Anda di halaman 1dari 34

"Blog Mari Sehat"

Jumat, 18 Mei 2012

Asuhan Keperawatan pada DIARE

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Diare seringkali dianggap penyakit yang biasa dan sering dianggap sepele
penanganannya. Pada kenyataanya diare dapat menyebabkan gangguan sistem
ataupun komplikasi yang sangat membahayakan bagi penderita. Beberapa di
antaranya adalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, shock hipovolemia,
gangguan berbagai organ tubuh, dan bila tidak tertangani dengan baik dapat
menyebabkan kematian. Dengan demikian menjadi penting bagi perawat untuk
mengetahui lebih lanjut tentang diare, dampak negative yang ditibulkan, serta
upaya penanganan dan pencegahan komplikasinya.

Pada kasus pemenuhan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, sebenarnya


masih ada diagnosa keperawatan yang mungkin muncul. Tetapi pada kasus ini
difokuskan pada kasus diare, sehingga tindakan keperawatan lebih banyak
diarahkan pada rehidrasi pasien, dan ternyata banyak sekali yang harus
dipertimbangkan dan diperhatikan.

B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini adalah :

1) Meningkatkan pemahaman tentang diare

2) Mengidentifikasi masalah keperawatan yang berhubungan dengan adanya


gangguan cairan dan elektrolit pada klien diare

3) Mengidentifikasi tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan


elektrolit pada klien diare.

BAB II

LANDASAN TEORI

1. Fisiologi Usus Besar

Kolon atau usus besar terdiri dari kolon asenden, transversum, desenden dan
sigmoid yang bermuara di rektum dan anus. Arteri yang memperdarahi usus besar
meliputi eteri mesenterika superior (untuk kolon bagian kanan), arteri mesenterika
inferior (untuk kolon bagian kiri), serta arteri hemoroidales. Sistem saraf yang
mempengaruhi kerja usus besar adalah sisten saraf otonom kecuali spingter
eksterna oleh sistem saraf volunter.

Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit yang
sebagian besar berlangsung di usus besar bagian kanan, fungsi sigmoid sebagai
reservoir untuk dehidrasi massa feses sampai defekasi berlangsung. Sekresi kolon
merupakan mukus dan HCO3, mukus bekerja sebagai pelumas dan melindungi
mukosa kolon sedangkan HCO3 berperan dalam kestabilan jumlah bakteri dalam
kolon dan menjaga tingkat keasaman dalam kolon, pada peradangan usus,
peningkatan sekresi mukus yang banyak sekali mungkin bertanggung jawab akan
kehilang protein dalam feses, juga menyebabkan kehilangan HCO3 yang
bertanggung jawab terhadap sebagian gangguan keseimbangan asam basa.

Bakteri dalam kolon melakukan banyak fungsi yaitu mensintesis vitamin K dan
beberapa vitamin B, serta melakukan pembusukan sisa makanan yang tidak bisa
diabsorpsi usus halus. Selama proses pembusukan dihasilkan berbagai peptida,
indol, skatol, fenol dan asam lemak serta beberapa gas (amonia, H2, H2S, dan
CH4). Sebagian zat-zat ini dibuang bersama feses dan yang lainnya diabsorpsi dan
ditransfor ke hati untuk diubah menjadi senyawa yang kurang toksik dan diekskresi
melalui urin.

2. DIARE

Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja, dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer
lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Menurut
C.L Betz, dan L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya
inflamasi mukosa lambung atau usus. Menurut Suradi, dan Rita (2001), diare
diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit
secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih
dengan bentuk encer atau cair.

Enteritis adalah infeksi yang disebabkan virus maupun bakteri pada traktus
intestinal (misalnya kholera, disentri amuba). Diare psikogenik adalah diare yang
menyertai masa ketegangan saraf / stress.

A. Etiologi Diare

a. Faktor infeksi : Bakteri, virus, parasit, kandida

b. Faktor parenteral : infeksi di bagian tubuh alin (OMA sering terjadi pada anak-
anak)

c. Faktor malbabsorpsi : karbohidrat, lemak, protein

d. Faktor makanan : makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran


yang dimasak kurang matang, kebiasaan cuci tangan

e. Faktor psikologis : rasa takut, cemas.

