Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korupsi di Indonesia kini telah merajalela dimana-mana bahkan telah menjadi


suatu kebiasaan yang terjadi di masyarakat. Korupsi saat ini tidak hanya terjadi di
kalangan pejabat tetapi juga banyak terjadi korupsi kecil seperti yang terjadi pada
pelajar antara lain adalah tindakan mencontek. Hal tersebut dikatakan sebagai tindak
korupsi karena dapat merugikan orang lain, kelompok maupun negara. Oleh sebab itu,
mencontek dapat dikatakan tindak korupsi karena dapat merugikan orang lain. Jika hal
tersebut sudah terjadi ketika menjadi seorang pelajar, lalu bagaimana dengan ketika
seseorang tersebut menjadi dewasa yang mungkin akan memimpin negara.

Berbagai upaya tindak korupsi telah dilakukan. Salah satunya untuk menindak
lanjut tindak korupsi yang dapat merugikan negara di kalangan pejabat adalah dengan
dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi atau sering disingkat dengan sebutan
KPK. Lembaga tersebut bertugas menjaring para koruptor yang ada di Indonesia
sebagai upaya pemberantasan korupsi. Tetapi lembaga tersebut tidak dapat menjaring
korupsi kecil yang sebagaimana dilakukan seperti para pelajar yang mencontek. Oleh
karena itu dibutuhkan solusi untuk memberantas tindak korupsi yang efektif. Salah
satunya adalah dengan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan tentang
pencegahan tindak korupsi dalam diri sendiri.

Ada banyak teori tentang perilaku manusia. Salah satu teori pembentukan atau
perubahan perilaku adalah teori aksi beralasan (Theory of Reasoned Action) yang
dijelaskan oleh Ajzen. Teori aksi beralasan ini menegaskan bahwa suatu tindakan yang
ditimbulkan merupakan niat individu. Suatu tindakan tidak akan terjadi tanpa adanya
niat yang timbul dari individu tersebut. Niat itu sendiri juga tidak akan muncul tanpa
adanya determinan yang mempengaruhi. Sehingga teori ini sangat berhubungan dengan
keyakinan, niat, sikap dan perilaku seseorang. Maka dari itu, dalam makalah ini akan
dibahas pencegahan tindak korupsi untuk pribadi individu dengan berdasar teori aksi
beralasan.

1|Page
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan teori aksi beralasan (theory of reasoned


action)?
2. Apa yang dimaksud korupsi dan bagaimana upaya perilaku tindak
korupsi?
3. Bagaimana aplikasi teori aksi beralasan terhadap upaya pencegahan
tindak korupsi?
4. Apakah hubungan perilaku manusia (perilaku tindak korupsi) dengan
human right, human dignity, human responsibility dan social
responsibilities?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan teori aksi beralasan (theory of reasoned action).


2. Menjelaskan tentang korupsi dan upaya perilaku tindak korupsi.
3. Menjelaskan aplikasi teori aksi beralasan terhadap upaya pencegahan
tindak korupsi.
4. Menjelaskan hubungan perilaku manusia (perilaku tindak korupsi)
dengan human right, human dignity, human responsibility dan social
responsibilities.

1.4 Manfaat

1. Mengetahui teori aksi beralasan (theory of reasoned action).


2. Mengetahui tentang korupsi dan upaya perilaku tindak korupsi.
3. Mengetahui aplikasi teori aksi beralasan terhadap upaya pencegahan
tindak korupsi.
4. Mengetahui hubungan perilaku manusia (perilaku tindak korupsi)
dengan human right, human dignity, human responsibility dan social
responsibilities.

2|Page
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action)

Teori aksi beralasan adalah model untuk prediksi niat perilaku yang mencakup
prediksi sikap dan prediksi perilaku. Niat dari perilaku yang memungkinkan untuk
penjelasan faktor pembatas pada pengaruh sikap (Ajzen, 1980). Teori aksi beralasan
dikembangkan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen (1975; 1980), yang berasal dari
penelitian sebelumnya yang dimulai sebagai teori sikap, yang menyebabkan studi sikap
dan perilaku. Teori ini menjelaskan bahwa, Sebagian besar lahir karena frustrasi
dengan penelitian sikap-perilaku tradisional, banyak yang menemukan korelasi yang
lemah antara langkah-langkah sikap dan kinerja perilaku kehendak (Hale,
Householder & Greene, 2002, hal. 259).

