Anda di halaman 1dari 15

PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA PEMBORAN SUMUR

MINYAK-X LAPANGAN-Y PT. PERTAMINA EP REGION SUMATERA

FIELD PRABUMULIH

PROPOSAL
PENELITIAN TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa


Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya

Oleh :

ENDAR DRIANTO
03061002038

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2010
IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN PENELITIAN
TUGAS AKHIR MAHASISWA

Judul: PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA PEMBORAN SUMUR


MINYAK-X LAPANGAN-Y PT. PERTAMINA EP REGION SUMATERA
FIELD PRABUMULIH

1. Pengusul
a. Nama
b. Jenis Kelamin
c. NIM
d. Semester
e. Fakultas/Jurusan
f. Institusi

3. Lokasi Penelitian

Ir. Ubaidillah Anwar P.,MS


NIP. 131 797 965
Menyetujui:
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan,

Dr. Ir. Eddy Ibrahim, MS


NIP.19621122 199102 1 001
Menyetujui :
a.n. Pimpinan Perusahaan,


A. JUDUL
PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA PEMBORAN SUMUR
MINYAK-X LAPANGAN-Y PT. PERTAMINA EP REGION SUMATERA
FIELD PRABUMULIH

B. BIDANG ILMU
TEKNIK PERTAMBANGAN

C. PENDAHULUAN
Lost circulation adalah hilangnya lumpur pemboran sebagian atau semuanya
atau masuknya lumpur pemboran kedalam formasi. Lost circulation dapat
menyebabakan kosongnya lumpur dilubang bor sehingga fluida yang ada dalam
formasi bisa masuk kedalam lubang bor (semburan liar).
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi hilangnya lumpur adalah :
a. Mengurangi berat lumpur yang digunakan tetapi cukup untuk
menahan tekanan formasi.
b. Kurangi tekanan pompa yang digunakan karena hal ini akan merusak
lubang bor tapi jangan sampai mengurangi fungsinya sebagai pengangkat
cutting.
c. Penggunaan bahan-bahan penyumbat seperti fibrous material,
lamellated material, granular material yang berfungsi sebagai bahan
penyumbat untuk mengatasi lost circulation yang disebut Lost Circulation
Material (LCM). Bahan penyumbat ini dicampur dengan lumpur lalu
dipompakan kedalam lubang bor dan bahan penyumbat ini bersifat sementara.
Jika kecepatan hilang lumpur dalam jumlah yang kecil dapat segera diatasi
dengan mencampurkan lost circulation material kedalam sistem lumpur, tetapi
jika kecepatan hilang lumpur sangat besar maka akan memerlukan penyediaan
lumpur dalam jumlah yang banyak. Jika hialng lumpur tidak diatasi maka
tekanan hidrostatis lumpur akan berkurang sehingga tidak dapat menahan
tekanan formasi.
D. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
yang menyebabkan lost circulation dan mengetahui cara penanggulangannya.

E. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian dan faktor penyebab lost circulation
Lost circulation dapat diartikan sebagai masuknya lumpur kedalam
formasi dan kehialangan lumpur ini dapat hanya sedikit (seepage loss), hanya
sebagian (partial loss) atau hilang semua (total loss). Faktor- faktor yang
menyebabkan terjadinya lost circulation adalah jenis formasi, tekanan formasi
dan lumpur pemboran yang digunakan.
1.1 Jenis Formasi
Bila ditinjau dari jenis formasinya maka lost circulation dapat
terjadi pada :
Coarsely permeable
rocks
Tidak semua jenis formasi ini dapat menyerap lumpur karena
jenis formasi yang dapat menyerap lumpur harus mempunyai
tekanan yang lebih rendah dari terkanan hidrostatis lumpur dan
formasi harus permeabel. Lumpur bisa masuk ke dalam formasi
karena pori-pori batuan formasi lebih besar dari diameter batuan
atau partikel padat dari lumpur. Jenis formasi ini adalah pasir
garvel.
Cavernous
formation
Jenis formasi ini mudah menyerap lumpur pemboran karena
formasi ini banyak mengandung rekahan. Jenis formasi ini
contohnya batu gamping (limestone).

Faulted, jointed dan fissure


formated
a.
b.

c.
Formasi ini bisa terjadi secara alami dan karena kolom lumpur
yang terlalu besar.