B. Patofisiologi

Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus


enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia
Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding
usus pada gastroenteritis akut.

Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah adanya peningkatan bising usus
dan sekresi isi usus sebagai upaya tubuh untuk mengeluarkan agen iritasi atau
agen infeksi. Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding
usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare dan
absorpsi air serta elektrolit terganggu. Sebagai homeostasis tubuh, sebagai akibat
dari masuknya agen pengiritasi pada kolon, maka ada upaya untuk segera
mengeluarkan agen tersebut. Sehingga kolon memproduksi mukus dan HCO3 yang
berlebihan yang berefek pada gangguan mutilitas usus yang mengakibatkan
hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan
air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa, gangguan
gizi, dan gangguan sirkulasi darah.

C. Manifestasi klinis

a. Bising usus meningkat, sakit perut atau mules

b. Diare, vomitus, tanda dehidrasi (+)

c. Asidosis, hipokalemia, hipotensi, oliguri, syok, koma

d. Pemeriksaan mikro organisme (+) ( misalnya amoeba)

e. Bisa ada darah dan mukus (lendir) dalam feses (misalnya pada disentri
amuba)

D. Komplikasi pada diare

Menurut Bongard (2002), ada 5 komplikasi utama yang muncul pada kasus diare,
yaitu:

a. Dehidrasi

Dehidrasi Ringan; Kehilangan cairan 2 5 % dari berat badan dengan gambaran


klinik turgor kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.

Dehidrasi Sedang; Kehilangan cairan 5 8 % dari berat badan dengan gambaran


klinik turgor kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.

Dehidrasi Berat; Kehilangan cairan 8 10 % dari berat badan dengan gambaran


klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun,
apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
b. Renjatan hipovolemik

Ringan (kehilangan cairan < 20% volume darah); pasien mengeluhkan perasaan
dingin, perubahan tekanan darah dan nadi, kulit pucat, dingin, lembab, flat neck
veins, urin pekat

Sedang (defisit 20-40 % dari volume darah); pasien mengaluh haus, tekanan darah
turun pada posisi supine, oliguria.

Berat (defisit cairan >40 % volume darah); pasien tampak gelisah, lemah, bingung,
obtune,tekanan darah rendah dan nadi tak teraba, takhipnea, jika progres berlanjut
terjadi cardiac arrest.

c. Kejang

d. Bakteriemia

e. Malnutrisi

f. Intoleran sekunder akibat kerusakan mukosa usus (perforasi)

E. Penatalaksanaan

a. Banyak minum

b. Rehidrasi perinfus

c. Antibiotika yang sesuai

d. Diit tinggi protein dan rendah residu

e. Obat anti kolinergik untuk menghilangkan kejang abdomen

f. Tintura opium dan paregorik untuk mengatasi diare (atau obat lain)

g. Transfusi bila terjadi perdarahan

h. Pembedahan bila terjadi perforasi

i. Observasi keseimbangan cairan

j. Cegah komplikasi

F. Terapi cairan (intra vena)


a. Pungsi vena (pemasangan infuse)

Pemilihan dan pengkajian vena yang hati-hati adalah penting untuk prosedur yang
berhasil. Pemilihan tersebut adalah

Gunakan vena-vena distal terlebih dulu

Gunakan lengan pasien yang tidak dominan jika mungkin

Pilih vena-vena diatas area fleksi

Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang adekuat

Pastikan bahwa lokasi yang dipilih tidak akan mengganggu aktifitas pasien
sehari-hari.

Pilih lokasi yang tidak akan mempengaruhi pembedahan atau prosedur-


prosedur yang direncanakan

Prosedur pemasangan kateter IV (infuse)

Persiapan alat ; kateter IV (ukuran disesuaikan), infuset, tiang infus,


transparant dressing, sarung tangan, torniquet, kapas alkohol (povidon iodin), baki
dan alas tindakan, bak steril, cairan infus yang dibutuhkan.

