Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang
berjumlah lebih dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob
dengan anaerob berbanding 10:1 sampai 100:1.Oragnisme-organisme ini
merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat dalam plak gigi, cairan sulkus
ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa mulut. Infeksi
odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan
limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang
berasal dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi
melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang pathogen yang berasal dari
luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui
masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal.

Meskipun suatu pertahanan tubuh individual dapat berpengaruh


terhadap kecepatan dan kekerasan suatu simtom, namun pada umumnya infeksi
gigi dapat dirawat dengan pemberian antibiotik,anti jamur dan anti viral.
Pengobatan sistemik dapat membunuh bakteri yang pathogen yang berlokasi pada
tempat yang tidak dapat dicapai oleh instrumen gigi atau antiseptik yang diberikan
secara topikal.Keberhasilan klinis pada saat ini merupakan gambaran untuk
mengetahui etiologi dari infeksi gigi (odontogen), seleksi yang tepat dari
pemberian variasi antimikrobial dalam mencegah dan marawat infeksi gigi, dan
pengaturan akibat yang terjadi ketika dihubungkan dengan prosedur pengobatan
gigi.Rekomendasi didasarkan pada literatur yang mutakhir dan kerentanan
mikroorganisme terhadap infeksi dalam rongga mulut.

Penting untuk mengetahui perbedaan kerentanan dari organisme yang


musiman dan letak organism tersebut. Klinisi juga harus waspada terhadap
antimicrobial yang akan diberikan pada daerah tersebut. Sumber klinis seperti

1 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


petunjuk pada bungkus harus disesuaikan dengan dosis yang tertera, indikasi dan
reaksi yang berlawanan untuk tiap pemberiannya.

Infeksi odontogenik kebanyakan terjadi pada infeksi human. Keterangan


ilmiah menerangkan bahwa adanya hubungan antara infeksi yang parah
dengan peningkatan kerentanan karena adanya penyakit sistemik seperti
penyakit jantung, DM, kehamilan, dan infeksi paru-paru. Ini karena adanya
bakteri gram negative yang menyebabkan terjadinya penyakit periodontal
yang memicu produksi lipopolisakarida, heat shock protein dan
proinflammatory cytokines. Karena ada hubungan antara penyakit
periodontal dan problem medis yang lain, maka penting untuk mencegah
terjadinya infeksi gigi sedapat mungkin atau mengetahui sedini mungkin
terjadinya infeksi gigi sehingga dapat dicegah atau diobati.Dokter gigi dan
dokter umum harus waspada terhadap terjadinya implikasi klinis pada
hubungan inter-relasi antara infeksi odontogenik dan kondisi medis lain
yang dapat berpengaruh terhadap pasien yang membutuhkan perawatan

1.2 Skenario

Pasien lelaki usia 20 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan pada
daerah bawah belakang susah untuk membuka mulut. Berdasarkan pemeriksaan
terdapat pembengkakan mandibula kanan meluas ke daerah dagu, kelenjar limfe
submandibula teraba keras dan sakit buka mulut terbatas gigi geligi posterior
rahang bawah radiks

1.3 Rumusan masalah


1. Apa diagnosa dari skenerio ini?
2. Sebutkan apa saja anatomi dari facia mandibula?
3. Apa saja gejala dari skenario?
4. Bagaimana Diagnosa banding dari skenario ?
5. Apa saja etiologi dari skenario ?
6. Bagaimana pemeriksaaan klinis dan penunjangnya?
7. Bakteri apa sajakah yang terlibat?
8. Bagaimanakah proses patofisiologi dari kasus di skenario ?
9. Apa Pencegahan dari diagnosa tersebut?
10. Bagaimana prognosis dari kasus skenario? (herlin)
11. Bagaimana penatalaksanaan pada kasus tersebut ?
12. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dari skenario ?
13. Bagaimana Instruksi dokter gigi kepada pasien pasca tindakan ?

2 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


14. Bagaimana interpretasi rontgen dari kasus pada skenario?
15. Bagaimana prosedur rujukan pada kasus skenario?
16. Hadist

1.4 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mendiagnosa dari kasus di skenario.
2. Mahasiswa dapat mengetahui anatomi apa saja yang terlibat pada kasus di
skenario.
3. Mahasiswa dapat mengetahui gejala, etiologi dan diagnosa banding yang
dapat terjadi pada kasus di skenario.
4. Mahasiswa mampu mengetahui proses patofisiologi sesuai dengan
skenario.
5. Mahasiswa mampu mengetahui tentang intruksi yang diberikan oleh
dokter gigi pasca tindakan.
6. Mahasiswa mengetahui tentang komplikasi yang mungkin terjadi pasca
tindakan.
7. Mahasiswa mampu mengetahui proses penatalaksaan pasca tindakan serta
bagaimana dengan prognosisnya.
8. Mahasiswa mampu mengetahui tentang pencegahan yang dapat dilakukan
pada kasus di skenario.
9. Mahasiswa mengetahui tentang mengintrepertasi rontgen pada kasus di
scenario
10. Mahasiswa mampu mengetahui proses rujukan yang dilakukan oleh dokter
gigi umum.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pencabutan Gigi


Pencabutan gigi atau yang dalam ilmu kedokteran gigi biasa disebut
ekstraksi gigi adalah suatu prosedur dental mengeluarkangigi dari soketnya.
Pencabutangigi dikatakan ideal jika dalam pelaksaannya tidak disertai rasa sakit,
trauma yang terjadi pada jaringan sekitar gigi seminimal mungkin, luka

3 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


pencabutan dapat sembuh secara normal dan tidak menimbulkan permasalahan
pasca pencabutan (Sanghai S et all, 2009).

Pencabutan gigi adalah suatu tindakan operasi yang dilakukan dengan tang,
elevator, atau pendekatan transalveolar. Oleh karena sifatnya yang irreversible dan
terkadang menimbulkan komplikasi, pencabutan gigi seharusnya dilakukan hanya
ketika semua alternatif perawatan tidak memungkinkan untuk dilakukan. Namun,
pada beberapa pasien lebih memilih pencabutan gigi sebagai alternatif yang lebih
murah daripada dilakukan perawatan lain seperti penambalan atau pembuatan
mahkota pada gigi dengan karies besar. Pada keadaan tersebut, gigi harus dicabut
dan pencabutan gigi merupakan bagian dari fungsi dokter gigi (Pedlar J et all,
2007).

Gambar 2.1 Pencabutan gigi mengunakan tang


(Sumber: Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. China: Churchill
Living Stone Elsevier; 2007, p.27)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pencabutan gigi


merupakan suatu prosedur mengeluarkan gigi dari perlekatannya menggunakan
tang dan elevator (closed method), atau pendekatan transalveolar (open method)
dengan teknik yang aman untuk meminimalkan trauma.
2.1.1 Pencabutan Intra Alveolar
Pencabutan intra alveolar adalah pencabutan gigi atau akar gigi dengan
menggunakan tang atau bein atau dengan kedua alat tersebut. Metode ini sering
juga di sebut forceps extraction dan merupakan metode yang biasa dilakukan pada
sebagian besar kasus pencabutan gigi (Archer, W.Harry. 1975).

Dalam metode ini, blade atau instrument yaitu tang atau bein ditekan
masuk ke dalam ligamentum periodontal diantara akar gigi dengan dinding tulang

4 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


alveolar. Bila akar telah berpegang kuat oleh tang, dilakukan gerakan kea rah
buko-lingual atau buko-palatal dengan maksud menggerakkan gigi dari socketnya.
Gerakan rotasi kemudian dilakukan setelah dirasakan gigi agak goyang. Tekanan
dan gerakan yang dilakukan haruslah merata dan terkontrol sehingga fraktur gigi
dapat dihindari (Carranza A.F, 1984) .

2.1.2 Pencabutan Trans Alveolar

Pada beberapa kasus terutama pada gigi impaksi, pencabutan dengan


metode intra alveolar sering kali mengalami kegagalan sehingga perlu dilakukan
pencabutan dengan metode trans alveolar. Metode pencabutan ini dilakukan
dengan terlebih dahulu mengambil sebagian tulang penyangga gigi. Metode ini
juga sering disebut metode terbuka atau metode surgical yang digunakan pada
kasus-kasus:

- Gigi tidak dapat dicabut dengan menggunakan metode intra alveolar


- Gigi yang mengalami hypersementosis atau ankylosis
- Gigi yang mengalami germinasi atau dilacerasi
- Sisa akar yang tidak dapat dipegang dengan tang atau dikeluarkan dengan
bein, terutama sisa akar yang berhubungan dengan sinus maxillaris.

Perencanaan dalam setiap tahap dari metode trans alveolar harus dibuat
secermat mungkin untuk menghindari kemungkinan yang tidak diinginkan.
Masing-masing kasus membutuhkan perencanaan yang berbeda yang disesuaikan
dengan keadaan dari setiap kasus. Secara garis besarnya, komponen penting
dalam perencanaan adalah bentuk flap mukoperiostal, cara yang digunakan untuk
mengeluarkan gigi atau akar gigi dari socketnya, seberapa banyak pengambilan
tulang yang diperlukan.