Terdapat tiga komponen dari teori aksi beralasan yakni niat perilaku (BI),
sikap (A) dan norma subjektif (SN). Teori ini menunjukkan bahwa niat perilaku
seseorang tergantung pada sikap seseorang tentang perilaku dan norma subjektif (BI =
A + SN). Jika seseorang berniat untuk melakukan perilaku maka kemungkinan bahwa
orang tersebut akan melakukannya. Niat dapat mengukur kekuatan relatif seseorang
untuk melakukan suatu perilaku. Sikap terdiri dari keyakinan tentang konsekuensi dari
melakukan perilaku dikalikan dengan evaluasi nya konsekuensi ini (Fishbein & Ajzen,
1975). Norma subyektif dipandang sebagai kombinasi dari harapan dirasakan dari
individu atau kelompok bersama dengan niat untuk mematuhi harapan tersebut relevan.
Dengan kata lain, persepsi seseorang bergantung pada kebanyakan orang yang
penting bagi dia apakah harus atau tidak harus melakukan perilaku yang
bersangkutan (Fishbein & Ajzen, 1975).

Pendapat ahli lain tentang teori ini yakni Miller dalam bukunya Komunikasi
teori: perspektif, proses, dan konteks mendefinisikan tiga komponen teori aksi
beralasan sebagai berikut:

Sikap merupakan jumlah keyakinan tentang perilaku tertentu tertimbang dengan


evaluasi dari keyakinan ini.

3|Page
Norma subyektif merupakan dengan melihat pengaruh orang dalam lingkungan
sosial seseorang pada niat perilaku nya; kepercayaan orang, dihitung dengan
pentingnya satu atribut untuk masing-masing pendapat mereka, akan
mempengaruhi niat perilaku seseorang.
Niat perilaku merupakan fungsi dari kedua sikap terhadap perilaku dan norma
subjektif terhadap perilaku, yang telah ditemukan untuk memprediksi perilaku
aktual.

Proses Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action)

Sebagai proses perilaku, model aliran TRA dapat diperluas dengan dinyatakan
sebagai berikut: (Sumber: Ajzen, 1980)

Kepercayaan terhadap
Hasil
Sikap

Evaluasi Hasil

Niat Perilaku
Keyakinan yang Orang
Lain Pikirkan

Ahli Berpikir Norma


Subjektif

Motivasi untuk Mematuhi

Dari skema di atas tampak bahwa niat seseorang terhadap perilaku dibentuk
oleh dua faktor utama yaitu sikap individu terhadap perilaku (attitude toward the
behavior) yang merupakan aspek personal dan norma subjektif (subjective norms).

Sikap merupakan penilaian positif atau negatif seseorang terhadap sejumlah


kepercayaan terhadap objek tertentu. Sikap memiliki dua aspek pokok yaitu
kepercayaan perilaku dan evaluasi. Kepercayaan perilaku adalah keyakinan individu
bahwa menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu akan menghasilkan hasil
tertentu, dan merupakan aspek pengetahuan individu tentang obyek sikap, dapat pula
berupa opini individu akan hal yang belumpasti dengan kenyataan. Semakin positif
keyakinan individu akan akibat dari suatu obyek sikap maka akan semakin positif pula
sikap individu terhadap obyek sikap tersebut, demikian pula sebaliknya.

4|Page
Sedangkan evaluasi adalah penilaian seseorang terhadap hasil yang
dimunculkan dari suatu perilaku. Evaluasi akan berakibat pada perilaku penilaian yang
diberikan individu terhadap tiap-tiap akibat atau hasil yang diperoleh individu. Apabila
menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu, evaluasi atau penilaian ini
dapat bersifat menguntungkan atau merugikan (Fishbein & Ajzen, 1975).

Komponen lainnya yang berpengaruh pada niat seseorang terhadap perilaku


adalah norma subjektif. Norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap pikiran
pihak-pihak yang dianggap berperan dan memiliki harapan kepadanya untuk
melakukan sesuatu dan sejauh mana keinginan untuk memenuhi harapan tersebut.
Konsep norma subjektif merupakan representasi dari tuntutan atau tekanan lingkungan
yang dihayati individu dan menunjukkan keyakinan individu atas adanya persetujuan
atau tidak dari figur-figur sosial jika ia melakukan suatu perbuatan. Orang lain atau
figur sosial dalam norma subjektif yang dimaksud biasanya ialah significant other bagi
orang yang bersangkutan (Fishbein & Ajzen, 1975).

