Anda di halaman 1dari 2

Salam sejahtera bagi kita semua

Yang terhormat kepala sekolah


Yang saya hormati Bapak/Ibu Guru serta staf Tata Usaha
Dan teman-teman yang saya cintai

Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat-Nya
sehingga kita dapat berkumpul disini dan pada hari ini saya akan menyampaikan pidato dengan tema
PENDIDIKAN Pendidikan adalah pondasi awal untuk membangun Negara, sehingga pendidikan
merupakan hal yang urgensial dalam kehidupan kita.

Akan tetapi pendidikan kita hanyalah sebuah retorika belaka sehingga pada tahap pengaplikasian
masih dapat dikatakan nonsen. Sebagai contoh pendidikan kita masih ingin disempurnakan yaitu salah
satunya adalah Ujian Nasional, ujian nasional ini menjadi sebuah keresahan tersendiri bagi kita,
karena dimana hanya pada sisi kognitif saja yang dinilai padahal Badan Nasional Standar Pendidikan
memberikan penilaian kepada kita semua bahwa ada tiga ranah yang menjadi tolok ukur yaitu ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotrik, tetapi pada tahap pengaplikasian hanya ranah
kognitiflah yang menjadi tolak ukur dan itupun ditentukan hanya dengan 4 mata pelajaran di tingkat
SMP/MTs. Dan 5 mata pelakajaran di tingkat SMA/MA,

Hal ini menjadi sebuah lelucon tersendiri. Para hadirin yang saya hormati Walau seperti itu adanya,
sebagai siswa kita tetap bersaing dan tetap menjadi nomor 1, pada saat ini wacana pendidikan karakter
telah didengung-dengungkan budaya displin, budaya tanggung jawab, dan lain-lainnya semoga
menjadi harapan, Demikian pidato singkat ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
SAJAK WIDURI UNTUK JOKI TOBING
Oleh :
W.S. Rendra
Debu mengepul mengolah wajah tukang-tukang parkir.
Kemarahan mengendon di dalam kalbu purba.
Orang-orang miskin menentang kemelaratan.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu,
kerna wajahmu muncul dalam mimpiku.
Wahai, Joki Tobing, kuseru kamu
karena terlibat aku di dalam napasmu.
Dari bis kota ke bis kota
kamu memburuku.
Kita duduk bersandingan,
menyaksikan hidup yang kumal.
Dan perlahan tersirap darah kita,
melihat sekuntum bunga telah mekar,
dari puingan masa yang putus asa.

Kawanku dan Aku


Kami sama pejalan larut
Menembus kabut
Hujan mengucur badan
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan

Darahku mengental pekat. Aku tumpat pedat

Siapa berkata-kata?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga

Dia bertanya jam berapa?

Sudah larut sekali


Hilang tenggelam segala makna
Dan gerak tak punya arti

MALAM DI PEGUNUNGAN
Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

Anda mungkin juga menyukai