BAB II
Pajak adalah gejala masyarakat, artinya bahwa pajak hanya terdapat dalam
masyarakat. Jika tidak ada masyarakat tidak ada pajak. Pernyataan seperti sangat
tepat sekali, karena pajak digunakan untuk membiayai kepentingan umum yang
Sehingga pajak merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan negara sebagaimana
yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat yang
diantaranya berbunyi: 22
pajak yang dilakukan oleh pemerintah. Dalam hukum positif Indonesia yang menjadi
landasan hukum pemungutan pajak adalah Pasal 23A UUD 1945 setelah amandemen
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara
21
Rochmat Soemitro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Cet. 2, (Bandung: Eresco, 1992), hal. 1-2
22
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
21
Sebaliknya bila ada pungutan yang namanya pajak namun tidak berdasarkan
undang-undang, maka pungutan tersebut bukanlah pajak tetapi lebih tepat disebut
sebagai perampokan.24
Peraturan mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa harus
berlaku di Indonesia, UU menempati posisi nomor dua, yakni setelah UUD 1945.
lapis dalam suatu hierarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah
berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, demikian seterusnya
sampai kepada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat
hipotesis dan fiktif, yaitu norma dasar. Dengan menggariskan bahwa pajak diatur
dengan UU, UUD 1945 hendak memastikan pemungutan pajak dikendalikan juga
oleh rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lebih lanjut, setelah
perumusan peraturan pajak disetujui oleh perwakilan rakyat, maka dapat dianggap
bahwa tidak ada lagi pemungutan yang bersifat memaksa dalam lingkup nasional.
Maka pemungutan uang kepada rakyat di luar yang diatur dalam UU dapat
23
Richard Burton dan Wirawan B. Ilyas, Hukum Pajak, Edisi Pertama, (Jakarta: Salemba
Empat, 2001), hal. 5.
24
Chidir Ali, Hukum Pajak Elementer, Cet. 1, (Bandung: PT Eresco, 1993), hal. 60-65.
digolongkan sebagai perampokan sebagaimana pepatah yang sudah lazim kita dengar:
melaksanakan otonomi khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi
dengan menetapkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah yang kemandirian daerah. Dalam UU tersebut, pajak daerah dan retribusi
daerah menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
pelaksanaan pemerintahan daerah sehingga terdapat perluasan objek pajak daerah dan
retribusi daerah serta adanya pemberian diskresi (keleluasaan) dalam penerapan tarif.
berdasarkan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan, peran serta masyarakat, dan
Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan semula merupakan
dan dijadikan pajak daerah Provinsi berdasarkan UU No. 34/2000. Namun dalam
Tanah dan Air Permukaan dipisahkan menjadi dua jenis pajak daerah yang berbeda,
yakni Pajak Air Permukaan sebagai Pajak Daerah Provinsi dan Pajak Air Tanah
25
http://bukabukaanpajak.wordpress.com/2010/02/17/tentang-pasal-23-a-uud-1945/akses
tanggal 22 Februari 2011
5. Pajak Rokok.
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
7. Pajak Parkir;
26
Lihat Pasal 2 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
27
Lihat Pasal 2 ayat (2) UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 ayat 49 adalah suatu
rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek pajak, penentuan
besarnya pajak yang terutang sampai kegiatan penagihan pajak atau retribusi
masyarakat setempat tidak ingin mengontrol anggaran Daerah karena merasa tidak
Pemerintah Daerah seharusnya diberi kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan
dan retribusi.