1.2 Tekanan formasi


Tekanan yang ditimbulkan oleh unjuk kerja fluida dalam pori-pori
batuan formasi disebut tekanan formasi. Besarnya tekanan formasi pada
setiap lapisan berbeda-beda. Pada tekanan normal, besarnya tekanan
formasi akan memiliki gradient tekanan yang sama dengan tekanan
gradient air asin (0,465 psi/ft). Sedangkan pada tekanan abnormal. Jika
tekanan formasinya lebih besar dari tekanan gardient air asin. Tekanan
yang dapat menyebabkan lumpur masuk kedalam formasi adalah tekanan
subnormal, yaitu jika tekanan formasinya lebih besar dari tekanan gradient
air asin.
Dalam operasi pemboran, lubang bor diisi lumpur bor dan disirkulasi
dari permukaan kedasar lubang bor, kemudian kembali lagi ke permukaan.
Salah satu tujuan pengisian lumpur kedasar lubang bor tersebut adalah
untuk memberikan tekanan guna melawan tekanan fluida formasi yang
telah ditembus. Besarnya tekanan lawan dari lubang bor adalah sama
dengan tekanan hidrostatik lumpur yang timbul akibat adanya kolom
lumpur yang mengisi lubang bor tersebut.

Selama dalam kegiatan operasi pemboran tekan hidrostatik harus


dijaga agar sedikit lebih besar dari tekanan formasi, agar fluida tidak
masuk kedalam lubang bor tapi jangan terlalu besar agar lumpur tidak
masuk kedalm formasi. Selisih untuk menentukan tekanan hidrostatik
lumpur (Ph) dengan tekanan formasi (Pf) disebut over balance.

Pob = Ph Pf
Besarnya tekanan sebuah lapisan dapat diperkirakan (diestimasi)
diukur dan dihitung sedangkan besarnya tekanan hidrostatik dapat
berubah naik atau turun tergantung dari tinggi permukaan lumpur atau
tinggi kolom lumpur dan besarnya berat jenis lumpur.

1.3 Lumpur pemboran

1.3.1Komponen pembentuk lumpur pemboran

Secara umum lumpur pemboran memiliki 3 komponen atau


fasa, yaitu :

a. Fasa cair

Fasa ini dapat berupa minyak atau air. Air adalah fluida
pemboran yang paling banyak dipakai, sebagai komponen utama
dan fasa kontinu air dapat berupa air tawar dan air asin.

b. Fasa padat

Fasa padat terdiri dari dua macam, yaitu :

Reactive solid

Inert solid

Reactive solid merupakan komponen padatan, dimana


padatan ini bereaksi dengan sekelilingnya untuk membentuk
koloidal. Dalam hal ini clay air tawar seperti bentonite menghisap
atau mengadsorbsi air tawar pada permukaan partikel sehingga
terjadi kenaikan volume. Sedangkan inert solid merupakan
komponen padatan lumpur yang tidak bereaksi dengan zat cair
dalam lumpur bor. Inert solid ini digunakan untuk menaikkan
viskositas.

c. Fasa kimia

Zat kimia lumpur bor berfungsi mengontrol sifat-sifat dari


lumpur. Dengan kata lain zat kimia ini membuat lumpur supaya
mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan yang diinginkan, yang
mana tidak menyebabkan permasalahan sewaktu operasi
pemboran berlangsung.

1.3.2. Jenis-jenis lumpur pemboran

Lumpur pemboran berdasarkan fluidanya dapat


diklasifikasikan menjadi beberapa macam, antara lain :

a. Water base mud

1. Fresh water mud (lumpur air tawar)


Lumpur yang fasa cairnya air tawar dan kadar garamnya
rendah.
2. Salt water mud (lumpur air asin)
Lumpur ini digunakan untuk membor lapisan formasi
garam dan bila ada aliran air garam yang terbor maka filtrate
loss-nya besar dan mud cake-nya tebal bila tidak ditambah
koloid organik.
b. Oil base mud
Lumpur pemboran ini mengandung minyak sebagai fasa
kontinunya. Komposisinya diatur agar kadar air rendah (3-5 %
volume). Lumpur ini relatif sensitive terhadap kontaminan
(pengaruh dari formasi yang dapat menyebabkan terjadinya
perubahan sifat-sifat lumpur bor).

