a. Trakea
b. Bronkus
BRONKUS DEXTRA
BRONKUS SINISTRA
c. Pulmo
d. Alveoli
1.2 Histologi
TRAKEA
Memiliki lapisan sel epitel pseudostratified cilliated collumnar dengan sedikit sel goblet.
lamina propia dipisah dari submukosa oleh lapisan otot polos. sedikit kelenjar seromukous
dan kartilago lebih pipih
Bronkiolus
Diameter < 1 mm, tidak terdapat tulang rawan, epitel selapis torax bersilia dengan beberapa
sel goblet. Tanpa kelenjar di lamina propria, terdapat otot polos. Makin kecil bronkiolusnya
epitelnya selapis kubis bersilia tanpa sel goblet. Pada bronkiolus kecil terdapat sel clara yang
menghasilkan surfaktan.
Bronkiolus terminalis
Epitel kuboid atau kolumner selapis bersilia tanpa sel goblet. sel clara (tidak bersilia) terdapat
di antara epitel bersilia, tidak terdapat kelenjar mukosa dan lamina propia tersusun atas sel
otot polos dan serabut elastic.
Bronkiolus respiratoris
Memiliki mukosa sel kuboid, sedikit atau tidak bersilia, tanpa sel goblet, memiliki sedikit sel
clara dan memiliki lapisan otot polos
Ductus Alveolaris
Ductus alveolaris adalah saluran berdinding tipis, bebentuk kerucut.Epitel selapis gepeng,
diluar epitel, dindingnya dibentuk oleh jaringan fiboelastis.Alveoli dipisahkan septum
interalveolaris.
ALVEOLI
Pada Septum Intralveolaris terdapat sel yang hanya dapat dibedakan dgn mikroskop elektron :
Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan
intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap
ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan intrapulmonal menjadi lebih
tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru. Perubahan tekanan
intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot
pernafasan dan diafragma.
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli
pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang
disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara
membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.
2. Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada
kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi
ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan
tekanan sebesar 1 mmHg disebut kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan
istirahat sekitar 230 ml/menit.
3. Transportasi
4. Regulasi
Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat
penting untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :
Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas
terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula
terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan
apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama
respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.
Volume
1. Volume Tidal
Volume udara yang di inspirasi atau diekspirasi setiap kali bernafas normal . Nilai rata-
rata saat istirahat = 500 ml.
2. Volume Cadangan Inspirasi (IRV)
Volume udara ekstra yang dapat di inspirasi setelah dan diatas volume alun nafas normal .
Nilai rata-ratanya = 3.000 ml.
3. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV)
Jumlah udara ekstra yang dapat di ekspirasi oleh ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi alun
nafas normal. Nilai rata-ratanya = 1100ml.
4. Volume Residu (RV)
Volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat. Volume
ini besarnya kira-kira = 1200ml.
Kapasitas
Membran Pernafasan
Pertukaran gas antara udara alveolus dengan darah paru tidak hanya terjadi di alveoli itu
sendiri tetapi juga diseluruh bagian terminal paru. Membran ini secara bersama-sama dikenal
sebagai membran pernafasan/membran paru.
Lapisan-lapisan membran pernafasan adalah sebagai berikut :
a. Lapisan cairan dan surfaktan
b. Epitel alveolus
c. Membran basalis epitel
d. Ruang interstisial diantara epitel alveolus dengan membran kapiler
e. Membran basalis kapiler
f. Endotel kapiler
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan difusi gas melalui membran pernafasan adalah
ketebalan membran, luas permukaan membrane. Untuk memindahkan masing-masing gas
melalui membran pernafasan bergantung kepada kelarutannya dalam membran ini dan
berbanding terbalik dengan akar pangkat dua berat molekulnya.
3. MM Mycobacterium tuberculosis
3.1 Morfologi dan struktur
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman batang lurus atau agak bengkok, berukuran
panjang 1 sampai 4 dan lebar 0,2 sampai 0,8 , dapat ditemukan bentuk sendiri maupun
berkelompok. Kuman ini merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang bersifat tidak bergerak,
tidak berspora, dan tidak bersimpai. Pada pewarnaannya M. tuberculosis tampak seperti
manik-manik atau tidak terwarnai secara merata.
a. Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 6C selama 15-20 menit.
b. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
c. Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam.
d. Basil yang berada dalam percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari.
e. Biakan basil ini dalam suhu kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam
lemari dengan suhu 20C selama 2 tahun.
f. Mycobakteri tahan terhadap berbagai chemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%,
asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%.
g. Basil ini dihancurkan oleh iodium tinctur dalam 5 minit, dengan alkohol 80 % akan
hancur dalam 2-10 menit.
h. Bersifat aerob obligat
A. Lipid
Mikobakterium kaya akan lipid, yang tediri dari asam mikolat ( asam lemak rantai panjang
C78-C90), lilin, dan, fosfat. Di dalam sel, lipid banyak terikat dengan protein dan
polisakarida. Lipid pada beberapa hal bertanggungjawab pada sifat tahan asamnya.
Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang panas menghancurkan sifat tahan asam
bakteri ini, yang tergantung dari integritas dinding sel dan adanya lipid-lipid tertentu. Sifat
tahan asam juga dapat dihilangkan setelah sonikasi sel mikobakterium. Analisis lipid oleh
kromatografi gas menunjukkan pola yang dapat membantu klasifikasi spesies yang berbeda.
Fraksi lipid dari dinding sel mikobakterium tuberkulosis terdiri dari 3 komponen:
a. Asam Mikolat hidrofobik kuat yang membentuk lipid pada sekeliling organisme
tersebut dan mempengaruhi permeabilitas selnya. As. Mikolat diperkirakan sebagai faktor
penentu virulensi MTB. As mikolat dapat mencegah serangan dari protein kation, lisozim
dan oksigen radikal pada granula fagositik
b. Cord factor toxic bagi sel mamalia dan juga sebagai inhibitor dari migrasi sel PMN.
c. Wax-D merupakan komponen utama dari Freunds Complete Adjuvant (FCA) pada
envelope sel
B. Protein
C. Polisakarida
3.2 Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Filum : Acinobacteria
Ordo : Actynomycetales
Upordo : Corynebacterineae
Famili : Mycobacterieae
Genus : Mycobacterium
Spesies : M. Tuberculosis
4. MM TB Paru
4.1 Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular langsung yangbiasanya
menyerang paru-paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, bakteri ini
berbentuk batang, tidak membentuk spora dan termasuk bakteriaerob. Karena
Mycobacterium tuberculosis mempunyai lapisan dinding lipid yang tahan terhadap
asam sehingga disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
4.2 Etiologi
4.3 Patogenesis
4.4 Patofisiologi
4.5 Klasifikasi
Klasifikasi Diagnosis
Penyakit
Dari system lama:
a. pembagian secara patologis
1) tuberculosis primer
2) tuberculosis post-primer
b. pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch pulmonum) aktif, non aktif
dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil
berdasarakan aspek kesehatan masyarakat:
a. kategori 0 : tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi, riwayat kontak negative, tes
tuberculin negatif
b. kategori I : terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infeksi. Di sini riwayat kontak
positif, tes tuberculin negatif
c. kategori II : terinfeksi tuberculosis, tetapi tidak sakit. Tes tuberculin positif, radiologis dan
sputum negatif
d. kategori III : terinfeksi tuberculosis dan sakit
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,
radiologis dan mikrobiologis:
A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
a) Kasus Baru
Adalah pasien yang BELUM PERNAH diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b) Kasus Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA
positif (apusan atau kultur).
c) Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO)
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
d) Kasus Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
e) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
f) Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini
termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif
setelah selesai pengobatan ulangan.
Gejala sistemik/umum:
1. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak.
2. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
3. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
4. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
ANAMNESIS
TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain.
TB Ekstra Paru
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-
lainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.
PEMERIKSAAN FISIK
Didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat, badan kurus (BB menurun). Tempat
kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru, akan didapatkan
perkusi redup dan auskultasi suara napas bronchial, didapatkan bunyi tambahan berupa ronki
basah, kasar, nyaring. Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik.
PEMERIKSAAN LABORATURIUM
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
1. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada
hari kedua.
2. P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
2. 1 positif + 2 negatif atau ulang BTA 3 kali. Apabila 1 positif +2 negatif atau BTA positif.
Namun, apabila 3 negatif: BTA negatif.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Gambaran yang dicurigai sebagai lesi TB aktif
adalah:
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
3. Bayangan bercak milier
4. Efusi pleura unilateral atau bilateral
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB inaktif meliputi:
1. Fibrotik
2. Kalsifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura
SUSPEK TB PARU
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis tuberkulosis antara lain:
Tes serologi yang dikenal hingga saat ini yang dapat membantu diagnosa tuberkulosis adalah
Tes Takahasi. Tes ini merupakan reaksi aglutinasi fosfatida kaolin pada seri pengenceran
serum sehingga dapat ditentukan titernya. Titer > 128 dianggap positif, yang berarti proses
tuberkulosis masih aktif.
Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat untuk
menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan
dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin
adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji
tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%, dan umur 6
12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka
hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.
Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji tuberkulin
dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari pembengkakan (indurasi)
yang terjadi:
DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
Kanker paru-paru stadium dini sering kali tidak menunjukkan gejala apapun. Tapi
dengan bertumbuhnya kanker, gejala yang umum terjadi antara lain:
a. Batuk yang terus bertambah berat atau tidak kunjung sembuh
b. Kesulitan bernafas, misalnya sesak nafas
c. Nyeri dada yang terus menerus
d. Batuk darah
e. Suara serak
f. Infeksi paru-paru yang sering, misalnya pneumonia
g. Selalu merasa sangat letih
h. Kehilangan berat badan
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
6. Ronkopneumonia
4.8 Penatalaksanaan
FARMAKOTERAPI
Tujuan pengobatan pada TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian,
mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai
penularan. Pengobatan Tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sbb:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat. Tidak OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif (2-3 bulan) dan lanjutan (4-7
bulan)
d. Tahap intensif: obat diberikan setiap hari,dan diawasi langsung untuk mencegah resistensi
obat. Jika diberikan secara tepat, yang awalnya menular bisa men jadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam
2 bulan
e. Tahap lanjutan: diberikan obat lebih sedikit dengan jangka waktu yang lama. Tahap ini
penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah kekambuhan.
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok, yaitu:
Obat primer / Lini pertama: Isoniazid (INH), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,
Pirazinamid.
Obat sekunder / Lini kedua: Etionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin, Kanamisin.
Isoniazid (INH)
Rifampisin
Etambutol
Pirazinamid
Streptomisin
a. Aktivitas antibakteri: bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman TB. Mudah
masuk kavitas, tetapi relatif sukar berdifusi ke cairan intrasel.
b. Farmakokinetik: setelah diserap dari tempat suntikan, hampir semua streptomisin berada
dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang masuk ke dalam eritrosit. Kemudian menyebar
ke seluruh cairan ekstrasel. Diekskresi melalui filtrasi glomerulus.
c. Efek samping: umumnya dapat diterima dengan baik. Kadang-kadang terjadi sakit kepala
sebentar atau malaise. Bersifat nefrotoksik. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien
yang fungsi ginjalnya terganggu.
d. Sediaan dan posologi: bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram. Dosisnya 20 mg/kgBB
secara IM, maksimum 1 gr/hari selama 2 sampai 3 minggu. Kemudian frekuensi
berkurang menjadi 2-3 kali seminggu.
Etionamid
Paraaminosalisilat
a. Aktivitas bakteri: in vitro, sebagian besar strain M. tuberculosis sensitif dengan kadar 1
g/mL.
b. Farmakokinetik: mudah diserap melalui saluran cerna. Masa paruh 1 jam. Diekskresi 80%
di ginjal dan 50% dalam bentuk asetilasi.
c. Efek samping: gejala yang menonjol mual dan gangguan saluran cerna. Dan kelianan
darah antara lain leukopenia, agranulositopenia, eosinofilia, limfositosis, sindrom
mononukleosis atipik, trombositopenia.
d. Sediaan dan posologi: dalam bentuk tablet 500 mg dengan dosis oral 8-12 g sehari.
Sikloserin
a. Aktifitas bakteri: in vitro, menghambat M.TB pada kadar 5-20 g/mL dengan
menghambat sintesis dinding sel.
b. Farmakokinetik: baik dalam pemberian oral. Kadar puncak setelah pemberian obat 4-8
jam. Ditribusi dan difusi ke seluruh cairan dan jaringan baik. Ekskresi maksimal dalam 2-
6 jam, 50% melalui urin dalam bentuk utuh.
c. Efek samping: SSP biasanya dalam 2 minggu pertama, dengan gejala somnolen, sakit
kepala, tremor, vertigo, konvulsi, dll.
d. Sediaan dan posologi: bentu kapsul 250 mg, diberikan 2 kali sehari. Hasil terapi paling
baik dalam plasma 25-30 g/mL.
b) OAT kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3). Panduan OAT ini diberikan untuk BTA
positif yang telah diobati sebelumnya:
1. Kambuh
2. Gagal
3. Dengan pengobatan setelah putus berobat
1. Kehamilan
Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk kehamilan, kecuali streptomisin.
Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan karena bersifat permanent ototoxic dan
dapat menembus barier placenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatan sangat penting artinya
supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari
kemungkinan tertular TB.
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,kemudian diturunkan
secara bertahap. Lama pemberian disesuaikandengan jenis penyakit dan kemajuan
pengobatan.
