Anda di halaman 1dari 30

Ranny Ayu Farisah (1102014221)

1. MM anatomi saluran pernapasan bagian bawah


1.1 Anatomi

a. Trakea
b. Bronkus

BRONKUS DEXTRA

1. Lobus superior ( ada 3 segmen ) :


a. Broncus segmentalis apicalis
b. Broncus segmentalis posterior
c. Broncus segmentalis Anterior
2. Lobus Media ( ada 2 segmen ) :
a. Broncus segmentalis lateralis
b. Broncus segmentalis medialis
3. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) :
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis Anterior
c. Broncus segmentalis basalis medialis
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis Posterior

BRONKUS SINISTRA

1. Lobus superior ( ada 4 segmen ) :


a. Broncus segmentalis Apicoposterior
b. Broncus segmentalis Anterior
c. Broncus segmentalis Lingularis superior
d. Broncus segmentalis lingularis inferior
2. Lobus Inferior (ada 5 segmen ) :
a. Broncus segmentalis superior
b. Broncus segmentalis basalis anterior
c. Broncus segmentalis basalis media
d. Broncus segmentalis basalis lateralis
e. Broncus segmentalis basalis posterior

c. Pulmo
d. Alveoli

1.2 Histologi

TRAKEA

BRONKUS DAN BRONKIOLUS


Bronkus

Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel goblet.
lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar seromukous
dan kartilago lebih pipih

Bronkiolus
Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan beberapa
sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil bronkiolusnya
epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil terdapat sel clara yang
menghasilkan surfaktan.

Bronkiolus terminalis

Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia) terdapat
di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia tersusun atas sel
otot polos dan serabut elastic.

Bronkiolus respiratoris

Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki sedikit sel
clara dan memiliki lapisan otot polos

Ductus Alveolaris
Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis gepeng,
diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis.Alveoli dipisahkan septum
interalveolaris.
ALVEOLI

Dipisahkan oleh septum interalveolar/dinding alveolus.Terdiri atas 2 lapis epitel gepeng,


didalamnya terdapat kapiler, serat elastin, kolagen, retikulin, fibroblast. Antara dinding
alveoli yang berdekatan terdapat lubang kecil dengan diameter 10-15 mm,disebut stigma
alveoli (porus alveolaris) untuk sirkulasi udara atau Septum Intralveolaris.

Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop elektron :

1. Sel pneumosit tipe I/epitel alveoli/alveolar cell : inti gepeng, 95 % dinding


alveoli,sitoplasma tipis.
2. Sel pneumosit tipe II/septal/alveolar besar/sekretorius : bentuk kubis, inti
bulat,berkelompok 2-3 sel, sel menonjol ke arah lumen, sitoplasma
mengandungmultilamelar bodies (surfaktan).
3. Sel alveolar fagosit/debu/dust cell : berasal dari monosit, sel agak besar inti
bulat,sitoplasma bervakuola (sel darah yg telah memfagosit) /bergranula tanpa
vakuola(mitosis dri makrofag).

Sel pneumosit tipe I dan Sel pneumosit tipe I


2. MM fisiologi pernapasan (mekanisme pernapasan, kerja pernapasan, pengaturan
pernapasan)
MEKANISME PERNAPASAN
Hubungan antara tekanan di dalam dan di luar paru penting dalam ventilasi
a. Tekanan atmosfer
Tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di atmosfer pada benda di permukaan
bumi (760 mmHg).
b. Tekanan intra-alveolus
Tekanan di dalam alveolus. Karena alveolus berhubungan dengan atmosfer
melalui saluran napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradient
tekanannya setiap kali tekanan intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer.
c. Tekanan intrapleura
Tekanan di dalam kantong pleura. Karena kantong pleura merupakan kantong
tertutup tanpa pembukaan, sehingga udara tidak dapat masuk atau keluar
meskipun terdapat gradient tekanan berapapun antara rongga pleura dan atmosfer
atau paru.

Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan
intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap
ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih
tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan
intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot
pernafasan dan diafragma.

Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli
pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang
disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara
membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.

2. Difusi

Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi
ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan
istirahat sekitar 230 ml/menit.

3. Transportasi

Transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah dan pengangkutan


karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru.

4. Regulasi

Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat
penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :

Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas
terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula
terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan
apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama
respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

Volume

1. Volume Tidal
Volume udara yang di inspirasi atau diekspirasi setiap kali bernafas normal . Nilai rata-
rata saat istirahat = 500 ml.
2. Volume Cadangan Inspirasi (IRV)
Volume udara ekstra yang dapat di inspirasi setelah dan diatas volume alun nafas normal .
Nilai rata-ratanya = 3.000 ml.
3. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV)
Jumlah udara ekstra yang dapat di ekspirasi oleh ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi alun
nafas normal. Nilai rata-ratanya = 1100ml.
4. Volume Residu (RV)
Volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat. Volume
ini besarnya kira-kira = 1200ml.