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
disadari sangat diperlukan dan tepat untuk diterapkan di Negara yang memiliki
Pembagian kewenangan/ fungsi (Power Sharing) antara pusat dan daerah dalam
semakin jelas dengan diberikannya porsi peranan daerah yang lebih besar jika
Sebagai konsekuensi dari hak mengatur dan mengurus rumah tangga atas
inisiatif sendiri, maka pemerintah daerah perlu dilengkapi dengan alat perlengkapan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
tersebut. Peraturan daerah harus dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam
28
Departemen Keuangan ( Tinjauan Pelaksanaan Hubungan Keuangan Pusat Dan Daerah), Di
dalam Buku Tjip Ismail, Pengaturan Pajak Daerah Di Indonesia, Yellow Printing, Jakarta, Edisi
Kedua, 2007, Hal 1
dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah satu unsur pemerintahan daerah yang
menurut Suko Wiyono, peraturan daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari
(Perda) tentang pungutan pajak, ada yang terealisasi dengan baik sehingga fungsi
pajak sebagai fungsi Budgeter dan fungsi reguleren tercapai, namun ada juga
Peraturan Daerah yang tidak terealisasi dengan baik dan tidak memberi kontribusi
yang besar bagi peningkatan PAD. Langkah pembuatan Perda harus memperhatikan
29
Mahendra Putra Kurnia, dkk, Pedoman Naskah Akademik PERDA Partisipatif, Kreasi Total
Media, Yogyakarta, 2007, hal. 55
30
Muhammad Ikhwan, Teori Desentralisasi (Pembagian Urusan Pemerintahan di Indonesia)
http://studihukum.blogspot.com/2011/01/urgensi-partisipasi-publik-dalam_10.html akses tanggal 17
Februari 2011
Oleh sebab itu, diharapkan peran dan perhatian pemerintah dalam pembuatan
merasa terbebani dan menjadikan pajak sebagai hal yang menakutkan. Pembuatan
Pemungutan pajak akan berjalan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan
setidaknya 4 (empat) syarat agar tercapai keadilan dan kepastian hukum. Syarat-
syarat tersebut adalah syarat yuridis, syarat ekonomis, syarat finansial dan syarat
sosiologis.31
Hak terhadap air merupakan asasi setiap manusia. Undang-Undang dasar 1945
Pasal 33 ayat (2) menjamin hak dasar tersebut, Pasal 33 ayat (2) berbunyi Bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
pemakaian air bawah tanah tersebut agar kebutuhan setiap individu akan air selalu
31
Muqodim, Perpajakan, Buku Satu, Edisi ke 2 (Revisi), UII Press dan EKONISIA,
Yogyakarta, 1999, Hal 2.
Peraturan Daerah. Peraturan Daerah tentang Pajak paling sedikit mengatur ketentuan
mengenai:32
c. Wilayah pemungutan;
d. Masa Pajak;
e. Penetapan;
g. Kedaluwarsa;
32
Lihat Pasal 95 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
33
Lihat Pasal 95 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Salah satu jenis pajak provinsi dalam undang-undang tersebut adalah Pajak Air
mengenai hal-hal yang dapat diatur dalam peraturan daerah sehubungan dengan Pajak
Air Permukaan. Dalam pasal 21 ayat (2) UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Nilai Perolehan Air Permukaan. Nilai Perolehan Air Permukaan adalah dasar
pengenaan Pajak Air Permukaan. Hal itu diatur dalam pasal 23 ayat (1) Undang-
Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Besarnya Nilai Perolehan Air
mengenai pajak air permukaan adalah mengenai pengaturan tarif. Dalam Pasal 24
ayat (2) UU PDRD dinyatakan bahwa Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan dengan
Peraturan Daerah. Namun demikian dalam ayat (1) pasal tersebut dibatasi bahwa
Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi yang ditetapkan pemerintahan
besar dalam pengaturan pajak air bawah tanah. Apabila ketidakadilan sebagai akibat
perbaikan. Pajak air bawah tanah memerlukan pengaturan yang lebih luwes,
penyesuaiaan antara fiskus dan wajib pajak, sehingga wajib pajak dapat merasa
oleh sebab itu nominal atau nilainya antar propinsi dan Daerah tidak sama.
Saat ini Peraturan Daerah yang baru tentang Pemungutan Pajak Air Permukaan
dan Air Bawah Tanah belum diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Riau dan
Pemerintah Daerah Kota/Kabupaten. Dalam artian bahwa saat ini pihak Pemerintah
34
Derry Patra Dewa, http://derrypatra.wordpress.com/tag/environment/akses tanggal 17
Februari 2011
Peraturan Daerah yang lama untuk memungut Pajak Air Bawah Tanah danAir
Peraturan Daerah tersebut dikarenakan masih dalam proses pembahasan oleh pihak
Pajak dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah harus segera melakukan revisi perda-
Untuk lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna Pemungutan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan di Daerah Propinsi Riau yang
dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan yang Dasar Hukum
Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Undang-Undang No. 12
Tahun 2008 Tentang Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001
Tentang Pajak Daerah, Peraturan Daerah Propinsi Riau No. 16 Tahun 2002 tentang
Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah Dan Air Permukaan, serta
Peraturan Daerah Propinsi Riau No. 16 Tahun 2002 tentang Pengambilan Dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, Keputusan Gubernur Riau No. 3
35
Kutipan wawancara dengan Kepala Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, Drs. Fauzi
Atan M.Si, Gedung Kantor Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (SAMSAT), 8 Januari 2011
Tahun 2003 tentang Nilai Perolehan Air Sebagai Dasar Penetapan Pajak
Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dan Peraturan
Daerah Propinsi Riau No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Air Tanah dan Air
Pengelolaan Air Bawah Tanah dan Peraturan Daerah Propinsi Riau Nomor 6 Tahun
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan,
1. Air bawah tanah adalah air yang berada di perut bumi, termasuk mata air yang
2. Air permukaan adalah air yang berada di atas Permukaan Bumi, tidak termasuk
air laut.
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dan Peraturan Daerah
Pemanfaatan Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan di Propinsi Riau.
Objek Pajak dan Wajib Pajak dalam Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah
1. Wajib Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air
c.. Pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau air permukaan
Tanah Dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Pajak Air Bawah
1. Dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan
d. Kualitas Air
bawah tanah dan atau air permukaan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah
bawah tanah dan atau air permukaan untuk kepentingan pengairan pertanian
rakyat.
bawah tanah dari dan atau air permukaan untuk keperluan dasar rumah
yang diatur oleh pemerintah pusat. Pemerintah sebenarnya telah melakukan antisipasi
39
Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Propinsi Riau Nomor : 16 Tahun 2002 Tentang Pajak
Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah Dan Air Permukaan.
(dalam bentuk pengawasan) agar daerah tidak terlalu kreatif dalam memungut pajak
sehingga otonomi daerah tidak malah menjadi momok bagi rakyat. Pengawasan
kepada pemerintah pusat yang berwenang pula untuk melakukan pembatalan terhadap
tentu diperlukan upaya yang serius bagi pemerintah daerah Kabupaten/Kota untuk
kategori jenisnya guna menghindari adanya tumpang tindih yang berakibat dapat
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan tetap berlaku paling lama 1 (satu)
pemungutan Pajak Air Bawah Tanah masih dimungkinkan dengan Perda tersebut.
Sebagaimana disebut dalam Pasal 180 ayat (1) UU no. 28 Tahun 2009 Tentang pajak
dan dan Retribusi Daerah bahwa Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah mengenai
jenis Pajak provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan jenis Pajak
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) masih tetap berlaku
40
Lihat Pasal 180 ayat (3) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
untuk jangka waktu 2 (dua) tahun sebelum diberlakukannya Peraturan Daerah yang
Pada pasal 185 UU no. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah dikatakan bahwa UU tersebut mulai berlaku sejak 1 Januari 2010, oleh sebab
itu untuk berlakunya Perda pajak provinsi dan pajak daerah masih mengikuti
kebijakan yang lama dan akan disesuaikan dlm jangka 2 tahun setelah UU ini
diberlakukan dengan kata lain Peraturan Daerah yang baru tentang Pajak Provinsi dan
Saat ini, masih banyak perda pajak dan retribusi yang dimiliki harus segera
direvisi, karena tidak sesuai dengan amanat UU No. 28 Tahun 2009. Waktu yang
tersisa untuk merevisi perda yang ada sudah sangat sedikit, sehingga harus dilakukan
dengan segera. Selanjutnya dalam UU tersebut sudah jelas diatur tentang proses revisi
pasal 180 ayat 1 dan 2 UU No. 28 Tahun 2009 menyebutkan, setelah dua tahun
artinya, pada Januari 2012 seluruh perda pajak dan retribusi sudah harus direvisi.42
Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Pajak Air Bawah tanah dan Air Permukaan,
41
Lihat Pasal 180 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
42
Kutipan wawancara dengan Kepala Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, Drs. Fauzi
Atan M.Si, Gedung Kantor Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (SAMSAT), 8 Januari 2011
yang berwenang melakukan pemungutan pajak ini adalah Dinas Pendapatan Daerah.
Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Pajak Air Bawah tanah dan Air
wajib pajak, atau menghimpun data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak
air bawah tanah wajib mendaftarkan terlebih dulu. Izin pengambilan dan
Dispenda Riau untuk diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD)
dan dikukuhkan sebagai Wajib Pajak Pengambilan dan Pengambilan Air Bawah
43
Marihot P. Siahaan, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2005, hal. 230
Propinsi Riau.
