Anda di halaman 1dari 14

STUDI KERENTANAN AIRTANAH TERHADAP PENCEMARAN DAN

PEMOMPAAN DENGAN METODE GROUNDWATER OCCURRENCE,


OVERLAYING LITHOLOGY, DAN DEPTH OF GROUNDWATER (GOD) DI
KECAMATAN GROBOGAN DAN KECAMATAN PURWODADI, KABUPATEN
GROBOGAN, PROVINSI JAWA TENGAH

Tjang, Andreas Archie Candra Saputra Wijaya 1, Dr.rer.nat. Thomas Triadi Putranto, ST., M.Eng., Istiqomah
Ari Kusuma, ST., MT

1
Departemen Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Jl. Prof Soedarto, SH-Semarang, Telp. (+6224)7460055 Fax. (+6224)7460055
Email: andreas.archie@gmail.com

SARI
Kebutuhan manusia terhadap air semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah
penduduk disuatu daerah. Air digunakan untuk kebutuhan primer maupun sekunder, skala
lokal sampai global, dan dimanfaatkan untuk berbagai bidang didalam kehidupan.
Kepentingan akan kebutuhan air dilihat dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kerentanan airtanah terhadap pencemaran
dan pemompaan di Kecamatan Grobogan dan Kecamatan Purwodadi. Metode yang
digunakan untuk analisis kerentanan airtanah terhadap pencemaran adalah metode GOD
(Groundwater Occurrence, Overall lithology of aquifer, and Depth of groundwater). Metode
untuk mengetahui tingkat kerentanan airtanah terhadap pemompaan adalah metode Foster.
Hasil analisis ini kemudian digabungkan dengan Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Grobogan untuk mengetahui risiko airtanah terhadap pencemaran dan
pemompaan. Berdasarkan hasil analisis, didapatkan 4 (empat) zona kerentanan airtanah
terhadap pencemaran, yaitu zona kerentanan airtanah sangat rendah memiliki rentang skor
0,08 sampai 0,1, zona kerentanan airtanah rendah memiliki rentang skor 0,11-0,3, zona
kerentanan airtanah sedang memiliki rentang skor 0,31-0,5, dan zona kerentanan airtanah
sangat tinggi memiliki rentang skor 0,71-1. Zona kerentanan airtanah terhadap pemompaan
dibagi menjadi 2 (dua) zona, yaitu zona kerentanan airtanah sedang dengan rentang skor 10-
12 dan zona kerentanan airtanah tinggi dengan skor 13. Hasil analisis kerentanan airtanah
yang ditumpangtindihkan dengan Peta RTRW Kabupaten Grobogan menghasilkan 5 (lima)
zona risiko airtanah terhadap pencemaran dan 2 (dua) zona risiko airtanah terhadap
pemompaan. Zona risiko airtanah terhadap pencemaran dibagi menjadi zona risiko sangat
rendah, zona risiko rendah, zona risiko sedang, zona risiko tinggi, dan zona risiko sangat
tinggi. Zona risiko airtanah terhadap pemompaan dibagi menjadi zona risiko sedang dan zona
risiko tinggi.
Katakunci: pertambahan penduduk, kerentanan airtanah, pencemaran, pemompaan, zona
risiko airtanah

ABSTRACT
The humans needs for water increases with the increase of population in an area. Water used
for primary or secondary use, local to global scale, and utilized for various fields in life. Concern
about the need of water in terms of quantity and quality. This study was conducted to
determine the level of vulnerability of groundwater against pollution and pumping in the
District Grobogan and District Purwodadi. The method used for the analysis of the
vulnerability of groundwater towards pollution is a GODs method (Groundwater Occurrence,
Overalls lithology of the aquifer, and Depth of groundwater). Methods to determine the level
of groundwater vulnerability towards pumping is a Fosters method. The results of this analysis
were combined with Grobogans Spatial Map to determine the risk of groundwater towards
pollution and pumping. Based on the analysis, there are four (4) zones of groundwater
vulnerability towards pollution, which is very low groundwater vulnerability zone has a score
range of 0.08 to 0.1, low groundwater vulnerability zone has a score range from 0.11 to 0.3,
moderate groundwater vulnerability zone has a score range from .31 to 0.5, and very high
groundwater vulnerability zone has a score range from 0.71 to 1. Groundwater vulnerability
towards pumping zone to be divided into two (2) zones, a zone of groundwater vulnerability
being with 10-12 score range and high groundwater vulnerability zone with a score of 13. The
results of the analysis of the vulnerability of groundwater that are overlaid with Grobogans
Spatial Map produce five (5) the groundwater risk zone towards pollution and two (2)
groundwater risk zone towards pumping. The risk zone of groundwater against pollution is
divided into very low risk zone, low risk zone, moderate risk zone, high risk zone, and very high
risk zone. Groundwater risk zone towards pumping is divided into moderate risk zone and high
risk zone.
Keywords: increasing population, groundwater vulnerability, contamination, pumping,
groundwater risk zone