Kapasitas

a) Kapasitas Inspirasi (CI) KI = VCI + VT = 3500 ml


Jumlah udara yangdapat dihirup seseorang, dimulai dari tahap ekspirasi normal dan
selanjutya inspirasi dengan pengembangan paru yang maksimal.
b) Kapasitas Residu Fungsional (FRC) KRF = VCE + VR = 2300 ml
Jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah akhir ekspirasi normal
c) Kapasitas Vital (VC) KV = VCI + VT + VCE = 4600 ml.
Jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru., setelah terlebih
dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-
banyaknya.
d) Kapasitas Paru Total (TLC) KPT = KV + VR = 5800 ml.
Volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan sebebsar mungkin dengan inspirasi
paksa.

Membran Pernafasan

Pertukaran gas antara udara alveolus dengan darah paru tidak hanya terjadi di alveoli itu
sendiri tetapi juga diseluruh bagian terminal paru. Membran ini secara bersama-sama dikenal
sebagai membran pernafasan/membran paru.
Lapisan-lapisan membran pernafasan adalah sebagai berikut :
a. Lapisan cairan dan surfaktan
b. Epitel alveolus
c. Membran basalis epitel
d. Ruang interstisial diantara epitel alveolus dengan membran kapiler
e. Membran basalis kapiler
f. Endotel kapiler

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas melalui membran pernafasan adalah
ketebalan membran, luas permukaan membrane. Untuk memindahkan masing-masing gas
melalui membran pernafasan bergantung kepada kelarutannya dalam membran ini dan
berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat molekulnya.

3. MM Mycobacterium tuberculosis
3.1 Morfologi dan struktur

Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang lurus atau agak bengkok, berukuran
panjang 1 sampai 4 dan lebar 0,2 sampai 0,8 , dapat ditemukan bentuk sendiri maupun
berkelompok. Kuman ini merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak,
tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaannya M. tuberculosis tampak seperti
manik-manik atau tidak terwarnai secara merata.

a. Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6C selama 15-20 menit.
b. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
c. Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam.
d. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
e. Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam
lemari dengan suhu 20C selama 2 tahun.
f. Mycobakteri tahan terhadap berbagai chemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%,
asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%.
g. Basil ini dihancurkan oleh iodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan
hancur dalam 2-10 menit.
h. Bersifat aerob obligat

Komponen Basil Tuberkel

A. Lipid

Mikobakterium kaya akan lipid, yang tediri dari asam mikolat ( asam lemak rantai panjang
C78-C90), lilin, dan, fosfat. Di dalam sel, lipid banyak terikat dengan protein dan
polisakarida. Lipid pada beberapa hal bertanggungjawab pada sifat tahan asamnya.
Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam
bakteri ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat
tahan asam juga dapat dihilangkan setelah sonikasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh
kromatografi gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda.

Fraksi lipid dari dinding sel mikobakterium tuberkulosis terdiri dari 3 komponen:

a. Asam Mikolat hidrofobik kuat yang membentuk lipid pada sekeliling organisme
tersebut dan mempengaruhi permeabilitas selnya. As. Mikolat diperkirakan sebagai faktor
penentu virulensi MTB. As mikolat dapat mencegah serangan dari protein kation, lisozim
dan oksigen radikal pada granula fagositik
b. Cord factor toxic bagi sel mamalia dan juga sebagai inhibitor dari migrasi sel PMN.
c. Wax-D merupakan komponen utama dari Freunds Complete Adjuvant (FCA) pada
envelope sel

B. Protein

Setiap tipe mikobakterium mengandung beberapa protein yang membangkitkan reaksi


tuberculin. Protein berikatan dengan wax fractioncan, setelah injeksi, akan menginduksi
sensitivitas tuberculin. Protein ini juga dapat merangsang pembentukan berbagai antibodi.

C. Polisakarida

Mikobakterium mengandung berbagai polisakarida. Peran polisakarida dalam pathogenesis


penyakit manusia tidak jelas. Polisakarida tersebut dapat menginduksi hipersensitifitas tipe
cepat dan dapat berperan sebagai antigen dalam reaksi dengan serum pasien yang terinfeksi.

3.2 Klasifikasi

Kingdom : Bacteria
Filum : Acinobacteria
Ordo : Actynomycetales
Upordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacterieae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. Tuberculosis

4. MM TB Paru
4.1 Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular langsung yangbiasanya
menyerang paru-paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini
berbentuk batang, tidak membentuk spora dan termasuk bakteriaerob. Karena
Mycobacterium tuberculosis mempunyai lapisan dinding lipid yang tahan terhadap
asam sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).

4.2 Etiologi

Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan


oleh Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi. Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang
dapat hidup terutama di paru / berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial
tinggi. Penyakit tuberculosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar ke
hampir seluruh bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi
awal biasanya terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat
mengalami penyakit aktif karena gangguan atau ketidakefektifan respon imun.
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang
aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV.
Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan
M.Avium.