Cuci tangan

Pilih vena yang paling baik

Pasang alas tindakan

Pakai sarung tangan

Pasang tourniquet

Fiksasi vena; letakan ibu jari anda diatas vena untuk mencegah pergerakan
dan untuk meregangkan kulit melawan arah penusukan

Tusuk vena

Rendahkan jarum sampai hampir sejajar dengan kulit

Dorong kateter ke depan vena kira-kira sampai inci sebelum melepas


stylet; lepaskan regangan kulit, pegang stylet, dan dorong kateter

Lepaskan torniquet dan tarik stylet

Pasang ujung selang infus atau tutup injek intermiten

Pasang transparant dressing dan fiksasi dengan plester


Beri label pada tempat pemasangan

Bereskan alat

Cuci tangan

b. Cairan Intravena (IV)

Cairan IV diklasifikasikan sebagai larutan isotonik, hipotonik, atau hipertonik yang


tergantung pada efek cairan dan komponen cairan intra sel (CIS) dan cairan ekstra
sel (CES).

1) Larutan isotonik

Larutan isotonik digunakan untuk menambah volume CES. Larutan ini mengandung
konsentrasi larutan yang sama dengan cairan tubuh dan menghasilkan tekanan
osmotik yang sama dengan CES dalam keadaan normal atau stabil.

Larutan NaCl 0,9%, RL, dan dextrose 5% semua berfungsi sebagai larutan isotonik.
Jika larutan isotonik diinfuskan kedalam sistem intravaskuler, volume cairan
meningkat. Satu liter larutan isotonik menambah CES dengan satu liter, tiga liter
cairan isotonik diperlikan untuk mengganti 1 liter darah yang hilang.

Berdasarkan konsentrasinya, larutan isotonik dibedakan menjadi larutan kristaloid


(untuk dehidrasi) dan larutan koloid (untuk hipovolemia. Larutan koloid bisa
bertahan didalam sistem vaskuler > 20 jam.

2) Larutan hipotonik

Larutan hipotonik menghasilkan tekanan osmotikyang lebih randah daripada CES.


Infus cairan hipotonik yang berlebihan dapat menyebabkan deplesi cairan
intravaskuler, hipotensi, edema seluler dan kerusakan sel.

Karena larutan ini dapat menyebabkan komplikasi yang serius, pasien dan infus
harus dipantau dengan teliti. NaCl 0,45% dan 0,3% memberikan air, natrium dan
klorida bebas untuk membantu ginjal dalam mengekskresi solut.

Jangan memberikan aquabidest secara intravena kecuali bila digunakan sebagai


pengencer obat karena akan memberikan efek sangat hipotonik pada sel darah dan
dapat mengebabkan lisis sel darah merah.

3) Larutan hipertonik

Larutan hipertonik menghasilkan tekanan osmotik yang lebih besar daripada CES,
digunakan untuk menggeser CES ke dalam plasma darah dengan melakukan difusi
cairan dari jaringan untuk menyamakan solut dalam plasma. Kelebihan cairan
hipertonik yang cepat dapat menuebabkan kelebihan (overload) sirkulasi dan
dehidrasi. Cairan IV hipertonik adalah Dextrose 5% dalam NaCl 0,9%, dekstrose 5%
dalam RL, dextrose 10% dan yang lebih besar lagi.

c. Cara penghitungan cairan, dosis obat dan koreksi elektrolit

Perhitungan kecepatan aliran perlu untuk melengkapi pemberian cairan dan obat-
obat IV yang aman.

1. Perhitungan kecepatan aliran infus (Brunner dan Suddarth, 2007)

Hal yang perlu diperhatikan; voluke cairan yang diinfuskan, waktu infus total,
kalibrasi set pemberian yang digunakan (jumlah tetesan/ml dalam paket infuset),
menggunakan rumus sebagai berikut

Gtt/mnt dari set x volume total per jam = gtt/mnt

60 mnt

2. perhitungan obat inotropik/norepineprin (Terapi Intravena, 1998)

Dosis(g) x KgBB x mnt = ......cc/jam K= terlarut (g)

K pelarut (ml)

Obat yang menggunakan rumus tersebut biasanya adalah dopamine (200mg/amp),


dobutamin (250 mg/amp), norepineprin (2, 4, 8 mg/ml)

3. Perhitungan koreksi elektrolit (Terapi Cairan, 2005)

Koreksi kalium dan bicarbonat

x BB x (N H) N; nilai normal

H; hasil pemeriksaan laboratorium

Koreksi natrium

Na (N H) x BB x total body water (persamaam I)

N ; Na normal (135) H ; Na hasil pemeriksaan

total body water ; 60%


Atau dengan perhitungan; ditentukan kenaikan Na yang diinginkan ()

Laki-laki: x 0,6 x BB = ......liter

513

Untuk perempuan : x 0,5 x BB = ......liter

513

Catatan : natrium mulai dikoreksi jika hasil < 125 mEq/L

Maksimal pemberian titrasi 12 mEq/24 jam

3. Proses Keperawatan

A. Pengkajian

Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan
masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi,
pemeriksaan fisik.

a. Data demografi klien

b. riwayat kesehatan

gaya hidup, kebiasaan makan, kepercayaan, perubahan berat badan, perubahan


frekuensi BAK, mual, muntah, frekuensi BAB

c. pemeriksaan fisik

secara umum fokus pengkajian pada pasien dengan gangguan cairan pada diare
meliputi;

berat badan turun dari biasanya

tanda-tanda vital, pada kondisi diare TD turun, HR naik, RR naik, S bisa naik bisa
turun

intake output cairan. Oliguria atau anuria

edema, pada diare akut jarang terjadi edema, namun pada diare kronis kadang
ditemukan edema ekstrimitas karena kehilangan perotein

turgor, keelastisan kulit berkurang pada pasien dengan diare

mulut kering, saliva berkurang, konjunktiva kering


kolaps vaskuler, nadi lemah

kejang, perubahan kesadaran; apatis sampai dengan koma

keluhan; diare lebih dari 3x dalam sehari, mual, muntah

pada pemeriksaan lab; hematokrit meningkat, ureum dan kreatinin serum


meningkat, Na dan K meningkat, perubahan nilai AGD, pemeriksaan feses (darah
mungkin +, lendir mungkin +, kultur MO +)

d. kemungkinan daftar masalah keperawatan yang muncul pada klien diare :

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; kurang dari kebutuhan.

Nausea

Resiko gangguan integritas kulit

Tidak efektifnya perfusi jaringan

Defisit pengetahuan

e. tujuan yang ingin dicapai

1. gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; kurang dari kebutuhan

a. keseimbangan elektrolit dan asam basa ; HR reguler normal, respirasi reguler


normal, elektrolit normal, ureum kreatinin serum normal, AGD normal

b. keseimbangan cairan; TD normal, MAP normal, nadi teraba, tidak haus, intake
output dalam 24 jam seimbang, turgor baik.

c. Rehidrasi

d. status respirasi; pertukaran gas ; RR dan irama respirasi dalam batas normal

e. status tanda-tanda vital; tanda-tanda vital dalam batas normal

2. nausea

a. level kenyamanan; keluhan nyeri perut / mules berkurang/hilang, frekuensi


BAB berkurang, ekspresi wajah tenang dan senang

b. hidrasi; turgor baik, membran mukosa tampak lembab, level hematokrit


normal, urin out put 0,5 1 cc/kgBB/jam

c. status nutrisi; intake nutrisi dan cairan sesuai(prosi habis), BB kembali ke


semula
d. resiko gangguan integritas kulit; resiko terkontrol, tidak terjadi terjadi lecet di
sekitar anus

3. tidak efektifnya ferpusi jaringan; capillary refill time < 3, akral tidak dingin,
nadi perifer kuat, sadar, tidak gelisah

4. defisit pengetahuan

B. Perencanaan dan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan

cek dan koreksi nilai elektrolit bila perlu, EKG

pasang infus isotonis kristaloid, berikan cairan sesuai kebutuhan, awasi dan
catat keseimbangan I-O, pasang kateter urine, anjurkan banyak minum yang
mengandung elektrolit

Observasi fungsi renal (level ureum dan krearinin)

Observasi turgor dan integritas kulit disekitar anus

Observasi frekuensi dan jumlah BAB (diare)

Modifikasi perilaku dan jenis makanan (rendah serat tinggi kalori tinggi
protein)

Evaluasi dan observasi intake nutrisi dan cairan

Transfusi bila perlu

manajemen shock: volume dan pencegahan, observasi tanda-tanda vital

kaji faktor resiko dan penyebab

berikan penjelasan tentang proses penyakit, efek dan proses penularan

kolaborasi untuk pemberian terapi anti diare, anti emetik, antibiotic

berikan O2 sesuai kebutuhan

C. Evaluasi

Evaluasi secara terus menerus proses tentang cairan, elektrolit, keseimbangan


asam-basa.
a. Komplikasi yang terjadi adalah gangguan fungsi ginjal

Klasifikasi akut kidney injury (gangguan fungsi ginjal akut)

Stage

Kreatinin

Output urine

risk

1,5 x

< 0,5 cc/KgBB/jam (selama 6 jam)

injuri

2x

< 0,5 cc/KgBB/jam (selama 12 jam)

fail

3x

< 0,3 0,5 cc/KgBB/jam (selama 24 jam)

loss

endstage
b. Tanda-tanda vital dalam rentang normal

c. Kadar elektrolit; Na (135 145 mEq/L), K (3,5 5 mEq/L)

d. Keadaan insersi infus harus dalam keadaan baik

Hal yang harus dipertimbangkan selama periodik dari keseluruhan sistem infus :

IV adalah pemberian infus pada kecepatan yang telah ditetapkan

Semua sambungan utuh

Cairan yang benar diinfuskan pada pasien

Selang IV ditempatkan dengan benar

Tabung tetesan infus berisi cairan dengan batas yang benar

Selang diperiksa dan penggantiannya dipertimbangkan

BAB III
CONTOH KASUS

Klien datang ke UGD dengan keluahan BAB mencret > 6 x dalam sehari, mual, sakit
perut, badannya terasa lemes, keluhannya sudah berlangsung 2 hari. Menurut
istrinya, sehari sebelum kejadian klien berbuka puasa dengan es buah yang dibeli di
dekat rumahnya. Pada saat dibawa ke RS klien klien tampak pucat, badannya
lemes, tubuhnya teraba dingin. Pada saat diukur tekanan darahnya 80/50 mmHg,
klien tampak sesak, RR 35 x/mnt, nadi 130 x/mnt, turgor 6, pada saat dipasang
kateter urine, didapat urin 100 cc.

A. Pengkajian

1) Data demografi klien

2) Riwayat Kesehatan

Keluhan utama

Klien mengeluh BAB mencret > 6 x dalam satu hari, perut terasa mules

Riwayat kesehatan

Pada saat pengkajian klien tampak lemes, gelisah, menurut istrinya dua hari yang
lalu klien mengeluh BAB mencret sampai >6x/hr dan mual, tapi klien tetap ingin
berpuasa. Sehari sebelumnya klien berbuka puasa dengan es buah yang dibeli di
dekat rumahnya.pada saat dibawa ke RS klien klien tampak pucat, badannya lemes,
bicara ngelantur, tubuhnya teraba dingin.

3) .Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum

Kesadaran : compos mentis

TD : 80/50 mmHg

RR : 35 x/mnt

Nadi : 130 x/mnt reguler, nadi radialis lemah

Suhu : 35,4 c

b. Fokus data pada pemeriksaan fisik


Kesadaran compos mentis, GCS 15 (E4M6V5), gelisah, mulut tampak kering, kulir
tampak kering, turgor menurun 6, nadi radialis lemah, vena kecil dan keras,
terpasang dower kateter, diuresis 5 cc/jam (BB 55kg), terpasang infus di vena
sefallika kanan RL 104 cc/jam, dobutamin 5ug/kgbb/mnt, dopamin 3ug/kgbb/mnt,HR
130 x/mnt reguler, RR 35 x/mnt cepat dangkal, akral teraba dingin.

4) Data Penunjang

Tanggal 27 Agustus 2011

Hb : 14 /dl

Leukosit : 12000 /dl

Trombosit : 325000 /dl

Hematokrit : 50 %

GDS : 150 mg/dl

Ureum : 123 mg/dl

Kreatinin : 3,9 mg/dl

Na : 130 mEq/lt

Kalium : 3,0 mEq/lt

5) Analisa Data

Data

Etiologi

Masalah keperawatan

DS : - riwayat diare >6 x/hr

- Riwayat mual

- Mules / sakit perut

DO : mulut dan kulit tampak kering

- Turgor (6)

