Anda di halaman 1dari 16

PAPER

PENDEDERAN KEPITING BAKAU

Untuk memenuhi tugas


Mata kuliah Krustasea

Disusun oleh kelompok 5 :

Yuana Arum 26010215130097


Eko Yuli Ariandini 26010215130100
Elsa Agustina N. 26010215140089
Muhammad Annas F. 26010215140067
Sandhika Yoga V. 26010215130096
Risdiyana Octaviani 26010215130099
Aditya Kurniawan 26010215140112

Dosen : Dr. Ir. Subandiyono , M.App.Sc.


NIP : 19620122 198803 1 002

DEPARTEMEN AKUAKULTUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kepiting bakau merupakan salah satu jenis komoditas air payau yang
potensial untuk dibudidayakan. Permintaan komoditas ini semakin meningkat
setiap tahun baik dari pasar domestik maupun pasar mancanegara. Tingginya
permintaan terhadap komoditas ini wajar mengingat binatang bercangkang keras
ini selain memiliki rasa gurih dan enak juga bernilai gizi tinggi (Sayuti et al.,
2012).
Kepiting sangat banyak diminati oleh masyarakat dikarenakan daging
kepiting tidak hanya lezat tetapi juga menyehatkan karena banyak mengandung
nutrisi yang penting bagi kehidupan dan kesehatan. Selain itu juga kepiting juga
memiliki ekonomis tinggi, salah satunya adalah kepiting bakau (scylla sp).
Kepiting bakau (Scylla sp) merupakan salah satu komoditas perikanan
yang hidup diperairan payau, khususnya di hutan-hutan mangrove. Dengan
sumber daya mangrove yang membentang luas diseluruh kawasan pantai
nusantara, maka tidak heran Indonesia dikenal sebagai pengekspor keping yang
cukup besar.
Kepiting bakau mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, baik dipasar
domestik maupun mancanegara. Dikarenakan nilai ekonomis kepiting yang terus
meningkat, banyak para petani membudidayakan kepiting ditambak. Tetapi
sayangnya prospek bisnis yang menjanjikan ini belum mendapakan perhatian
untuk pembudidaya yang ada di Kalimantan Barat. Karena kepiting merupakan
nilai ekonomis penting yang menjanjikan dan belum mendapatkan perhatian bagi
pembudidaya.Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih sampai ukuran
tertentu hingga siap untuk dipelihara dikolam pembesaran, selain itu
pendederan juga dapat diartikan sebagai tahap pelepasan/penyebaran benih ke
tempat pembesaran sementara.
1.2. Tujuan
Tujuan dari makalah pendederan kepiting Bakau adalah:
1. Mengetahui klasifikasi dari kepiting bakau
2. Mengetahui pakan yang diberikan pada kepiting bakau
3. Mengetahui wadah yang digunakan untuk pendederan kepiting bakau
4. Mengetahui kualitas hidup yang dibutuhkan bagi kepiting bakau
5. Mengetahui masalah, kendala dan penyakit yang muncul pada kepiting bakau
BAB II
PEMBAHASAN

.
2 1. Pendederan Kepiting Bakau

Gambar 1. Kepiting bakau, Siahainenia (2009)


a. Klasifikasi kepiting bakau
Phylum : Arthropoda
Classis : Crustacea
Subclassis : Malacostraca
Superordo : Eucaridae
Ordo : Decapoda
Familia : Portunidae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla serrata
Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan benih yang dilakukan untuk
menghasilkan benih ukuran tertentu yang siap dibesarkan dikolam pembesaran.
Tahap pendederan diperlukan penentuan padat tebar, bertujuan untuk tetap
mengoptimalkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva atau benih
yang ditebar. Padat tebar merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi tingkat
kelangsungan hidup, biaya produksi, kualitas larva atau benih. Hal ini diperkuat
oleh Joko et al., (2013) yang menyatakan bahwa, pendederan merupakan kegiatan
lanjutan setelah pemijahan di mana larva ikan akan dipisahkan dengan indukan.
Hal ini bertujuan untuk dipersiapkan menjadi anakan yang cukup besar yang
dikenal dengan nama benih. Saat ini penelitian ikan tambakan sudah banyak
dilakukan, untuk pembenihan sudah dapat dikatakan berhasil namun untuk tahap
pemeliharaan masih tergolong sedikit khususnya pendederan dengan padat tebar
berbeda.

Gambar 2. Perubahan morfologi Kepiting bakau, Siahainenia (2009)

Stadia megalopa kepiting bakau sudah terbentuk capit, mata, dan kaki
yang lengkap. Karena hal ini perlu dilakukan pemindahan ke dalam bak
pendederan untuk mengurangi kanibalisme. Megalopa kepiting bakau sudah
memiliki sepasang capit untuk menangkap mangsanya. Pendederan biasanya
berlangsung selama 2 minggu hingga mencapai stadia krablet-2 sampai krablet-4.
Pendederan dengan kepadatan 250 -1.000 ekor/rm dan menggunakan shelter
berupa karang dan waring, dapat menghasilkan sintasan sebesar 70-80% krablet-2
sampai krablet-4 yang selanjutnya sudah siap ditebar di tambak. Jumlah
pemberian pakan yang tepat sangat penting dalam periode pendederan krablet
kepiting bakau karena pada periode tersebut tingkat kanibalisme krablet sangat
tinggi. Hal ini diperkuat oleh Usman et al., (2016) yang menyatakan bahwa,
kepiting bakau bersifat kanibal dan cenderung memiliki laju pertumbuhan yang
lambat ketika diberi pakan buatan.

2.2. Manajemen Pakan


Masa pendederan krablet kepiting bakau dipelihara dalam kepadatan
cukup tinggi untuk menghemat wadah. Pakan yang diberikan pada kepiting bakau
pada tahap pendederan kepiting bakau harus tepat karena tingkat kanibalisme
kepiting bakau termasuk tinggi pada stadia megalopa dan yang tertinggi pada
stadia krablet. Namun, dosis pemberian pakan pada kepiting bakau informasinya
sangat kurang dan terbatas. Hal ini diperkuat oleh Usma et al., (2016) yang
menyatakan bahwa jumlah pemberian pakan yang tepat sangat penting dalam
periode pendederan krablet kepiting bakau karena pada periode tersebut tingkat
kanibalisme krablet sangat tinggi. Informasi dosis pemberian pakan pada krablet
ini masih sangat kurang khususnya dengan penggunaan pakan buatan.
Tahap pendederan krablet kepiting bakau biasanya diberi pakan alami
yaitu, rotifera dan naupli artemia. Pakan alami naupli artemia berguna untuk
menunjang keberhasilan usaha dalam pembenihan kepiting bakau. Kandungan
enzim-enzim yang terdapat pada pakan alami dapat membantu proses pencernaan.
Hal ini diperkuat oleh Syafaat et al., (2016) yang menyatakan bahwa, pada
umumnya kegiatan pembenihan kepiting bakau menggunakan pakan alami berupa
rotifer dan naupli artemia sebagai pakan larva. Penggunaan pakan alami berupa
artemia memiliki peranan yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan
usaha pembenihan kepiting bakau sehingga belum bisa digantikan sepenuhnya
dengan pakan buatan, memelihara larva kepiting bakau dari fase zoea sampai fase
krab dengan tetap menggunakan pakan artemia yang ditambahkan daging udang
(prawn flesh) saat memasuki fase megalopa menghasilkan sintasan tinggi >20%
(dari kepadatan awal zoea) namun kepadatan artema yang diberikan pada fase
megalopa lebih tinggi dibanding penelitian ini yaitu 30 ind/ml.
Selain pakan alami berupa rotifera dan artemia yang diberikan, terdapat
pakan tambahan dan pakan buatan yang diberikan. Pakan tambahan pada stadia
krablet yang biasa diberikan adalah rebon, ikan rucah. Selain itu, krablet juga
perlu diberi pakan buatan. Hal ini diperkuat oleh Usman et al., (2016) yang
menyatakan bahwa, pakan yang digunakan dalam pendederan krablet kepiting
bakau adalah ikan rucah segar dan rebon. Pakan ikan rucah ini memiliki beberapa
kelemahan antara lain cepat rusak, kualitasnya fluktuatif, dan membutuhkan tempt
penyimpanan khusu (freezer), demikian juga rebon ketersediaannya bersifat
musiman. Pada stadia krablet kepiting bakau tersebut juga sebaiknya diberikan
pakan buatan. Dosis pemberian pakan buatan sebaiknya sebanyak 30% pada dua
minggu pertama (hingga krablet berukuran 0,2-0,3 g dengan lebar karapas 8-10
mm), 20 % pada minggu ke-3, 15% pada minggu ke-4, dan 10% pada minggu ke-
5.