2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi


2.2.1 Indikasi Pencabutan Gigi

Gigi mungkin perlu di cabut untuk berbagai alasan, misalnya karena sakit
gigi itu sendiri, sakit pada gigi yang mempengaruhi jaringan di sekitarnya, atau
letak gigi yang salah. Di bawah ini adalah beberapa contoh indikasi dari
pencabutan gigi: (Robinson D. Paul, 2005)

5 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


a. Karies yang parah
Alasan paling umum dan yang dapat diterima secara luas untuk pencabutan
gigi adalah karies yang tidak dapat dihilangkan. Sejauh ini gigi yang karies
merupakan alasan yang tepat bagi dokter gigi dan pasien untuk dilakukan tindakan
pencabutan (Peterson J. Larry., 2003).
b. Nekrosis pulpa
Sebagai dasar pemikiran, yang ke-dua ini berkaitan erat dengan pencabutan
gigi adalah adanya nekrosis pulpa atau pulpa irreversibel yang tidak diindikasikan
untuk perawatan endodontik. Mungkin dikarenakan jumlah pasien yang menurun
atau perawatan endodontik saluran akar yang berliku-liku, kalsifikasi dan tidak
dapat diobati dengan tekhnik endodontik standar. Dengan kondisi ini, perawatan
endodontik yang telah dilakukan ternyata gagal untuk menghilangkan rasa sakit
sehingga diindikasikan untuk pencabutan (Peterson J. Larry., 2003).
c. Penyakit periodontal yang parah
Alasan umum untuk pencabutan gigi adalah adanya penyakit periodontal
yang parah. Jika periodontitis dewasa yang parah telah ada selama beberapa
waktu, maka akan nampak kehilangan tulang yang berlebihan dan mobilitas gigi
yang irreversibel. Dalam situasi seperti ini, gigi yang mengalami mobilitas yang
tinggi harus dicabut (Peterson J. Larry., 2003).
d. Alasan orthodontik
Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering membutuhkan
pencabutan gigi untuk memberikan ruang untuk keselarasan gigi. Gigi yang
paling sering diekstraksi adalah premolar satu rahang atas dan bawah, tapi
premolar ke-dua dan gigi insisivus juga kadang-kadang memerlukan pencabutan
dengan alasan yang sama (Peterson J. Larry., 2003).
e. Gigi yang mengalami malposisi
Gigi yang mengalami malposisi dapat diindikasikan untuk pencabutan
dalam situasi yang parah. Jika gigi mengalami trauma jaringan lunak dan tidak
dapat ditangani oleh perawatan ortodonsi, gigi tersebut harus diekstraksi. Contoh
umum ini adalah molar ketiga rahang atas yang keluar kearah bukal yang parah
dan menyebabkan ulserasi dan trauma jaringan lunak di pipi. Dalam situasi gigi

6 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


yang mengalami malposisi ini dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pencabutan
(Peterson J. Larry., 2003).
f. Gigi yang retak
Indikasi ini jelas untuk dilakukan pencabutan gigi karena gigi yang telah
retak. Pencabutan gigi yang retak bisa sangat sakit dan rumit dengan tekhnik yang
lebih konservatif. Bahkan prosedur restoratif endodontik dan kompleks tidak
dapat mengurangi rasa sakit akibat gigi yang retak tersebut (Peterson J. Larry.,
2003).
g. Pra-prostetik ekstraksi
Kadang-kadang, gigi mengganggu desain dan penempatan yang tepat dari
peralatan prostetik seperti gigitiruan penuh, gigitiruan sebagian lepasan atau
gigitiruan cekat. Ketika hal ini terjadi, pencabutan sangat diperlukan (Peterson J.
Larry., 2003).
h. Gigi impaksi
Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan pencabutan. Jika
terdapat sebagian gigi yang impaksi maka oklusi fungsional tidak akan optimal
karena ruang yang tidak memadai, maka harus dilakukan bedah pengangkatan gigi
impaksi tersebut. Namun, jika dalam mengeluarkan gigi yang impaksi terdapat
kontraindikasi seperti pada kasus kompromi medis, impaksi tulang penuh pada
pasien yang berusia diatas 35 tahun atau pada pasien dengan usia lanjut, maka gigi
impaksi tersebut dapat dibiarkan (Peterson J. Larry., 2003).
i. Supernumary gigi
Gigi yang mengalami supernumary biasanya merupakan gigi impaksi yang
harus dicabut. Gigi supernumary dapat mengganggu erupsi gigi dan memiliki
potensi untuk menyebabkan resorpsi gigi tersebut (Peterson J. Larry., 2003).
j. Gigi yang terkait dengan lesi patologis
Gigi yang terkait dengan lesi patologis mungkin memerlukan pencabutan.
Dalam beberapa situasi, gigi dapat dipertahankan dan terapi terapi endodontik
dapat dilakukan. Namun, jika mempertahankan gigi dengan operasi lengkap
pengangkatan lesi, gigi tersebut harus dicabut (Peterson J. Larry., 2003).
k. Terapi pra-radiasi

7 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Pasien yang menerima terapi radiasi untuk berbagai tumor oral harus
memiliki pertimbangan yang serius terhadap gigi untuk dilakukan pencabutan
(Peterson J. Larry., 2003).
l. Gigi yang mengalami fraktur rahang
Pasien yang mempertahankan fraktur mandibula atau proses alveolar
kadang-kadang harus merelakan giginya untuk dicabut. Dalam sebagian besar
kondisi gigi yang terlibat dalam garis fraktur dapat dipertahankan, tetapi jika gigi
terluka maka pencabutan mungkin diperlukan untuk mencegah infeksi (Peterson J.
Larry., 2003).
m. Estetik
Terkadang pasien memerlukan pencabutan gigi untuk alasan estetik. Contoh
kondisi seperti ini adalah yang berwarna karena tetracycline atau fluorosis, atau
mungkin malposisi yang berlebihan sangat menonjol. Meskipun ada tekhnik lain
seperti bonding yang dapat meringankan masalah pewarnaan dan prosedur
ortodonsi atau osteotomy dapat digunakan untuk memperbaiki tonjolan yang
parah, namun pasien lebih memilih untuk rekonstruksi ekstraksi dan prostetik
(Peterson J. Larry., 2003).
n. Ekonomis
Indikasi terakhir untuk pencabutan gigi adalah faktor ekonomi. Semua
indikasi untuk ekstraksi yang telah disebutkan diatas dapat menjadi kuat jika
pasien tidak mau atau tidak mampu secara finansial untuk mendukung keputusan
dalam mempertahankan gigi tersebut. Ketidakmampuan pasien untuk membayar
prosedur tersebut memungkinkan untuk dilakukan pencabutan gigi (Peterson J.
Larry., 2003).

2.2.2 Kontraindikasi Pencabutan Gigi

a. Kontaindikasi sistemik
Kelainan jantung
Kelainan darah. Pasien yang mengidap kelainan darah seperti leukemia,
haemoragic purpura, hemophilia dan anemia
Diabetes melitus tidak terkontrol sangat mempengaruhi penyembuhan luka.
Pasien dengan penyakit ginjal (nephritis) pada kasus ini bila dilakukan
ekstraksi gigi akan menyebabkan keadaan akut

8 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Penyakit hepar (hepatitis).
Pasien dengan penyakit syphilis, karena pada saat itu daya tahan terutama
tubuh sangat rendah sehingga mudah terjadi infeksi dan penyembuhan akan
memakan waktu yang lama.
Alergi pada anastesi lokal
Rahang yang baru saja telah diradiasi, pada keadaan ini suplai darah menurun
sehingga rasa sakit hebat dan bisa fatal.
Kehamilan. pada trimester ke-dua karena obat-obatan pada saat itu
mempunyai efek rendah terhadap janin.
Psychosis dan neurosis pasien yang mempunyai mental yang tidak stabil
karena dapat berpengaruh pada saat dilakukan ekstraksi gigi
Terapi dengan antikoagulan.

b. Kontraindikasi lokal
Radang akut. Keradangan akut dengan cellulitis, terlebih dahulu
keradangannya harus dikontrol untuk mencegah penyebaran yang lebih luas.
Jadi tidak boleh langsung dicabut.
Infeksi akut. Pericoronitis akut, penyakit ini sering terjadi pada saat M3 RB
erupsi terlebih dahulu
Malignancy oral. Adanya keganasan (kanker, tumor dll), dikhawatirkan
pencabutan akan menyebabkan pertumbuhan lebih cepat dari keganasan itu.
Sehingga luka bekas ekstraksi gigi sulit sembuh. Jadi keganasannya harus
diatasi terlebih dahulu.
Gigi yang masih dapat dirawat/dipertahankan dengan perawatan konservasi,
endodontik dan sebagainya

2.3 Pemilihan Jenis Anastesi

Anestesi adalah hilangnya perasaan atau sensasi di bagian tertentu atau di


seluruh tubuh. Anestesi dapat terjadi sebagai akibat dari cedera atau penyakit
saraf, tetapi istilah anestesi sebagian besar diterapkan pada teknik mengurangi
atau menghilangkan sensasi sakit individu untuk memudahkan operasi yang akan
dilakukan. Ini dipengaruhi oleh pemberian obat (anestesi lokal atau anestesi
umum) atau dengan menggunakan metode lain seperti, akupunktur atau hipnosis.
Saat ini, perawatan gigi umumnya dilakukan di bawah pengaruh anestesi lokal.