1.3.3. Sifat-sifat lumpur pemboran


a. Densitas (berat jenis)
Densitas lumpur merupakan salah satu sifat lumpur yang
penting karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi
lumpur bor sebagai penahan tekanan tekanan formasi. Densitas
lumpur bor yang terlalu besar akan menyebabkan lumpur pemboran
hilang atau masuk kedalam formasi (lost circulation), seadngkan
jika terlalu kecil maka akan menyebabkan kick. Karena itu densitas
harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan di bor.
b. Viscositas dan gel-strength
Viscositas suatu cairan adalah ukuran tahanan dalamnya
terhadap aliran suatu gerakan. Pengangkatan cutting merupakan
fungsi langsung dari viscositas dan gel-strength menunjukkan
kemampuan lumpur didalm menahan atau mengapungkan cutting
pada saat tidak bersirkulasi. Dengan bertambahnya viscositas-gel-
strength akan menyebabkan kehilangan tekanan yang besar pada
sistem aliran dan mengurangi daya pembersihan dasar lubang.
c. Filtration loss dan mud cake
Filtartion loss adalah kehilangan sebagian fasa cair (filtrate)
lumpur masuk kedalam formasi permeable. Ketika lumpur kontak
dengan batuan porous maka batuan tersebut akan bertindak sebagai
saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-partikel kecil
melewatinya. Fluida yang masuk kedalam batuan disebut filtrate
sedangkan lapisan partikel-partikel yang bertahan dipermukaan
batuan disebut filter cake. Filtrasi dapat terjadi pada saat sirkulasi
dan pada saat sirkulasi berhenti. Jika filtration loss dan
pembentukan mud cake tidak dikontrol maka akan menimbulkan
masalah pada saat operasi pemboran. Mud cake yang tipis
merupakan bantalan yang baik bagi pipa pemboran dan permukaan
lubang bor tapi jika tebal akan menjepit pipa pemboran sehingga
sulit diangkat dan diputar, sedangkan filtratenya akan menyusup
kedalam formasi dan dapat menimbulkan keruntuhan dinding
lubang bor.
. Fungsi lumpur pemboran
Lumpur pemboran merupakan faktor yang sangat penting
dalam operasi pemboran.
Fungsi-fungsi lumpur pemboran antara lain :
a. Membersihkan dan mengangkat cutting dari dasar lubang bor
Fungsi ini merupakan fungsi terpenting dari lumpur bor,
dimana lumpur mengalir melalui bit nozzles dan menimbulkan
daya sembur yang kuat sehingga dasar lubang dan ujung-ujung
pahat menjadi bersih dari cutting. Hal ini akan memperpanjang
umur pahat dan mempercepat laju pengboran. Laju sembur
optimal sebaiknya harus memperhitungkan kekuatan formasi
karena jika terlalu besar maka pada formasi lunak akan
mengakibatkan pembesaran lubang karena kikisan oleh
semburan lumpur sedangkan jika formasi keras maka akan
terjadi pengkisan pahat.
Lumpur yang disirkulasikan memebawa cutting menuju
permukaan dan dengan adanya pengaruh gravitasi maka cutting
cenderung jatuh tapi dapat diatasi oleh adanya daya sirkulasi dan
kekentalan lumpur. Peranan laju anular ini sangat penting untuk
mempercepat pengangkatan cutting sehinggatidak terjadi
akumulasi padatan di annulus. Makin besar berat jenis lumpur
maka makin tinggi kemampuan pengangkatan karena slip darim
partikel padat jadi berkurang. Sedangkan viscositas harus dijaga
agar daya pengangkutan cutting-nya baik.