4.3 Patogenesis

Mycobacterium dalam droplet dengan diameter 1-5 m dihirup dan mencapai


alveoli. Penyakit dihasilkan dari pembentukan dan proliferasi organisme virulen
dengan inang. Basil virulen yang diinjeksikan (yaitu BBG) bertahan hanya dalam
beberapa bulan atau tahun dalam inang yang normal. Resistensi dan hipersensitivitas
inang sangat mempengaruhi perkembang penyakit. Kuman ini tumbuh lambat, koloni
tampak setelah lebih kurang 2 minggu bahkan kadang-kadang setelah 6-8 minggu.
Suhu optimum 37C, tidak tumbuh pada suhu 25C atau lebih dari 40C.
Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada
6C selama 15-20 menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari
lansung selama 2 jam. Dalam dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama
20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
Biakan basil ini apabila berada dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat
disimpan dalam lemari dengan suhu 20C selama 2 tahun. Mycobacterim tahan
terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%,
asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur dalam 5
menit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam
keadaan dingin atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi
apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila
suatu saat terdapat keadaan dimana memungkinkan untuk berkembang, kuman
tuberculosis ini dapat bangkit kembali.

4.4 Patofisiologi

4.5 Klasifikasi

Klasifikasi Diagnosis
Penyakit
Dari system lama:
a. pembagian secara patologis
1) tuberculosis primer
2) tuberculosis post-primer

b. pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif, non aktif
dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

c. pembagian secara radiologis (luas lesi)


1) tuberculosis minimal
terdapat sebagian kecil infiltrate nonka-vitas pada satu paru maupun kedua paru,
tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) moderately advanced tuberculosis
ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. jumlah infiltrate bayangan halus
tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga
bagian satu paru
3) far advanced tuberculosis
terdapat infiltrate dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced
tuberculosis.

Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarakan aspek kesehatan masyarakat:
a. kategori 0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negatif
b. kategori I : terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak
positif, tes tuberculin negatif
c. kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis dan
sputum negatif
d. kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,
radiologis dan mikrobiologis:
A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:

1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan


(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis :

1. Tuberkulosis paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.


b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negative

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

C. Riwayat pengobatan TB paru-paru sebelumnya :


Ada beberapa tipe interpretasi pemeriksaan mikroskopis. WHO merekomendasikan
pembacaan dengan skala International Union

a) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
c) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
f) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.

WHO 1991 berdasarkan terpai pembagi TB :


a. kategori I
1) kasus baru dengan sputum +
2) kasus baru dengan bentuk TB berat
b. kategori II
1) kasus kambuh
2) kasus gagal dengan sputum BTA +
c. kategori III
1) kasus BTA dengan kelainan paru yang tidak luas
2) kasus TB ekstrea paru selain dari yang disebut dalam kategori I
d. kategori IV, ditunjukan terhadap TB kronik

4.6 Manifestasi klinis

Gejala sistemik/umum:

1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)


2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul
3. Penurunan nafsu makan dan berat badan
4. Perasaan tidak enak (malaise), lemah
Gejala khusus:

1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.

4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding

ANAMNESIS

TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain.

TB Ekstra Paru

1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.
PEMERIKSAAN FISIK

Didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat, badan kurus (BB menurun). Tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru, akan didapatkan
perkusi redup dan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan bunyi tambahan berupa ronki
basah, kasar, nyaring. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik.

PEMERIKSAAN LABORATURIUM

Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan


dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis pada
semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS):

1. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
2. P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Cara pemeriksaan bakteriologi dilakukan secara mikroskopis dan kultur. Pemeriksaan


mikroskopis dapat dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen atau dengan fluorosens pewarnaan
auramin-rhodamin. Sedangkan, pemeriksaan kultur dilakukan dengan metode konvensional,
yaitu dengan menggunakan media Lowenstein-jensen, ataupun media agar.

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah:

1. 3 positif atau 2 positif + 1 negatif: BTA positif

2. 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif atau BTA positif.
Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.

1) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.


2) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.

3) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut +(1+).

4) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++(2+).

5) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++(3+).

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif
adalah:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral atau bilateral

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:

1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi:
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura
SUSPEK TB PARU

Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis tuberkulosis antara lain:

1. Pemeriksaan BACTEC dengan metode radiometric


2. Polymerase Chain Reaction (PCR)
3. Pemeriksaan serologi dengan ELISA, ICT, Mycodot, PAP, dan IgG TB
4. Analisis cairan pleura :Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura
perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta
positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit
dominan dan glukosa rendah.
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan dengan biopsi jaringan halus
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat
diperoleh melalui biopsi atau otopsi pada Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH)
kelenjar getah bening (KGB), Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum
abram, Cope dan Veen Silverman), Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung
biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru
terbuka), dan Otopsi pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan
dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk
dikultur serta sediaan yang kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
6. Pemeriksaan darah rutin: tidak banyak membantu
7. Uji tuberkulin: kurang berarti untuk orang dewasa
Tes Serologi

Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa tuberkulosis adalah
Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri pengenceran
serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer > 128 dianggap positif, yang berarti proses
tuberkulosis masih aktif.

Uji Tuberkulin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan
dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 6
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi:

1. Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.


Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal
atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) :>= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
Kanker paru-paru stadium dini sering kali tidak menunjukkan gejala apapun. Tapi
dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadi antara lain:
a. Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
b. Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
c. Nyeri dada yang terus menerus
d. Batuk darah
e. Suara serak
f. Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
g. Selalu merasa sangat letih
h. Kehilangan berat badan
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
6. Ronkopneumonia
4.8 Penatalaksanaan

FARMAKOTERAPI

Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3 bulan) dan lanjutan (4-7
bulan)
d. Tahap intensif: obat diberikan setiap hari,dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi
obat. Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam
2 bulan
e. Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktu yang lama. Tahap ini
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah kekambuhan.

Jenis OAT Sifat Dosis yang Direkomendasikan


(mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamid (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid.
Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin, Kanamisin.

Isoniazid (INH)

a. Efek antibakteri : bersifat tuberkulostatik dan tuberkulosid. Efek bakterisidnya hanya


terlihat pada kuman yang sedang tumbuh aktif. Isoniazid dapat menembus ke dalam sel
dengan mudah.
b. Mekanisme kerja: menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan
unsur penting dinding sel mikobakterium.
c. Farmakokinetik: mudah diabsorbsi pada pemberian oral maupun parenteral. Mudah
berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antar 75-95% diekskresikan melalui urin
dalam waktu 24 jam dan hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit.
d. Efek samping: reaksi hipersensitivitas menyebabkan demam, berbagai kelainan kulit.
Neuritis perifer paling banyak terjadi. Mulut terasa kering, rasa tertekan pada ulu hati,
methemoglobinemia, tinnitus, dan retensi urin.
e. Sediaan dan posologi: terdapat dalam bentuk tablet 50, 100, 300, dan 400 mg serta sirup
10 mg/mL. Dalam tablet kadang-kadang telah ditambahkan B6. biasanya diberikan dalam
dosis tunggal per orang tiap hari. Dosis biasa 5 mg/kgBB, maksimum 300 mg/hari. Untuk
TB berat dapat diberikan 10mg/kgBB, maksimum 600 mg/hari, tetapi tidak ada bukti
bahwa dosis demikian besar lbih efektif. Anak <4 tahun dosisnya 10mg/kgBB/hari.
Isoniazid juga dapat diberikan secara intermiten 2 kali seminggu dengan dosis 15
mg/kgBB/hari.

Rifampisin

a. Aktivitas antibakteri: menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram-positif dan gram-


negatif.
b. Mekanisme kerja: terutama aktif terhadap sel yang sedang tumbuh. Kerjanya
menghambat DNA-dependent RNA polymerase dari mikrobakteria dan mikroorganisme
lain dengan menekan mula terbentuknya (bukan pemanjangan) rantai dalam sintesis
RNA.
c. Farmakokinetik: pemberian per oral menghasilakn kadar puncak dalam plasma setelah 2-
4 jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini cepat diekskresi melalui empedu dan
kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Penyerapannya dihambat oleh makanan.
Didistribusi ke seluruh tubuh. Kadar efektif dicapai dalam berbagai organ dan cairan
tubuh, termasuk cairan otak, yang tercermin dengan warna merah jingga pada urin, tinja,
ludah, sputum, air mata, dan keringat.
d. Efek samping: jarang menimbulkan efek yang tidak diingini. Yang paling sering ialah
ruam kulit, demam, mual, dan muntah.
e. Sediaan dan posologi: tersedia dalam bentuk kapsul 150 mg dan 300 mg. Terdapat pula
tablet 450 mg dan 600 mg serta suspensi yang mengandung 100 mg/5mL rifampisin.
Beberapa sediaan telah dikombinasi dengan isoniazid. Biasanya diberikan sehari sekali
sebaiknya 1 jam sebelum makan atau dua jam setelah makan. Dosis untuk orang dewasa
dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari
50 kg ialah 60 mg/hari. Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis
maksimum 600 mg/hari.

Etambutol

a. Aktivitas antibakteri: menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel


terhambat dan sel mati. Hanya aktif terhadap sel yang tumbuh dengan khasiat
tuberkulostatik.
b. Farmakokinetik: pada pemberian oral sekitar 75-80% diserap dari saluran cerna. Tidak
dapat ditembus sawar darah otak, tetapi pada meningitis tuberkulosa dapat ditemukan
kadar terapi dalam cairan otak.
c. Efek samping: jarang. Efek samping yang paling penting ialah gangguan penglihatan,
biasanya bilateral, yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman
penglihatan, hilangnya kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapangan pandang,
dan skotom sentral maupun lateral. Menyebabkan peningkatan kadar asam urat darah
pada 50% pasien.
d. Sediaan dan posologi: tablet 250 mg dan 500 mg. Ada pula sediaan yang telah dicampur
dengan isoniazid dalam bentuk kombinasi tetap. Dosis biasanya 15 mg/kgBB, diberikan
sekali sehari, ada pula yang menggunakan dosis 25 mg/kgBB selama 60 hari pertama,
kemudian turun menjadi 15 mg/kgBB.

Pirazinamid

a. Aktivitas antibakteri: mekanisme kerja belum diketahui.


b. Farmakokinetik: mudah diserap usus dan tersebar luas ke seluruh tubuh. Ekskresinya
terutama melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping: yang paling umum dan serius adalah kelainan hati. Menghambat ekskresi
asam urat. Efek samping lainnya ialah artralgia, anoreksia, mual, dan muntah, juga
disuria, malaise, dan demam.
d. Sediaan dan posologi: bentuk tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis oral 20-35 mg/kgBB
sehari (maksimum 3 g), diberikan dalam satu atau beberapa kali sehari.

Streptomisin

a. Aktivitas antibakteri: bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah
masuk kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
b. Farmakokinetik: setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada
dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit. Kemudian menyebar
ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping: umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala
sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien
yang fungsi ginjalnya terganggu.
d. Sediaan dan posologi: bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20 mg/kgBB
secara IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian frekuensi
berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.

Etionamid

a. Aktivitas antibakteri: in vitro, menghambat pertumbuhan M. tuberculosis jenis human


pada kadar 0.9-2.5 g/mL.
b. Farmakokinetik: pemberian per oral mudah di absorpsi. Kadar puncak 3 jam dan kadar
terapi bertahan 12 jam. Distribusi cepat, luas, dan merata ke cairan dan jaringan. Ekskresi
cepat dalam bentuk utama metabolit 1% aktif.
c. Efek samping: paling sering anoreksia, mual da muntah. Sering terjadi hipotensi postural,
depresi mental, mengantuk dan asthenia.
d. Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 250 mg. Dosis awaln 250 mg sehari, lalu
dinaikan setiap 5 hari dengan dosis 125 mg 1 g/hr. Dikonsumsi waktu makan untuk
mengurangi iritasi lambung.

Paraaminosalisilat

a. Aktivitas bakteri: in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1
g/mL.
b. Farmakokinetik: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80%
di ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
c. Efek samping: gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelianan
darah antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom
mononukleosis atipik, trombositopenia.
d. Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12 g sehari.

Sikloserin

a. Aktifitas bakteri: in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan
menghambat sintesis dinding sel.
b. Farmakokinetik: baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelah pemberian obat 4-8
jam. Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-
6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.
c. Efek samping: SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit
kepala, tremor, vertigo, konvulsi, dll.
d. Sediaan dan posologi: bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling
baik dalam plasma 25-30 g/mL.

Kanamisin dan Amikasin

a. Menghambat sintesis protein bakteri. Efek pada M. tb hanya bersifat supresif.


b. Farmakokinetik: melalu suntikan intramuskular dosis 500 mg/12 jam (15mg/kgBB/hr,
atau dengan intravena selama 5 hr/mgg selama 2 bulan,dan dilanjutkan dengan 1-1.5 mg
2 atau 3 kali/mgg selama 4 bulan.

Efek samping ringan OAT


Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak nafsu makan, mual, sakit perut Rifampisin Semua OAT diminum malam
sebelum tidur
Nyeri sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa terbakar pada kaki INH Beri Vitamin B6 (Piridoxin)
100mg/hr
Kemerahan pada air seni Rifampisin Perlu penjelasan ke pasien

Gatal dan Kemerahan Semua jenis Ikuti petunjuk pelaksanaan


OAT
Tuli streptomisin Hentikan,ganti dengan Etambutol
Gangguan Keseimbangan streptomisin Hentikan,ganti dengan Etambutol
Ikterus tanpa sebab lain Hampir Hentikan,sampai menghilang
semua OAT
Bingung dan muntah-muntah Hampir Hentikan,segera tes fungsi hati
semua OAT
Gangguan Penglihatan Etambutol Hentikan
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan

a) OAT kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3). Panduan OAT ini diberikan untuk:


1. Pasien baru TB paru BTA positif
2. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3. Pasien TB ekstra paru
Dosis panduan OAT-KDT kategori 1
Berat Badan Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali
selama seminggu
56 hari RHZE selama 16 minggu RH
(150/75/400/275) (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
70 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Dosis panduan OAT-Kombipak kategori 1

Tahap pengobatan Lama pengobatan Dosis /hr/kali


Tablet Kaplet Tablet Tablet
Isoniazid Rifamp Pirazi Etambutol
@300mgr isin namid @250mgr
@450m @500
gr mgr
Intensif 2 bulan 1 1 3 3
Lanjutan 4 bulan 2 1 - -

b) OAT kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Panduan OAT ini diberikan untuk BTA
positif yang telah diobati sebelumnya:
1. Kambuh
2. Gagal
3. Dengan pengobatan setelah putus berobat

Dosis panduan OAT-KDT kategori 2

BB Tahap intensif tiap hari RHZE Tahap lanjutan 3 x smgg RH


(150/75/400/275)+S (150/150)+E(400)
56 hari 28 hari 20 mgg
30-37 kg 2 tab 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT+2 tab Etambutol
4KDT+750mg
streptomisin
inj.
38-54 kg 3 tab 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT+3 tab Etambutol
4KDT+500mg
streptomisin
inj.
55-70 kg 4 tab 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab
4KDT+1000m Etambutol
g streptomisin
inj.
71 kg 5 tab 4KDT+ 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab
1000mg Etambutol
streptomisin
inj.
Dosis panduan OAT-Kombipak kategori 2

PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS

1. Kehamilan
Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan
dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatan sangat penting artinya
supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari
kemungkinan tertular TB.

2. Ibu menyusui dan bayinya


Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB
harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara
terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu danbayi tidak perlu
dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus disusui.Pengobatan pencegahan dengan INH
diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya.
3. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,susuk KB),
sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang pasien TB sebaiknya
mengggunakan kontrasepsi non-hormonal,atau kontrasepsi yang mengandung estrogen
dosis tinggi (50 mcg).
4. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti
pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDSsama efektifnya dengan pasien TB
yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB. Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan
stadium klinis HIV sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus
memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution(Kewaspadaan Keamanan Universal)
Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu UPK
untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur.Pasien TB yang berisiko tinggi
terhadap infeksi HIV perlu dirujuk kepelayanan VCT (Voluntary Counceling and Testing
= Konsul sukareladengan test HIV).
5. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinisikterik, ditunda
sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan Tb
sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan
sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid
(H)selama 6 bulan.

6. Pasien TB dengan kelainan hati kronik


Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3kali OAT tidak diberikan
dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau peningkatannya kurang dari 3
kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan dengan pengawasan ketat.Pasien
dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat
dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE.

7. Pasien TB dengan gagal ginjal


Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui empedu dan
dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini dapat diberikan
dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal. Streptomisin dan
Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari penggunaannya pada pasien
dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan
Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT
yang paling aman untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.

8. Pasien TB dengan Diabetes Melitus


Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi efektifitas obat oral
anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat antidiabetes perlu ditingkatkan. Insulin
dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah selesai pengobatan TB, dilanjutkan
dengan antidiabetes oral. Pada pasien Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi
retinopathy diabetika, oleh karena itu hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat
memperberat kelainan tersebut.
9. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yangmembahayakan jiwa pasien


seperti:
a. Meningitis TB
b. TB milier dengan atau tanpa meningitis
c. TB dengan Pleuritis eksudativa
d. TB dengan Perikarditis konstriktiva.

Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,kemudian diturunkan
secara bertahap. Lama pemberian disesuaikandengan jenis penyakit dan kemajuan
pengobatan.

10. Indikasi operasi

Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:


1) Untuk TB paru:
a. Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan carakonservatif.
b. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapatdiatasi secara
konservatif.
c. Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
2) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulangyang disertai kelainan
neurologik.

4.9 Komplikasi

Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan


kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial Bronkietaksis (pelebaran bronkus
setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau
reaktif) pada paru.
Pneumotorak (adanya udara didalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian. ginjal dan
sebagainya. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Resistensi terhadap OAT terjadi umumnya karena penggunaan OAT yang tidak
sesuai. Resistensi dapat terjadi karena penderita yang menggunakan obat tidak
sesuai atau tidak patuh dengan jadwal atau dosisnya. Dapat pula terjadi karena
mutu obat yang dibawah standar. Resistensi ini menyebabkan jenis obat yang
biasa dipakai sesuai pedoman pengobatan tidak lagi dapat membunuh kuman.

4.10 Prognosis

5. MM Epidemiologi TB Paru

Pada bulan Maret 1993, WHO mendeklarasikan TB sebagai globalhealth emergency. TB


dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/4 penduduk
dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 4.617.047 kasus TB yang
tercatat di seluruh dunia.
Sebagian besar kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di Negara-negara yang
sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun.
Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65% dari kasus-kasus
TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia.

Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan:

a. kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada Negara yang sedang berkembang
tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di Negara maju.
b. adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari
struktur usia manusia yang hidup.
c. perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan
terutama di negeri-negeri miskin.
d. tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter.
e. terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan khusus TB
dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.
f. adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia.

EPIDEMIOLOGI TB DI INDONESIA

Di Indonesia TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan sedangkan sebagai
penyebab kematian menduduki urutan ke-5. Menyerang sebagian besar kelompok usia
produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Walau upaya memberantas TB telah
dilakukan, tetapi angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun.
Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998.
berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1985 dan survey kesehatan nasional 2001,
TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi
nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di
Indonesia relative terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena masih relative rendahnya
infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa dating melihat semakin
meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.

5.1 Prevalensi
5.2 Program Pemerintah

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program pelayanan
kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit menular/infeksi
(misalnya TB, DBD, Kusta dll).

Tujuan program: menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit
menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi
adalah Malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta tuberkulosis paru,
HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan
sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker.

Strategi Penemuan Kasus TB


Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi
penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan
program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara
bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di
masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif
di masyarakat.

Sumber dan Cara Penularan

Sumber penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis adalah pasien TB dengan BTA positif.
Penularan ini terjadi secara inhalasi, yaitu bila pasien tersebut batuk atau bersin, pasien akan
menyebarkan kuman udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali penderita
TB BTA (+) batuk, akan dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Depkes RI, 2006).
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Percikan ini dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan ruangan yang gelap
dan lembab. Sedangkan ventilasi yang baik, akan dapat mengurangi jumlah percikan, dan
sinar matahari langsung dapat membunuh kumanTB. (Depkes RI, 2006)

FAKTOR RISIKO

Faktor risiko pada Tuberkulosis dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Infeksi Tuberkulosis
a. Orang-orang yang lahir di negara asing dari negara-negara yang berinsiden tinggi.
b. Orang-orang miskin dan sangat miskin, terutama di kota-kota besar.
c. Penghuni penjara sekarang atau sebelumnya.
d. Orang tunawisma.
e. Pengguna obat injeksi.
f. Pekerja perawat kesehatan yang merawat penderita berisiko tinggi.
g. Anak yang terpajan pada orang dewasa berisiko tinggi.

2. Penyakit Tuberkulosis bila Terinfeksi


a. Koinfeksi dengan virus imunodefisiensi manusia (HIV).
b. Penyakit gangguan imun lain, terutama keganasan.
c. Pengobatan imunosupresif.
d. Bayi dan anak < 3 tahun.

5.3 Predisposisi
5.4 Penyebaran geografik
5.5 Pengawas Minum Obat
6. MM Etika Batuk dalam Islam
- Menelan dahak ketika sholat

Dahak hukumnya suci berdasarkan hadits yang diriwayatkan Bukhari (409) dan
Muslim (550) -lafadz hadits berikut merupakan riwayat Muslim-, dari Abu Hurairah
radliallahu anhu, dia menuturkan bahwasanya rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
melihat dahak di kiblat masjid. Beliau pun lalu berbalik dan berkata kepada para
sahabat, Bagaimana menurut kalian, jika seorang berdiri shalat menghadap Rabb-nya
lalu dia meludah di hadapan-Nya? Apakah salah seorang diantara kalian suka jika
orang lain menghadap dan kemudian meludah ke wajahnya? Jika kalian ingin
meludah, hendaklah meludah di sebelah kiri, dan di bawah kakinya. Jika tidak bisa,
hendaknya dia melakukan hal ini. Salah satu perawi hadits, al-Qasim, menirukan
yaitu dengan meludah di baju, kemudian diusap-usap di sela-sela baju.

Ibnu Qudamah mengatakan, Jika dahak merupakan najis, tentu rasulullah tidak akan
memerintahkan agar diludahkan dan diusapkan di baju sementara orang tersebut
melaksanakan shalat, tidakpula memerintahkan agar diludahkan di bawah kaki. Tidak
ada perbedaan antara sesuatu yang keluar dari kepala dengan dahak yang keluar dari
dada.

Beliau juga mengatakan, Al-Balgham adalah sejenis an-nakhamah (dahak), yang


salah satunya mirip dengan yang lain . Jika najis, tentulah mulut pun akan najis
dengannya

Beliau melanjutkan, dan tidak ada riwayat dari para sahabat radliallahu anhum
yang sampai kepada kami -padahal hal ini telah diketahui bersama- yang menyatakan
hal itu najis. [Al-Mughni 1/415 dengan sedikit peringakasan].

Dan menelan dahak tidaklah identik dengan makan dan minum, karena dahak
bukanlah makanan, tidakpula minuman, tidakpula semakna dengan keduanya.

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, Para ahli fikih menyebutkan bahwa
(menelan) dahak dapat membatalkan puasa. Apakah shalat dapat kita analogikan
dengan hal ini, maksudnya apakah (menelan) dahak dapat membatalkan shalat?

Maka beliau menjawab,

Pertama, para ahli fikih tidaklah bersepakat dalam permasalahan ini. Bahkan,
madzhab imam Ahmad memiliki dua qaul, apakah hal itu membatalkan puasa ataukah
tidak.

Kedua, dahak yang membatalkan puasa, yang dimaksud oleh ahli fikih tersebut adalah
dahak yang sampai ke mulut. Adapun dahak yang terdapat di tenggorokan dan turun
ke dada, maka tidaklah membatalkan. Dan saya tidak menyangka akan ada orang
yang menelan dahaknya kembali setelah dahak itu berada di mulutnya, karena hal itu
menjijikkan. Akan tetapi, mayoritas ahli fikih madzhab Hambali mengatakan,
Apabila dahak sampai ke mulut seseorang kemudian ditelan, maka puasanya batal.
Hal ini dianalogikan jika hal tersebut terjadi di tengah-tengah pelaksanaan shalat,
maka shalat seseorang batal karenanya.

Dengan demikian, kita dapat berkesimpulan bahwa (para ahli fikih tersebut
berpandangan bahwa menelan dahak) semakna dengan makan. Namun, saya tidak
menjumpai bahwa mereka menyebutkan hal ini ketika seorang melaksanakan shalat.
Lagipula, pendapat yang menyatakan menelan dahak jika sampai di mulut dapat
membatalkan puasa perlu ditinjau ulang, karena menelan dahak tidak dapat dikatakan
sebagai memakan dan meminum, serta dahak tidaklah masuk ke dalam lambung,
bahkan dahak itu adanya di lambung. (Demikianlah pendapat yang tepat) meski kita
menganggap mulut itu merupakan bagian luar dari tubuh, bukan bagian dalam.

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan dalam Liqa al-Bab al-Maftuh 17/116,


Dahak suci tapi bukanlah makanan dan minuman, tidakpula semakna dengan
keduanya. Maka, apabila seorang yang shalat menelannya, maka shalatnya tetaplah
sah, terlebih jika dahak itu tidak dapat diludahkan atau dikeluarkan di saputangan dan
yang semacamnya. Menurut kebiasaan, menelan dahak merupakan sesuatu yang
menjijikkan dan yang disyariatkan adalah seseorang mengeluarkannya di saputangan
dan tidak menelannya.

- Keluar darah ketika batuk saat sholat

Pertama, Gusi berdarah tidak membatalkan wudhu. Karena keluar darah tidak
menyebabkan wudhu seseorang menjadi batal. Sebagaimana yang pernah dibahas
dalam artikel: Gusi Berdarah Saat Wudhu

Mengingat keluar darah tidak membatalkan wudhu maka shalat yang dikerjakan juga
tidak batal.

Kedua, darah termasuk sesuatu yang haram dikonsumsi. Karena itu, ketika gusi
seseorang berdarah, dia dilarang untuk menelannya. Imam Ibnu Utsaimin mengatakan

.e
. . : .

Keluar darah dari mulut setelah wudhu, tidak membatalkan wudhu. Bahkan jika
keluar darah dari selain mulut, keluar banyak atau sedikit, tidak batal wudhunya.
Namun jika gusi berdarah, dia tidak boleh menelannya, karena Allah berfirman,
(yanga artinya): Diharamkan bagi kalian bangkai dan darah.

Sumber resmi beliau: http://www.ibnothaimeen.com/all/noor/article_1164.shtml

Ketiga, solusi paling tepat dalam hal ini adalah meludahkanya di tisu atau sapu
tangan, jika tidak memungkinkan meludahkannya di tanah.

Diantara dalil yang menunjukkan bolehknya meludah ketika shalat,


1. Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa
sallampernah menemukan dahak yang menempel di tembok masjid yang searah
dengan kiblat. Wajah beliau menunjukkan roman tidak nyaman, dan beliau
mengeriknya, kemudian bersabda,




.f

Sesungguhnya orang mukmin ketika sedang shalat, dia sedang bermunajat dengan
Tuhannya. Karena itu, janganlah dia meludah ke depan atau ke kanan, namun
meludahlah ke kiri atau ke bawah kakinya. (HR. Bukhari 413)

2. Al-Bukhari dalam shahihnya secara muallaq mengatakan,



.g

Ibnu Abi Aufa pernah meludahkan darah dan beliau tetap melanjutkan shalatnya.
(Shahih Bukhari 1/46)

Dalil di atas menunjukkan bahwa meludah ketika shalat tidaklah membatalkan shalat.

Keempat, bolehkah tisu yang tercapur darah itu disaku?

Pembahasan ini kembali pada hukum darah, najis ataukah bukan najis. Pendapat yang
kuat, darah manusia bukan najis. Diantara dalilnya, keterangan Jabir radhiyallahu
anhu,


.h

Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan peperangan Dzatur Riqa. Dan
ada seorang sahabat yang terkena panah (ketika shalat), dan darahnya keluar. Namun
dia tetap lanjutkan rukuk dan sujudnya serta menyelesaikan shalatnya. (Shahih
Bukhari secara muallaq, 1/46)

Karena itu, tisu atau sapu tangan bekas darah ini boleh disimpan di saku.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli, Asril Bahar. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.

Lauralee, Sherwood. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

https://konsultasisyariah.com/18651-gusi-berdarah-ketika-shalat.html (Diakses pada tanggal


16 Februari 2016 pukul 23.10)

https://muslim.or.id/6429-menelan-dahak-ketika-shalat.html (Diakses pada tanggal 16


Februari 2016 pukul 23.10)

Anda mungkin juga menyukai