Tanah di Provinsi Riau terdiri dari beberapa kegiatan yang berkoordinasi dengan
Kantor Pendapatan Daerah Propinsi Riau dan Dinas Pertambangan Riau. Kegiatan
pemanfaatan air bawah tanah kepada Dinas Pendapatan Daerah. Data tersebut
kemudian dibukukan dan digunakan sebagai dasar dalam mencatat meteran air.
wajib pajak, lembar ke12 untuk BKP yang Bersangkutan, lembar ke13 untuk
dalam SKPD harus sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah yang berlaku,
SKPD yang diterima oleh Dinas Pendapatan Daerah diteliti dan dicocokan
dengan daftar rekapitulasi. Dalam hal ini terjadi ketidakcocokan maka SKPD
bulannya.
e. Penyampaian SKPD
SKPD diterima Dinas Pendapatan dari Wajib Pajak paling lambat tanggal
Pendapatan daerah kepada Bank atau tempat lain yang ditunjuk berdasarkan
SKPKD rangkap 5 yang tidak/belum dilunasi dari Bank atau tempat lain yang
Permukaan didasarkan atas Peraturan Daerah Propinsi Riau Nomor 16 tahun 2002
tentang Pemanfaatan Air Bawah tanah dan Air Permukaan yang diimplementasikan
melalui Keputusan Gubernur Propinsi Riau Nomor 48 Tahun 2002 tentang Petujuk
pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air permukaan. Untuk mewujudkan peraturan
instrument yang bekerja secara efisien dan efektif, sebab sebaik apapun kebijakan
dilakukan secara efisien dan efektif, maka sasaran yang hendak dicapai menjadi
gagal. Secara umum pelaksanaan pemungutan Pajak pemanfaatan Air Bawah Tanah
dan Air Permukaan tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dalam implementasi
dan sasaran yang harus dicapai oleh Pemerintah selalu menyangkut kegiatan-
kegiatan atau tugas lebih dari satu aparatur pemerintah. Dalam rangka pelaksanaan
tugas tersebut, kegiatan aparatur Pemerintah perlu satukan dan diselaraskan untuk
Dalam pelaksanaan pemungutan pajak air bawah tanah dari berbagai institusi
yang bersinergi dan didukung oleh sumber daya manusia sebagai suatu kesatuan
sosial, yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu, sehingga setiap
organisasi memiliki fungsi yang jelas sebagai suatu kesatuan yang mempunyai
tertentu dan batasan-batasan yang jelas. Pada pemungutan pajak air bawah tanah,
petugas pemungutan pajak air bawah tanah saling berkoordinasi dengan instansi
Pemungutan pajak air bawah tanah dan air permukaan dilakukan oleh Dinas
1. Pendaftaran
Dalam masalah pemungutan pajak air bawah tanah, Dinas Pendapatan Daerah
dihadapkan bagaimana usaha untuk mengenakan semua subjek pajak yang telah
a. Pembayaran Pajak dan penyampaian SPTPD oleh wajib pajak kepada Dinas
Pendapatan Daerah
b. Kegiatan penetapan pajak yang terutang yang dilakukan oleh Sub Dinas
Penetapan
Penagihan
secara optimal, karena masih kurangnya subjek pajak yang mendaftar pada
sebagai identitas diri dan usaha wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajak
tidak dapat dilaksanakan. Hal tersebut dikarenakan subjek pajak yang mendaftarkan
wajib pajak belum diperoleh Dispenda. Seperti dijelaskan yang dijelaskan disini
bahwa wajib pajak itu melakukan pendaftaran dan pendataan, mengisi formulir
identitas pengusaha dan surat izin usaha. Setelah formulir yang di sampaikan ke
yaitu membayar atau menyetorkan dan melaporkan pemakaian air tiap bulannya.
