Anda di halaman 1dari 46

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam

bahasa Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin

concretus yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu.

Dalam bahasa Jepang digunakan kata kotau-zai, yang arti harafiahnya

material-material seperti tulang; mungkin karena agregat mirip tulang-tulang

hewan. (Teknologi Beton, 2007).

Beton adalah material komposit ( campuran ) dari beberapa bahan batu-

batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari campuran agregat

(kasar dan halus), semen, air dengan perbandingan tertentu dan dapat pula

ditambah dengan bahan campuran tertentu apabila dianggap perlu. Bahan air

dan semen disatukan akan membentuk pasta semen yang berfungsi sebagai

bahan pengikat, sedangkan agregat halus dan agregat kasar sebagai bahan

pengisi. (Pedoman Pengerjaan Beton, 1993)

Sifat sifat dan karakteristik material penyusun beton akan

mempengaruhi kinerja dari beton yang dibuat. Kinerja dari beton tersebut

berdampak pada kekuatan yang diinginkan, kemudahan dalam pengerjaannya

dan keawetannya dalam jangka waktu tertentu.

Sebagai material komposit, ada 3 sistem umum yang melibatkan

semen, yaitu pasta semen, mortar dan beton. Gambar 2.1.


Gambar 2.1 Unsur-unsur pembuat beton (Teknologi Beton,2007)

Sebagai bahan konstruksi beton mempunyai keunggulan dan

kelemahan, keunggulan beton antara lain :

1. Harganya relatif murah.

2. Mampu memikul beban yang berat.

3. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi.

4. Biaya pemeliharaan/perawatannya kecil.

Kelemahan beton antara lain :

1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh

karena itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa (meshes)

2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu

dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat

merusak beton

3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah

4. Berat
5. Daya pantul suara yang besar

6. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi.

2.2 Sifat-sifat Beton

Karakteristik dari beton dipertimbangkan dalam hubungannya dengan

kualitas yang dituntut untuk tujuan konstruksi tertentu. Pendekatan praktis

yang paling baik adalah mengusahakan kesempurnaan semua sifat beton.

Adapun sifat-sifat beton yaitu:

2.2.1 Sifat-sifat Beton Segar (Fresh Concrete)

Beton segar merupakan suatu campuran antara air, semen, agregat dan

bahan tambahan jika diperlukan setelah selesai pengadukan, usaha-usaha

seperti pengangkutan, pengecoran, pemadatan, penyelesaian akhir dan

perawatan beton dapat mempengaruhi beton segar itu sendiri setelah mengeras.

Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut,

dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi

(pemisahan kerikil dari adukan) maupun bleeding (pemisahan air dan semen

dari adukan). Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton

yang diperoleh akan jelek.

Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu:

kemudahan pengerjaan (workabilitas), pemisahan kerikil (segregation),

pemisahan air (bleeding).

2.2.1.1 Kemudahan Pengerjaan (Workability)


Kelecakan adalah kemudahan mengerjakan beton, dimana menuang

(placing) dan memadatkan (compacting) tidak menyebabkan munculnya efek

negatif berupa pemisahan (segregation) dan pendarahan (bleeding). (Teknologi

Beton,2007)

Ada 3 pengertian disini, yaitu kompaktibilitas, mobilitas dan stabilitas.

a. Kompaktibilitas: kemudahan mengeluarkan udara dan pemadatan.

b. Mobilitas: kemudahan mengisi acuan dan membungkus tulangan.

Beton dengan mobilitas yang baik umumnya mempunyai kompaktibilitas

yang baik pula. Jadi umumnya cukup mengandalkan mobilitas.

c. Stabilitas: kemampuan untuk tetap menjadi massa homogen tanpa

pemisahan. (Teknologi Beton,2007)

Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas yaitu :

1. Jumlah air pencampur.

Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan (

namun jumlahnya tetap diperhatikan agar tidak terjadi segregasi)

2. Kandungan semen.

Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan

adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk

memperoleh nilai f.a.s (faktor air semen) tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil.

Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh

peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah


distribusiukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos

pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan.

4. Bentuk butiran agregat kasar

Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan.

5. Cara pemadatan dan alat pemadat.

Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat

kelecakan yang berbeda, sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit

daripada jika dipadatkan dengan tangan.

Konsistensi/kelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian

slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan

corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang

disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas

berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm (disebut sebagai kerucut Abrams), seperti

yang ditunjukkan pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Kerucut Abrams

Variasi yang terjadi antara nilai slump adanya beberapa ukuran akibat

tiga buah jenis slump yang terjadi dalam praktek yaitu :

1. Penurunan umum dan seragam tanpa ada yang pecah, oleh karena itu dapat

disebut slump yang sebenarnya. Pengambilan nilai slump sebenarnya

dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.


Gambar 2.3 Slump sebenarnya

2. Slump geser yang terjadi bilamana paruh puncaknya tergeser atau

tergelincir ke bawah pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser ini

ada dua yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan penurunan rata-

rata dari puncak kerucut.

Gambar 2.4 Slump geser

3. Campuran beton pada kerucut runtuh seluruhnya. Pengambilan nilai slump

collapse dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut.