2.3. Wadah Pendederan


Wadah pendederan yang digunakan dapat berupa bak berukuran 1 m 1 m
0,5 m. Bak tersebut terlebih dahulu disucihamakan dengan kaporit sebanyak
200 mg/L, lalu dibilas dengan air bersih. Dalam wadah kemudian dimasukkan
shelter berupa potongan waring hitam untuk memperluas permukaan agar dapat
ditempati. Untuk skala besar, bisa juga digunakan :
A). Bak fiberglass bulat volume 4 ton diisi air payau steril salinitas 25 ppt
sebanyak 3 ton dan aerasi dibuat sirkulasi. Bak diletakkan dalam ruang tertutup
agar suhu air relatif stabil dan fluktuasinya sempit (30-32oC). Padat tebar
campuran zoea-5 dan megalopa adalah 5000 ind./bak.
B). Bak beton segi empat volume 4 ton diisi air payau steril salinitas 25 ppt
sebanyak 3 ton dan aerasi dibuat sirkulasi. Bak terletak diluar ruang hatcheri dan
luas permukaan bak 90% ditutup dengan terpal agar fluktuasi suhu air tidak luas
(30-31oC). Padat tebar campuran zoea-5 dan megalopa adalah 1500 ind./bak
C). Bak beton bulat volume 4 ton diisi air payau steril salinitas 25 ppt sebanyak 3
ton. Bak terletak di pekarangan hatcheri diluar ruang hatcheri dan bak dalam
keadaan terbuka tanpa ditutup, sehingga fluktuasi suhu air paling luas (27-30 oC).
Larva zoea-5 dan megalopa-D-1 ditebar di bak C sekitar 1360 ekor.
Hasilnya dari ketiga wadah tersebut menunjukkan bahwa wadah A
memiliki tingkat kelulushidupan yang tinggi diikuti dengan wadah C kemudian B.
Kerugian didapat dari bentuk wadah persegi yang berdampak pada tidak
optimalnya resirkulasi air dan penumpukan megalopa pada sudut wadah sehingga
lebih memungkinkan adanya kanibalisme serta ketidakmampuan megalopa untuk
menangkap makanan. Selain itu pengaruh perbedaan suhu juga memberikan
perbedaan nyata terhadap kelangsungan hidup dan kecepatan metamorfosis larva
kepiting bakau (Karim, et.al. 2015). Kegiatan pembenihan sudah lama dilakukan,
namun jumlah benih yang dapat dihasilkan dari kegiatan pembenihan masih
sangat sedikit karena sintasan yang diperoleh masih sangat rendah (< 1%)
(Gunarto et al.,2014). Salah satu penyebab rendahnya sintasan benih yang siap
ditebar di tambak adalah adanya sifat kanibal seperti yang telah disebutkan. Sifat
kanibal kepiting mulai muncul pada stadia megalopa karena saat itu sudah
memiliki capit. Selain sifat alamiahnya, kanibalisme ini juga dipicu oleh adanya
perbedaan ukuran yang menyolok di antara individu, serta adanya ketidak-
cukupan pakan baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu wadah atau badan air
yang terbatas. Pada masa pendederan, kepiting bakau biasanya dipelihara dengan
kepadatan cukup tinggi (menghemat penggunaan wadah) untuk menghasilkan
jumlah benih yang siap tebar di tambak pembesaran. Salah satu upaya untuk
menekan tingkat kanibalisme dan memicu pertumbuhan kepiting bakau adalah
pemberian pakan yang sesuai dalam hal jumlah maupun mutu.

2.4. Kualitas Hidup yang Dibutuhkan


Daya dukung lingkungan yang baik akan meingkatkan kualitas dari
kepiting bakau. Kualitas perairan yang cocok untuk kepiting bakau (Scylla
serrata) adalah dilihat dari beberapa parameter. Menurut Kamaruddin et al.
(2016), untuk mempertahankan kualitas media pemeliharaan agar tetap layak bagi
kehidupan hewan uji, maka dilakukan penggantian air sebanyak 20-30% setiap
hari. Hal ini juga diperkuat oleh Usman et al. (2016) yang menyatakan bahwa
dilakukan pergantian air sebanyak 20-30%.
Kualitas hidup yang diperlukan adalah sebagi berikut.
Salinitas
Kepiting bakau yang merupakan penghuni perairan payau tentunya
memerlukan perairan dengan salinitas tinggi. Menurut Monoarfa et al. (2013),
kepiting bakau akan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas antara 21-25 ppt.
Menurut Usman et al. (2016), selama pemeliharaan, kisaran nilai kualitas air
terdiri atas salinitas 25-30 ppt. Menurut Irvansyah et al. (2012), salinitas optimum
mendukung serangan parasit adalah 30-35, salinitas rendah seperti 17 dapat
menyebabkan kematian larva Scylla serrata.
pH
Kepiting bakau memerlukan perairan dengan kondisi basa, yaitu diatas
7,0. Hal ini terdapat dalam penelitian Monoarfa et al. (2013) yang menyatakan
bahwa kepiting bakau mengalami pertumbuhan dengan baik pada kisaran pH 7,3-
8,5. Menurut Irvansyah et al. (2012), kadar pH optimum yang mendukung
kehidupan Scylla serrata adalah 8,00. Scylla serrata terserang penyakit pada pH
7,63-8,80.
Suhu
Suhu yang cocok untuk pemeliharaan kepiting bakau berkisar antara
26,10C-29,0C. Hal ini terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Monoarfa
et al. (2013) yang menyatakan bahwa suhu yang dapat diterima untuk kehidupan
Scylla serrata adalah 18C-35C, sedangkan suhu yang ideal adalah 25-30C.
Menurut Irvansyah et al. (2012), suhu yang ekstrim dapat menyebabkan kematian
larva scylla serrata. Suhu optimum yang mendukung serangan parasit adalah 28-
31C.
Oksigen terlarut
Menurut Kamaruddin et al. (2016), oksigen terlarut untuk pendederan
kepiting bakau adalah antara 4,40-5,41 mg/L. Menurut Usman et al. (2016),
oksigen terlarut yang dibutuhkan adalah 4,21-5,13 mg/L. Menurut Usman et al.
(2016), oksigen terlarut antara 4,50-5,61 mg/L.
Amoniak, alkalinitas, dan bahan organik lain
Menurut Usman et al. (2016), selama pemeliharaan, kisaran nilai kualitas
air amoniak, nitrogen total (TAN) 0,1161-1,8797 mg/L; nitrit 0,1372-4,3510
mg/L; nitrat 1,2310-7,4875 mg/L; alkalinitas 117,6-190,5 mg/L, dan besi tersedia
0,0010-0,0045 mg/L dianggap cukup layak bagi kehidupan krablet kepiting bakau.
Menurut Usman et al. (2016), amoniak nitrogen total (TAN) 0,072-2,596 mg/L;
nitrit 0,137-2,699 mg/L; nitrat 1,237-6,256 mg/L; alkalinitas 125,6-184,3 mg/L;
dan besi tersedia 0,001-0,004 mg/L.

