PENDAHULUAN
Berbagai upaya tindak korupsi telah dilakukan. Salah satunya untuk menindak
lanjut tindak korupsi yang dapat merugikan negara di kalangan pejabat adalah dengan
dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi atau sering disingkat dengan sebutan
KPK. Lembaga tersebut bertugas menjaring para koruptor yang ada di Indonesia
sebagai upaya pemberantasan korupsi. Tetapi lembaga tersebut tidak dapat menjaring
korupsi kecil yang sebagaimana dilakukan seperti para pelajar yang mencontek. Oleh
karena itu dibutuhkan solusi untuk memberantas tindak korupsi yang efektif. Salah
satunya adalah dengan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan tentang
pencegahan tindak korupsi dalam diri sendiri.
Ada banyak teori tentang perilaku manusia. Salah satu teori pembentukan atau
perubahan perilaku adalah teori aksi beralasan (Theory of Reasoned Action) yang
dijelaskan oleh Ajzen. Teori aksi beralasan ini menegaskan bahwa suatu tindakan yang
ditimbulkan merupakan niat individu. Suatu tindakan tidak akan terjadi tanpa adanya
niat yang timbul dari individu tersebut. Niat itu sendiri juga tidak akan muncul tanpa
adanya determinan yang mempengaruhi. Sehingga teori ini sangat berhubungan dengan
keyakinan, niat, sikap dan perilaku seseorang. Maka dari itu, dalam makalah ini akan
dibahas pencegahan tindak korupsi untuk pribadi individu dengan berdasar teori aksi
beralasan.
1|Page
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2|Page
BAB II
PEMBAHASAN
Teori aksi beralasan adalah model untuk prediksi niat perilaku yang mencakup
prediksi sikap dan prediksi perilaku. Niat dari perilaku yang memungkinkan untuk
penjelasan faktor pembatas pada pengaruh sikap (Ajzen, 1980). Teori aksi beralasan
dikembangkan oleh Martin Fishbein dan Icek Ajzen (1975; 1980), yang berasal dari
penelitian sebelumnya yang dimulai sebagai teori sikap, yang menyebabkan studi sikap
dan perilaku. Teori ini menjelaskan bahwa, Sebagian besar lahir karena frustrasi
dengan penelitian sikap-perilaku tradisional, banyak yang menemukan korelasi yang
lemah antara langkah-langkah sikap dan kinerja perilaku kehendak (Hale,
Householder & Greene, 2002, hal. 259).
Terdapat tiga komponen dari teori aksi beralasan yakni niat perilaku (BI),
sikap (A) dan norma subjektif (SN). Teori ini menunjukkan bahwa niat perilaku
seseorang tergantung pada sikap seseorang tentang perilaku dan norma subjektif (BI =
A + SN). Jika seseorang berniat untuk melakukan perilaku maka kemungkinan bahwa
orang tersebut akan melakukannya. Niat dapat mengukur kekuatan relatif seseorang
untuk melakukan suatu perilaku. Sikap terdiri dari keyakinan tentang konsekuensi dari
melakukan perilaku dikalikan dengan evaluasi nya konsekuensi ini (Fishbein & Ajzen,
1975). Norma subyektif dipandang sebagai kombinasi dari harapan dirasakan dari
individu atau kelompok bersama dengan niat untuk mematuhi harapan tersebut relevan.
Dengan kata lain, persepsi seseorang bergantung pada kebanyakan orang yang
penting bagi dia apakah harus atau tidak harus melakukan perilaku yang
bersangkutan (Fishbein & Ajzen, 1975).
Pendapat ahli lain tentang teori ini yakni Miller dalam bukunya Komunikasi
teori: perspektif, proses, dan konteks mendefinisikan tiga komponen teori aksi
beralasan sebagai berikut:
3|Page
Norma subyektif merupakan dengan melihat pengaruh orang dalam lingkungan
sosial seseorang pada niat perilaku nya; kepercayaan orang, dihitung dengan
pentingnya satu atribut untuk masing-masing pendapat mereka, akan
mempengaruhi niat perilaku seseorang.
Niat perilaku merupakan fungsi dari kedua sikap terhadap perilaku dan norma
subjektif terhadap perilaku, yang telah ditemukan untuk memprediksi perilaku
aktual.
Sebagai proses perilaku, model aliran TRA dapat diperluas dengan dinyatakan
sebagai berikut: (Sumber: Ajzen, 1980)
Kepercayaan terhadap
Hasil
Sikap
Evaluasi Hasil
Niat Perilaku
Keyakinan yang Orang
Lain Pikirkan
Dari skema di atas tampak bahwa niat seseorang terhadap perilaku dibentuk
oleh dua faktor utama yaitu sikap individu terhadap perilaku (attitude toward the
behavior) yang merupakan aspek personal dan norma subjektif (subjective norms).
4|Page
Sedangkan evaluasi adalah penilaian seseorang terhadap hasil yang
dimunculkan dari suatu perilaku. Evaluasi akan berakibat pada perilaku penilaian yang
diberikan individu terhadap tiap-tiap akibat atau hasil yang diperoleh individu. Apabila
menampilkan atau tidak menampilkan perilaku tertentu, evaluasi atau penilaian ini
dapat bersifat menguntungkan atau merugikan (Fishbein & Ajzen, 1975).
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-
Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya Operasi Budhi dan
6|Page
dari dalam maupun luar namun masih banyak kasus korupsi yang terjadi baik kecil
hingga besar. Oleh karena itu, salah satu pencegahan yang dapat diterapkan untuk
mengurangi tindak korupsi adalah dengan menerapkan teori aksi beralasan yang
disampaikan oleh Fishbein & Ajzen.
tidak menghancurkan Indonesia di masa depan. Dan oleh sebab itu, evaluasi
juga sangat penting karena ketika individu hanya memiliki keyakinan tetapi
tidak mau mengevaluasi apa yang terjadi, sama saja tidak melakukan apapun
demi kebaikan Indonesia.