2.2 Korupsi dan Upaya Perilaku Tindak Korupsi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi berarti penyelewengan atau


penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi
atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur penyelewengan atau dis-
honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
disebutkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana korupsi.

Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-
Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya Operasi Budhi dan

Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228


Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil
nyata. Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
Operasi Tertib yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi
5|Page
semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan.
Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah


cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir
1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan
yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang
menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi
hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut
akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas
dari KKN.

Dalam upaya pemberantasan korupsi, pemerintah membangun sebuah lembaga


yang akan menangani kasus korupsi di Indonesia yakni Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). KPK berusaha melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh undang-
undang dengan semaksimal mungkin memanfaatkan kewenangan yang ada. Karena itu
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik akan kami cermati sebagai salah
satu aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan.

Dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia yang terlalu banyak


sehingga tidak mampu untuk dituntaskan, maka diperlukan pencegahan dini yang
berawal dari individu itu sendiri. Dengan adanya pencegahan yang ada sejak dini ini,
diharapkan mampu mengurangi kasus-kasus tindak korupsi yang terjadi di masyarakat.
Terdapat berbagai macam pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan
dilakukannya sosialisasi oleh para aktivis, mencari wawasan yang seluas-luasnya dan
membuka pikiran dengan terbuka dan lain sebagainya.

2.3 Aplikasi Teori Aksi Beralasan (Theory of Reasoned Action) terhadap


Upaya Pencegahan Tindak Korupsi

Dari berbagai macam upaya pencegahan dan pemberantasan yang telah


dilakukan oleh pemerintah dalam menangani kasus korupsi yang ada di Indonesia baik

6|Page
dari dalam maupun luar namun masih banyak kasus korupsi yang terjadi baik kecil
hingga besar. Oleh karena itu, salah satu pencegahan yang dapat diterapkan untuk
mengurangi tindak korupsi adalah dengan menerapkan teori aksi beralasan yang
disampaikan oleh Fishbein & Ajzen.

Sikap (Keyakinan dan Evaluasi)

Keyakinan seseorang sangat berpengaruh terhadap sikap. Keyakinan


diartikan sebagai pendapat atau pemikiran seseorang terhadap suatu hal secara
objek ataupun subjek. Keyakinan seseorang terhadap suatu hal baik subjek
maupun objek salah satunya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan individu
tersebut.

Pengetahuan umum tentang korupsi harus dimiliki setiap orang. Seorang


individu harus mempunyai persepsi yang tepat tentang korupsi bahwa korupsi
dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Pengetahuan dapat didapatkan
dari media elektronik maupun cetak. Seseorang harus peduli terlebih dahulu
agar mau mencari pengetahuan tersebut karena hal ini sangat penting untuk
kebaikan dan kemajuan negara kita. Karena jika tidak memiliki pengetahuan
yang cukup, maka akan menjadi bom waktu sendiri untuk Indonesia
kedepannya. Dan dari pengetahuan tersebut, akan memunculkan keyakinan
dalam diri individu untuk menjadikan negara Indonesia ini menjadi lebih
maju.

Setelah seorang individu memiliki keyakinan dan pengetahuan yang


cukup luas tentang korupsi dan bahayanya, maka individu tersebut akan
menilai atau mengevaluasi terhadap tindak korupsi dan akan berpikir
bagaimana upaya untuk memberantas korupsi agar tidak terus berlanjut dan

tidak menghancurkan Indonesia di masa depan. Dan oleh sebab itu, evaluasi
juga sangat penting karena ketika individu hanya memiliki keyakinan tetapi
tidak mau mengevaluasi apa yang terjadi, sama saja tidak melakukan apapun
demi kebaikan Indonesia.

Norma Subjektif

7|Page
Norma Subjektif merupakan adanya pengaruh orang lain atau kelompok
terhadap munculnya niat untuk berperilaku. Dalam hal ini niat akan
dipengaruhi oleh munculnya opini-opini dari orang lain tentang perilaku
korupsi.