- Nadi radialis teraba lemah


- Vena kecil dan keras

- Diuresis 5 cc/jam

Hematokrit 50 %

- GDS 150 mg/dl

- Ureum 123 mg/dl

- Kreatinin 3,9 mg/dl

- Na 130 mEq/lt

- K 3,0 mEq/lt

- TD 80/50 mmHg

- HR 130 x/mnt, regular

- kesadaran delirium

- GCS 15

- Gelisah

- TD 80/50 mmHg

- HR 130 x/mnt

- RR 35 x/mnt, cepat dan dangkal

Defisit volume cairan

6) Data Obat-obatan

Metronidazole infus 3 x 500mg

Ceftriaxon injek 2 x 1gr

Ranitidin injek 3 x 1 ampul

Ondancentron 3 x 1 ampul
Infus RL 104 cc/jam

Lacto AD sachet 3 x 1 sachet

Carbo adsorben 3 x 3 tablet

Aspar k 2 x 1 tablet

B. Diagnosa Perawatan Berdasarkan Prioritas

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; kurang dari kebutuhan.

C. Perencanaan

DP

Tujuan

intervensi

Dalam 2 hr defisit volume terpenuhi;

- TD >100/60

- RR reguler, 12-20 x/mnt

- HR 60-80 x/

- S 36-37c

- Tugor < 3

- Diuresis 0,5-1 cc/kgbb/j

- Bibir lembab

- Na 135-145 mEq/L

- K 3,5-5 mEq/L
- Ureum < 45 /dl

- Kreatinin < 1.1/dl

Ak akral hangat

- Tidak sianosis

- AGD normal

- GCS 15

- Tidak gelisah

- ObObservasi TTV

- - Observasi dan catat I-O

- - Pasang infus RL 2 lt/hr

- - Anjurkan banyak minum cairan yang mengandung elektrolit (oralit, larutan


gula garam).

Di - Diet rendah serat, tinggi protein tinggi kalori

- - Periksa Na, K

- - Periksa ureum, kreatinin

- -Kolaborasi pemberian antibiotik, antiemetik, tablet Kalium, anti diare

Oo - bsservasi respirasi

- - Oksigen sesuai hasil AGD

- - Cek AGD

- - Posisi supine

- -Kolaborasi pemberian inotropik (awasi kesesuaian dosis)

- - Observasi kesadaran
D. Pelaksanaan

1) Memasang infuse dan merawat dressing (balutan) infuse

2) Mengobservasi adanya komplikasi pemasangan infus dan mengganti selang


infus secara berkala.

3) Memberikan cairan infuse RL (ringers laktat)

Intake cairan normal pada orang dewasa (Fundamental of Nursing , ); air dari
minum 1500 cc, air dari makanan 700 cc, air yang terhirup dengan oksigen 200 cc.
Kehilangan cairan dari tubuh; dari kulit 300 400 cc, paru-paru 300 400 cc,
saluran cerna 200 cc, ginjal 1200 1500 cc.

Pada kasus diare, terjadi kehilangan cairan ekstra sel dan penurunan fungsi
absorpsi elektrolit seperti Na, K, HCO3, Ca, dan sejumlah nutrisi sehingga
membutuhkan jenis cairan isotonis untuk mengganti kehilangan tersebut. Berikut
adalah komposisi cairan infuse isotonis.

Jenis infus

Komposisi (mEq)

Dextrose 2,5% in 0,45% saline

77 Na+ , 77 Cl

Dextrose 5% in 0,2% saline

38 Na+ , 38 Cl
Dextrose 5% in water

Ringers lactat (RL)

130 Na+ , 4 K+, Ca++ ,109 Cl, 28 lactat

Normal saline 0,9%

154 Na+ , 154 Cl

Dextran 40 10% in NS 0,9% or D5W

Dextran 70% in NS

Dextran 40 10% in NS adalah larutan koloid yang diindikasikan untuk meningkatkan


volume plasma pada pasien shock, tapi kontra indikasi pada pasien dehidrasi.
Dextran 70% bisa bertahan selama 20 jam di dalam plasma dan diindikasikan untuk
shock hemoragik, operasi, luka bakar.

Pada kasus diare terjadi kehilangan cairan ekstra sel dan beberapa elektrolit
sehingga dipilih RL untuk menggantikan kehilangan tersebut. RL mengandung Na+
130 mEq, K+ 4 mEq, Ca++, 109 Ci , dan 28 lactat. Selain mengandung elektrolit
juga mengandung laktat. Laktat bisa dirubah menjadi virupat oleh hati dan
menghasilkan ATP, sehingga bisa memenuhi kebutuhan energi.