Gambar 2.5 Slump runtuh

2.2.1.2 Pemisahan Kerikil (Segregation)

Kecenderungan agregat kasar untuk lepas dari campuran beton

dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil, yang pada

akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan

oleh beberapa hal, antara lain :

1. Campuran kurus atau kurang semen.

2. Terlalu banyak air.

3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm.

4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat

semakin mudah terjadi segregasi.

Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang

diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian

yang terlalu besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan

harus mengikuti cara-cara yang betul.


2.2.1.3 Pemisahan Air (Bleeding)

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru

dipadatkan

dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir

halus, yang pada saat beton mengeras akan membentuk selaput (laitence).

Bleeding dapat dikurangi dengan cara :

1. Memberi lebih banyak semen.

2. Menggunakan air sedikit mungkin.

3. Menggunakan pasir lebih banyak.

2.2.2 Sifat-sifat Beton Keras ( hardened concrete )

Sifat-sifat beton yang mengeras mempunyai arti yang penting selama

masa pemakaiannya. Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan

beton di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras

yang baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih

baik, perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap

sulfat dn klorida, penyusutan rendah dan keawetan jangka panjang.

2.2.2.1 Kekuatan Tekan Beton (fc)

Kuat tekan beton merupakan sifat yang paling penting dalam beton

keras. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan

persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah

struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin

tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. (Teknologi Beton,2003)


Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus :


= (2.1)

dengan : fc : kekuatan tekan (kg/cm2)

P : beban tekan (kg)

A : luas permukaan benda uji (cm2)

Standar deviasi dihitung berdasrakan rumus :

( )2
= 2.2
1

dengan: S : deviasi standar (kg/cm2)

b : Kekuatan masing masing benda uji (kg/cm2)

bm : Kekuatan Beton rata rata ( kg/cm2 )

N :Jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan

Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai

kuat tekan beton ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah

pengecoran. Bentuk kurva kuat tekan beton dengan waktu untuk mutu beton

tertentu tampak seperti gambar 2.6


Gambar 2.6 Hubungan antara Kuat tekan dengan waktu

(Istimawan Dipohusodo, 1994)

Umumnya, pada 7 hari kuat tekan beton mencapai 70% dan pada umur

14 hari 85-90% dari kuat tekan beton umur 28 hari. Pada kondisi pembebanan

tekan tertentu beton menunjukkan suatu fenomena yang disebut rangkak

(creep).

Mekanisme Keruntuhan :

Dengan memberikan tegangan normal tekan pada silinder maka akan

terjadi perpanjangan (kontraksi) lateral. Bila secara teoritis di bebani (misalnya

pelat tepi dibuat licin sehingga tidak ada gesekan), maka pola keruntuhan

adalah garis vertikal. Ini disebabkan karena beton terlebih dahulu hancur akibat

regangan lateral daripada keruntuhan longitudinalnya. (Teknologi Beton,2007)

Namun dengan adanya pelat tepi, bagian-bagian tepi tidak dapat

memanjang secara lateral dengan bebas, karena adanya gesekan antara silinder
dengan bebas, karena adanya gesekan antara silinder dengan pelat tepi. Akibat

adanya gesekan tersebut, pola keruntuhan menjadi sebagai berikut :

Gambar 2.7 Pola keruntuhan pada silinder beton

(Teknologi Beton, 2003)

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton, yaitu :

1. Proporsi bahan-bahan penyusunnya

2. Metode perancangan

3. Perawatan

4. Keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan, yang terutama

dipengaruhi oleh lingkungan setempat. (Teknologi Beton,2003)

Dari faktor-faktor utama tersebut termasuk didalamnya beberapa faktor

lain yang mempengaruhi kekuatan tekan beton, yaitu :

1. Faktor air semen dan kepadatan


Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya,

namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah

nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini karena

jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan. Dengan

demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu (optimum) yang

menghasilkan kuat tekan beton maksimum. Duff dan Abrams (1919) meneliti

hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari

dengan uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah

mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan

dengan cara pemadatan dengan alat getar (vibrator) atau dengan memberi

bahan kimia tambahan (chemical admixture) yang besifat mengencerkan

adukan beton sehingga lebih mudah dipadatkan.

Gambar 2.8 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton

selama masa perkembangannya (Tri Mulyono, 2003)


2. Umur beton

Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton.

Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28

hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari,

tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan (Gambar 2.9).

Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65% dan pada umur 14

hari mencapai 88% - 90% dari kuat tekan umur 28 hari.

Tabel 2.1 Perkiraan Kuat tekan beton pada berbagai umur

Umur beton
3 7 14 21 28 90 365
(hari)

PC Type 1 0.44 0.65 0.88 0.95 1.0 - -

Gambar 2.9 Hubungan antara umur beton dan kuat tekan beton (Istimawan,

1999)

3. Jenis semen
Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas

tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif. Jenis

Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis-jenis

semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda sebagai mana

tampak pada Gambar 2.10

Gambar 2.10 Perkembangan kekuatan tekan mortar untuk berbagai tipe

Portland semen (Tri Mulyono, 2003)

4. Jumlah semen

Jika faktor air semen sama (slump berubah), beton dengan jumlah

kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi. Pada jumlah

semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan

beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah.

Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan

sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan


beton rendah. Jika nilai slump sama (fas berubah), beton dengan

kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi.

5. Sifat agregat

Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah

kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus

pada kerikil dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar

tegangan saat retak retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu kekasaran

permukaan ini berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan

tekan dan terhadap kekuatan betonnya. Akan tetapi bila adukan beton nilai

slump nya sama besar, pengaruh tersebut tidak tampak karena agregat yang

permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit, berarti fas nya rendah

yang menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi.

Pada pemakaian ukuran butir agregat lebih besar memerlukan jumlah

pasta lebih sedikit, berarti pori-pori betonnya juga sedikit sehingga kuat

tekannya lebih tinggi. Tetapi daya lekat antara permukaan agregat dan

pastanya kurang kuat sehingga kuat tekan betonnya menjadi rendah. Oleh

karena itu pada beton kuat tekan tinggi dianjurkan memakai agregat dengan

ukuran besar butir maksimum 20mm.

2.2.2.2 Kuat Tarik Belah Beton

Konstruksi beton yang dipasang mendatar sering menerima beban tegak

lurus sumbu bahannya dan sering mengalami rekahan (splitting). Hal ini terjadi
karena daya dukung beton terhadap gaya lentur tergantung pada jarak dari

garis berat beton, makin jauh dari garis berat makin kecil daya dukungnya.

Kekuatan tarik relatif rendah untuk beton normal berkisar antara 9%-

15% dari kuat tekan. Penggujian kuat tarik beton dilakukan melalui pengujian

split cilinder. Nilai pendekatan yang diperoleh Dipohusodo (1994) dari hasil

pengujian berulang kali mencapai kekuatan 0,50-0,60 kali fc, sehingga untuk

beton normal digunakan nilai 0,57 fc. Pengujian tersebut menggunakan

benda uji silinder beton berdiameter 150 mm dan panjang 300 mm, diletakkan

pada arah memanjang di atas alat penguji kemudian beban tekan diberikan

merata arah tegak dari atas pada seluruh panjang silinder. Apabila kuat tarik

terlampaui, benda uji terbelah menjadi dua bagian dari ujung ke ujung.

Tegangan tarik yang timbul sewaktu benda uji terbelah disebut sebagai spilt

cilinder strength. Menurut SNI 03-2491-2002 besarnya tegangan tarik beton

(tegangan rekah beton) dapat dihitung dengan rumus:

2
Fct ....................................... (2.3)
DL

di mana, Fct : Tegangan rekah beton (kg/cm)

P : Beban maksimum (kg)

L : Panjang silinder (cm)

D : Diameter (cm)
2.2.2.3 Absorbsi Beton

Absorbsi merupakan banyaknya air yang diserap sampel beton. Besar

kecilnya penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori atau rongga

yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam

beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan

berkurang.

Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya

kualitas dan komposisi material penyusunnya.

Nilai Absorbsi dapat dihitung dengan rumus :

Absorbsi = ............................................(2.4)

Dimana : A = Berat beton setelah direndam (gr)

B = Berat beton dalam kondisi kering (gr)

2.2.2.4 Makrostruktur

Analisa makro adalah suatu analisa mengenai struktur permukaan

melalui pembesaran dengan menggunakan mikroskop optik. Tujuan pengujian

adalah untuk mengetahui bentuk struktur makro dari suatu material, porositas

(ASTM B-276). Pada penelitian ini dilakukan uji makrostruktur untuk melihat

permukaan yang terjadi pada campuran beton dengan substitusi abu kulit

kerang 20% , kapur 20% dan dibandingkan dengan beton normal.

Pengujian foto makro dilaksanakan di Laboratorium Teknologi

Mekanik dan Laboratorium Metallurgy Departemen Teknik Mesin Fakultas


Teknik Universitas Sumatera Utara. Hasil dari pengamatan strukturmakro

berupa gambar permukaan pada beton dengan perbesaran 100-200 kali.

Adapun gambar alat uji foto makro dapat dilihat pada gambar 2.13.

Gambar 2.13 Alat Uji Foto Makro (Mikroskop optic)

Benda uji yang biasa digunakan pada percobaan ini adalah batang besi,

aluminium, HCl, dan H2O. Namun pada saat ini akan dilakukan pengamatan

struktur makro pada suatu campuran beton. Percobaan ini menggunakan benda

uji berbentuk silinder dengan tinggi 1 cm dan berdiameter 10 cm. Tinggi

maksimal yang dapat dilihat oleh mikroskop ini adalah 1,5cm.

2.3 Bahan Penyusun Beton

2.3.1 Semen

2.3.1.1 Umum

Arti kata semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif maupun

kohesif, yaitu bahan perekat. Semen merupakan hasil industri yang sangat

kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat


dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1). Semen hidraulis dan 2). Semen

non-hidraulis.

Semen hidraulis adalah semen yang akan mengeras bisa bereaksi

dengan air, tahan terhadap air (water resistance) dan stabil stabil didalam air

setelah mengeras. Contoh emen hidraulis anara lain kapur hidrolik, semen

ppozzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland-

pozzolan, semen portland terak tanur tingg, semen alumina dan semen

ekspansif. Contoh lainnya adalah semen portland putih, semen warna dan

semen-semen untuk keperluan khusus. Semen non-hidraulis adalah semen

(perekat) yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air. Contoh utama dari

semen non-hidraulis adalah kapur.

2.3.1.2 Semen Portland

Menurut Standar Industri Indonesia (SII 0013-1981), definisi Semen

Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis (hydraulic binder) yang

dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik,

yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai

bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

2.3.1.3 Jenis Jenis Semen Portland

Pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi tertentu yang

dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi di lokasi, dengan perkembangan

semen yang pesat maka dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain:

a. Tipe I, semen portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan

persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan-

bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis ini


paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis

konstruksi.

b. Tipe II, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan

ketahanan terhadap sulfat dan panas hidras dengan tingkat sedang.

Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus

berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang

tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif (garam-garam sulfat).

c. Tipe III, semen portland yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi.

Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini

umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika

struktur harus dapat cepat dipakai.

d. Tipe IV, semen portland yang penggunaannya diperlukan panas hidrasi

yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan dimana kecepatan dan

jumlah panas yang timbul harus minimum. Misalnya pada bangunan seperti

bendungan gravitasi yang besar.

e. Tipe V, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan

ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang

berhubungan dengan air laut serta untuk bangunan yang berhubungan

dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi.

Adapun sifat-sifat fisik semen portland, yaitu :

a. Kehalusan Butir

Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara

umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan

dapat mengurangi bleeding (kelebihan air yang bersama dengan semen


bergerak ke permukaan adukan beton segar), akan tetapi menambah

kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah

terjadinya retak susut.

b. Waktu ikatan

Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap

dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut

terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran

semen dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut

waktu ikat awal, dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang

keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen portrland biasanya batasan

waktu ikaran semen adalah :

Waktu ikat awal > 60 menit

Waktu ikat akhir > 480 menit

Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton,

yaitu waktu transportasi, penuanga, pemadatan, dan perataan permukaan.

c. Panas hidrasi

Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media

perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi

membentuk media perekat ini disebut hidrasi.

d. Pengembangan volume (lechathelier)

Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beon,

karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar 0,8 % (A.M Neville,


1995). Akibat perbesaran volume tersebut , ruang antar partikel terdesak

dan akan timnul retak retak.

2.3.1.4 Bahan Dasar Semen Portland

Ada 4 kelompok bahan mentah dari semen portland, yaitu:

- Kelompok calcareous Oksida kapur

- Kelompok Siliceous Oksida silika

- Kelompok Argillacous Oksida alumina

- Kelompok Ferriferous Oksida besi

Dan bahan dasar dalam pembuatan semen portland yaitu :

- Batu kapur (limestone) / kapur (chalk) mengandung

CaCO3

- Pasir silika / tanah liat mengandung SiO2 & Al2O3

- Pasir / kerak besi mengandung Fe2O3

- Gypsum mengandung CaSO4.H2O

2.3.1.5 Senyawa Utama Dalam Semen Portland

Secara garis besar, ada 4 (empat) senyawa kimia utama yang menyusun

semen portland, yaitu :

a. Trikalsium Silikat (3CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C3S.

b. Dikalsium Silikat (2CaO.SiO2) yang disingkat menjadi C2S.

c. Trikalsium Aluminat (3CaO.Al2O3) yang disingkat menjadi C3A.


d. Tetrakalsium Aluminoferrit (4CaO.Al2O3.Fe2O3) yang disingkat menjadi

C4AF. (Teknologi Beton,2003)

Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang paling

mengikat/mengunci ketika menjadi klinker. Komposisi C3S dan C2S adalah

70% - 80% dari berat semen dan merupakan bagian yang paling dominan

memberikan sifat semen (Cokrodimuldjo, 1992). Semen dan air saling

bereaksi, persenyawaan ini dinamakan proses hidrasi, dan hasilnya dinamakan

hidrasi semen.

Tabel 2.2 Empat senyawa utama dari semen portland

Nama Oksida Rumus Notasi Kadar Rata -


Rumus Oksida
Utama Empiris Pendek Rata ( % )

Trikalsium
silikat CaSiO5 3CaO.SiO2 C3 S 50
Dikalsium
Silikat CaSiO4 2CaO.SiO2 C2 S 25
Trikalsium
Aluminat Ca3Al2O6 3CaO.Al2O3 C3 A 12
Tetrakalsium 4CaO.Al2O3.
Aluminoferrit 2Ca2AlFeO5 Fe2O3 C4AF 8
Gypsum CaSO4.2H2O CH2 3,5
Sumber : Buku Teknologi Beton ( Paul nugraha dan Antoni, 2007)

Sedangkan menurut beberapa sumber lainnya, komposisi semen


portland disajikan dalam bentuk lebih umum dan lebih sederhana, seperti
Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3 Komposisi Oksida Semen Portland

Oksida Komposisi

Kapur (CaO ) 60 - 65 %
Silika ( SiO2 ) 17 - 25 %
Alumina ( Al2O3 ) 3-8%
Besi ( Fe2O3 ) 0,5 - 6 %
Megnesia ( MgO ) 0,5 - 4 %
Soda (K2O + Na2O ) 0,5 - 1 %
Sulfur ( SO3 ) 1-2%

Sumber : Buku Teknologi Beton ( Kardiyono Tjokrodimuljo )


2.3.1.6 Reaksi Hidrasi

Ketika air ditambahkan ke dalam campuran semen, proses kimiawi

yang disebut hidrasi akan berlangsung. Mekanisme hidrasi semen ada dua,

yaitu mekanisme larutan dan mekanisme padat. Pada mekanisme larutan, zat

yang direaksikan larut dan menghasilkan ion dalam larutan. Ion-ion ini

kemudian bergabung sehingga menghasilkan zat yang menggumpal

(flocculate). Karena daya larut senyawa yang ada pada semen kecil, maka

hidraulis lebih dominan daripada larutan. (Teknologi Beton,2007)

Gambar 2.14 Diagram reaksi hidrasi partikel semen (Teknologi beton,2007)


Tabel 2.4 Reaksi hidrasi senyawa semen

Senyawa yang bereaksi Komponen yang dihasilkan

Trikalsium Silikat + Air Gel Tobermorit + Kalsium Hidroksida

Dikalsium Silikat + Air Gel Tobermorit + Kalsium Hidroksida

Tetrakalsium Aluminoferrit + Air +


Kalsium Aluminoferrit Hidrat
Kalsium Hidroksida
Tetrakalsium Aluminat + Air +
Tetrakalsium Aluminat Hidrat
Kalsium Hidroksida
Tetrakalsium Aluminat + Air +
Kalsium Monosulfoaluminate
Gypsum
2.3.2 Agregat

2.3.2.1 Umum

Agregat (yang tidak bereaksi) merupakan bahan-bahan campuran beton

yang saling diikat oleh perekat semen. Kandungan agregat dalam campuran

beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60%-70% dari volume beton.

Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang

cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh

langsung terhadap sifat-sifat beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat

dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis.

Tabel 2.5 Pengaruh sifat agregat pada sifat beton

Sifat Agregat Pengaruh pada Sifat Beon

Kelecakan Pengikatan
Bentuk, tekstur, gradasi Beton cair
dan Pengerasan
Kekuatan. Kekerasan,
Sifat fisik, sifat kimia,
Beton keras ketahanan
mineral
(durability)
Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat

alam atau agregat buatan (artificial aggregates). Secara umum agregat dapat

dibedakan berdasarkan ukurannya, yaitu agregat kasar dan agregat halus.

Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4.80 mm (British

Standard) atau 4.75 mm (Standar ASTM). Agregat kasar adalah batuan yang

ukuran butirnya lebih besar dari 4.80 mm (4.75 mm) dan agregat halus adalah

batuan yang lebih kecil dari 4.80 mm (4.75 mm). Agregat yang digunakan

dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm.

2.3.2.2 Jenis-jenis Agregat

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan

agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan

berdasarkan beratnya, bentuknya, ukuran butir nominal (gradasi) dan tekstur

permukaannya.

2.3.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Berat

Agregat dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan beratnya, yaitu :

1. Agregat normal

Agregat normal dihasilkan dari pemecahan batuan dengan quarry atau

langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata-

rata 2,5 sampai dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal

adalah beton yang memiliki berat isi 2.200-2.500 kg/3 . Beton yang

dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 5-

40 Mpa (SK.SNI.T-5-1990:1).
2. Agregat ringan

Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam

sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat

ringan ini berkisar antara 350-880 kg/3 untuk agregat kasar dan 750-.200

kg/3 untuk agregat halusnya (SK.SNIT-15-1990:1).

3. Agregat berat

Agregat berat memiliki berat jeni lebih besar dari 2.800 kg/3 . Agregat ini

biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk prteksi terhadap

radiasi nuklir (SK.SNIT-15-1990:1).

2.3.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya

dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah. Setelah

dilakukannya penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah

batu maupun cara peledakan yang digunakan.

Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran

beton yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih

ekonomis penggunaan pasta semennya. Klasifikasi agregat berdasarkan

bentuknya adalah:

1. Agregat bulat

Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau

keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum

33%, sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari

agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan,

sebab ikatan antar agregat kurang kuat.


2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur

Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk

karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut-sudutnya berbentuk bulat.

Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35%-38%, sehingga

membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang

dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi, karena

ikatan antara agregat belum cukup baik (masih kurang kuat).

3. Agregat bersudut

Agregat ini mempunyai sudut-sudut yang tampak jelas, yang terbentuk di

tempat-tempat perpotongan bidang-bidang dengan permukaan kasar. Rongga

udara pada agregat ini sekitar 38% - 40%, sehingga membutuhkan lebih

banyak lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari

agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena

ikatan antar agregatnya baik (kuat).

4. Agregat panjang

Agregat ini panjangnya jauh lebih besar dari pada lebarnya dan lebarnya

jauh lebih besar dari pada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran

terbesarnya lebih dari 9/5 dari ukuran rata-rata. Ukuran rata-rata ialah ukuran

ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Sebagai contoh, agregat

dengan ukuran rata-rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh

ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya

lebih kecil dari 27 mm (9/5 x 15 mm). Agregat jenis ini akan berpengaruh
buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan tekan beton yang

dihasilkan agregat ini adalah buruk.

5. Agregat pipih

Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran-

ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat

panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika

ukuran terkecilnya kurang dari 3/5 ukuran rata-ratanya.

6. Agregat pipih dan panjang

Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada

lebarnya, sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya.

2.3.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan

agregat buatan (pecahan). Agregat alam dan pecahan inipun dapat dibedakan

berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya (gradasi), dan tekstur

permukaannya.