Opini masyarakat tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi yang


positif akan memunculkan niat yang baik dan positif bagi seorang individu itu
sendiri. Begitupun sebaliknya opini masyarakat yang negatif dapat
memunculkan niat yang negatif pula tentang korupsi dan pencegahannya. Oleh
sebab itu opini masyarakat memang tidak dapat diprediksikan dan mungkin
dapat berubah-ubah. Oleh karenanya, sebagai individu yang berpengetahuan
sebaiknya memilah opini-opini masyarakat agar tidak terjebak dalam suatu
persepsi yang salah.

Niat

Niat akan melakukan sesuatu akan timbul setelah munculnya sikap yang
positif dan norma subjektif yang positif. Setelah seseorang memiliki keyakinan
yang cukup kuat dan pengetahuan yang cukup akan menimbulkan suatu sikap.
Dan setelah memilah opini masyarakat dan mengambil opini yang positif
maka akan timbul suatu niatan untuk melakukan suatu pencegahan tindak
korupsi demi kebaikan dan kemajuan negara Indonesia.

Perilaku

Setelah seseorang tersebut memiliki niatan yang baik untuk melakukan


pencegahan korupsi demi kemajuan negara maka akan timbul suatu perilaku

yang diwujudkan di dalam kenyataan atau realitas pada kehidupan sehari-hari.


Perilaku tidak berubah secara langsung 100% tetapi membutuhkan proses
untuk mewujudkan perilaku tersebut secara total. Perilaku secara perlahan
akan berubah berdasarkan niat seseorang tersebut.

Contohnya adalah korupsi kecil seperti yang dilakukan seorang pelajar


yang sering mencontek dalam ujian atau ulangan. Ketika pelajar tersebut

8|Page
memiliki suatu pengetahuan tentang bahaya mencontek atau ketika dia sadar
akan perbuatan yang dia lakukan itu tidak benar maka akan muncul suatu
keyakinan bahwa mencontek yang dia lakukan itu tidak benar dan akan
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Orang tersebut kemudian
mengevaluasi dirinya sendiri, apakah yang ia lakukan sudah benar atau tidak.
Kemudian muncul opini dari teman-temanya atau orang disekitarnya bahwa
mencontek itu tidak baik. Lalu orang tersebut akan mempunyai suatu niatan
untuk berubah menjadi lebih baik dan tidak merugikan dirinya sendiri dan
orang lain. Perilaku orang tersebut secara perlahan akan berubah dengan
berusaha tidak mencontek. Perlahan tapi pasti secara tidak sadar perilaku
orang tersebut sudah berubah dari yang sebelumnya.

2.4 Hubungan Perilaku Manusia (Pencegahan Perilaku Tindak Korupsi)


dengan Human Right, Human Dignity, Human Responsibility dan Social
Responsibilities

Human Right (Martabat/Harga Diri)

Pada dasarnya, setiap manusia memiliki martabat atau harga diri dalam
dirinya sendiri. Ketika seseorang berperilaku, orang lain akan menilai
seseorang tersebut terhadap perilaku yang dilakukan. Oleh sebab itu, ketika
seseorang akan berperilaku, terlebih dahulu memikirkan apa yang dilakukan
sudah baik atau benar. Karena perilaku yang akan dilakukan dapat
mempengaruhi martabat atau harga diri seseorang dalam pandangan orang
lain. Seperti halnya seseorang akan melakukan tindak korupsi. Orang tersebut
akan memikirkan harga diri atau martabatnya terlebih dahulu dimata orang

lain atau publik. Sehingga orang tersebut pada akhirnya tidak melakukan
tindak korupsi. Dan dapat disimpulkan, human right sangat membantu
seseorang untuk tidak berperilaku yang tidak semestinya dilakukan untuk
menjaga martabat dan harga dirinya.

Human Dignity (Hak Kesejahteraan Hidup)

9|Page
Setiap orang hidup dalam hidupnya mempunyai suatu hak untuk
kesejahteraan hidupnya. Seseorang akan berperilaku baik untuk mendapatkan
hak kesejahteraan hidupnya itu. Sehingga individu tersebut akan memiliki
suatu kesejahteraan dalam hidupnya. Tetapi sebaliknya ketika seseorang tidak
berperilaku dengan baik maka orang tersebut tidak akan mendapatkan haknya.
Oleh sebab itu, orang hidup haruslah berperilaku yang baik sehingga dapat
memiliki haknya sebagai manusia yakni hak kesejahteraan hidup. Sebagai
contoh seperti halnya seorang koruptor. Ketika seseorang memiliki
kesempatan untuk berkorupsi tetapi orang tersebut memilih untuk tidak
korupsi maka orang tersebut sudah berperilaku baik yang akan mendapatkan
hak kesejahteraan hidupnya. Tetapi sebaliknya apabila orang tersebut memilih
untuk korupsi, untuk sementara waktu ia memiliki hak kesejahteraan
hidupnya. Namun ketika orang tersebut tertangkap basah oleh KPK maka
orang tersebut sudah tidak memiliki hak kesejahteraan dalam hidupnya.

