webmd.com/picture-of-the-cervix

19
11. Curtis MG. Overholt S. Hopkins MP. Abnormal Cytology and Human

Papillomavirus. Chapter 4. Glass Office Gynaecology. 6th ed. Lippincott Williams

and Wilkins. 2006


12. DeCherney AH. Nathan L. Goodwin TM. Laufer N. Premalignant and Malignant

Disorder of The Uterine Cervix. Chapter 51. Current Diagnosis and Treatments in

Obstetrics and Gynaecology. 10th ed. McGraw-Hill ; United States, 2007


13. Giuntoli RL. Bristow RE. Cervical Cancer. Chapter 58. Danfoths Obstetrics and

Gynaecology. 10th ed. Edited by Gibbs RS. Karlan BY. Haney AF. Nygaard I.

Lippincott Williams and Wilkins. 2008


14. Goodrich K. Daaz TP. Gynecology Oncology : Cervical Cancer. Chapter 42.

Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics. 3rd ed. Edited by Fortner

KB. Szymanski LM. Fox HE. Wallach EE. Lippincott Wiliiams and Wilkins. 2007
15. Schorge JO. Schaffer JI. Halvorson LM. et all. Gynecology Oncology : Cervical

Cancer. Chapter 30. Williams Gynecology. McGraw-Hill ; United States, 2008


16. Chan PD. Johnson SM. Gynecologic Oncology : Cervical Cancer. Gynecology

and Obstetrics. Current Clinical Strategies. California 2004


17. Hart DM. Norman J. Diseases of The Cervix : Carcinoma of the servix.

Gynaecology Illustrated. 5th ed. Churchill Livingstone. 2000


18. Katz VL. Lentz GM. Lobo RA. Gershenson DM. Malignant Diseases of The

Cervix : Carcinoma Of The Cervix. Chapter 29. Comprehensive Gynecology. 5 th

ed. Mosby Elsevier ; Philadelphia. 2007


19. Sakala EP. Penalver M. Gynecologic Neoplasia and Cancer. Obstetric and

Gynecology. Kaplan Medical. 2005


20. Gopar A. Kanker Leher Rahim. [online] [cited March 2013] Available from URL :

http://adulgopar.com/2009/12/kanker-leher-rahim.pdf

20
21

Anda mungkin juga menyukai