I. PENDAHULUAN airtanah tersebut. Airtanah akan mengalami


penurunan kualitas seiring terjadinya
Kebutuhan manusia terhadap air semakin
pencemaran. Pencemaran airtanah sering
meningkat seiring bertambahnya jumlah
terjadi pada daerah padat penduduk, daerah
penduduk disuatu daerah. Air digunakan untuk
industri, dan daerah pertanian dimana
kebutuhan primer maupun sekunder, skala
masyarakat banyak menggunakan airtanah
lokal sampai global, dan dimanfaatkan untuk
sebagai sumber air bersih.
berbagai bidang didalam kehidupan.
Kepentingan akan kebutuhan air dilihat dari
Oleh sebab itulah, dilakukan penelitian untuk
segi kuantitasnya maupun kualitasnya. Dari
mengetahui tingkat kerentanan airtanah
segi kuantitas, air dapat diambil dari sumber
terhadap pencemaran dan pemompaan.
air permukaan maupun dari sumber air bawah
Kerentanan terhadap pencemaran dapat
permukaan atau biasa disebut airtanah.
dilakukan melalui metode Groundwater
Pemanfaatan air permukaan relatif lebih
Occurrence, Overlaying lithology, dan Depth to
mudah dibandingkan pemanfaatan airtanah.
groundwater (GOD), sedangkan kerentanan
Air permukaan dapat digunakan langsung
terhadap pemompaan dapat dilakukan dengan
karena wujudnya yang jelas terlihat, sehingga
metode Foster.
dapat ditentukan jenis teknik pengambilan
airnya langsung berdasarkan pengamatan
lapangan. Airtanah berbeda dengan air II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL
permukaan, untuk menentukan banyaknya
Secara regional daerah lokasi penelitian telah
(kuantitas) airtanah yang ada di bawah
terpetakan dalam peta geologi 1:100.000 yang
permukaan harus dianalisis menggunakan
dibuat oleh Pusat Penelitian dan
berbagai macam metode, sehingga penentuan
Pengembangan Geologi (PPPG) Bandung yang
kuantitas airtanah harus berdasarkan
terliput Peta Geologi Lembar Kudus (Suwarti
penelitian karakteristik akuifer serta penelitian
dan Wikarno, 1992) dan Peta Geologi Lembar
sumber airtanahnya.
Salatiga (Sukardi dan Budhitrisna, 1992).
Bertambahnya jumlah penduduk akan
Menurut Pringgoprawiro (1983) pada Gambar
mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari
1, formasi batuan yang menyusun dari yang banjir dari sungai-sungai yang ada, berwarna
tertua sampai termuda (Gambar 2) adalah: abu-abu kekuningan, keruh agak kehitaman,
a. Formasi Ngrayong mudah lepas sampai lepas, sortasi buruk.
Formasi Ngrayong disusun oleh batupasir Endapan ini menempati daerah dataran
kwarsa dengan perselingan batulempung, setempat yang sebagian dijadikan lahan
lanau, lignit, dan batugamping bioklastik. Pada pertanian dan perkebunan.
batupasir kwarsanya kadang-kadang
mengandung cangkang moluska laut.
Lingkungan pengendapan Formasi Ngrayong di III. METODE PENELITIAN
daerah dangkal dekat pantai yang makin ke Penelitian ini dilakukan dengan metode
atas lingkungannya menjadi litoral, laguna, kualitatif dan metode kuantitatif. Metode
hingga sublitoral pinggir. Berdasarkan kualitatif dilakukan dengan cara mengamati
kandungan fosil yang ada, Formasi Ngrayong kondisi geologi dan Hidrogeologi di lapangan.
diperkirakan berumur Miosen Tengah. Metode kuantitatif dilakukan dengan cara
b. Formasi Bulu mengukur kedalaman sumur, uji laboratorium,
Formasi Bulu secara selaras berada di atas dan analisis kerentanan airtanah serta risiko
Formasi Ngrayong. Formasi Bulu semula airtanah. Terdapat 103 titik minatan
dikenal dengan nama Platen Complex dengan hidrogeologi dan 20 sampel airtanah untuk