Human Responsibility (Tanggung Jawab)

Setiap manusia yang hidup mempunyai sebuah tanggung jawab, baik


untuk dirinya sendiri, orang lain, kelompok maupun negara. Sebuah tanggung
jawab dapat membentuk perilaku seseorang akan apa yang dilakukannya.
Seperti halnya korupsi, seseorang yang berkorupsi akan menanggung akibat
atas apa yang telah dia lakukan. Hal tersebut merupakan tanggung jawab yang
harus dipertanggungjawabkan atas perilaku yang telah dilakukannya.

Social Responsibilities (Tidak Membahayakan Orang Lain)

Berdasarkan teori ini, menjelaskan bahwa manusia tidak boleh membagi


penderita dengan orang lain, tidak mengambil hak orang lain dan berbagi
penyakit dengan orang lain. Artinya setiap orang tidak diperbolehkan membagi
atau merampas kebahagiaan orang lain. Seperti pada teory human dignity
bahwa setiap orang memiliki hak untuk kesejahteraan hidupnya. Contohnya

10 | P a g e
pada korupsi adalah ketika seseorang tertangkap basah melakukan tindak
korupsi tetapi orang itu juga menuduh orang lain juga melakukan tindak
korupsi padahal dalam kenyataannya hanya dia yang melakukan tindak
korupsi. Hal tersebut merupakan tindakan yang dapat membahayakan orang
lain.

11 | P a g e
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori aksi beralasan (theory of reasoned action) menegaskan bahwa niat


merupakan faktor utama seseorang akan berperilaku. Niat seseorang membuat tekad
untuk melakukan perilaku yang akan terjadi. Niat dipengaruhi oleh dua faktor yakni
sikap (attitude toward the behavior) dan norma subjektif (subjective norms).

Pencegahan korupsi harus dilakukan karena terlalu banyaknya kasus korupsi


yang terjadi di Indonesia. Upaya pemberantasan sudah dilakukan dengan berbagai cara
yang ada. Tetapi tidak menuntaskan semua kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.
Oleh sebab itu dilakukan pencegahan dini yang dimulai dari diri sendiri. Salah satu
pencegahan yang dapat dilakukan yakni dengan berdasar pada teori aksi beralasan
(theory of reasoned action).

Dengan berdasar pada teori aksi beralasan dapat dilakukan pencegahan tindak
korupsi pada diri sendiri. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa semua tindakan atau
perilaku berawal dari niat. Dan dalam aplikasinya, dalam pencegahan kasus tindak
korupsi dibutuhkan sebuah niat seseorang yang positif untuk tidak melakukan tindak
korupsi. Niat seseorang sangat berpengaruh akan tindakan atau perilaku yang
dilakukakannya.

3.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan untuk semua individu adalah cobalah untuk
membuka wawasan dan membuka pikiran dengan terbuka. Dan mencoba untuk
menerima masukan positif dan tidak melakukan hal-hal negatif yang dapat merugikan
diri sendiri. Semua kembali bergantung pada individu itu sendiri akan niatan yang akan
ia lakukan.

12 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Fishbein, M. & Ajzen, I. (1975) Keyakinan, sikap, niat, dan perilaku. Pengantar teori
dan penelitian. Membaca, MA:. Addison-Wesley

Hale, JL; Householder, BJ & Greene, KL (2002). Teori tindakan beralasan. Di JP


Dillard & M. Pfau (Eds.), The persuasi buku pegangan: Perkembangan teori dan
praktek (pp 259-286.). Thousand Oaks, CA: Sage.

Miller, K. (2005) Komunikasi teori: perspektif, proses, dan konteks. New York:
McGraw-Hill.

Ajzen, I. & Fishbein, M. (1980). Sikap Memahami dan memprediksi perilaku sosial.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Himawan H. (2011). Upaya Pemberantasan Korupsi

13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai