Anda di halaman 1dari 7

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Makanan Formula Enteral


Nutrisi enteral adalah nutrisi yang diberikan pada pasien yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan nutrisinya melalui rute oral, formula nutrisi diberikan
melalui tube ke dalam lambung (gastric tube), nasogastrik tube (NGT), atau
jejunum dapat secara manual maupun dengan bantuan pompa mesin (At Tock,
2007). Menurut Wiryana (2007), Nutrisi enteraladalah faktor resiko independent
pnemoni 13 nosokomial yang berhubungan dengan ventilasi mekanik. Cara
pemberian sedini mungkin dan benar nutrisi enteral akan menurunkan kejadian
pneumonia, sebab bila nutrisi enteral yang diberikan secara dini akan membantu
memelihara epitel pencernaan, mencegah translokasi kuman, mencegah
peningkatan distensi gaster, kolonisasi kuman, dan regurgitasi. Posisi pasien
setengah duduk dapat mengurangi resiko regurgitasi aspirasi. Diare sering terjadi
pada pasien di Intensif Care Unit yang mendapat nutrisi enteral, penyebabnya
multifaktorial, termasuk therapy antibiotic, infeksi clostridium difficile, impaksi
feses, dan efek tidak spesifik akibat penyakit kritis. Komplikasi metabolik yang
paling sering berupa abnormalitas elektrolit dan hiperglikemi (Wiryana, 2007).
Pemberian nutrisi enteral diperlukan pada penderita yang memerlukan asupan
nutrien dengan saluran cerna yang masih berfungsi seperti pada penyakit AIDS
atau HIV (yang disertai malnutsi), kakeksia pada penyakit jantung/ kanker,
penurunan kesadaran/ koma, disfagia/ obstruksi esophagus, anoreksia pada infeksi
yang berat/ kronis/ malnutrisi, pembedahan/ kanker pada kepala/ leher dan
gangguan psikologis seperti depresi berat/ anoreksi nervosa. Keadaan
hypermetabolisme (luka bakar, trauma, infeksi HIV), asupan oral yang tidak
mencukupi, inflamasi usus/ penyakit kronik, intubasi/ ventilasi, upaya
mempertahankan keutuhan usus, seperti panda pancreatitis juga memerlukan
nutrisi enteral. Bahkan pada kasus-kasus berat sperti pembedahan dan trauma
dengan resiko sepsis diperlukan pemberian nutrisi enteral secara dini yang dapat
disertai suplementasi nutrient yang berperan dalam proses pergantian sel-sel jonjot
usus seperti glutamine. Selain itu juga diindikasikan untuk gangguan seperti di
bawah ini:
a. Gangguan menguyah dan menelan
b. Prematuritas
c. Kelainan bawaan saluran nafas, saluran cerna, dan jantung
d. Refluks gastroesofagus berat
e. Penyakit kronik dan keganasan

2.2. Makanan Formula Standart Rumah Sakit


Pemberian secara enteral akan mempertahankan fungsi pencernaan dan
penyerapan saluran makanan dan juga mempertahankan penghalang imunologik
yang ada pada usus, mencegah organisme dalam usus menyerang tubuh. Formula
enteral terdiri dari berbagai jenis, salah satunya formula enteral standart rumah
sakit. Syarat formula enteral standar yaitu kandungan energi 1.0 1.2 kkal/ml,
karbohidrat 40-60 %, lemak 30-40 %, dan protein 12-20 %. Formula enteral
standart buatan rumah sakit biasanya berbentuk cair atau diblender dan diberikan
kepada pasien yang tidak dapat mengkonsumsi makanan dalam bentuk padat. Saat
ini belum terdapat formula enteral rumah sakit berbahan dasar pangan tradisional
yang berpotensi antihiperglikemia juga antidiabetes (Liljeberg HGM, erberg
AKE, Bjrk IME. 1996).

2.3. Syarat Formula Enteral


Syarat makanan enteral secara umum yaitu:
1. Kandungan zat gizi sedang yaitu ideal makanan yang biasa diberikan 1 kkal
dalam 1 cc cairan .
2. Kandungan zat gizi seimbang yaitu kebutuhan kalori sebagian besar diambil
dari KH dengan komposisi umum untuk Indonesia KH 60-70%, protein 15-
20%,dan lemak 20-25%.
3. Osmolaritas sama dengan cairan tubuh yaitu osmolaritas yang ideal 350-400 m.
Osmolaritas sesuai dengan osmolaritas osmolaritas cairan ekstraselular.
4. Mudah diabsorpsi yaitu bahan baku makanan enteral sebaiknya siap diabsorpsi
atau paling tidak hanya sedikit memerlukan kegiatan pencernaan.
5. Tanpa atau mengandung serat yaitu makanan enteral yang banyak mengandung
serat bersifat bulk dapat meningkatkn frekuensi defekasi. Pada pasien geriatric
yang sering mengalami obstipasi justru makanan enteral perlu mengandung
serat sesuai kebutuhan.
6. Bebas atau Rendah Laktose yaitu intoleransi laktose sering terjadi pada
malnutrisi, dianjurkan makanan enteral rendah laktose atau bebas laktose,
disarankan kandungan laktose sebesar 0,5% dari total karbohidrat.
7. Makanan enteral bebas dari bahan yang mengandung purine dan kolesterol.
8. Jenis makanan enteral secara umum biasanya adalah jenis polimerik yang
mengandung nilai gizi seimbang cukup vitamin dan mineral.

2.4. Diet Rendah Lemak


Diet rendah lemak adalah diet yang diberikan dengan mempertimbangkan
perhitungan kebutuhan lemak. Kebiutuhan emak yang diberikan diberikan lebih
rendah dari biasanya untuk dapat mengurangi kadar lemak didalam tubuh. Diet
rendah emak diberikan kepada pasien dengan Obesitas dan dislipidemia , yaitu
pasien dengan kadar kolesterol total, Kolesterol LDL dan trigliserida yang tinggi
didalam tubuh (Almatsier, 2010).
Tujuan diet rendah lemak adalah untuk:
1. Menurunkan berat badan bila kegemukan
2. Mengubah jenis dan asupan lemak makanan
3. Menurunkan asupan kolesterol makanan
4. Meningkatkan asupan karbohidrat kompleks dan menurunkan asupen
karbohidrat sederhana (Almatsier, 2010).
Prindip diet rendah lemak yaitu :
1. Pengurangan asupan kolesterol dan lemak jenuh. Disarankan < 300 mg/ hari
2. Peningkatan serat larut air untuk membantu mencegah penyerapan kolesterol.
Disaranakan 20 g/hari

Syarat diet rendah lemak adalah:

1. Energi yang dimasukkan disesuaikan dengan berat badan dan aktivitas fisik.
Bia kegemukan, penurunan berat badab dapat dicapai dengan asupan energy
rendah dan meningkatkan aktifitas fisik.
2. Protein cukup, yaitu 10-20% dari energi total
3. Lemak sedang yaitu < 30% dari energi total, diutamakan lemak tidak jenuh.
Jumlah kolesterol adalah 200-300 mg/hari
4. Karbohidrat sedang, yaitu 50-60% dari kebutuhan energy total.
5. Serat tinggi, terutama serat larut air yang terdapat dalam apel, beras tumbuk
atau beras merah, havermout, dan kacang-kacangan.
6. Vitamin dan mineral cukup. Suplemen multivitamin dianjurkan untuk pasien
yang mengkonsumsi < 1200 kkal energy sehari (Almatsier, 2010).

2.5. Labu kuning(Cucurbita moschata Durch)


Labu kuning (Cucurbita moschata Durch)merupakan salah
satu buah yang sangat rendah kalori. 100 gram buah labu
kuning hanya menyediakan 26 kalori dan tidak mengandung
lemak jenuh atau kolesterol, namun kaya serat makanan, anti-
oksidan, mineral, vitamin.
Labu adalah salah satu sayuran yang direkomendasikan oleh
para ahli medis untuk mengurangi kolestrol dan penurunan berat
badan.Labu merupakan sayuran yang memiliki banyak vitamin
anti-oksidan seperti vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Labu
dalam 100 gram mengandung vitamin A tertinggi dari keluarga
sayuran Cucurbitaceae yang mengandung sekitar 246% dari
RDA. Vitamin A adalah anti-oksidan alami yang kuat dan
diperlukan oleh tubuh untuk menjaga integritas kulit dan
membran lendir. Ini juga merupakan vitamin penting untuk
penglihatan visual yang baik.

Nilai gizi per 100 g labu segar.

