Anda di halaman 1dari 6

TUGAS

TOKSISITAS ANASTETIK LOKAL

Oleh:

Ibnu Firdiansyah Zayyad

Pembimbing:

dr. Isngadi, M.Kes., Sp.An.


Obat analgetik lokal relatif bebas dari efek samping bila diberikan
dalam dosis yang tepat dan lokasi anatomis yang tepat. Reaksi toksis
yang cepat umumnya bila terjadi suntikan intravaskuler atau dosis besar
subaraknoid. Pemberian dosis yang besar, tetapi lokasi anatomisnya
tepat, dapat membawa ke arah toksisitas sistemik setelah absorpsi
vaskuler obat analgetik lokal tersebut.
Anestetik lokal melewati sawar darah otak dan toksisitas sistem
saraf pusat secara umum terjadi akibat absorpsi atau injeksi secara
langsung ke dalam vaskuler. Tanda toksisitas sisstem saraf pusat secara
umum akibat anestetik lokal tergantung pada dosisnya. Dosis anestetik
lokal rendah menyebabkan depresi sistem saraf pusat dan dosis yang
lebih tinggi menyebabkan rangsangan sistem saraf pusat dan kejang. Laju
pemberian anestetik lokal intravena juga mempengaruhi tanda toksisitas
sistem saraf pusat sebagaimana laju infus pada dosis yang sama
mengurangi munculnya depresi sistem saraf pusat dengan tetap
memunculkan gejala sistem saraf pusat. Reaksi dikotomis anestetik lokal
ini adalah hasil sensitivitas yang lebih tinggi dari neuron inhibisi korteks
terhadap efek penghambatan impuls anestetik lokal.

EFEK SISTEMIK LIDOKAIN BERDASARKAN DOSIS


PLASMA CONCENTRATION (g/mL) EFFECT
15 Analgesia
510 Lightheadedness
Tinnitus
Numbness of tongue
1015 Seizures
Unconsciousness
1525 Coma
Respiratory arrest
>25 Cardiovascular depression

Pengaruh toksisitas bergantung pada kadar obat analgetik lokal


dalam plasma. Bila kadarnya 6g/ml, gejalanya adalah gangguan
penglihatan, disorientasi, dan mengantuk. Bila kadarnya 10g/ml,
gejalanya adalah tidak sadar, twitching otot, dan tremor (muka, ujung
ekstrimitas). Bila kadarnya 12g/ml, timbul kejang-kejang dan bila
kadarnya 20g/ml, terjadi henti napas.

Tabel : Toksisitas Obat Analgetik Lokal


(1) Susunan Saraf Pusat
Eksitasi
Depresi
(2) Sistem Kardiovaskuler
Hipertensi
Hipotensi
Iritasi Lokal
(1) Kerusakan serabut saraf
(2) Kerusakan otot skeletal
Lain-lain
(1) Alergi
(2) Methemoglobinemia (prilokain)
(3) Kecanduan (kokain)

Toksisitas Sistemik:
Toksisitas sistemik obat analgetik lokal secara primer umumnya
mengenai SSP dan sistem kardiovaskuler. Pada umumnya SSP lebih
dahulu terkena daripada sistem kardiovaskuler. Penelitian pada anjing dan
biri-biri menunjukkan bahwa diperlukan dosis dan kadar obat analgetik
lokal yang lebih kecil untuk menimbulkan toksisitas SSP daripada
toksisitas kardiovaskuler.

Tabel Signs and symptoms of local anesthetic related CNS


toxicity
CNS excitation
Tinnitus
Lightheadedness
Confusion
Circumoral numbness
Tonic-clonic convulsions
Drowsiness
Unconciousness
Respiratory arrest

Toksisitas Susunan Saraf Pusat :


Toksisitas SSP berhubungan dengan:
1. potensi obat: bupivakain 8 kali lebih poten daripada prilokain;
toksisitasnya juga jauh lebih berat.
2. kadar CO2: bila kadar CO2 darah meningkat, ambang konvulsi menurun.
3. pH darah: bila pH darah menurun, ambang konvulsi menurun
Pada sukarelawan yang diinfus obat analgetik lokal, mereka merasakan
adanya perasaan melayang, pening, diikuti gangguan penglihatan dan
pendengaran (seperti kesulitan memfokuskan pandangan dan tinitus)
serta adanya disorientasi dan mual. Tanda-tanda lain adalah adanya
eksitasi, menggigil, twitching otot, dan tremor pada otot-otot muka dan
bagian distal ekstremitas dan terjadi kejang-kejang yang menyeluruh. Bila
dosis besar diberikan secara sistemik, gejala pertama eksitasi SSP segera
diikuti oleh depresi SSP, depresi napas, dan henti napas. Perbandingan
relatif toksisitas SSP dari bupivakain, etidokain, dan lidokain adalah
sebagai berikut.