9 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Anestesi lokal didefinisikan sebagai hilangnya sensasi yang bersifat sementara di
daerah yang terbatas dari tubuh disebabkan oleh depresi eksitasi di ujung saraf atau
penghambatan proses konduksi pada saraf perifer (Balaji SM, 2007)
Anestesi lokal adalah bentuk anestesi yang paling banyak digunakan dalam
kedokteran gigi untuk meringankan nyeri. Penggunaan teknik dan obatobatan anestesi
dapat bervariasi tergantung pada riwayat medis dan dental pasien, serta efek
farmakologi dari agen. Pada sebagian besar aplikasi dental, anestesi ini
memungkinkan penghilangan rasa sakit sepenuhnya selama prosedur operasi.

Gambar 2.2 a,b Teknik anestesi lokal. a infiltrasi. b block


(Sumber: Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJ. Textbook of general and oral
surgery. Philadelphia: Elsevier; 2003, p.203-4)

Kontrol rasa sakit atau nyeri ini sangat penting dalam praktek operasi
kedokteran gigi. Kontrol nyeri yang baik akan membantu operator dalam melakukan
operasi dengan hati-hati, tidak terburu-buru, dan tidak menjadi pengalaman operasi
yang buruk bagi pasien dan dokter giginya. Keadaan ini akan sangat membantu bagi
seorang dokter gigi. Fungsi anestesi lokal dibedakan menjadi fungsi diagnostik,
fungsi terapeutik, fungsi perioperatif, dan fungsi postoperatif sebagaimana yang
tertera dalam tabel berikut :

10 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Lidokain dengan epinefrin merupakan agen anestesi lokal yang paling umum
yang digunakan dalam praktek dokter gigi. Epinefrin sebagai vasokonstriktor
ditambahkan ke lidokain dimaksudkan untuk: (Rahajoe PS, 2008)
a. Memperpanjang durasi anestesi lokal
b. Memperdalam anestesi lokal
c. Mengurangi resiko toksis sistemik
d. Mengontrol pendarahan pada lokasi operasi
Salah satu efek samping yang paling penting dari lidokain dengan epinefrin
adalah efek kardiovaskular yang membatasi penggunaannya pada beberapa kasus
tertentu. Dengan dosis yang dianjurkan, efek kardiovaskular lidokain dengan
epinefrin disebabkan karena penyerapan sistemik epinefrin dari tempat injeksi atau
injeksi intravaskulernya. Penyerapan sistemik epinefrin menyebabkan efek
kardiovaskular seperti hipertensi, nyeri dada, takikardia, dan aritmia jantung lainnya.
Dosis maksimum epinefrin pada pasien yang sehat adalah 200 mikrogram 1/250000
laturan (Haghighat A et all, 2006)
Penyakit sistemik mungkin merupakan faktor penentu yang
mempengaruhi pemilihan anastesi. Setiap penyakit yang mengganggu efisiensi
pernapasan atau jalan napas merupakan kontra indikasi terhadap anastesi umum
pada kursi dental.

Beberapa sumber menyarankan untuk tidak memakai adrenalin dalam


larutan anastesi lokal yang digunakan pada pasien-pasien yang menderita penyakit
kardiovaskuler. Namun pendapat yang lazim adalah bahwa adrenalin dalam

11 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


jumlah kecil yang diberikan untuk penggunaan di bidang gigi dalam kenyataannya
menguntungkan, oleh karena adrenalin ini menyebabkan lebih terjamin, lebih
lama, dan lebih dalam anastesinya, sehingga mengurangi jumlah adrenalin yang
disekresikan oleh pasien itu sendiri sebagai reaksinya terhadap rasa sakit dan rasa
takut.

Penting bahwa setiap pencabutan atau scalling yang dilakukan pada pasien
penderita katup jantung kongenital atau penyakit katup jantung karena reumatik
harus dilakukan hanya dengan perlindungan antibiotik yang memadai. Jika
tendensi untuk terjadinya perdarahan disebabkan oleh adanya abnormalitas
setempat seperti haemangioma, maka anastesi lokal harus dihindarkan dan
pencabutan hanya dilakukan dirumah sakit dengan fasilitas-fasilitas hematologik
yang lengkap.

Dalam hal ini, pemilihan anastetik lokal juga perlu dipertimbangkan.


Lignokain dan derivate amide aman dan efektif. Efek keracunan dan alergi sangat
jarang terjadi dan hampir tidak ada. Walaupun demikian, lignokain relatif tidak
efektif tanpa penambahan vasokonstriktor, sementara yang lain seperti Prilokain
dapat menahan rasa sakit dalam jangka waktu yang pendek tanpa bantuan apa-
apa. Vasokonstriktor seperti adrenalin dan noradrenalin, memberikan pengaruh
pada system jantung, yang lebih beracun dari anastesi lokal itu sendiri.
Noradrenalin dapat meyebabkan hipertensi yang berbahaya, tidak memiliki
keuntungan dan tidak seharusnya digunakan. Oleh karena itu kita harus
menghindari anastesi lokal yang mengandung vasokonstriktor pada pasien
penderita jantung dan hipertensi. Karena adanya bahaya utama dari adrenalin yang
jika masuk ke sirkulasi bagian-bagian penting, dapat menyebabkan meningkatnya
rangsangan jantung dan detakan jantung.

Sekalipun saat ini prokain jarang digunakan dalam kedokteran gigi, namun
patut dicatat bahwa bahan anastesi lokal ini tidak boleh digunakan pada pasien-
pasien yang mendapat sulfonamide untuk perawatan terhadap penyakit
sistemiknya. Oleh karena obat-obatan kelompok antibakterial ini mengandung
cincin asam para aminobenzoat yang sama seperti pada prokain, yang secara
teoritis bahwa dapat menetralisir sebagian efek-efek dari yang satu terhadap yang

12 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


lainnya jika diberikan bersamaan. Sekalipun fenomena ini tidak pernah terbukti
secara klinik namun kombinasi ini sebaiknya dihindarkan. Pasien-pasien yang
memiliki riwayat hipersensitif terhadap sulfonamide tidak boleh diberi bahan
anastesi lokal yang mengandung cincin asam paraminobenzoat.

BAB III

PEMBAHASAN

Pencabutan gigi atau yang dalam ilmu kedokteran gigi biasa disebut
ekstraksi gigi adalah suatu prosedur dental mengeluarkangigi dari soketnya.
Pencabutan gigi dikatakan ideal jika dalam pelaksaannya tidak disertai rasa sakit,
trauma yang terjadi pada jaringan sekitar gigi seminimal mungkin, luka
pencabutan dapat sembuh secara normal dan tidak menimbulkan permasalahan
pasca pencabutan (Sanghai S et all, 2009).

13 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Untuk mengekstraksi gigi dari tulang alveolar, perlekatan periodontal harus
dilepaskan dan soket gigi diperbesar untuk mengeluarkan gigi. Untuk mencapai
hal tersebut, banyak instrumen yang telah berkembang.

A. Instrumen pencabutan gigi


3.1 Tang ekstraksi / Dental Forcep

Klasifikasi tang :
1. Untuk gigi dewasa / tetap
2. Untuk gigi anak / desidui
Jenis tang : 1. Untuk sisa akar
2. Untuk gigi bermahkota
Bagian dari tang :

1. Handle (Pegangan)
Handle terdapat 2 sisi (Horizontal, Vertikal). Handle vertikal digunakan
terutama pada tang tipe Hwak-bill Ash di Inggris, hanya digunakan untuk rahan
bawah saja. Sedangkan handle horizontal tersedia untuk rahang atas dan rahang
bawah. Fungsi dari pegangan itu sendiri untuk pegangan tangan dimana sebagai
tempat tumpuan dari tekanan saat tindakan ekstraksi gigi.
2. Hinge (Engsel)
Hinge memiliki 2 persyaratan pokok untuk engsel dari berbagai tang :
- Bibir tidak akan terjepit saat tang dikatupkan
- Handle tang bisa bergerak bebas (tidak terganggu)
3. Beak (Paruh)
Beak adalah bagian kerja dari tang, dan beak tang dibuat dengan berbagai
macam design karena variasi bentuk dari anatomi gigi, sehingga dibuat beak tang
sesuai dengan spesifikasi dari gigi.

3.1.1 Tang Ekstraksi Rahang Atas

14 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


3.1.1.1 Maxillary Universal Forceps

Fungsi Biasa digunakan untuk ekstraksi gigi premolar rahang atas.


3.1.1.2 Maxillary Right Molar Forceps

Fungsi Biasa digunakan untuk ekstraksi gigi Molar 1 dan Molar 2 kanan
rahang atas
3.1.1.3 Maxillary Left Molar Forceps

Fungsi Biasa digunakan untuk ekstraksi gigi Molar 1 dan Molar 2 kiri rahang
atas.
3.1.1.4 Maxillary Third Molar Forceps

Fungsi Biasa digunakan untuk ekstraksi gigi Molar 3 kanan dan kiri rahang
atas.
3.1.1.5 Maxillary Root Tip Forceps

Fungsi Biasa digunakan untuk mengambil sisa akar dari gigi rahang atas.

15 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


3.1.2 Tang Ekstraksi Rahang Bawah
3.1.2.1 Mandibular forceps for anterior teeth and premolars of the mandible
or mandibular universal forceps

Fungsi Biasa digunakan untuk ekstraksi 6 gigi anterior dan 4 gigi premolar
rahang bawah.
3.1.2.2 Mandibular molar forceps

Fungsi Biasa digunakan untuk ekstraksi gigi Molar 1 dan Molar 2 kanan dan
kiri rahang bawah.
3.1.2.3 Mandibular third molar forceps

Fungsi Biasa digunakan untuk ekstraksi gigi Molar 3 rahang bawah

3.1.2.4 Mandibular cowhorn molar forceps for sectioning roots.

16 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Fungsi Biasa digunakan untuk ekstraksi molar dengan mahkota lengkap dan
juga digunakan ketika pembelahan akar diperlukan.
3.1.2.5 Mandibular root tip forceps

3.2 Elevator
Menurut Mangunkusumo (1997), elevator dapat diklasifikasikan menurut
pemakaian dan menurut bentuknya:

1. Menurut pemakaian
a. Elevator yang dipolakan untuk bagian gigi secara keseluruhan
b. Elevator yang dipolakan untuk mengambil akar gigi yang fraktur setinggi
garis gingiva
c. Elevator yang dipolakan untuk mengambil akar gigi yang fraktur dan
tinggal setengah panjang akar
d. Elevator yang dipolakan untuk mengambil akar gigi yang tinggal sepertiga
panjang akar
e. Elevator yang dipolakan untuk memotong tulang
f. Elevator yang dipolakan untuk memotong dan mengangkat
mukoperiosteum
2. Menurut bentuk
a. Elevator lurus (straight): tipe ganjal atau baji (wedge) berujung lurus
b. Elevator lengkung (angular): sepasang kiri dan kanan

17 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


c. Elevator batang-silang (cross bar): pegangan elevator tegak lurus dengan
tangkainya.

Menurut Pedersen (1996), elevator diklasifikasikan menjadi:

a. Elevator Lurus
Desain elevator lurus berupa elevator dengan pegangan, tangkai, dan bilah
paralel. Fungsinya untuk mengetes anestesi, memisahkan perlekatan epitel,
ekspansi alveolus, evaluasi mobilitas, mengungkit ujung akar dan
fragmennya dan membantu memotong bagian-bagian gigi.
b. Elevator Bengkok
Desain elevator bengkok berupa elevator dengan bilah membentuk sudut
terhadap tangkai dan pegangan. Fungsinya untuk menggeser gigi dan
fragmen akar menjauhi titik tumpu dari alat ini.

Bagian dari elevator :

Fungsi biasa digunakan untuk menghilangkan gigi dan akar di rahang atas dan
rahang bawah.
Elevator terdiri dari 3 bagian, :
1. Blade
Memiliki 2 permukaan, yaitu cembung dan cekung. Bagian cekung
ditempatkan di bagian rongga mulut, baik tegak lurus dengan gigi / pada
sudut gigi dan selalu berkontak dengan gigi yang luksasi.
2. Shank
Shank berbentuk sempit dan panjang, yang menghubungkan handle ke
blade.
3. Handle
Handle berbentuk buah pir dan cukup besar yang memungkinkan untuk
kenyamanan bagi operator saat melakukan tindakan (tekanan) pada gigi
yang luksasi.
3.2.1 Straight White elevator with slightly curved blade

18 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Fungsi digunakan untuk ekstraksi gigi posterior rahang atas

3.2.2 Pair of elevators with crossbar or T-shaped handles

Fungsi biasa digunakan hanya pada rahang bawah. Untuk menghilangkan akar
dari molar, setelah akar lainnya sudah di hilangkan dengan straight elevator.
3.2.3 Pair of angled seldin elevators.

Fungsi digunakan untuk ekstraksi akar di rahang bawah

3.2.4 Pair of double-angled elevators

19 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Fungsi digunakan untuk menghilangkan akar di kedua rahang, dan juga bisa
digunakan untuk ekstraksi gigi impaksi Molar 3 rahang atas.

3.3 Instrumen Pendukung Ekstraksi


3.3.1 Instrumen Untuk Insisi Jaringan

Sebagian besar prosedur bedah dimulai dengan insisi. Paling banyak digunakan
handle scalpel no. 3 handle dan no. 7 handle yang lebih besar dan tipis.

Scalple handle no.3

Scalple handle no.7

Mata pisau scalpel yang biasa dipakai untuk bedah intraoral adalah pisau no. 15.
Selain itu, mata pisau no. 11 dan 12 juga sering digunakan untuk intraoral.

Blade no 11,blade no 12, blade no 15

3.3.2 Instrumen Untuk Mengangkat Mukoperiosteum


Instrumen yang umum digunakan adalanh no. 9 Molt periosteal elevator.
Instrumen ini memiliki ujung yang tajam, lancip, rata, dan lebar.

20 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Periosteal elevator dapat digunakan untuk mereflek jaringan lunak dengan 3 cara:
Pertama, ujung lancip digunakan pada gerakan membongkar untuk mengangkat
jaringan lunak. Metode kedua memisahkan periosteum dari tulang di bawahnya.
Metode ketiga adalah gaya tarikan, atau mengikis. Instrumen yang sering
digunakan adalah Woodson periosteal elevator no.1 untuk menghilangkan
jaringan lunak melewati sulkus gingival.

3.3.3 Instrumen untuk Meretraksi Jaringan Lunak


Retraktor pipi yang paling terkenal adalah (1) right-angle Austin retractor
(gbr 6-7) dan (2) offset broad Minnesota retractor. Kedua retraktor ini dapat
menarik pipi dan flap mukoperiosteal secara stimultan.

Weider tongue retractor adalah berbentuk hati yang bergigi tajam pada satu sisi
sehingga dapat melawan lidah lebih kuat serta menarik secara medial dan anterior

Towel clip dapat digunakan untuk menahan lidah. Saat prosedur biopsi pada
posterior lidah, menahan lidah anterior dengan towel clip.

3.3.4 Instrumen untuk Mengatur Hemorragi

21 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Ketika suatu perdarahan membutuhkan pengaturan yang lebih dari sekedar
tekanan, dapat digunakan hemostat. Hemostat yang biasa digunakan pada bedah
mulut adalah hemostat lengkung.

3.3.5 Instrumen untuk Menggenggam Jaringan


Adson forceps terlalu pendek untuk bekerja pada daerah posterior mulut.
Tang yang lebih panjang dengan bentuk yang serupa adalah Stillies forceps.
Terdapat juga Allis forceps Tang jaringan Russian memiliki bentuk besar dan
berujung

Adson forcep, allis forcep, russian forcep

3.3.6 Instrumen untuk Mengambil Tulang


3.3.6.1 Rongeur Forceps

Instrumen yang umum digunakan untuk mengambil tulang adalah Rongeur


forceps. Instrumen ini memiliki mata pisau tajam. Desain utama dari Rongeur

22 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


forceps ini adalah (1) side-cutting forceps (Gbr. 4A), (2) side-cutting and end-
cutting forceps (Gbr. 1A).

3.3.6.2 Chisel dan Mallet

3.3.6.3 Bone File

Digunakan untuk menghaluskan permukaan tulang sebelum menutup


kembali flap mukoperiosteal.

3.3.6.4 Bur dan Handpiece

Metode terakhir untuk membuang tulang adalah dengan bur dan handpiece.

3.3.7 Instrumen untuk Mengambil jaringan lunak dari Kerusakan Tulang


Kegunaan utamanya untuk mengangkat granuloma atau kista kecil dari lesi
periapikal, dapat juga untuk mengambil jaringan granulasi debris kecil dari soket
gigi.

23 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


3.3.8 Instrumen untuk Menjahit Mukosa.
3.3.8.1 Needle Holder

Needle holder dipegang dengan ibu jari dan jari manis. Jari telunjuk dan jari
tengah untuk mengontrol pergerakan.

3.3.8.2 Needle

Jarum yang digunakan untuk menurup mukosa insisi biasalnya jarum kecil
setengah bulat atau three eights- circle.

3.3.8.3 Suturing Material

Terdapat berbagai macam material jahit berdasarkan ukuran, resorbabilitas,


dan monofilamen atau polifilamen. Ukuran yang biasa digunakan untuk menjahit
mukosal oral adalah 3-0 (000). Nomer benang yang lebih besar adalah 2-0 atau 0.

24 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Sutura nomer 6-0, sutura no.3-0 cukup besar untuk mencegah robeknya mukosa
dan kuat untuk menahan tekanan pada intraoral.

Benang jahit ada yang resorbalbe atau nonresorbable. benang jahit


nonresorbable contohnya sutra, nilon, dan stainless steel. Gut atau chromic gut,
nilon, dan stanless steel adalah benang monofilamen. Sutra, asam poligilokolik
dan poliaktitik adalah benang polifilamen.Benang jahit yang umum untuk kavitas
oral adalah sutra hitam no.3-0.

3.3.8.4 Gunting

3.3.9 Instrument untuk penghisapan


3.3.9.1 Surgical suction
Alat yang memiliki lubang yg lebih kecil dari alat penghisap pada
kedokteran gigi umumnya. Fungsi : memberikan visualisasi yang cukup saat
operasi dengan menghisap darah,saliva,dan larutan irigasi
3.3.9.2 Fraser suction
Alat hisap yang memiliki lubang pada bagian gagang yang dapat ditutup
sesuai keperluan

3.3.10 Instrument untuk memindahkan instrument steril


Transfer forceps adalah tang yang memiliki jepitan yang berat dan
membelok ke kanan. Biasa disimpan pada wadah berisi larutan antibakteri seperti
glutaraldehide. Yang berfungsi untuk memindahkan alat instrument dari satu area
ke area lainnya

25 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


3.3.11 Instrument untuk irigasi
Menggunakan syringe plastik yang besar dengan jarum 18-gauge tumpul
yang biasanya digunakan untuk irigasi. Jarumnya harus tumpul dan halus
sehingga tidak melukai jaringan lunak, dan memiliki sudut untuk mengarahkan
aliran irigasi supaya lebih efisien.

3.4 Teknik penggunaan instrumen ekstraksi gigi


3.4.1 Penggunaan Tang
- Posisi telapak tangan :
Tang dipegang dengan posisi telapak tangan menghadap ke bawah untuk
pencabutan gigi bawah, dan menghadap ke atas untuk gigi atas. Tindakan ini
memungkinkan terjadinya posisi pergelangan lurus dan siku mendekati badan
- Pinch grasp :
Teknik penggunaan elevator atau tang yang efektif tergantung pula pada
retraksi pipi atau bibir dan stabilitas prosesus alveolaris. Untuk maksud ini, pinch
grasp digunakan untuk pencabutan gigi atas. Pinch grasp terdiri dari memegang
prosesus alveolaris diantara ibu jari dan telunjuk dengan tang yang bebas. Ini akan
membantu retraksi pipi, stabilisasi kepala, mendukung prosesus alveolaris, dan
meraba tulang bukal. Perluasan dataran alveolar (labial) mudah teraba, sehingga
dapat dinilai apakah tekanan perlu ditambah atau dikurangi
- Sling grasp :
Sling grasp mandibula memungkinkan retraksi pipi/lidah, memberikan
dukungan terhadap mandibula. Biasanya dukungan diperoleh dengan memegang

26 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


mandibula diantara ibu jari dan jari telunjuk tangan yang bebas. Sehingga dengan
ini TMJ terlindungi dari tekanan yang berlebihan. Dukungan tangan yang bebas
pada mandibula adalah satu-satunya cara terbaik untuk mendapat hal tersebut,
karena gerak amndibula berlebihan dapat dengan mudah dilihat, menandai
perlunya mengurangi besar tekanan, memperbesar dukungan atau keduanya.
Untuk menambah kekuatan sling grasp ini, sering digunakan galangan gigit untuk
menambah dukungan mandibula yang ditahan oleh seorang asisten.
- Pegangan dua tangan :
Pemegangan tang dengan dua tangan ini, diindikasikan untuk pencabutan
yang mempunyai tingkat kesulitan tertentu sehingga memerlukan tekanan
terkontrol yang besar atau untuk operator yang kekuatan fisiknya kurang. Apabila
pemegangan dengan kedua tangan ini dilakukan, imobilisasi kepala, retraksi
pipi/lidah dan fiksasi mandibula dilakukan oleh asisten melalui pemakaian
galangan gigit. Pemegangan dengan dua tangan sesuai dengan persyaratan telapak
tangan ke atas/bawah dan pergelangan lurus/siku dekat ke badan.
3.4.2 Penggunaan Elevator
Elevator digunakan untuk mengetes anastesi, memperkirakan mobilitas gigi,
memisahkan perlekatan gingiva, dan mengawali pelonggaran alveolus.
Keberhasilan penggunaannya tergantung pada aplikasi dengan tekana yang
terkontrol, cara memegang yang baik dan tepat (pinch/sling grasp), bidang/titik
penempatan atau insersi yang tepat, dan titik tumpu yang tepat.
Umumnya elevator lurus dengan bidang miring (#345 dan #301)
diinsersikan pada regio mesio-gingival interproksimal, paralel dengan permukaan
akar gigi untuk mengawali suatu pencabutan. Mobilitas yang cukup dicapai
apabila elevator ditekan ke apikal dan juga dirotasi ke bukal/fasial. Tekanan
berlebihan yang diproduksi elevator bisa mengakibatkan cedera pada jaringan
sekitarnya. Penyelesaian pencabutan dengan elevator juga sebaiknya dihindarkan,
karena mulut masih dalam keadaan teranastesi sehingga memungkinkan gigi
tersebut tertelan ataun terhisap.
Tekanan terkontrol yang diaplikasikan ketika pencabutan gigi didapat
melalui elevator dan tang untuk melonggarkan alveolus, memutus
ligament periodontal serta memisahkan perlekatan gingiva. Arah tekanan ini
dibagi menjadi empat, yakni menutup atau mencengkram, parallel (apical-

27 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


oklusal), lateral (fasial/bukal-lingual/palatal) dan rotasi, yang terbatas pada gigi
berakar tunggal atau fusi.

Tekanan mencengkram dan kombinasi tekanan parallel kearah apical


digunakan untuk memperoleh adaptasi tang pada gigi. Tekanan lateral, yang
dominan kearah bukal-fasial dilakukan untuk mengekspansi soket.
Berikutnya, pada gigi berakar tunggal atau fusi, dapat dilakukan tekanan
rotasional, yang efektif dalam memutus ligament periodontal. Jika dirasa ekspansi
alveolus telah cukup dan pencabutan diperkirakan akan segera selesai, tekanan
kearah lateral dilakukan lagi, kemudian dilanjutkan gerakan parallel kearah
oklusal untuk mengekstraksi gigi.

3.5 Prinsip penggunaan instrumen ekstraksi gigi


3.5.1 Prinsip kerja elevator
- Tuas / Pengumpil (Lever)
Prinsip ini banyak digunakan, posisi tumpuan (fulcrum) di antara usaha (U)
dan tahanan (T). Agar menambah keuntungan mekanis pada prinsip tuas ini, maka
lengan usaha (U) pada satu sisi tumpuan harus lebih panjang dari pada lengan
tahanan (T) pada sisi lain tumpuan.
- Prinsip Ganjal / Baji (Wedge)
Beberapa elevator dipolakan terutama digunakan sebagai ganjal atau baji
(wedge) dan dinamakan wedge elevator. Elevator ini ditekan di antara akar gigi
dan jaringan tulang sejajar terhadap poros panjang akar gigi, dengan tekanan
tangan atau kekuatan mallet.
Kerja ganjal seperti pada tatah (chisel), pada bentuk yang paling sederhana
adalah sebuah bidang miring yang dapat bergerak yang mengalahkan tekanan
yang besar tegak lurus terhadap usaha yang diaplikasikan. Usaha itu diaplikasikan
terhadap basis bidang dan tahanan berpengaruh pada sisi miring. Beberapa ganjal
mempunyai bidang miring ganda yang dapat digerakkan. Mata elevator itu dapat
juga dipandang sebagai dua bidang miring yang ditempatkan pada basis yang
sama. Makin tajam sudut ganjal itu makin kurang usaha yang dibutuhkan untuk
mengalahkan tahanan yang dihadapinya. Jadi mata elevator ganjal ini dapat
berbidang miring tunggal atau ganda.
- Prinsip putar dan gandar roda
Putar dan ganda roda merupakan mekanisme yang sederhana, sesungguhnya
menjadi suatu bentuk modifikasi tuas. Usaha yang keluar diaplikasikan untuk

28 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


wheel (putaran lingkar) yang akan memutar axle (roda gandar) sedemikian saat
mengangkat suatu beban. Lengan usaha adalah Uw dan lengan tahanan adalah Ta.
Prinsip gerakan pencabutan gigi :
Luxasi
Gerakan arah lingual-labial atau lingo-bucal atau palato-labial atau palato bucal
Rotasi
Gerakan memutar yang diputar sejajar sumbu gigi yang bersangkutan
Gerakan kombinasi
Gerakan yang digabung antara luxasi dan rotasi
Gerakan extraksi
Gerakan mencabut sejajar sumbu gigi

3.6 Hal-hal yang harus diperhatikan saat ekstraksi gigi


Gigi yang erupsi bisa diekstraksi dengan salah satu dari dua teknik utama,
yaitu tertutup dan terbuka. Teknik tertutup juga dikenal sebagai teknik simple
forceps. Teknik terbuka dikenal juga sebagai teknik operasi atau flap.

Teknik yang benar seharusnya menghasilkan ekstraksi yang atraumatik, dan


sebaliknya pada teknik operasi yang telah dapat mengakibatkan ekstraksi yang
traumatik.

Teknik apapun yang dipilih, ada tiga syarat utama yang diperlukan untuk
mendapatkan ekstraksi yang baik yaitu:
1. Akses dan dan visualisasi pada daerah yang akan di ekstraksi
2. Jalur yang tidak terhalang unuk mengekstraksi gigi
3. Penggunaan gigi tenaga yang terkontrol
Langkah umum pada prosedur ekstraksi tertutup:
1. Melonggarkan perlekatan jaringan lunak ke gigi
2. Luksasi gigi dengan menggunakan dental elevator
3. Adaptasi forceps terhadap gigi
4. Luksasi gigi dengan forceps
5. Pecabutan gigi pada socketnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika ekstraksi antara lain:

1. Posisi saat ekstraksi

29 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


a. Untuk ekstraksi gigi maxilla, dental chair diposisikan sekitar 60 derajat
terhadap lantai
b. Selama ekstraksi pada kuadran maxilla sebelah kanan, kepala pasien
seharusnya mengarah ke operator, sehingga akses yang cukup dan
visualisasi bisa didapatkan
c. Untuk ekstraksi gigi anterior maxilla, kepala pasien harus diposisikan lurus
kedepan
d. Pada ekstraksi kuadran maxilla sebelah kiri, kepala pasien hanya sedikit
diarahkan ke operator.
e. Untuk ekstraksi mandibula, pasien harus diposisikan lebih tegak lurus
sehingga ketika mulut dibuka, occlusal plane sejajar dengan lantai
f. Posisi kursi harus lebih rendah dari pada posisi kursi saat ekstraksi gigi
permanen, dan lengan operator pada sudut 120 derajat pada siku.

A. Posisi ekstraksi gigi-gigi rahang atas


B. Posisi ekstraksi gigi-gigi rahang bawah kuadran kiri
C. Posisi ekstraksi gigi-gigi bawah kuadran kanan

2. Peran non-working hand


a. Membantu melindungi gigi sekitarnya dari foeceps
b. Membantu menstabilkan posisi kepala pasien selama proses ekstraksi
c. Memiliki peran penting pada saat ekstraksi gigi mandibula karena tangan
kiri menyokong dan menstabilkan posisi rahang bawah ketika ekstraksi
dilakukan.

30 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Hal hal yang perlu diperhatikan selama ekstraksi gigi menurut Gupta (2012)
adalah :
a. Anestesi
b. Elevasi mukogingival flap
c. Penghilangan tulang
d. Bagian tulang yang terlibat
e. Pengangkatan gigi bersama akarnya
f. Kontrol perdarahan
g. Alveoplasty jika dibutuhkan
h. Penutupan soket alveolar
i. Penjahitan flap

3.7 Edukasi yang diberikan dokter gigi setelah ekstraksi

Pasien yang melakukan ekstraksi gigi, setelah pencabutan sebaiknya diberikan


edukasi. Edukasi yang diberikan dapat berisi tindakan tindakan yang perlu
dilakukan dan perlu dihindari setelah pencabutan gigi. Edukasi yang diberikan kepada
pasien setelah ekstraksi gigi antara lain :
1. Menggigit kapas atau tampon selama 30 menit sesudah pencabutan gigi.
2. Jangan minum dan makan apapun selama 2 jam segera setelah ekstraksi gigi.
3. Lakukan kompres dengan air es.
4. Lakukan sikat gigi seperti biasa namun sementara menghindari daerah luka.
5. Tidurlah dengan kepala agak dinaikkan yaitu dengan diganjal satu atau dua
bantal tambahan.
6. Menaati anjuran dan resep yang diberikan oleh dokter.
7. Jangan mengunyah permen karet dan mengisap daerah bekas pencabutan gigi.
8. Jangan meludah.
9. Jangan berkumur selama 24 jam pertama.
10. Jangan minum alkohol
11. Jangan memberikan rangsangan panas pada daerah pencabutan.
12. Istirahatlah yang cukup.

3.8 Komplikasi pasca ekstraksi gigi


Komplikasi, merupakan kondisi yang tidak diharapkan terjadi pada tindakan
medis. Berbicara masalah pencabutan gigi tidak terlepas dari beberapa komplikasi

31 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


normal yang menyertainya seperti terjadinya perdarahan sesaat, oedem
(pembengkakan) dan timbulnya rasa sakit. Komplikasi sendiri merupakan
kejadian yang merugikan dan timbul diluar perencanaan dokter gigi. Oleh karena
itu, kita selaku dokter gigi harus tetap mewaspadai segala kemungkinan dan
berusaha untuk mengantisipasinya sebaik mungkin. Hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya komplikasi lanjutan dengan resiko yang lebih besar pula.
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya komplikasi diantaranya karena
kondisi sistemik dan lokal pasien lalu keahlian, keterampilan dan pengalaman
sang operator serta standar prosedur pelaksanaan juga mempengaruhi. Berbagai
komplikasi dapat terjadi,
Komplikasi digolongkan menjadi intraoperatif, segera setelah pencabutan gigi
dan jauh setelah pencabutan gigi.
a) Komplikasi Selama Ekstraksi Gigi
1. Kegagalan Pemberian Anestesi
Hal ini biasanya berhubungan dengan teknik yang salah atau dosis obat
anestesi yang tidak cukup.
2. Kegagalan mencabut gigi dengan tang atau elevator
Tang dan elevator harus diletakkan dan sebab kesulitan segera dicari jika
terjadi kegagalan pencabutan dengan instrument tersebut.
3. Perdarahan selama pencabutan
Sering pada pasien dengan penyakit hati, misalnya seorang alkoholik yang
menderita sirosis, pasien yang menerima terapi antikoagulan, pasien yang minum
aspirin dosis tinggi atau NSAID lain sedangkan pasien dengan gangguan
pembekuan darah yang tidak terdiagnosis sangat jarang. Komplikasi ini dapat
dicegah dengan cara menghindari perlukaan pada pembuluh darah dan melakukan
tekanan dan klem jika terjadi perdarahan.
4. Fraktur
Fraktur dapat terjadi pada mahkota gigi, akar gigi, gigi tetangga atau gigi
antagonis, restorasi, processus alveolaris dan kadang kadang mandibula. Cara
terbaik untuk mengindari fraktur selain tekanan yang terkontrol adalah dengan
menggunakan gambar sinar x sebelum melakukan pembedahan.
5. Pergeseran

32 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Terlibatnya antrum, pergeseran gigi atau fragmen ke fosa intratemporalis,
pergeseran gigi ke dalam mandibula merupakan komplikasi intra operatif.
Pemeriksaan sinar X yang akurat diperlukan baik sebelum maupun intraoperatif.
6. Cedera jaringan lunak
Komplikasi ini dapat dihindari dengan membuat flap yang lebih besar dan
menggunakan retraksi yang ringan saja.

b) Komplikasi Segera Setelah Ekstraksi Gigi


Komplikasi yang mungkin terjadi segera setelah ekstraksi gigi dilakukan antara
lain :
1. Perdarahan
Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24
jam pertama sesudah pencabutan atau pembedahan gigi. Penekanan oklusal
dengan menggunakan kasa adalah jalan terbaik untuk mengontrolnya dan dapat
merangsang pembentukan bekuan darah yang stabil. Perdarahan bisa diatasi
dengan tampon (terbentuknya tekanan ekstravaskuler lokal dari tampon),
pembekuan, atau keduanya.
2. Rasa sakit
Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama sesudah pembedahan untuk
gigi erupsi maupun impaksi, dapat sangat mengganggu. Orang dewasa sebaiknya
mulai meminum obat pengontrol rasa sakit sesudah makan tetapi sebelum
timbulnya rasa sakit.
3. Edema
Edema adalah reaksi individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak
selalu mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama. Usaha usaha untuk
mengontrol edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan), dan obat
obatan.
4. Reaksi terhadap obat
Reaksi obat obatan yang relative sering terjadi segera sesudah pencabutan
gigi adalah mual dan muntah karena menelan analgesik narkotik atau non
narkotik. Reaksi alergi sejati terhadap analgesik bisa terjadi, tetapi relative jarang.

33 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Pasien dianjurkan untuk menghentikan pemakaian obat sesegera mungkin jika
diperkirakan berpotensi merangsang reaksi alergi.

c) Komplikasi Jauh Sesudah Ekstraksi Gigi


1. Alveolitis
Komplikasi yang paling sering, paling menakutkan dan paling sakit sesudah
pencabutan gigi adalah dry socket atau alveolitis ( osteitis alveolar).
2. Infeksi
Pencabutan suatu gigi yang melibatkan proses infeksi akut, yaitu
perikoronitis atau abses, dapat mengganggu proses pembedahan. Penyebab yang
paling sering adalah infeksi yang termanifestasi sebagai miositis kronis. Terapi
antibiotik dan berkumur dengan larutan saline diperlukan jika terbukti ada infeksi
yaitu adanya pembengkakan, nyeri, demam, dan lemas.

3.9 Penanganan komplikasi pasca ekstraksi gigi


1. Perdarahan
Perdarahan post ekstraksi merupakan kejadian yang mungkin bisa terjadi di
praktek dokter gigi. Pengetahuan dan anamnesis yang tepat oleh dokter gigi
terhadap pasiennya dalam mendiagnosis, mencegah dan penanganannya sangat
diperlukan. Perdarahan dapat terjadi karena kelainan bawaan atau yang didapat
selain itu ditentukan pula oleh kondisi sistemik pasien serta keadaan lokal di
rongga mulut. Penanganan perdarahan sangat tergantung dari penyebab terjadinya
perdarahan dapat dengan cara penanganan lokal atau perlu diberikan obat-obatan
yang membantu proses pembekuan darah.
Perdarahan (hemorragie), keadaan ini merupakan terjadinya perdarahan yang
hebat saat pencabutan gigi. Ini terjadi karena bermacam hal, seperti: kelainan
sistemik pada pasien (misalnya hipertensi yang tidak terkontrol) ataupun faktor
lokal (Anang P, 2005)
a. Faktor lokal (Teguh, 2012)
Perdarahan pasca ekstraksi umumnya disebabkan oleh faktor lokal, seperti:
1. Trauma yang berlebihan pada jaringan lunak
2. Mukosa yang mengalami peradangan pada daerah ekstraksi.
3. Tidak dipatuhinya instruksi pasca ekstraksi oleh pasien.
4. Tindakan pasien seperti penekanan soket oleh lidah dan kebiasaan
menghisap-hisap.