Dari ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan

yaitu agregat kasar dan agregat halus.

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan

pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm

atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus
(pasir) berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan

yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah

ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka

barulah dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi

tersebut adalah :

a. Susunan Butiran ( Gradasi )


Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik, karena

akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain

sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi

penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus

tersebut. Melalui analisa saringan maka akan diperoleh angka Fine Modulus.

Melalui Fine Modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu :

Pasir Kasar : 2.9 < FM < 3.2

Pasir Sedang : 2.6 < FM < 2.9

Pasir Halus : 2.2 < FM < 2.6

Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus, sesuai dengan
ASTM C 33 74 a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.6 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus

Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap


saringan

9.5 mm (3/8 in) 100

4.76 mm (No. 4) 95 100

2.36 mm ( No.8) 80 100

1.19 mm (No.16) 50 85

0.595 mm ( No.30 ) 25 60

0.300 mm (No.50) 10 30

0.150 mm (No.100) 2 10

b. Kadar Lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan

no.200), tidak boleh melebihi 5 % ( ternadap berat kering ). Apabila kadar

Lumpur melampaui 5 % maka agragat harus dicuci.

c. Kadar Liat tidak boleh melebihi 1 % ( terhadap berat kering )

d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organic yang akan

merugikan beton, atau kadar organic jika diuji di laboratorium tidak

menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams

Harder dengan batas standarnya pada acuan No 3.

e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan

mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan

dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif

terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan


pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar

alkalinya tidak lebih dari 0,60% atau dengan penambahan yang bahannya

dapat mencegah pemuaian.

f. Sifat kekal ( keawetan ) diuji dengan larutan garam sulfat :

Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 %.

Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagiam yang hancur maksimum 15

%.

2. Agregat Kasar

Agregat harus mempunyai gradasi yang baik, artinya harus tediri dari butiran yang

beragam besarnya, sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang

besar, sehingga akan mengurangi penggunaan semen atau penggunaan semen

yang minimal.

Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi

persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1. Susunan butiran (gradasi)

Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti

yang terlihat pada tabel 2.7.


Tabel 2.7 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar (ASTM, 1991)

Ukuran Lubang Ayakan Persentase Lolos Kumulatif


(mm) (%)

38,10 95 100

19,10 35 70

9,52 10 30

4,75 0 5

2. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami

basah dan lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah

basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam

semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang

berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali

dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen yang kadar alkalinya

tidak lebih dari 0,06% atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah

terjadinya pemuaian.

3. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori

atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruk cuaca seperti terik matahari

atau hujan.

4. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no.200),

tidak boleh melebihi 1% (terhadap berat kering). Apabila kadar lumpur

melebihi 1% maka agregat harus dicuci.

5. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban

penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut:


6. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 - 19,1 mm lebih dari 24% berat.

7. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 - 30 mm lebih dari 22% berat.

8. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles

dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50%.

2.3.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Karena

permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan

dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur

permukaannya dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Kasar

Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang

mengandung bahan-bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas

melalui pemeriksaan visual.

2. Berbutir (granular)

Pecahan agregat jenis ini memiliki bentuk bulat dan seragam.

3. Agregat licin/halus (glassy)

Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan

agregat dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari

pengikisan oleh air, atau akibat patahnya batuan (rocks) berbutir halus atau

batuan yang berlapis-lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan

menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaaan butir

agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya

akan lebih rendah.

4. Kristalin (cristalline)
Agregat jenis ini mengandung kristal-kristal tampak dengan jelas melalui

pemeriksaan visual.

5. Berbentuk sarang labah (honeycombs)

Agregat ini tampak dengan jelas pori porinya dan rongga rongganya.

Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang lubang pada

batuannya.

2.3.3 Air

Semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Air harus selalu ada didalam

beton cair, tidak saja untuk hidrasi semen, tetapi juga untuk mengubahnya

menjadi suatu pasta sehingga betonnya lecak (workable).

Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan (tidak

mudah mengalir), dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton

akan rendah serta betonnya porous.

Air yang digunakan dapat berupa air tawar (dari sungai, danau, telaga,

kolam, situ dan lainnya). Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih,

tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya

yang dapat merusak beton.

Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat

sebagai berikut :

a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2

gram/liter.

b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat

organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter.


c. Tidak mengandungf klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu

proses pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat

menyebabkan :

1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan

2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan

3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan

4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton

5. Bercak-bercak pada permukaan beton.

Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk

pengadukan, tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang

merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya

sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna, terutama jika

perawatan cukup lama.

Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat

di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

2.3.4 Bahan Tambahan

2.3.4.1 Umum

Bahan tambah (admixture) adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke

dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi
dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih

cocok untuk pekerjaan tertentu, atau untuk menghemat biaya.

Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard

Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates

(ASTM C.125-1995:61) dan dalam Cement and Concrete Terminology (ACI

SP-19) adalah sebagai material selain air, agregat dan semen hidrolik yang

dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama

pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat

dan karakteristik dari beton misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan,

mempercepat pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk

tujuan lain seperti penghematan energi.

Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit,

dan harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru

akan dapat memperburuk sifat beton.

Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari

penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan

agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di

lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus

memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang

merupakan bahan tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam

ASTM C.494, Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete.

Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture, perlu

diketahui terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu :


1. Air entraining Agent (ASTM C 260), yaitu bahan tambah yang

ditujukanuntuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1

mm atau lebih kecil didalam beton atau mortar selama pencampuran,

dengan maksud mempermudah pengerjaan beton pada saat pengecoran dan

menambah ketahanan awal pada beton.

2. Chemical admixture (ASTM C 494), yaitu bahan tambah cairan kimia yang

ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan (memperlambat atau

mempercepat), mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan

pengerjaan beton, meningkatkan nilai slump dan sebagainya.

3. Mineral admixture (bahan tambah mineral), merupakan bahan tambah yang

dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan

tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja

tekan beton, sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan.

Keuntungananny antara lain : memperbaiki kinerja workability,

mempertinggi kuat tekan dan keawetan beton, mengurangi porositas dan

daya serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah

pozzolan, fly ash, slang, dan silica fume.

4. Miscellanous admixture (bahan tambah lain), yaitu bahan tambah yang

tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis

polimer (polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya),

bahan pencegah pengaratan dan bahan tambahan untuk perekat (bonding

agent).

2.3.4.2 Jenis Admixture


2.3.4.2.1 Mineral Admixture

Yang termasuk dalam bahan tambahan mineral adalah :

a. Pozzolan

Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silika atau silika

alumina dan alumina yang tidak mempunyai sifat mengikat seperti semen akan

tetapi dalam bentuknya yang halus dengan adanya air maka senyawa-senyawa

tersebut akan bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu normal

rnembentuk senyawa senyawa kalsium silikat hidrat dan kalsium yang bersifal

hidrolis dan mempunyai angka kelarutan yang cukup rendah.

Sedangkan mcnurut proses pembentukannya, bahan pozzolan dapat

dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

1. Pozzolan alam

Pozzolan alam adalah bahan alam yang merupakan sedimentasi dari

abu atau lava gunung berapi mengandung silika aktif yang bila

dicampur dengan kapur padam akan mengadakan proses sementasi.

Sifat pozzolan alam terhadap beton pada dasarnya mirip dengan pola

lainnya, yaitu memperlambat waktu setting sehingga kekuatan awal

beton rendah, bereaksinya dengan Ca(OH)2 membentuk senyawa

kalsium silikat hidrat (CSH) sehingga mengurangi kandungan Ca(OH)2

dalam beton, membuat beton tahan terhadap air laut dan sulfat.

2. Pozzolan buatan

Pozzolan buatan sebenarnya banyak macamnya, baik merupakan sisa

pembakaran dari tungku maupun hasil pemanfaatan limahah yang


diolah menjadt abu yang mengandung silika reaktif dengan melalui

proses pembakaran seperti abu terbang (fly ash), abu sekam (rice husk

ash), silika fume dan lain-lain.

b. Abu Terbang (Fly Ash)

Fly-ash atau abu terbang yang merupakan sisa-sisa pembakaran batu

bara, yang dialirkan dari ruang pembakaran melalui ketel berupa semburan

asap, yang telah digunakan sebagai bahan campuran pada beton. Fly-ash atau

abu terbang di kenal di Inggris sebagai serbuk abu pembakaran. Abu terbang

sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen. Tetapi

dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida silika yang

dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium

hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat

yang memiliki kemampuan mengikat.

c. Abu Kulit Kerang

Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang

daripada family cardiidae yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang

telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat

pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal besar

dan dapat dipanen setelah berumur 6 7 bulan. Hasil panen kerang per hektar

per tahun dapat mencapai 200 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 100 ton

daging kerang. Ada dua jenis kerang yang sangat dikenal yaitu kerang dagu

dan kerang bulu. Perbedaan nyata dari kedua jenis ini adalah dari lapisan
kulitnya. Pada jenis kerang bulu lapisan terluar kulitnya masih terdapat rambut,

bentuk kulitnya licin. Sedangkan pada kerang dagu kulitnya berjalur-jalur.

Gambar 2.16 Kulit Kerang

Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tetulang

di luar. Kekerasan kulit kerang tidak bergantung dari usia kerang tersebut,

artinya kerang yang masih muda maupun yang sudah tua mempunyai

kekerasan yang sama.

Abu kulit kerang merupakan abu yang berasal dari pengolahan limbah

kulit kerang yang di bersihkan kemudian dihaluskan dengan menggunakan

mesin penggiling sampai menjadi abu.

Kandungan senyawa kimia pada Abu kulit kerang bersifat Pozzolan,

yaitu mengandung zat kapur (CaO), alumina dan senyawa silika sehingga

dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen. Penambahan abu kulit kerang

yang homogen akan menjadikan campuran beton yang lebih reaktif. Dampak

tahap awal yang diharapkan dari penggunaan abu kulit kerang ini adalah

didapatnya nilai perilaku mekanik beton yang setara ataupun mendekati


dengan beton normal. Sehingga didapat penghematan semen dalam campuran

beton tersebut.