2.5. Penanganan Penyakit pada Kepiting Bakau


Salah satu kendala yang menimbulkan masalah kerugian dalam usaha
peningkatan dan pengembangan usaha dan industri perikanan adalah masalah
penyakit dan parasit. Penyakit infeksi dapat diakibatkan oleh parasit, virus,
bakteri dan jamur. Penyakit parasite maupun non parasiter merupakan penyakit
yang umum dijumpai di dalam usaha budidaya perikanan yang dapat
menyebabkan kerugian didalam area pembudidayaan dan mampu berpindah
apabila terjadi salah penanganan. Sebagai negara tropis, Indonesia yang memiliki
iklim sangat mendukung perkembang parasit dan jamur (Sarjito et.al, 2013)
Penyakit yang sering menyerang kepiting bakau selama ini diketahui
bahwa dengan kematian yang tinggi terjadi pada stadium terutama pada tingkat-
tingkat zoea awal, akhir, dan megalopa, salah satu factor penyebabnya adalah
jamur (fungi) dan bakteri Vibrio harveyi. Biasanya, larva kepiting bakau terserang
penyakit pada saat kondisi lingkungan media pemeliharaan tidak stabil, misalnya
fluktuasi suhu yang terlalu tinggi dan kadar oksigen terlalu rendah sehingga
mengakinbatkan larva mengalami stress. Dalam keadaan stress, larva berada pada
kondisi kritis sehingga memuladahkan organisme patogen atau parasit menyerang
larva (Kanna,2003)
Adapun timbulnya jamur tersebut akibat kondisi lingkungan media
pemeliharaan yang tidak stabil, misalnya temperatur naik cuup tinggi pada siang
hari dan turun dastis pada malam hari dan kadar oksigen terlarut yang rendah
sehingga menyebabkan kepiting tersebut menjadi stress serta memudahkan
patogen untuk menyerang. Adapun penyakitnya :
a. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi
Rendahnya sintasan larva kepiting bakau antara lain disebabkan oleh
infeksi Vibrio harveyi. Penanggulangan infeksi bakteri Vibrio harveyi yang
efektif dan aman dapat dilakukan secara biologis dengan memanfaatkan
bakteri bersifat kompetitor bagi Vibrio harveyi. Menurut penelitian di loka
penelitian perikanan pantai (lolitkanta) Gondol, ada 23 isolat bakteri yang
mempunyai kemampuan menghambat perkembangan Vibrio harveyi. Dari
23 isolat tersebut, diantaranya ada 3 isolat bakteri (GRS-95097, GRS-
95154, GRS-95155) yang mempunyai daya hambat yang baik terhadap
perkembangan bakteri Vibrio harveyi. Ketiga isolat bakteri tersebut
mampu menekan perkembangan Vibrio harveyi dan menurunkan
patogenitasnya terhadap larva kepiting bakau. Bakteri vibrio sp.,
berdasarkan hasil isolasi pada media TCBS pada suhu 30C selama 24 jam.
Masing masing terjadi perubahan warna media dari warna hijau menjadi
warna kuning (Tompo dan Koko, 2012)
b. Penyakit yang disebabkan oleh fungi/jamur (Lagenidium sp.)
Jamur yang umum diisolasi dari larva kepiting bakau adalah golongan
Haliphthoros. Infeksi jamur ini baru diketahui setelah larva mengalamai
kematian. Jamur ini sulit ditanggulangi karena siklus hidupnya sangat
singkat. Biasanya, larva akan mengalami kematian beberapa saat setelah
terinfeksi jamur. Cara yang umum untuk mencegah terjadinya infeksi
jamur adalah dengan merendam larva yang baru menetas dengan formalin
10 ml/ton selama 1 jam. Ciri-ciri jamur ini diantaranya : Hypanya kuat dan
tebal, mempunyai cabang yang tidak teratur, tidak mempunyai pembatas,
holocarpic berukuran 9,5-18-6 mikrometer. Berbentuk bulat memanjang
menyerupai pipa dan berlilit menutupi seluruh permukaan telur. (Tompo
dan Koko, 2012)
Kegagalan dalam kegiatan budidaya umumnya disebabkan karena
rendahnya sintasan sebagai akibat adanya infeksi bakteri patogen dan virus yang
dapat menyebabkan mortalitas sampai 100% khususnya pada kondisi puncak
wabah. Usaha pengendalian penyakit pada kegiatan budidaya selama ini masih
tertumpu pada penggunaan bahan kimia dan obat-obatan atau antibiotik.
Penggunaan obat-obatan atau antibiotik mempunyai beberapa keuntungan, seperti
patogen manjur apabila tepat diagnosis dan dosisnya, mudah didapat dan efeknya
lebih cepat teramati. Namun demikian, penggunaan obat-obatan atau antibiotik
secara terus menerus akan menimbulkan masalah, yaitu timbulnya resistensi
bakteri, adanya residu pada tubuh ikan, dan mencemari lingkungan yang akhirnya
dapat membunuh organisme bukan sasaran. Sedangkan untuk penyakit yang
diakibatkan oleh virus belum dapat dilakukan pengontrolan dengan baik (Sarjito
et.al, 2013).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tahap pendederan kepiting bakau biasanya dimulai dari stadia
krablet.krablet kepiting bakau biasanya diberi pakan alami yaitu, rotifera dan
naupli artemia. Pendederan dapat dilakukan di bak beton dan bak fiberglass
dengan kepadatan yang sesuai dengan ukurannya. Agar tidak terjadi kanibalisme
maka perlu diberi pakan secara tepat dan teratur.

4.2 Saran
Para peneliti sebaiknya dapat mengembangkan pengunaan mikrosatelit
untuk budidaya sehingga produksi serta kualitas dapat meningkat serta memberi
penyuluhan kepada masyarakat umum dalam pemanfaatan mikrosatelit.
DAFTAR PUSTAKA

Gunarto, Nurbaya, dan M. Zakaria. 2013. Pemeliharaan Zoea-5 dan Megalopa


Kepiting Bakau, Scylla olivacea dengan Wadah Berbeda. 28-36.

Irvansyah, M. Y., N. Adulgani, dan G. Mahasri. 2012. Identifikasi dan Intensitas


Ektoparasit pada Kepiting Bakau (Scylla serrata) Stadia Kepiting Muda di
Pertambakan Kepiting, Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo. Jurnal
Sains dan Seni ITS 1(1): 5-9.

Joko, Muslim, dan Ferdinand HT. 2013. Pendederan Larva Ikan Tambakan
(Helostoma temmincki) Dengan Padat Tebar Berbeda. Jurnal Perikanan
dan kelautan.18(2):59-67.

Kamaruddin, Usman, dan dan A. Laining. 2016. Performa Pertumbuhan Krablet


kepiting Bakau (Scylla olivacea) dengan Frekuensi Pemberian Pakan
Berbeda pada Stadia Pendederan. Jurnal Riset Akuakultur 11(2): 163-170.

Kanna. I. 2003. Budidaya Kepiting Bakau Pembenihan dan Pembesaran . Kanisius


: Jakarta

Karim, M. Y., Zainuddin, dan Siti, A. 2015. Pengaruh suhu terhadap kelangsungan
hidup dan percepatan metamorfosis kepiting bakau Scylla olivacea.
Jurnal Perikanan. 17(2) : 84-89.

Monoarfa, S., Syamsuddin, dan S. N. Hamzah. 2013. Analisis Parameter


Dinamika Populasi Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan
Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan 1(1): 31-36.
Sarjito., S.B. Prayitno., dan A.H.C. Haditomo. 2013. Buku Pengantar Parasit dan
Penyakit Ikan. UPT UNDIP : Semarang

Sayuti, M.N., S. Hilyana dan A. Mukhlis. 2012. Frekuensi Pemberian Pakan


terhadap Pertumbuhan Berat Kepiting Bakau (Scylla serrate). Jurnal
Perikanan Unram, 1(1): 49-57.

Siahainenia, L. 2009. Struktur Morfologis Kepiting Bakau. Jurnal TRITON.