Tujuan terapi intravena adalah memberikan cairan dalam jumlah besar secara cepat
kepada pasien untuk mengatasi kehilangan cairan yang serius dan disebabkan oleh
dehidrasi berat. Menurut WHO (1992) bagian pertama cairan intravena (30
ml/kgBB) diberikan dengan cepat (dalam waktu 60 menit untuk bayi < 12 bulan, 30
menit untuk anak dan dewasa). Sisa dari cairan 70ml/kgBB diberikan dengan lebih
lambat untuk melengkapi rehidrasi dalam waktu 3 jam (6 jam untuk bayi).
A. Rencana pengobatan A (untuk mengobati diara di rumah)

1) Berikan cairan yang lebih banyak daripada biasanya kepada anak untuk
mencegah terjadinya dehidrasi; oralit, cairan rumah tangga (sop, air beras,
yoghurt), air putih. Teruskan sampai diare berhenti.

2) berikan makanan yang banyak kepada anak untuk mencegah malnutrisi; ASI,
PASI, atau makanan padat

3) bawalah anak kepada petugas kesehatan bila tidak mengalami perbaikan


dalam waktu 3 hari atau mengalami hal-hal berikut; diare beberapa kali, mntah
berulang, rasa haus yang nyata, tidak mau makan atau minum seperti biasa,
demam, adanya darah dalam feses.

umur

Jumlah oralit yang diberikan tiap habis BAB

Jumlah oralit yg ditetapkan untuk dogunalan dirumah

< 24 bulan

50 100 ml

500 ml/hr

2-10 tahun

100 200 ml

1000 ml/hr

10 th / >
Sebanyak yang diinginkan

2000 ml/hr

B. Rencana pengobatan B (untuk mengobai dehidrasi)

Jumlah larutan oralit yang harus diberikan dalam 4 jam pertama

umur

< 4 bln

4-11 bln

12 23 bln

2 4thn

5 14 thn

15 thn / >

Berat

< 5 kg

5-7,9 kg
8-10,9 kg

11-15,9 kg

16-29,9 kg

30 kg / >

Dalam ml

200 - 400

400 600

600 - 800

800 - 1200

1200 - 2200

2200 - 4000

Dlm takaran lokal

Gunakan umur pasien bila tidak mengetahui berat badan. Jumlah oralit yang
dibutuhkan dapat dihitung dengan : BB (kg) x 75.
Bagan penatalaksanaan diare

Periksa

Keadaan umum

Sehat aktif

Tampak sehat mengantuk

Letargi atau tidak sadar

Mata
Normal

Cekung

Sangat cekung dan kering

Air mata

Ada

Tidak ada

Tidak Ada

Mulut dan Lidah

Basah

kering

Sangat kering

Rasa haus

Normal tidak haus

Haus minum dengan tidak tidak sabar

Minum sedikit atau tidak mampu minum


Turgor

Kembali dengan cepat

Kembali dengan lambat

Kembali dengan sangat lambat

Tetapkan

Pasien tidak ada tanda - tanda dehidrasi

Bila pasien mempunyai duaatau lebih tanda-tanda tersebut, termasuk paling sedikit
satu dari tanda yang ditulis miring, maka terdapat dehidrasi sedang

Bila pasien memiliki dua atau lebih tanda-tanda tersebut, termasuk paling sedikit
satu tanda yang ditulis miring, maka terdapat dehidrasi berat

tindakan

Gunakan rencana pengobatan A

Timbang pasien, jika memungkinkan, dan gunakan rencana pengibatan B

Timbang pasien dan gunakan rencana pengobatan C DENGAN SEGERA

4. Melakukan kolaborasi pemberian terapi dopamin, dobutamin, antibiotik,


antiemetik, anti diare
E. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan adalah mengacu pada tujuan yang ditetapkan