b. Mendinginkan dan melumasi bit dari drill string


Panas dapat ditimbulkan karena adanya gesekan bit dan
drill dengan formasi. Konduksi formasi umumnya kecil,
sehingga sulit menghilangkan panas ini. Panas dapat dikurangi
dengan adanya aliran lumpur sebagai pengantar panas
kepermukaan.
c. Menahan cutting bila sirkulasi dihentikan
Pada saat sirkulasi dihentikan maka cutting agar tidak
turun atau terendapkan ke dasar lubang bor atau menumpuk di
annulus yang memungkinkan terjepitnya rangkaian bor.
Kemampuan lumpur untuk menahan cutting ini tergantung dari
sifat gel-strength-nya sehingga dapat menahan gerak serbuk bor
ke bawah. Gel-strength yang terlalu besar akan memperkuat
rotasi permulaan dan memperberat kerja pemompaan untuk
memulai sirkulasi kembali.
d. Melindungi dinding lubang bor dengan mud cake
Pada formasi permeable, air akan mudah untuk mengalir
ke dalam formasi sehingga akibatnya pada lumpur akan
tertinggal padatan yang akan membentuk dinding pada dasar
lubang bor. Mud cake ini jika terlalu tebal maka akan membuat
lubang bor sempit tapi jika terlalu tipis maka akan mampu
menahan aliran fluida yang masuk.
e. Menahan sebagian berat rangkaian bor atau cassing
Dengan bertambahnya kedalaman maka berat rangkaian
pipa bor serta selubung (cassing) yang harus ditahan oleh alat
permukaan menjadi besar, tetapi semua rangkaian mengalami
pengapungan didalam lumpur oleh adanya gaya apung yang
sama dengan berat lumpur yang dipindahkan (sesuai dengan
prinsip Archimides) maka gaya apung ini akan banyak
mengurangi beban yang ditahan oleh alat-alat permukaan.
f. Mendapatkan formasi dan melindungi produktifitas formasi
Terkadang lumpur bor dianalisis untuk mengetahui
apakah mengandung hidrokarbon atau tidak. Selain itu
dilakukan sampel log yaitu menganalisa cutting yang naik
kepermukaan untuk jenis formasi yang ditembus.
g. Media logging
Pada penentuan adanya minyak, gas, air atau untuk
korelasi maka diadakan logging. Pada saat logging, lumpur
berfungsi sebagai media penghantar arus listrik di lubang bor.
Jenis logging antara lain Gamma Ray, Resistivity, Spontaneous
Pontential (Sp log), Neutron Log dan lainnya.
2. Pencegahan lost circulation
Lost circulation ini dapat mengakibatkan banyak kerugian antara lain
adalah hilangnya lumpur didalm lubang bor (masuk kedalam formasi) yang
dapat menyebabkan terjadinya semburan liar (blow out) dari formasi yang
bertakanan tinggi, tidak terangkatnya serbuk bor (cutting) kepermukaan
sehingga dapat menimbulkan pipa bor terjepit dan menyebabkan kerusakan
formasi serta menambah biaya.
Tindakan pencegahan hilangnya lumpur akan lebih baik dari pada
mengatasinya. Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencegah
terjadinya hilang lumpur antara lain :
a. Berat jenis lumpur dijaga agar tetap minimum, hanya mampu untuk
mengimbangi tekanan formasi.
b. Pembersihan lubang bor harus diperhatikan karena cutting dapat menambah
densitas lumpur.
c. Jaga agar gel-strength tetap kecil.
d. Viscositas dijaga agar tidak terlalu tinggi karena dapat menyebabkan
pressure surge yang berhubungan dengan lost circulation.
e. Pada saat pahat masuk hindari terjadinya pressure surge agar formasi tidak
pecah dan pada saat mencabut pahat hindari terjadinya penyedotan
(swabbing).
f. Lumpur dapat ditambah dengan bahan penyumbat (lost circulation
material) yang lembut jika diperkirakan akan terjadi lost circulation.
F. JADWAL PELAKSAAN PENELITIAN
Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan selama 8 ( delapan )
minggu, yaitu pada 9 agustus sampai dengan 1 oktober, dengan jadwal
pelaksanaan sebagai berikut :

No Kegiatan

1 Orientasi Lapangan
2 Pengumpulan Data
3 Pengolahan dan Analisa Data
Pembuatan
4
Konsultasi dan Bimbingan
5 Pengumpulan Laporan
DAFTAR PUSTAKA

B.C. Craft and M. Hawkins. Applied Petroleum Reservoir Engineering.


Englewood Cliffs. NJ : Prentice Hall. 1991.

Gatlin, Carl (1974), Petroleum Engineering : Drill and Completion, Departement of


Petroleum Engineering , The University of Texas.

R. Pitojo (1996),STTK, Perawatan Sumur, Pusat Pengembangan Tenaga


Perminyakan dan Gas Bumi.

Sudarsono (1987),Pengendalain Tekanan Formasi dan Pencegahan Semburan Liar,


Dirjen Minyak dan Gas Bumi. PPT Migas Cepu.

Anda mungkin juga menyukai