Abu kulit kerang mempunyai komposisi kimia sebagai berikut :

Tabel 2.8 Komposisi kimia abu kulit kerang

KOMPONEN KADAR (% BERAT)

CaO 55,1038

SiO2 0,924

Fe2O3 0,0017

MgO 0,9475

Al2O3 1,2283

Komposisi kimia Abu Kulit Kerang dari penelitian Nelvia Adi

Syafpoetri 1) Monita Olivia 2) Lita Darmayanti 2). 1) Mahasiswa Jurusan

Teknik Sipil 2) Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau,

Pekanbaru 28293.
Sampel
Parameter
500C 700C

SiO2 % 0,24 0,15

% 0,04 0,06
Al2O3
% 0,37 0,46
Fe2O3
% 54,43 55,10
CaO
% 0,85 0,10
MgO
% 0,00 0,10
Na2O
K2O % 0,01 0,01

TiO2 % 0,09 0,09

MnO % 0,06 0,07

Semen terdiri dari beberapa senyawa yaitu C 3S (3CaO.SiO2), C2S

(2CaO.SiO2), C3A (3CaO.Al2O3), dan C4AF (4CaO.Al2O3. Fe2O3). Apabila

semen dicampur dengan air maka akan terjadi proses hidrasi. Secara fisika

proses tersebut akan tampak ditandai dengan adanya pasta semen yang plastis

dan dapat dibentuk, dan beberapa waktu kemudian pada pasta tersebut mulai

terjadi pengerasan dan tidak dapat dibentuk lagi, sehingga pasta yang telah

mengeras tersebut mulai memiliki kekuatan tekan. Dengan demikian maka

proses hidrasi semen terdiri dari beberapa reaksi kimia yang berjalan secara

bersama-sama yaitu :

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + 3Ca(OH) 2 .................................................. (2.5)

2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + Ca(OH) 2 .................................................... (2.6)

3CaO.Al2O3 + 6H2O 3CaO.Al2O3.6H2O + Panas ........................................................ (2.7)

4CaO. Al2O3. Fe2O2 + 17 H2O 3CaO.Al2O3.12H2O +3CaO.Fe2O3.5H2O (CaOH)2 ...... (2.8)


Proses hidrasi semen dipengaruhi oleh komposisinya. Salah satunya

yaitu silika (SiO2) yang ada di dalam semen. SiO2 akan mengeliminir Ca(OH)2

dan bereaksi membentuk CSH pada proses hidrasi semen, sehingga pada

akhirnya akan meningkatkan kuat tekan semen. Hal ini disebabkan Ca(OH)2 di

dalam mortar / beton akan bersifat merugikan dan menurunkan kuat tekan

semen. Reaksinya yaitu:

2(3CaO.SiO2) + 6H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + 3Ca(OH) 2 .................................................. (2.9)

2(2CaO.SiO2) + 4H2O 3CaO.SiO2.3 H2O + Ca(OH) 2 .................................................... (2.10)

3Ca(OH) 2 + SiO2 + H2O 3CaO.SiO2.6H2O ..................................................................... (2.11)

Didalam proses hidrasi semen selain menghasilkan senyawa CSH

(Calsium Silikat Hidrat), CAH (Calsium Alumina Hidrat) dan CAF ( Calsium

Aluminoferit) yang bersifat sebagai bahan perekat juga menghasilkan kapur

yang bersifat basa. Dengan adanya FeO dan SiO2 pada abu kulit kerang maka

kapur yang timbul akan bereaksi membentuk CSH, CAH dan CFH yang

mempunyai sifat sebagai bahan perekat.

Pada proses hidrasi yang terjadi antara semen Portland dengan semen yang

dicampur dengan material pozzolan terdapat perbedaan reaksi, sebagai berikut

(Nugraha, 2007):

Semen Portland

C3S + H C S H + CH

3CaO . SiO2 + H2O 3CaO . 2SiO2 . 3 H2O + 3 Ca(OH)2


Material Pozzolan (Semen Pozzolan)

Pozzolan + CH + H CSH

2SiO2 + 3Ca(OH)2 + H2O 3CaO . 2SiO2 . 3H2O

Gambar 2.15 Perbedaan reaksi hidrasi dan reaksi pozzolanik

d. Kapur

Batu kapur merupakan salah satu mineral industri yang banyak

digunakan oleh sektor industri ataupun konstruksi dan pertanian, antara lain

untuk bahan bangunan, batu bangunan bahan penstabil jalan raya, pengapuran

untuk pertanian dll. Batu kapur dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu

secara organik, secara mekanik, atau secara kimia.

Gambar 2.17 Batu Kapur

Kapur untuk bahan adukan berfungsi sebagai bahan pengikat. Pada

umumnya kapur yang ada di Indonesia adalah kapur yang mengeras di udara,

yang berasal dari pegunungan batu kapur, kulit-kulit kerang, karang dan lain-

lainnya. Batu kapur yang dalam bahasa Inggrisnya disebut line stone, dan
bagian terbesar dari batu-batuan ini terdapat dalam bentuk senyawa kalsium

karbonat dengan rumus kimianya CaCo3 murni, oksida-oksida lain dalam

jumlah tertentu yang merupakan pengotoran dari batuan kapur.

Tabel 2.9 Komposisi kimia kapur

KOMPONEN KADAR (% BERAT)

CaO 34,6476

SiO2 0,564

Fe2O3 0,0242

MgO 0,1865

Al2O3 7,7558

Anda mungkin juga menyukai