5(1):11-21.

Syafaat. M. N, Gunarto, dan Usman. 2016. Pemeliharaan Larva Kepiting Bakau


(Scylla serrata) Fase Megalopa Ke Krablet Dengan Jenis Pakan
Tambahan Yang Berbeda. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.
209-214.

Tompo. A., dan K. Kurniawan. 2012. Revalensi dan Identifikasi Penyebab


Penyakit yang Menghambat Penetasan Telur Udang Windu, Panaeus
monodon FABR di Hatchery Kabupaten Takalar : 90-100

Usman, Kamarudin, N. N. Palinggi, dan A. Laining. 2016. Performa Pertumbuhan


Krablet Kepiting Bakau, Scylla olivacea, Yang Diberi Pakan Dengan
Dosis Berbeda Selama Periode Pendederan. Media Akukultur. 11(1):19-
26.

Usman, Kamarudin, dan A. Laining. 2016. Pengaruh Kadar Triptopan Pakan


Terhadap Pertumbuhan Dan Sintasan Krablet Kepiting Bakau, Scylla
serrata Selama Masa Pendederan. Jurnal Riset Akuakultur. 11(3):259-
269.

Usman, Kamaruddin, N. N. Palinggi, dan A. Laining. 2016. Performa Pertumuhan


Krablet Kepiting Bakau, Scylla olivacea, yang Diberi Pakan dengan
Dosis Berbeda Selama Periode Pendederan. Media Akuakultur 11(1): 19-
26.

Soal Pilihan ganda


1 Nilai salinitas optimum yang menyebabkan kepiting bakau (Scylla serrata)
mudah terserang parasit adalah
A. 30-35 C. 20-30
B. 25-30 D. 21-25

2 Jumlah pergantian yang tepat untuk mempertahankan kualitas media


pemeliharaan adalah
A. 10-15% C. 20-30%
B. 15-20% D. 30-40%

3 Tahap pendederan kepiting bakau dilakukan sampai pada stadia.....


A. Megalopa C. Krablet
B. Zoea D. Juvenil

4.Dosis pakan buatan yang diberikan pada krablet 2 minggu pertama sebanyak....
A. 10% C. 20%
B. 15% D. 30%

5. Ukuran jamur Lagenidium berkisar antara....mikrometer


A. 9,5-18,6 C. 1-1,6
B. 1-1,6 D. 18,6-19,8

6. Cara yang umum untuk mencegah terjadinya infeksi jamur adalah dengan
merendam larva yang baru menetas dengan.
A. Formalin C. Minyak
B. Aseton D. Alkohol
7. Hal utama yang dipertimbangkan dalam memilih wadah pendederan kepiting
bakau adalah..
A. Bentuk. C. A, b, dan c benar
B. Ukuran D. Bahan
8. Kualitas air dalam wadah dipengaruhi oleh..
A. Suhu C. A dan c benar.
B. Jumlah kultivan D. Aerasi

Soal B/S

Pertanyaan:

1. Tahap pendederan diperlukan penentuan padat tebar, bertujuan untuk tetap


mengoptimalkan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva atau
benih yang ditebar (B/S) .
2. Stadia krablet kepiting bakau hanya diberi pakan alami berupa rotifera dan
naupli artemia, tanpa pakan tambahan (B/S) ........
3. Virus yang menyerang kepiting bakau jenisnya WSSV (B/S) .......
4. Stadia larva kepiting merupakan stadia paling rentan akan parasit (B/S) ....
5. pH optimum untuk pemeliharaan kepiting bakau (Scylla serrata) adalah 8,0
(B/S) ....
6. Kematian larva Scylla serrata akibat masalah lingkungan terjadi pada salinitas
17 (B/S) ....
7. Cara mengatasi kanibalisme megalopa kepiting bakau adalah dengan
memberikan pakan yang cukup (B/S)..
8. Shelter dapat digunakan jika ukuran wadah tidak memenuhi jumlah megalopa.
(B/S)..

Anda mungkin juga menyukai