4.9 Komplikasi
4.10 Prognosis
5. MM Epidemiologi TB Paru
Alasan utama munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan:
a. kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada Negara yang sedang berkembang
tetapi juga pada penduduk perkotaan tertentu di Negara maju.
b. adanya perubahan demografik dengan meningkatnya penduduk dunia dan perubahan dari
struktur usia manusia yang hidup.
c. perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan
terutama di negeri-negeri miskin.
d. tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para dokter.
e. terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, sarana diagnostic, dan pengawasan khusus TB
dimana terjadi deteksi dan tatalaksana kasus yang tidak adekuat.
f. adanya epidemic HIV terutama di Afrika dan Asia.
EPIDEMIOLOGI TB DI INDONESIA
Di Indonesia TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan sedangkan sebagai
penyebab kematian menduduki urutan ke-5. Menyerang sebagian besar kelompok usia
produktif dari kelompok sosioekonomi lemah. Walau upaya memberantas TB telah
dilakukan, tetapi angka insiden maupun prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun.
Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998.
berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1985 dan survey kesehatan nasional 2001,
TB menempati ranking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi
nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sampai sekarang angka kejadian TB di
Indonesia relative terlepas dari angka pandemic infeksi HIV karena masih relative rendahnya
infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah di masa dating melihat semakin
meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun.
5.1 Prevalensi
5.2 Program Pemerintah
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program pelayanan
kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular penyakit menular/infeksi
(misalnya TB, DBD, Kusta dll).
Tujuan program: menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan akibat penyakit
menular dan penyakit tidak menular. Prioritas penyakit menular yang akan ditanggulangi
adalah Malaria, demam berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta tuberkulosis paru,
HIV/AIDS, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Prioritas penyakit tidak menular yang ditanggulangi adalah penyakit jantung dan gangguan
sirkulasi, diabetes mellitus, dan kanker.
Sumber penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis adalah pasien TB dengan BTA positif.
Penularan ini terjadi secara inhalasi, yaitu bila pasien tersebut batuk atau bersin, pasien akan
menyebarkan kuman udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali penderita
TB BTA (+) batuk, akan dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak (Depkes RI, 2006).
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Percikan ini dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan ruangan yang gelap
dan lembab. Sedangkan ventilasi yang baik, akan dapat mengurangi jumlah percikan, dan
sinar matahari langsung dapat membunuh kumanTB. (Depkes RI, 2006)
FAKTOR RISIKO
1. Infeksi Tuberkulosis
a. Orang-orang yang lahir di negara asing dari negara-negara yang berinsiden tinggi.
b. Orang-orang miskin dan sangat miskin, terutama di kota-kota besar.
c. Penghuni penjara sekarang atau sebelumnya.
d. Orang tunawisma.
e. Pengguna obat injeksi.
f. Pekerja perawat kesehatan yang merawat penderita berisiko tinggi.
g. Anak yang terpajan pada orang dewasa berisiko tinggi.
5.3 Predisposisi
5.4 Penyebaran geografik
5.5 Pengawas Minum Obat
6. MM Etika Batuk dalam Islam
- Menelan dahak ketika sholat
Dahak hukumnya suci berdasarkan hadits yang diriwayatkan Bukhari (409) dan
Muslim (550) -lafadz hadits berikut merupakan riwayat Muslim-, dari Abu Hurairah
radliallahu anhu, dia menuturkan bahwasanya rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
melihat dahak di kiblat masjid. Beliau pun lalu berbalik dan berkata kepada para
sahabat, Bagaimana menurut kalian, jika seorang berdiri shalat menghadap Rabb-nya
lalu dia meludah di hadapan-Nya? Apakah salah seorang diantara kalian suka jika
orang lain menghadap dan kemudian meludah ke wajahnya? Jika kalian ingin
meludah, hendaklah meludah di sebelah kiri, dan di bawah kakinya. Jika tidak bisa,
hendaknya dia melakukan hal ini. Salah satu perawi hadits, al-Qasim, menirukan
yaitu dengan meludah di baju, kemudian diusap-usap di sela-sela baju.
Ibnu Qudamah mengatakan, Jika dahak merupakan najis, tentu rasulullah tidak akan
memerintahkan agar diludahkan dan diusapkan di baju sementara orang tersebut
melaksanakan shalat, tidakpula memerintahkan agar diludahkan di bawah kaki. Tidak
ada perbedaan antara sesuatu yang keluar dari kepala dengan dahak yang keluar dari
dada.
Beliau melanjutkan, dan tidak ada riwayat dari para sahabat radliallahu anhum
yang sampai kepada kami -padahal hal ini telah diketahui bersama- yang menyatakan
hal itu najis. [Al-Mughni 1/415 dengan sedikit peringakasan].