1. Tanda-tanda vital; tekanan darah > 100/60 mmHg, HR 60 80 x/mnt,


respirasi 12 20 x/mnt

2. Nadi perifer teraba kuat, suhu tubuh 36 -37C

3. Kesadaran compos mentis dan tidak gelisah

4. Level fungsi ginjal; diuresis 0,5 1 cc/kgBB/jam, ureum < 43, kreatinin <1

5. Level elektrolit; Na+ 135 145 mEq/L, K+ 3,5 5 mEq/L, Ca++ 4,7 9 mEq/L

6. Hematokrit normal 35 48%

7. Mual tidak ada, porsi makan meningkat

8. Turgor < 3, membran mukosa lembab

9. Keluhan nyeri perut/ mules tidak ada

10. Frekuensi BAB berkurang (< 3 x/mnt)

Diagnosa keperawatan lainnya :

a) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien
dan peningkatan peristaltik usus.

b) Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.

c) Kecemasan keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya.

d) Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi


b.d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau
keterbatasan kognitif

e) Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru

Rencana Keperawatan

Dx.1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi
nutrien dan peningkatan peristaltik usus.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera


badan
Intervensi

Rasional

Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.

Menurunkan kebutuhan metabolik

Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera
mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan

Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan
peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera
mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.

Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet

Memenuhi kebutuhan nutrisi klien

Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi

Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi/mencegah kekurangan


nutrisi lebih lanjut

Dx.2 : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.

Tujuan : Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirektal

Intervensi

Rasional

Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.

Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan mengurangi nyeri


Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase
punggung dan kompres hangat abdomen

Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan


kemampuan koping

Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan
perawatan kulit

Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi

Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi

Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme
traktus GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis

Kaji keluhan nyeri dengan Visual Analog Scale (skala 1-5), perubahan karakteristik
nyeri, petunjuk verbal dan non verbal

Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi selanjutnya

Dx.3 : Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan anaknya.

Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.

Intervensi

Rasional

Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik
tentang mekanisme koping yang tepat.

Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan


masalah
Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua
klien yang anaknya mengalami masalah yang sama

Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya


orang yang mengalami masalah yang demikian

Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam
membantu klien.

Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan

Dx.4 : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau
keterbatasan kognitif.

Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya,


serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.

Intervensi

Rasional

Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan


tentang penyakit dan perawatan anaknya.

Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar
belakang pengetahuan sebelumnya.

Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap


gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.

Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga


klien dan keluarga dalam proses perawatan klien

Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta
efek samping yang mungkin timbul
Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan.

Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi

Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan


perawatan diri anaknya

Dx. 6 : Kecemasan anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru

Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-


tanda kenyamanan

Intervensi

Rasional

Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi dalam
perawatn yang dilakukan

Mencegah stres yang berhubungan dengan perpisahan

Berikan sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin

Memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress

Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat perkembangan
klien

Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimun

BAB IV

KESIMPULAN
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau
lendir dalam tinja akibat imflamasi mukosa lambung atau usus sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan.

Sebagai akibat dari berkurangnya absorpsi cairan dan elektrolit di usus besar, maka
muncul beberapa masalah keperawatan dari diare ini, diantaranya adalah adanya
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit; kurang daru kebutuhan dan nausea.

Dari masalah keperawatan tersebut, dipilih beberapa tindakan keperawatan,


diantaranya :

a. Banyak minum (oralit)

b. Rehidrasi perinfus (jenis isotonis kristaloid)

c. Antibiotika yang sesuai (misal ciprofloxacin dan metronidazole)

d. Diit tinggi protein dan rendah residu

e. Obat anti kolinergik untuk menghilangkan kejang abdomen

f. Tintura opium dan paregorik untuk mengatasi diare (atau obat lain), misal
carboadsorben

g. Observasi keseimbangan cairan dan level elektrolit

h. Cegah komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

A.H. Markum, 1991, Buku Ajar Kesehatan Anak, jilid I, Penerbit FKUI

Ngastiyah, 997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Price & Wilson 1995, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4,
EGC, Jakarta

Soetjiningsih 1998, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta

Soeparman & Waspadji, 1990, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI, Jakarta.

Suharyono, 1986, Diare Akut, lembaga Penerbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta

Whaley & Wong, 1995, Nursing Care of Infants and Children, fifth edition, Clarinda
company, USA.

Nova adelia di 08.17

Berbagi
Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Beranda

Lihat versi web

U know me??

Foto Saya

Nova adelia

Yogyakarta, DIY, Indonesia

A nurse & proud to be nurse

Lihat profil lengkapku

Balas Balas ke Semua Teruskan Lebih lanjut

Klik kepada Balas, Balas Semua atau Teruskan

Anda mungkin juga menyukai