tanahnya.nah Jika ada wajib pajak yang belum membayar dan melaporkan pajak
air bawah tanah petugas yang datang langsung ke tempat wajib pajak. 44
wajib pajak dapat dilakukan melaui cara yang konvensional yakni melalui pendataan
oleh fiskus. Meskipun biaya yang diperlukan untuk melakukan pendataan cukup
besar dan menyerap sumber daya manusia yang tidak sedikit, maka dalam kondisi
dimiliki Dinas Pendapatan Daerah yang mencakup kantor pendapatan daerah dan
pelayanan pajak daerah. Peran kantor pendapatan Propinsi Riau yaitu sebagai
kantor pelaksana teknis yang tugas dan tanggung jawabnya untuk melaksanakan
44
Kutipan wawancara dengan Kepala Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, H. Said Auzir
Aziz, Gedung Kantor Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (SAMSAT), 8 Januari 2011
sebagian tugas dinas pendapatan provinsi riau, seperti pemungutan, pendataan air
2. Pendataan pajak
sistem self assessment, wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan sendiri
jumlah pajak terutangnya. Wajib pajak yang aktif dan harus dapat membuktikan
sendiri jumlah pajak yang terutang. Dalam sistem official assessment, pajak
terutangnya ditetapkan oleh fiskus dan pembuktiannya ada pada fiskus. Pajak baru
terutang apabila terbit surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) dari Dinas Pendapatan
Daerah. Sistem pemungutan yang berjalan pada pemungutan pajak air bawah tanah
bawah tanah, hasil pencatatan meteran air yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan
pada alat meter air yang terpasang di wajib pajak dijadikan sebagai dasar penerbitan
SKPD. Sampai saat ini masih ada perusahaan yang tidak memakai meteran air
Seperti yang disebutkan bahwa masih ada wajib pajak yang belum sadar dalam
membayar pajak air bawah tanah, sehingga petugas bagian pemungutan air bawah
tanah yang proaktif mendatangi ke tempat wajib pajak untuk memungut pajak air
bawah tanah. Tetapi dari perusahaan besar sebagian besar sudah sadar akan
menbayar pajak air bawah tanah yang digunakannya, mereka membayar sediri ke
45
Kutipan wawancara dengan Kepala Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, H. Said Auzir
Aziz, Gedung Kantor Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (SAMSAT), 8 Januari 2011
kantor pendapatan daerah kota pekanbaru. Karena petugasnya harus proaktif untuk
mendata dan menungut pajaknya, yang kita sebut istilahnya menjemput bola, tim
yang kelapangan kurang sehingga banyak dikerjakan oleh pegawai harian lepas.
Kemudian sampai saat ini pemakaian air bawah tanah belum semua memakai
meteran air.46
Pemasangan meteran air tidak disediakan oleh pemda, wajib pajak sendiri
yang menyediakan meteran air tersebut, tetapi karena kurang sosialisasi dari
pihak Pemda sendiri, akibatnya masih ada masyarakat yang tidak memasang
meteran air karena tidak di sediakan oleh pemda. Jadi jumlah air yang dipakai sudah
Penerimaan pajak air bawah tanah dari tahun ke tahun mengalami penurunan.
Kondisi demikian sebenarnya tidak boleh terjadi, mengingat pertumbuhan yang pesat
3. Pemeriksaan
Perilaku wajib pajak yang berusaha untuk mengecilkan jumlah pajak yang
46
Kutipan wawancara dengan Kepala Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, H. Said Auzir
Aziz, Gedung Kantor Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (SAMSAT), 8 Januari 2011
47
Kutipan wawancara dengan Kepala Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, H. Said Auzir
Aziz, Gedung Kantor Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (SAMSAT), 8 Januari 2011
dilaporkan oleh wajib pajak, mengingat surat pemberitahuan yang diisi oleh wajib
yuridisnya.
terhadap wajib pajak air bawah tanah, namun dalam implementasinya kegiatan
tersebut tidak dilakukan oleh Pendapatan Daerah. Hasil pencatatan meteran yang
dilakukan oleh petugas dinas pertambangan tanpa disertai oleh petugas dinas
kepada wajib pajak yang belum menggunakan alat ukur meter air. Hal ini bertujuan
agar dapat segera diproses penggunaan alat catat meter air pada wajib pajak
pajak daerah.