Dan menelan dahak tidaklah identik dengan makan dan minum, karena dahak
bukanlah makanan, tidakpula minuman, tidakpula semakna dengan keduanya.
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya, Para ahli fikih menyebutkan bahwa
(menelan) dahak dapat membatalkan puasa. Apakah shalat dapat kita analogikan
dengan hal ini, maksudnya apakah (menelan) dahak dapat membatalkan shalat?
Pertama, para ahli fikih tidaklah bersepakat dalam permasalahan ini. Bahkan,
madzhab imam Ahmad memiliki dua qaul, apakah hal itu membatalkan puasa ataukah
tidak.
Kedua, dahak yang membatalkan puasa, yang dimaksud oleh ahli fikih tersebut adalah
dahak yang sampai ke mulut. Adapun dahak yang terdapat di tenggorokan dan turun
ke dada, maka tidaklah membatalkan. Dan saya tidak menyangka akan ada orang
yang menelan dahaknya kembali setelah dahak itu berada di mulutnya, karena hal itu
menjijikkan. Akan tetapi, mayoritas ahli fikih madzhab Hambali mengatakan,
Apabila dahak sampai ke mulut seseorang kemudian ditelan, maka puasanya batal.
Hal ini dianalogikan jika hal tersebut terjadi di tengah-tengah pelaksanaan shalat,
maka shalat seseorang batal karenanya.
Dengan demikian, kita dapat berkesimpulan bahwa (para ahli fikih tersebut
berpandangan bahwa menelan dahak) semakna dengan makan. Namun, saya tidak
menjumpai bahwa mereka menyebutkan hal ini ketika seorang melaksanakan shalat.
Lagipula, pendapat yang menyatakan menelan dahak jika sampai di mulut dapat
membatalkan puasa perlu ditinjau ulang, karena menelan dahak tidak dapat dikatakan
sebagai memakan dan meminum, serta dahak tidaklah masuk ke dalam lambung,
bahkan dahak itu adanya di lambung. (Demikianlah pendapat yang tepat) meski kita
menganggap mulut itu merupakan bagian luar dari tubuh, bukan bagian dalam.
Pertama, Gusi berdarah tidak membatalkan wudhu. Karena keluar darah tidak
menyebabkan wudhu seseorang menjadi batal. Sebagaimana yang pernah dibahas
dalam artikel: Gusi Berdarah Saat Wudhu
Mengingat keluar darah tidak membatalkan wudhu maka shalat yang dikerjakan juga
tidak batal.
Kedua, darah termasuk sesuatu yang haram dikonsumsi. Karena itu, ketika gusi
seseorang berdarah, dia dilarang untuk menelannya. Imam Ibnu Utsaimin mengatakan
.e
. . : .
Keluar darah dari mulut setelah wudhu, tidak membatalkan wudhu. Bahkan jika
keluar darah dari selain mulut, keluar banyak atau sedikit, tidak batal wudhunya.
Namun jika gusi berdarah, dia tidak boleh menelannya, karena Allah berfirman,
(yanga artinya): Diharamkan bagi kalian bangkai dan darah.
Ketiga, solusi paling tepat dalam hal ini adalah meludahkanya di tisu atau sapu
tangan, jika tidak memungkinkan meludahkannya di tanah.
.f
Sesungguhnya orang mukmin ketika sedang shalat, dia sedang bermunajat dengan
Tuhannya. Karena itu, janganlah dia meludah ke depan atau ke kanan, namun
meludahlah ke kiri atau ke bawah kakinya. (HR. Bukhari 413)
.g
Ibnu Abi Aufa pernah meludahkan darah dan beliau tetap melanjutkan shalatnya.
(Shahih Bukhari 1/46)
Dalil di atas menunjukkan bahwa meludah ketika shalat tidaklah membatalkan shalat.
Pembahasan ini kembali pada hukum darah, najis ataukah bukan najis. Pendapat yang
kuat, darah manusia bukan najis. Diantara dalilnya, keterangan Jabir radhiyallahu
anhu,
.h
Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan peperangan Dzatur Riqa. Dan
ada seorang sahabat yang terkena panah (ketika shalat), dan darahnya keluar. Namun
dia tetap lanjutkan rukuk dan sujudnya serta menyelesaikan shalatnya. (Shahih
Bukhari secara muallaq, 1/46)
Karena itu, tisu atau sapu tangan bekas darah ini boleh disimpan di saku.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zulkifli, Asril Bahar. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.
Lauralee, Sherwood. (2014). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.