Toksisitas Kardiovaskuler:
Obat analgetik lokal dapat menyebabkan pengaruh yang besar terhadap
sistem kardiovaskuler. Pemberian secara sistemik dapat mempengaruhi
otot jantung dan otot polos dinding pembuluh darah.

PENANGANAN TOKSISITAS SISTEMIIK ANESTETIK LOKAL


Metode terbaik mencegah toksisitas sistemik anestetik lokal adalah
melalui pencegahan. Kadar toksis sitemik dapat tercapai akibat injeksi
intravena atau intraarterial yang tidak disengaja atau akibat absorpsi
sistemik dari dosis yang berlebihan yang ditempatkan pada area yang
tepat. Injeksi intravaskuler atau intraarterial yang tidak disengaja dapat
diminimalkan dengan aspirasi darah yang lebih sering, penggunaan dosis
coba anestetik lokal yang kecil (sekitar 3 ml) untuk menguji efek sistemik
subjektif pasien (misalnya tinitus, circumoral numbness) dan injeksi pelan
atau fraksionisasi sisa dosis anestetik lokal. Pengetahuan yang lebih
mendetail mengenai farmakokinetik anestetik lokal akan membantu
mengurangi pemberian dosis anestetik lokal berlebihan. Idealnya,
frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan elektrokardiogram dimonitor
selama pemberian dosis anestetik lokal yang besar. Pencegahaan awal
dengan benzodiazepin, seperti midazolam, dapat juga menurunkan
kemungkinan terjadinya kejang dengan menaikkan ambang kejang.

Penanganan toksisitas sistemik utamanya adaallah suportif.


Oksigenasi dan ventilasi tetap dipelihara karena toksisitas sistemik
anestetik lokal diperparah dengan hipoksemiaa, hiperkarbia, dan asidosis.
Bila diperlukan, trakea pasien dapat diintubasi dan ventilasi tekanan positif
diberikan. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, ttanda toksisitas
sistem saraf pusat biasanya muncul sebelum kejadian kardiovaskuler.
Kejang dapat meningkatkan metabolisme tubuh dan menyebabkan
hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis. Pengobataan farmakologis dapat
menghentikan kejang jika oksigenasi dan ventilasi tidak dapat
dipertahankan. Pemberian tiopental intravena (50 sampai dengan 100
mg), midazolam, (2 sampai dengan 5 mg), dan propofol (1 mg/kg berat
badan) dapat menghentikan kejang akibat toksisitas sistemik anestetik
lokal. Suksinilkolin (50 mg) dapat menghentikan aktivitas muskuler kejang
dan membantu ventilasi dan oksigenasi. Namun, suksinilkolin tidak akan
menghentikan aktivitas kejang di sistem saraf pusat dan peningkatan
kebutuhan metabolik serebral akan tetap terjadi. Depresi kardiovaskuler
akibat anestetik lokal yang lebih tidak poten (misalnya lidokain) biasanya
ringan dan disebabkan oleh depresi miokard yang ringan dan vasodilatasi.
Hipotensi dan bradikardia dapat ditangani dengan efedrin (10 sampai
dengan 30 mg) dan atropin (0,4 mg). Sebagaimana telah dibahas
sebelumnya, anestetik lokal yang poten (misalnya bupivakain) dapat
menyebabkan depresi kardiovaskuler dan disritmia maligna yaang perlu
segera ditangani. Oksigenasi dan ventilasi harus segera diberikan dengan
resusitasi jantung paru bila dibutuhkan. Distrimia ventrikuler sulit diterapi
dan membutuhkan kardioversi elektris, epinefrin, vasopresin, dan
amiodaron dengan dosis besar dan sering. Penggunaan calcium channel
blocker padaa keadaan ini tidak direkomendasikan karena dapat
memperparaah efek kardiodepresannya.
Pengananan yang lebih baru dan menjanjikan terhadap toksisitas
jantung adalah pemberian lemak intravena yang secara teoritis
menghilangkan bupivakain dari tempat kerjanya. Pemberian larutan lemak
20% sebanyak 100 ml dilaporkan menghasilkan resusitasi yang berhasil
terhadap pasien dari disritmia akibat bupivakain yang refrakter terhadap
terapi konvensional. Temuan ini menimbulkan pertanyaaan apakah
propofol standar dalam larutan lemak 10% dapat menjadi pengobatan
pilihan terhadap toksisitas jantung. Namun, dosis lemak dalam dosis
induksi standar propofol menjadi terlalu kecil dan dosis propofol dapat
mengakibatkan depresi jantung yang tidak diharapkan.

Anda mungkin juga menyukai