34 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


5. Kumur-kumur yang berlebihan.
6. Memakan makanan yang keras pada daerah ekstraksi.

Anamnesis yang baik dan riwayat penyakit yang lengkap


Kita harus mampu menggali informasi riwayat penyakit pasien yang memiliki
tendensi perdarahan yang meliputi :

- bila telah diketahui sebelumnya memiliki tendensi perdarahan

- mempunyai kelainan-kelainan sistemik yang berkaitan dengan gangguan


hemostasis (pembekuan darah)

- pernah dirawat di RS karena perdarahan

- spontaneous bleeding, misalnya haemarthrosis atau menorrhagia dari


penyebab kecil

- riwayat keluarga yang menderita salah satu hal yang telah disebutkan di
atas, dihubungkan dengan riwayat penyakit dari pasien itu sendiri

- mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti antikoagulan atau aspirin

- Penyebab sistemik seperti defisiensi faktor pembekuan herediter,


misalnya von Willebrands syndrome dan hemofilia

Kita perlu menanyakan apakah pasien pernah diekstraksi sebelumnya, dan


apakah ada riwayat prolonged bleeding (24-48 jam) pasca ekstraksi. Penting
untuk kita ketahui bagaimana penatalaksanaan perdarahan pasca ekstraksi gigi
sebelumnya. Apabila setelah diekstraksi perdarahan langsung berhenti dengan
menggigit tampon atau dengan penjahitan dapat disimpulkan bahwa pasien tidak
memiliki penyakit hemoragik. Tetapi bila pasca ekstraksi gigi pasien sampai
dirawat atau bahkan perlu mendapat transfusi maka kita perlu berhati-hati akan
adanya penyakit hemoragik. Bila ada riwayat perdarahan dalam (deep
haemorrhage) didalam otot, persendian atau kulit dapat kita curigai pasien
memiliki defek pembekuan darah (clotting defect). Adanya tanda dari purpura
pada kulit dan mukosa mulut seperti perdarahan spontan dari gingiva, petechiae .

35 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


2. Fraktur
a. Fraktur mahkota gigi
Bila fraktur mahkota gigi terjadi, metode yang digunakan untuk mengambil
sisa dari gigi bergantung pada banyaknya gigi yang tersisa serta penyebab
kegagalannya. Terkadang diperlukan aplikasi tang atau elevator tambahan untuk
mengungkit gigi dan metode pencabutan transalveolar.
b. Fraktur Akar Gigi
Fraktur akar merupakan salah satu komplikasi pencabutan gigi yang bisa
terjadi. Keadaan ini sering terjadi pada pencabutan dengan tang, pada gigi yang
mati oleh karena rapuh, akar gigi yang bengkok, atau adanya hipersementosis dan
lain-lain. Bila akar yang fraktur amat kecil dan letaknya jauh terbenam dalam
tulang dapat dibiarkan dengan catatan penderita diberitahu keadaan tersebut.
Jika ujung akar telah masuk ke dalam sinus maksilaris, pasien diberitahukan
tentang situasi tersebut dan pertemuan baru dijadwalkan agar pengeluaran ujung
akar dapat dilakukan. Jika dokter gigi ragu untuk melakukan perawatan, maka
pasien harus dirujuk ke dokter gigi spesialis bedah mulut.
3. Infeksi
Meskipun jarang terjadi, tapi hal ini jangan dianggap sepeleh. Bila terjadi,
dokter gigi dapat memberikan resep berupa antibiotik untuk pasien yang beresiko
terkena infeksi.
4. Dry Socket
Kerusakan bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma pada saat
ekstraksi (ekstraksi dengan komplikasi), dokter gigi yang kurang berhati-hati,
penggunaan kontrasepsi oral, penggunaan kortikosteroid, dan suplai darah (suplai
darah di rahang bawah lebih sedikit daripada rahang atas). Kurangnya irigasi saat
dokter gigi melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket. Gerakan
menghisap dan menyedot seperti kumur-kumur dan merokok segera setelah
pencabutan dapat mengganggu dan merusak bekuan darah.
Selain itu, kontaminasi bakteri adalah faktor penting, oleh karena itu, orang
dengan kebersihan mulut yang buruk lebih beresiko mengalami dry socket pasca
pencabutan gigi. Demikian juga pasien yang menderita gingivitis (radang gusi),
periodontitis (peradangan pada jaringan penyangga gusi), dan perikoronitis
(peradangan gusi di sekitar mahkota gigi molar tiga yang impaksi) (Lucky
Riawan, 2002).
5. Rasa Sakit

36 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Rasa sakit pasca operasi akibat trauma jaringan keras dapat berasal dari
cederanya tulang karena terkena instrument atau bur yang terlalu panas selama
pembuangan tulang. Dengan mencegah kesalahan tekhnis dan memperhatikan
penghalusan tepi tulang yang tajam, serta pembersihan soket tulang setelah
pencabutan dapat menghilangkan penyebab rasa sakit setelah pencabutan gigi
(Lucky Riawan, 2002).

3.10 Penatalaksanaan dokter gigi untuk gigi luksasi


Gigi luksasi mempunyai satu gejala yang sering ditunjukkan dengan rasa
sensitive untuk menggigit dan mengunyah. Pemeriksaan fisik harus segera
dilakukan terutama pada daerah yang mengalami luksasi. Tes vitalitas dilakukan
untuk mengetahui vitalitas dari pulpa, meskipun faktanya tidak ada respon awal
yang sering terjadi. Hasil tes vitalitas menghasilkan dasar untuk evaluasi
selanjutnya (Ingle dan Bakland, 1994). Diagnosis tidak dapat ditegakkan tanpa
pemeriksaan radiografi pada gigi yang mengalami luksasi. Dengan pemeriksaan
radiografi dapat menunjukkan adanya fraktur pada gigi.
Pada konkusi, ini merupakan tanda dan satu-satunya gejala, yang ditandai
dengan perkusi positif pada gigi. Pada injuri yang lebih berat seperti subluksasi
dan luksasi lateral, tanda dan gejala pada sensitivitas perkusi mungkin muncul.
Sensitivitas pada pada tekanan dan palpasi pada alveolus, mobilitas, dislokasi dan
kemungkinan perdarahan ligament periodontal. Meski, radiograf tidak selalu
memperlihatkan perlukaan pada struktur pendukung dan tidak bisa diandalkan
sebagai satu-satunya diagnosis. Jika trauma lebih berat, maka mobilitas dan
perpindahan gigi dapat diamati. Diskolorisasi mahkota mungkin tercatat dan jika
muncul segera setelah injuri, ini mengindikasikan kerusakan pulpa berat. (Ingle
dan Bakland, 1994). Trauma endodontic berupa luksasi meliputi :
a) Konkusi
Konkusi merupakan bentuk paling ringan dari luksasi dan dikarakteristikkan
hanya dengan sensitive bila dilakukan perkusi. Tidak ada perpindahan gigi dan
tidak ada mobilitas sebagai akibat dari injuri. Konkusi mungkin muncul pada
kebanyakan kasus fraktur mahkota, akar dan mahkota-akar.
- Perawatan
Mengistirahatkan gigi sebanyak mungkin untuk mendukung penyembuhan
trauma ligament periodontal dan pembuluh apical. Monitoring status pulpa

37 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


dengan EPT dan melihat secara klinis perubahan warna gigi dan radiografi untuk
kejadian resorpsi.
- Prognosis: baik (Ingle dan Bakland, 1994).
b) Subluksasi
Jenis jejas ini melibatkan kerusakan sedang pada ligamentum periodontal.
Gigi yang mengalami subluksasi menunjukkan mobilitas horizontal atau vertical
ringan sampai sedang, atau keduanya. Perdarahan biasanya terjadi di sekitar leher
gigi; jadi gigi yang subluksasi, posisinya tetap normal pada lengkungan gigi
(Behrman dkk, 1999).
- Perawatan
Mengistirahatkan gigi sebanyak mungkin dengan diet makanan lunak. Jika
perlu, menstabilkan gigi selama periode pendek (2-3 minggu) untuk mendukung
penyembuhan ligament periodontal dan mengurangi mobilitas (Ingle dan Bakland,
1994). Beberapa gigi subluksasi membutuhkan imobilisasi agar tercapai perbaikan
ligamentum periodontal memadai. Imobilisasi gigi dipermudah dengan bidai
akrilik. Beberapa gigi jenis ini harus dirujuk ke dokter gigi sesegera mungkin
(Behrman dkk, 1999). Penggunaan splint harus menggunakan jenis yang non rigid
yaitu menggunakan nylon fishing line yang menempel pada masing-masing gigi,
termasuk di dalamnya resin etsa asam pada permukaan labial atau lingual.
Subluksasi perlu dievaluasi lama untuk meyakinkan pulpa sudah sembuh
sempurna. Ini bisa memakan waktu dua tahun atau lebih. Perawatan definitive
untuk gigi subluksasi termasuk terapi kanal akar (Ingle dan Bakland, 1994).
c) Luksasi Lateral
Injuri traumatik dapat menghasilkan perpindahan posisi gigi secara labial,
lingual, distal dn mesial. Ini disebut luksasi lateral dan sering sangat sakit,
terutama ketika perpindahan posisi gigi menghasilkan posisi oklusi premature.
(Ingle dan Bakland, 1994) Luksasi lateral dapat didiagnosis dengan perkusi,
ketika gigi menghasilkan bunyi berdengung yang nyaring. Perlukaan ini
menyebabkan kerusakan pada struktur pendukung. Tulang dinding labial bisa saja
mengalami fraktur. (Ford, 2004)
- Perawatan
Urgent care pada kasus ini meliputi reposisi gigi dan stabilisasi jika gigi
mobile. Reposisi gigi luksasi lateral membutuhkan aplikasi tekanan pada ujung
apical akar. Splinting, jika dibutuhkan, harus jenis non rigid dan harus dipasang 2-
6 minggu tergantung seberapa cepat penyembuhan dari jaringan pendukung (Ingle