Norma Subjektif
7|Page
Norma Subjektif merupakan adanya pengaruh orang lain atau kelompok
terhadap munculnya niat untuk berperilaku. Dalam hal ini niat akan
dipengaruhi oleh munculnya opini-opini dari orang lain tentang perilaku
korupsi.
Niat
Niat akan melakukan sesuatu akan timbul setelah munculnya sikap yang
positif dan norma subjektif yang positif. Setelah seseorang memiliki keyakinan
yang cukup kuat dan pengetahuan yang cukup akan menimbulkan suatu sikap.
Dan setelah memilah opini masyarakat dan mengambil opini yang positif
maka akan timbul suatu niatan untuk melakukan suatu pencegahan tindak
korupsi demi kebaikan dan kemajuan negara Indonesia.
Perilaku
8|Page
memiliki suatu pengetahuan tentang bahaya mencontek atau ketika dia sadar
akan perbuatan yang dia lakukan itu tidak benar maka akan muncul suatu
keyakinan bahwa mencontek yang dia lakukan itu tidak benar dan akan
merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Orang tersebut kemudian
mengevaluasi dirinya sendiri, apakah yang ia lakukan sudah benar atau tidak.
Kemudian muncul opini dari teman-temanya atau orang disekitarnya bahwa
mencontek itu tidak baik. Lalu orang tersebut akan mempunyai suatu niatan
untuk berubah menjadi lebih baik dan tidak merugikan dirinya sendiri dan
orang lain. Perilaku orang tersebut secara perlahan akan berubah dengan
berusaha tidak mencontek. Perlahan tapi pasti secara tidak sadar perilaku
orang tersebut sudah berubah dari yang sebelumnya.
Pada dasarnya, setiap manusia memiliki martabat atau harga diri dalam
dirinya sendiri. Ketika seseorang berperilaku, orang lain akan menilai
seseorang tersebut terhadap perilaku yang dilakukan. Oleh sebab itu, ketika
seseorang akan berperilaku, terlebih dahulu memikirkan apa yang dilakukan
sudah baik atau benar. Karena perilaku yang akan dilakukan dapat
mempengaruhi martabat atau harga diri seseorang dalam pandangan orang
lain. Seperti halnya seseorang akan melakukan tindak korupsi. Orang tersebut
akan memikirkan harga diri atau martabatnya terlebih dahulu dimata orang
lain atau publik. Sehingga orang tersebut pada akhirnya tidak melakukan
tindak korupsi. Dan dapat disimpulkan, human right sangat membantu
seseorang untuk tidak berperilaku yang tidak semestinya dilakukan untuk
menjaga martabat dan harga dirinya.
9|Page
Setiap orang hidup dalam hidupnya mempunyai suatu hak untuk
kesejahteraan hidupnya. Seseorang akan berperilaku baik untuk mendapatkan
hak kesejahteraan hidupnya itu. Sehingga individu tersebut akan memiliki
suatu kesejahteraan dalam hidupnya. Tetapi sebaliknya ketika seseorang tidak
berperilaku dengan baik maka orang tersebut tidak akan mendapatkan haknya.
Oleh sebab itu, orang hidup haruslah berperilaku yang baik sehingga dapat
memiliki haknya sebagai manusia yakni hak kesejahteraan hidup. Sebagai
contoh seperti halnya seorang koruptor. Ketika seseorang memiliki
kesempatan untuk berkorupsi tetapi orang tersebut memilih untuk tidak
korupsi maka orang tersebut sudah berperilaku baik yang akan mendapatkan
hak kesejahteraan hidupnya. Tetapi sebaliknya apabila orang tersebut memilih
untuk korupsi, untuk sementara waktu ia memiliki hak kesejahteraan
hidupnya. Namun ketika orang tersebut tertangkap basah oleh KPK maka
orang tersebut sudah tidak memiliki hak kesejahteraan dalam hidupnya.
10 | P a g e
pada korupsi adalah ketika seseorang tertangkap basah melakukan tindak
korupsi tetapi orang itu juga menuduh orang lain juga melakukan tindak
korupsi padahal dalam kenyataannya hanya dia yang melakukan tindak
korupsi. Hal tersebut merupakan tindakan yang dapat membahayakan orang
lain.
11 | P a g e
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan berdasar pada teori aksi beralasan dapat dilakukan pencegahan tindak
korupsi pada diri sendiri. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa semua tindakan atau
perilaku berawal dari niat. Dan dalam aplikasinya, dalam pencegahan kasus tindak
korupsi dibutuhkan sebuah niat seseorang yang positif untuk tidak melakukan tindak
korupsi. Niat seseorang sangat berpengaruh akan tindakan atau perilaku yang
dilakukakannya.
3.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan untuk semua individu adalah cobalah untuk
membuka wawasan dan membuka pikiran dengan terbuka. Dan mencoba untuk
menerima masukan positif dan tidak melakukan hal-hal negatif yang dapat merugikan
diri sendiri. Semua kembali bergantung pada individu itu sendiri akan niatan yang akan
ia lakukan.
12 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Fishbein, M. & Ajzen, I. (1975) Keyakinan, sikap, niat, dan perilaku. Pengantar teori
dan penelitian. Membaca, MA:. Addison-Wesley
Miller, K. (2005) Komunikasi teori: perspektif, proses, dan konteks. New York:
McGraw-Hill.
Ajzen, I. & Fishbein, M. (1980). Sikap Memahami dan memprediksi perilaku sosial.
Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
13 | P a g e