Dibuat sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah sumberdaya mineral dan energi
pada jurusan teknik pertambangan
Oleh:
Putu Darmawan
03021381320031
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
2015
Kokas adalah bahan karbon padat yang berasal dari distilasi batubara rendah abu dan rendah
sulfur, batubara bitumen. Kokas batubara berwarna abu-abu, keras, dan berongga.Kokas
sebenarnya dapat terbentuk secara alami, namun bentuk yang umum digunakan adalah buatan
manusia. Indonesia memiliki cadangan batubara yang besar melebihi cadangan minyak bumi.
Kegiatan penambangan batubara di Indonesia juga semakin meningkat dari tahun ke tahun
dimana batubara diharapkan sebagai sumber alternatif, selain untuk ekspor juga untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi energi dalam negeri. Oleh karena itu perlu digalakkan program
pemasyarakatan dan pembudayaan batubara. Salah satu caranya adalah dengan penanganan lebih
lanjut proses pengembangan pembuatan kokas, karena merupakan komoditi penting yang banyak
dibutuhkan pada industri berskala kecil sampai skala besar. Industri yang membutuhkan kokas
antara lain industri pengecoran logam, industri gula, industri elektrode dan industri logam
lainnya. Pemenuhan kebutuhan kokas di Indonesia sebagian besar berasal dari luar negeri
(impor) Jepang, RRC, dan Taiwan.
Mengingat kokas merupakan komoditi yang cukup penting, terutama pada industri logam
dan baja, maka usaha pengembangan dan pemenuhan kebutuhan kokas dari dalam negeri
menjadi sangat perlu. Kokas selain digunakan untuk meningkatkan kandungan karbon dalam
besi, juga berfungsi sebagai bahan bakar, bahan pereduksi maupun penyangga beban.
Kokas sebenarnya dapat terbentuk secara alami, namun bentuk yang umum digunakan
adalah buatan manusia.
gambar 1. kokas
Produksi Kokas
Kandungan volatil dari batubara termasuk air, gas batubara, dan batubara tar didorong
keluar karena dipanggang dalam tungku atau oven pengap pada suhu setinggi 2.000 C (3.600
F) meskipun biasanya sekitar 1.000-1.100 C ( 1832-2012 F).
Fasilitas paling modern oven kokas tetap menghasilkan "produk sampingan". Saat ini,
hidrokarbon volatil juga dimanfaatkan, setelah pemurnian, dalam proses pembakaran yang
terpisah untuk menghasilkan energi. Tungku kokas (oven) membakar gas hidrokarbon yang
dihasilkan oleh proses pembuatan kokas mengakibatkan terjadinya proses karbonisasi.
Batubara yang sebagai umpan dalam proses karbonisasi dimasukan ke tungku (pada
tahap v), di mana batubara melewati zona karbonisasi suhu rendah, pada suhu sekitar 375 sampai
475 derajat celcius, batubara mengalami dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar
dinding. Ketika suhu mencapai 475 sampai 600 derajat celcius, terlihat kemunculan cairan tar
dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan pemadatan massa plastis menjadi semi-
kokas, dan kemudian batubara dipanaskan dalam carbonisasi suhu tinggi sampai 1000 o C (pada
tahap vii) untuk menjalani karbonisasi.
Batubara bitumen harus memenuhi seperangkat kriteria untuk digunakan sebagai kokas
batubara, ditentukan oleh teknik uji batubara tertentu. Termasuk diantaranya kadar air, kadar abu,
sulfur, kandungan volatil, tar, dan plastisitas. Pengujian ini ditargetkan untuk menghasilkan
kokas dengan kekuatan yang sesuai (umumnya diukur oleh coke strength after reaction (CSR).
Pengujian lainnya juga dipertimbangkan, termasuk untuk memastikan coke tidak
menggelembung terlalu banyak selama produksi dan menghancurkan oven melalui tekanan
dinding yang berlebihan.
Semakin besar zat terbang (volatil) dalam batubara, semakin banyak byproduk
diproduksi. Umumnya tingkat 26-29% zat terbang dalam campuran batubara dianggap baik
untuk tujuan mendapatkan kokas. Jadi jenis batubara lain bisa dicampur secara proporsional
untuk mencapai tingkat volatil yang dapat diterima sebelum proses produksi kokas dimulai.
Kokas alami terbentuk ketika lapisan batubara dipotong oleh intrusi vulkanik. Gangguan
ini memanaskan batubara di sekitarnya dalam suasana anoxic sehingga terbentuklah zona kokas
(biasanya beberapa meter) di sepanjang gangguan itu. Namun, kokas alami sangat bervariasi
dalam hal kekuatan dan kadar abunya, dan umumnya dianggap tidak dapat dijual kecuali dalam
beberapa kasus sebagai produk termal.
Proses Pembuatan/Produksi Kokas
Penggunaan Kokas
Kokas digunakan sebagai bahan bakar dan sebagai agen pereduksi dalam peleburan bijih
besi dalam blast furnace. Kokas ini digunakan untuk mengurangi oksida besi (hematit) untuk
mengumpulkan besi. Karena konstituen penghasil asap dibuang selama proses pembuatan kokas,
kokas menjadi bahan bakar yang baik untuk kompor dan tungku yang tidak cocok untuk
pembakaran batubara bitumen asli. Kokas dapat dibakar dengan sedikit atau tidak berasap saat
pembakaran, sedangkan batubara bitumen akan menghasilkan banyak asap.
Ditemukan secara tidak sengaja, kokas memilik sifat perisai panas yang unggul bila
dikombinasikan dengan bahan lain. Kokas merupakan salah satu bahan yang digunakan sebagai
perisai panas pada program kendaraan luar angkasa NASA, Apollo. Dalam bentuk akhirnya,
bahan ini disebut AVCOAT 5026-39. Bahan ini telah digunakan baru-baru ini sebagai perisai
panas pada kendaraan Pathfinder Mars. Meskipun tidak digunakan untuk pesawat ulang-alik
modern, NASA telah merencanakan untuk memanfaatkan kokas dan bahan lainnya untuk perisai
panas pesawat ruang angkasa generasi berikutnya, bernama Orion, sebelum proyek itu
dibatalkan. Kokas secara luas digunakan sebagai pengganti batubara untuk pemanas domestik
menyusul diberlakukannya zona tanpa asap di Inggris.
Gambar 2. Alur proses produksi kokas batubara