38 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


dan Bakland, 1994). Penyembuhan pulpa diperkirakan sebesar 70% pada gigi
yang imatur. Revaskularisasi akan memakan waktu beberapa minggu, tetapi
serabut saraf akan berfungsi kembali setelah beberapa tahun (Ford, 2004).
Perawatan definitive: terapi kanal akar. (Ingle dan Bakland, 1994)

d) Ekstrusi
Luksasi ekstrusi adalah Trauma pada gigi yang dapat menyebabkan
perpindahan tempat dari axial dalam arah koronal, sehingga menghasilkan avulse
parsial. Gigi sebagian keluar dari soket dan karena itu dapat diharapkan akan
mengalami mobilitas yang cukup parah. Kemungkinan juga akan terus trauma
kontak dengan gigi yang lawannya, karena kondisinya premature oklusal, maka
semua itu berkontribusi terhadap ketidaknyamanan pasien dan mobilitas gigi yang
parah.
- Perawatan
Perawatan emergensi yang dilakukan dengan segera terdiri dari reposisi
gigi, yang biasanya lebih mudah dicapai daripada di luksasi lateral, dan stabilisasi
dengan splint nonrigid selama 4 sampai 8 minggu. Periode stabilisasi yang relatif
lama ini adalah untuk memungkinkan penataan kembali serat ligamentum
periodontal pendukung gigi. Hal ini penting selama periode ini sehingga gingivitis
dapat dicegah. Inflamasi gingival akan meniadakan setiap upaya jaringan untuk
memperbaiki dirinya sendiri. Periodontal probing setelah cedera akan
memungkinkan periodontal probe untuk jauh lebih dapat menjangkau kedalaman
jaringan periodontal daripada saat pre-trauma. Sedangkan selama pemulihan,
kemajuan dari perawatan dapat dipantau dengan periodontal probing. Ketika
reattachment telah terjadi, kedalaman probing harus serupa dengan
kedalaman pada saat pre-trauma.
Perawatan lainnya yang digunakan pada luksasi ekstrusif adalah meliputi
terapi pada saluran akar kecuali pada gigi yang masih immature karena pulpanya
masih terlalu rentan dalam pemulihan.
Yang dapat dilakukan juga pada ekstrusif luksasi diantaranya perhatikan
tanda-tanda resorbsi akar pada terapi endodontic, pada ekstrusif luksasi, terapi
saluran akar harus dilakukan jika kondisi pulpa dinilai telah mengalami pulpitis
irreversible ataupun nekrosis pulpa. Untuk melakukan terapi saluran akar dalam
kasus ekstrusif membutuhkan waktu ,sampai pemulihan awal dari trauma telah

39 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


terjadi. Itu berarti bahwa prosedur endodontic bisa dilakukan beberapa
waktu setelah 1 atau 2 minggu pertama (Ingle and Bakland,1994).
e) Intrusi
Gigi yang memiliki posisi yang bukan semestinya secara apical sampai
prosesus alveolar. Luksasi intrusi ini disebabkan oleh beberapa kecelakaan
tabrakan ke ligament periodontal. Karena gigi tidak pada tempatnya di tulang,
didapatkan kegoyahan. Uji radiografis mendemonstasikan posisi dari gigi
tersebut. Karena terjadi kecelakaan tabrakan, ligament periodontal tidak bisa
terlihat dengan jelas.
- Perawatan
Jika pembentukan akar tidak sempurna, biarkan gigi bererupsi kembali
sekitar beberapa bulan, dan jika pembentukan akar telah sempurna, gigi harus
dikembalikan pada posisinya secara ortodontik ataupun secara bedah dengan
forcep (setelah dibedah, harus dilakukan splinting). Doanjurkan dengan treatment
ortodontik karena menghasilkan penurunan resorbsi dan menjaga tulang krestal.
Keadaan pulpa harus termonitor, karena pulpa yang nekrosis sering ada pada gigi
dengan akar yang tidak sempurna dan menutup 100% di gigi dengan
pembentukan akar sempurna.
f) Avulsi
Avulsi adalah keadaan gigi terlepas dari soketnya. Gigi immature yang
mengalami avulsi kemudian segera direplantasi, mempunyai prognosis yang lebih
baik, yaitu revaskularisasi pulpa dan penyembuhan ligamen periodontal daripada
gigi mature avulsi. Gigi mature tidak mengalami revaskularisasi (Ford, 2004).
Perawatan yang disarankan untuk mengatasi gigi avulsi terdiri dari tiga tahapan:
- Perawatan Kegawatdaruratan di Tempat Kejadian
- Hasil terbaik dari gigi yang direplantasi adalah apabila gigi direplantasi segera
setelah avulsi. Bila terjadi kegawatdaruratan, yang dapat dilakukan untuk
membantu korban antara lain:
- Segera mengambil gigi kemudian dikembalikan ke dalam soket gigi.
- Bila gigi terkena kotoran, jangan dicuci dengan sabun, namun cukup dicuci di
bawah air mengalir sampai kotoran atau benda asing yang ada hilang.
- Setelah dicuci, gigi dikembalikan ke soket perlahan-lahan, dengan memegang
gigi di bagian mahkotanya saja kemudian segera dibawa ke klinik gigi untuk
segera dilakukan tindakan.
- Bila tidak memungkinkan mengembalikan gigi ke soket, gigi dapat di simpan
dulu dalam suatu medium sambil membawa pasien ke klinik gigi.

40 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


3.11 Hadist
Tidaklah seorang muslim ditimpa gangguan berupa sakit atau lainnya,
melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon
menggugurkan daun-daunnya (HR. Bukhari no 5661)

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Pada kasus skenario diatas, dilihat dari keluhan yang pasien rasakan setelah
melakukan ekstraksi gigi molar kiri rahang bawah tiga hari yang lalu seperti nyeri

41 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


dan pada gigi depan setelah di ekstraksi mengalami luksasi padahal sebelum
melakukan tindakan ekstraksi gigi tersebut normal. Dan juga pasien mengatakan
bahwa dia sudah mengikuti semua instruksi yang diberikan dokter gigi, dapat
disimpulkan bahwa pada kasus tersebut merupakan kelalaian dari operator
tersebut karena ada kemungkinan saat dilakukan ekstraksi, gigi anterior dari gigi
yang akan di ekstraksi digunakan sebagai tumpuan saat ekstraksi gigi, sehingga
tekanan pada gigi tersebut menjadi berlebihan dan gigi tersebut menjadi luksasi.
Pada kasus ini, tindakan yang diambil oleh dokter gigi adalah yang paling
utama adalah menganamnesa pasien tersebut, setelah dilakukan anamnesa dokter
gigi bisa mengelompokkan gigi yang mengalami luksasi tersebut masuk kedalam
kategori mana, karena tiap luksasi memiliki treatment yang berbeda. Dalam kasus
ini, metode splinting dan reposisi & stabilisasi gigi bisa digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

Sanghai S, Chatterjee P. A concise textbook of oral and maxillofacial surgery.


New Delhi: Jaypee Publisher; 2009, p.67,91-2.

42 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


Pedlar J, Frame JW. Oral and maxillofacial surgery. China: Churchill Living Stone
Elsevier; 2007, p.15,27

Carranza A.F. Tooth Mobility and Pathologic. Dalam: Glickmans Clinical


Periodontology. 7th. W.B. Saunders, Philadelphia. 1984. pp: 283-290.

Archer, W.Harry. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Saunders Company.
Philadelphia. 1975. pp: 16-17

Peterson J. Larry. Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed, The C.V. Mosby
Company, St. Louis, 2003, pp: 116-117.

Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier. 2007,
p.167,213-5.

Rahajoe PS. Pengelolaan pasien hipertensi untuk perawatan di bidang kedokteran


gigi, Maj Ked Gi; Juni 2008: 15(1): 75-7.

Haghighat A, Kaviani N, Panahi R. Hemodynamic effects of 2% lidocaine with


1:80000 epinephrine in inferior alveolar nerve block. Dental Research
Journal; Spring - Summer 2006: 3(1): 4

Anang Prasetiyono. Perdarahan post ekstraksi, Indonesian Journal of Oral and


Maxillofacial Surgeons; 2005: 3: 156-60

Lucky Riawan. Penanggulangan komplikasi pencabutan gigi. 2002. Available


from: URL: http://www.pustaka-unpad.com. Accessed: 19 Desember 2012

Fragiskos D. Fragiskos. Oral Surgery. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. 2007.


Germany

Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut (oral surgery). Alih bahasa:
Purwanto, Basoeseno. 1996. Jakarta: EGC;

43 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor


44 | Laporan Tutorial Skenario 4 Blok 16 Bedah Minor

Anda mungkin juga menyukai