Kandungan Nilai Nutrisi Jumlah % RDA


Energi 26 Kcal 1%
Karbohidrat 6.50 g 5%
Protein 1.0 g 2%
Total lemak 0.1 g 0.5%
Kolesterol 0 mg 0%
Serat Pangan 0.5 g 2%
Vitamin
Folat 16 mcg 4%
Niasin 0.600 mg 4%
Riboflavin 0.110 mg 8.5%
Thiamin 0.050 mg 4%
Vitamin A 7384 IU 246%
Vitamin C 9.0 mg 15%
Vitamin E 1.06 mg 7%
Vitamin K 1.1 mcg 1%
Mineral
Kalsium (Ca) 21 mg 2%
Tembaga (Cu) 0.127 mg 14%
Besi (Fe) 0.80 mg 10%
Magnesium 12 mg 3%
Mangan 0.125 mg 0.5%
Pospor 44mg 5%
Selenium 0.3 mcg <0.5%
Seng 0.32 mg 3%
(Sumber: USDA National Nutrient data base

2.6. Uji Osmolaritas


Osmolalitas merupakan ukuran jumlah partikel dalam larutan yang
dinyatakan dalam miliosmol per kg (mOsm/kg). Ukuran ini dapat dipakai untuk
menentukan kemampuan larutan dalam menahan air atau menarik air lewat
membran semipermeabel. Formula enteral dengan osmolalitas yang tinggi dan
diberikan dengan cepat akan menarik cairan ke dalam usus dan mengakibatkan
gejala kram, mual, muntah, atau diare. Osmolalitas mungkin merupakan faktor
yang menentukan bagi pentlerita yang menjalani operasi larnbuhg atau yang
menggunakan slang jejunostomi. Osmolalitas bukan masalah jika formula enteral
diberikan secara perlahan-lahan atau dengan cara tetesan yang konstan (model
infus). Semakin rendah osmolalitas, semakin cepat formula enteral dapat
diberikan.
Pada formula enteral, osmolalitas ditentukan oleh konsentrasi gula, asam
amino dan elektrolit. Osmolalitas formula enteral akan meningkat jika kandungan
asam amino bebas, monosakarida, disakarida dan elektrolit bertambah. Lemak,
protein utuh dan pati secara osmotis tidak begitu aktif. Formula yang isotonik
memiliki osmolalitas yang sama seperti darah yaitu sekitar 300 mOsm/ kg.
Formula dengan osmolalitas yang lebih tinggi daripada 300 mOsm/ kg
digolongkan sebagai formula yang hipertonik atau hiperosmolar. Formula yang
isotonik atau sedikit hipertonik umumnya dapat ditolerir oleh sebagian besar
pasien. Makanan sonde yang dibuat sendiri di rumah sakit dengan kandungan
nutrien yang seimbang umumnya memiliki osmolalitas sekitar 600 mOsm/kg air.
Karena itu, formula enteral yang tepat harus memiliki osmolalitas kurang dari 500
mOsm/kg air agar formula tersebut bersifat isotonik atau sedikit hipertonik dan
tidak menarik cairan ke dalam rongga usus.

2.7. Uji Organoleptik

Uji Organoleptik merupakan pengujian yang panelisnya cenderung melakukan


penilaian berdasarkan kesukaan (Kartika, Pudji dan Wahyu, 1988:4). Uji
organoleptik yaitu kesukaan terhadap aroma, warna, rasa dan tekstur produk
menggunakan Hedonic Scale Scoring (Idris, 1994). Pada saat pengujian panelis
harus dalam keadaan sehat (Idris, 1994). Dalam pengujian ini panelis
mengemukakan responnya yang berupa suka atau tidak suka terhadap sifat produk
hasil penelitian yang diuji yaitu nugget ampas tahu dengan campuran jenis pangan
sumber protein dan jenis filler yang berbeda.
Pada pegujian organoleptik ini menggunakan 5 kategori kesukaan dan diberi
skor sebagai berikut :

Keterangan Skor
Sangat suka 5
Suka 4
Agak suka 3
Kurang suka 2
Tidak suka 1
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. PenuntunDiet. Jakarta: PT SUN

Idris, S., 1994. Metode Pengujian Bahan Pangan Sensoris. Malang: Fakultas
Peternakan, Universitas Brawijaya.

Kartika, B. Pudji, H dan Wahyu, S. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan.
Yogyakarta : PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada

Liljeberg HGM, erberg AKE, Bjrk IME. Effect of the Glycemic Index and
Content of Indigestible Carbohydrates of Cereal-Based Breakfast Meals on
Glucose Tolerance at Lunch in Healthy Subjects.Am J Clin Nutr.1999;
69(4): 647-65

Wiryana, M. 2007. Nutrisi Pada Penderita Sakit Kritis, Jurnal Penyakit Dalam
Volume 8, No.2.Denpasar: Fakultas Kedokteran Unud/RSUP Sanglah
Denpasar

Anda mungkin juga menyukai