4. Penagihan pajak
yang mempunyai fungsi pemeriksaan dan fungsi penagihan pajak. Dimana kegiatan
penagihan pajak sebagai proses akhir dari kegiatan pemungutan dalam rangka
terjaminnya penerimaan pajak oleh wajib pajak yang harus dilaksanakan dengan
melalui sistem pemungutan yang berbeda dan saling melengkapi, harus dilakukan
secara efektif dengan biaya penagihan sekecil mungkin. Penyampaian surat teguran
atau surat pemberitahuan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajak
penagihan dengan surat paksa. Pemungutan Pajak Air Bawah Tanah dan Air
Permukaan yang dikelola oleh kantor pendapatan daerah. Namun belum ada
tindakan tegas yang dilakukan, wajib pajak tidak melaporkan dan memungut
Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, karena wajib pajak yang telat atau
tidak melaporkan dan membayar pajak air bawah tanah belum memahami
pentingnya membayar Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Jadi jika ada
wajib pajak yang belum membayar pajak air bawah tanah maka kita membuat surat
teguran jika tidak digubris oleh wajib pajak maka petugas kita yang datang ke wajib
pajak tersebut untuk menagih.seperti yang saya bilang tadi istilahnya jemput
bola. Karena pemungutan Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan ini tidak
sama dengan pajak kendaraan bermotor, kalau kendaraan bermotor jika kita
adakan razia atau dapat dilihat dari platnya kan bisa di ketahui dan dapat dilihat di
jalan, dapat dilihat dari STNK nya apa dia belum membayar atau belum
memperpajang izin dan sebagainya. Jadi, disitu kita bisa dengan tegas di kenai
48
Kutipan wawancara dengan Kepala Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, H. Said Auzir
Aziz, Gedung Kantor Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (SAMSAT), 8 Januari 2011
Dalam peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2002, diatur bahwa wajib pajak yang
penerbitan SPTPD baru dapat dilakukan dalam hal SKPD yang tidak dibayar
oleh wajib pajak selambat lambatnya 15 hari setelah berakhirnya masa pajak. Tetapi
dari yang terjadi di lapangan banyak wajib pajak yang membayar pajaknya tidak
setiap bulan, tetapi ada yang membayar langsung 3 bulan kedepannya. Dengan
pembayaran seperti itu pelaksanaan penagihan pajak tidak optimal, karena tidak
terpasangnya meteran air maka hanya memakai taksiran saja. Dengan taksiran yang
pemerintah daerah Riau dari sektor pajak daerah. Penggunaan Pajak Air Bawah
Tanah dan Air Permukaan baru dimulai pada tahun 1998 yang sebelumnya
penerimaan tersebut masih sangat besar dan dapat memberikan kontribusi yang
besar bagi penerimaan pajak di masa yang akan datang. Dengan perubahan
koordinasi dalam pemungutan pajak air bawah tanah menjadi prioritas utama. Selain
Koordinasi yang dilakukan yaitu dalam hal data dan informasi wajib pajak
pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Badan
Pendapatan Daerah Provinsi Riau sebagai pemungut pajak, karena hasil dari
dan pemanfaatan pajak air bawah tanah harus dapat izin dari pemerintah, tempat
maka harus mendapat izin dulu di instansi yang mengelola air bawah tanah yaitu
beberapa syarat yaitu, dengan mendaftarkan izin usaha pengeboran air bawah
tanah dan izin pengambilan air, masa berlaku izin tersebut yaitu tiga tahun dan dapat
setiap bulannya, membayar retribusi izin dan pajak pengambilan air setelah
mendapat izin, menyediakan dan memasang meteran air serta alat pembatas keran,
permohonan masyarakat sekitar, melakuan analisis kualitas air pada setiap sumur
per tiga bulan dan melaporkan hasilnya. Apa bila salah satu kewajiban tersebut tidak
terpenuhi maka tidak dapat memperpanjang izin. Dinas Pendapatan Daerah juga
air bawah tanah yang dimanfaatkan wajib pajak tiap bulannya. Koordinasi yang
49
Kutipan wawancara dengan Kepala Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, H. Said Auzir
Aziz, Gedung Kantor Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (SAMSAT), 8 Januari 2011
yang lakukan yaitu, catatan meteran air yang terkait dengan masalah pajak,
mengawasi cara pemasangan meteran air . mencatatan meteran air ini di lakuakan
sekali saja, nah untuk menghitung pengenaan pajak air bawah tanahnya dari
meteran air yang dicatat sebagai DPP nya. Dinas Pertambangan melakukan
bawah tanah, selain itu kegiatan teknis dapat terwujud dengan ketentuan teknis.
kaidah, norma, dan ketentuan yang berlaku terhadap pengambilan pajak air
bawah tanah sesuai dengan SIP dan terlaksananya pengelolaan air bawah tanah
Dengan demikian terlihat jelas bahwa koordinasi yang baik antara instansi
masing-masing dalam koridornya, sehingga agar tidak saling tumpang tidih maka
50
Kutipan wawancara dengan Kepala Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, H. Said Auzir
Aziz, Gedung Kantor Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (SAMSAT), 8 Januari 2011
51
Kutipan wawancara dengan Kepala Kantor Dinas Pendapatan Kota Pekanbaru, H. Said Auzir
Aziz, Gedung Kantor Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (SAMSAT), 8 Januari 2011
gerak dari suatu potensi dan unit-unit organisasi atau orgenisasi-organisasi yang
berbeda fungsi agar secara benar-benar mengarah pada sasaran yang sama guna
Koordinasi yang baik pada prinsipnya tidak akan pernah terlepas dari
komunikasi yang efektif, perumusan wewenang, tanggung jawab serta tugas yang
jelas.
pajak dilakukan secara adil, artinya umum dan merata .Salah satu bentuk operasional
penciptaan keadaan pemungutan pajak yang adil yaitu melalui tarif pajak: Namun
demikian, penerapan tarif pajak di lapangan bergantung dari tujuan yang ingin
dicapai oleh fiskus. Misalnya, untuk masyarakat yang penghasilannya tidak merata
merupakan alat ukur untuk menilai tingkatan besarnya pajak yang harus dibayar oleh
wajib pajak.
Suatu pemerintah daerah dapat menetapkan dan memungut beragam jenis pajak
daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Hal ini sangat dimungkinkan jika
daerah yang dapat dipungutnya, tanpa ada intervensi dari tingkatan pemerintahan
yang lebih tinggi. Agar pemerintah daerah memiliki kemampuan optimal untuk
pajak-pajak daerah yang memang sesuai untuk dijadikan sumber pendapatan agar
daerah untuk memungut sendiri pajaknya dengan penambahan beberapa jenis pajak
daerah baru serta perluasan basis pajak daerah. Bila dilihat dari sisi otonomi fiskal
peraturan ini sama sekali tidak mempunyai makna apabila tidak disertai dengan
kewenangan dalam penetapan tarifnya. Daerah propinsi yang sebelumnya sama sekali
tidak memiliki diskresi (keleluasaan) dalam penetapan tarif, dalam UU ini diberikan
kewenangan untuk menetapkan tarif pajak daerah dengan batasan tarif minimum dan
maksimum.
daerah mengaitkan pengenaan tarif dengan tingkat pelayanan (the benefit tax-link).
Daerah dapat mendesain kebijakan tarif pajak untuk mencapai tujuan tertentu, seperti
mengenakan tarif pajak yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pelayanan, atau
Pajak daerah yang baik pada prinsipnya harus dapat memenuhi dua kriteria.
Pertama pajak daerah harus memberikan pendapatan yang cukup bagi daerah sesuai
dengan derajat otonomi fiskal yang dimilikinya. Kedua, pajak daerah harus secara
jelas berdampak pada tanggung jawab fiskal yang dimiliki oleh pemerintah daerah
yang bersangkutan. Cara yang mudah dan mungkin merupakan cara terbaik untuk
mencapai tujuan ini adalah dengan membiarkan daerah untuk menetapkan jenis pajak
untuk membebankan pajak, tetapi basis pengenaan pajak yang dimilikinya terlalu
lemah serta mereka masih sangat tergantung terhadap subsidi-subsidi yang diberikan
wajib pajak, serta tindak penipuan dan kolusi yang mungkin timbul. Penghindaran
oleh wajib pajak terjadi ketika seseorang atau badan yang seharusnya membayar
yang seharusnya dibayar tetapi jumlahnya tidak sesuai. Tindak penipuan dan kolusi
terjadi ketika ada usaha dari wajib pajak yang bekerja sama dengan petugas
pemungut untuk meminimalisir jumlah yang harus dibayarkan dengan beragam upaya
1. Tarif Proporsional
Tarif pajak yang persentasenya tetap dan tidak bergantung pada besarnya dasar
pengenaan pajak.
Contoh :
2. Tarif progresif
pengenaan pajak.
Contoh :
3. Tarif Degresif
52
Kesit Bambang Prakosa, Pajak dan Retribusi Daerah, Yogyakarta, UII Press, 2003, hal. 9-10
pajaknya.
Contoh :
4. Tarif Tetap
Jumlah atau angkanya tetap, tidak bergantung besarnya dasar pengenaan pajak.
Contoh :
Dasar pengenaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah adalah
nilai perolehan air. Dan tarif pajak ditetapkan 20% untuk air bawah tanah dan 10%
Nilai perolehan air dinyatakan dalam rupiah yang dihitung menurut sebagian
atau seluruh faktor-faktor yaitu : jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan
pengambilan dan/atau pemanfaatan air, kualitas air, luas areal tempat pengambilan
pengambilan atau pemanfaatan air dikalikan dengan volume air yang diambil lalu
Besarnya nilai perolehan air sepanjang digunakan untuk kegiatan Badan usaha
Milik Negara, Badan usaha Milik Daerah yang memberikan pelayanan publik,
pertambangan minyak bumi dan gas alam ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri
dengan pertimbangan Menteri Keuangan. Nilai perolehan air yang digunakan Badan
Usaha Milik Negara seperti PT. Pertamina dan PT. PLN, Badan Usaha Milik Daerah
seperti PDAM yang memberikan pelayanan publik, pertambangan minyak bumi dan
gas alam yang diatur dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 12 tahun 2002
Yang digunakan oleh Pertamina dan para kontraktornya untuk kegiatan Industri
Pertambangan Minyak dan gas Bumi ditetapkan sebesar Rp. 125,- untuk Air
bawah tanah dan Rp. 100,- untuk Air permukaan setiap m3, sedangkan yang
digunakan oleh PT. PLN (persero) untuk prmbangkit tenaga listrik ditetapkan
sebesar Rp. 50,- untuk Air Permukaan setiap Kwh, dan yang digunakan oleh
PDAM ditetapkan paling tinggi sebesar Rp. 125,- untuk Air Bawah tanah dan
Besarnya pokok Pajak Pengambilan dan Pengambilan Air Bawah Tanah dan
Air Permukaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar
pengenaan pajak (debit air yang diambil per bulan x harga dasar air x faktor-faktor
nilai air).
: Rp. 37.500,-
b. Air Permukaan
: Rp. 20.000,-
Besarnya pajak PPABT yang dikenakan kepada wajib pajak didasarkan atas
banyaknya manfaat yang diterima oleh wajib pajak (benefit principle), dalam hak ini
manfaat dari banyaknya air yang diambilnya. Semakin banyak air yang diambil maka
pajak yang dikenakan semakin tinggi, karena pasti manfaat yang didapat semakin
besar.
Besarnya pajak yang dikenakan kepada wajib pajak juga didasarkan kepada
kemampuan membayarnya (ability to pay), ini cukup adil secara horizontal, karena
pada golongan yang sama harga dasar air ditetapkan sama, hanya saja semakin
banyak air yang diambil, Harga Dasar Air (HDA) semnakin tinggi, ini sesuai dengan
manfaat yang diterima si wajib pajak. HDA menentukan besarnya pajak yang harus
dibayar. Untuk golongan rumah tangga biasa pemakaiannya sedikit, ini tidak dikenai
pajak. Ini cukup adil karena sebagian besar rumah tangga berpenghasilan menengah
dan rendah. Tapi pemungutan pajak ini kurang adil secara vertikal. Untuk golongan
industri besar, kecil, niaga besar, niaga kecil, HDA yang ditetapkan sudah memenuhi
kriteria adil, dimana golongan industry besar dikenakan HDA yang tertinggi. Tapi
Tabel 1
Pemakaian air bawah tanah rata-rata perbulan
Kode Golongan Tarif Pemakaian rata-
Tarif rata (m3/per
bulan)
NON NIAGA
1a Badan sosial/pemerintah pusat dan daerah 179.417
1b Kedutaan/konsul/kantor perwakilan asing 12.656
1c Institut/perguruan/kursus 84.768
1d Lembaga swasta non komersil 21.978
1e Rumah tangga mewah dengan sumur bor 20.008
Pengambilan air bawah tanah rata-rata perbulan tertinggi adalah oleh golongan
tarif 4.g. PT/BUMN/BUMD yaitu sebesar 587.223 m3 /bulan, diikuti oleh golongan
tarif 5.g Industri besar lainnya yaitu sebesar 192.090 m3 /bulan, lalu diikuti oleh
golongan tarif 1.a. badan sosial, pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah sebesar
179.417 m3/bulan. Sedangkan salah satu yang dikecualikan dari objek pajak PPABT
adalah pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah oleh badan sosial,
pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, ini tidak adil padahal golongan ini
adalah pengambil air bawah tanah ketiga terbesar setiap bulannya, pemerintah pusat
Jika golongan ini dikenai pajak, ini akan dapat meningkatkan penerimaan pajak
ini, yang sekaligus juga dapat mengurangi pengambilan air bawah tanah. Karena
pemakaian/pengambilan air bawah tanah atau mengurangi debit air yang keluar untuk