posisi stratigrafi terletak selaras di atas diuji di laboratorium.
Formasi Tawun dan Formasi Ngrayong. Ciri
litologi dari Formasi Bulu terdiri dari
perselingan antara batugamping dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
kalkarenit, kadang kadang dijumpai adanya Pengamatan geologi
sisipan batulempung. Pada batugamping Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan,
pasiran berlapis tipis kadang-kadang stratigrafi di masing-masing kecamatan adalah
memperlihatkan struktur silang siur skala sebagai berikut:
besar dan memperlihatkan adanya sisipan a. Kecamatan Grobogan
napal. Pada batugamping pasiran Secara stratigrafi Kecamatan Grobogan dari
memperlihatkan kandungan mineral kuarsa muda tertua terdiri dari Formasi Alluvium (Qa)
mencapai 30 %, foraminifera besar, ganggang, yang tersebar di bagian selatan (Desa
bryozoa dan echinoida. Formasi ini diendapkan Getasrejo, Rejosari, Ngabenrejo, Teguhan,
pada lingkungan laut dangkal antara 50 100 Tanggungharjo, Karangrejo dan Grobogan
meter. Tebal dari formasi ini mencapai 248 bagian selatan). Formasi Ngrayong (Tmtn)
meter. Formasi Bulu diperkirakan berumur tersebar di bagian tengah Kecamatan
Miosen Tengah bagian atas. Grobogan (Desa Putatsari, Karangrejo bagian
c. Formasi Wonocolo utara, Grobogan bagian tengah, Lebak bagian
Formasi Wonocolo terletak selaras di atas selatan, Jatipohon bagian selatan, Sedayu
Formasi Bulu, terdiri dari napal pasiran dengan bagian selatan dan Lebeng Jumuk bagian
sisipan kalkarenit dan kadang-kadang selatan). Seperti di daerah Lebak ditemukan
batulempung. Pada napal pasiran sering outcrop berupa napal pasiran yang merupakan
memperlihatkan struktur laminasi. Formasi litologi penyusun Formasi Ngrayong Formasi
Wonocolo diendapkan pada kondisi laut Wonocolo tersebar di bagian selatan
terbuka dengan kedalaman antara 100500 Kecamatan Grobogan (Desa Jatipohon bagian
meter. Tebal dari formasi ini antara 89 meter selatan, Sedayu bagian selatan dan Lebeng
sampai 339 meter. Formasi Wonocolo Jumuk bagian selatan). Di daerah Lebeng
diperkirakan berumur Miosen Akhir bagian Jumuk ditemukan outcrop berupa napal
bawah sampai Miosen Akhir bagian tengah. pasiran dan batugamping pasiran yang
d. Endapan Aluvium merupakan penyusun Formasi Wonocolo.
Aluvium dijumpai sebagai kerakal, kerikil, Formasi Bulu tersebar setempat meliputi Desa
pasir, lempung, lumpur, dan sisa tumbuhan. Sedayu bagian tenggara, Lebak dan Lebeng
Merupakan hasil endapan sungai dan endapan Jumuk bagian tenggara. Di daerah Lebak
ditemukan outcrop berupa batugamping Rembang dan di bagian selatan dibatasi oleh
terumbu yang merupakan penyusun Formasi perbukitan Kendeng.
Bulu. Analisis zona kerentanan airtanah terhadap
b. Kecamatan Purwodadi pencemaran
Secara stratigrafi semua wilayah Kecamatan Keterdapatan airtanah ini dipengaruhi dari
Purwodadi tersusun oleh Formasi Alluvium batuan/litologi yang tersebar di daerah
(Qa). Endapan Alluvium ini terbentuk dari penelitian. Berdasarkan litologi di daerah
proses fluvial, endapan alluvium ini dijumpai penelitian, maka terjadinya airtanah di daerah
sebagai kerakal, kerikil, pasir, lempung, penelitian dapat diklasifikasikan menjadi tiga
lumpur, dan sisa tumbuhan. Secara umum yaitu:
endapan alluvium dimanfaatkan untuk lahan a. Akuifer bebas atau akuifer tidak tertekan
pertanian dan pemukiman. (Unconfined Aquifer)
Pada daerah penelitian, akuifer bebas
Berdasarkan hasil pengamatan geologi di dijumpai pada daerah dengan penyusun
lapangan dan studi dari data sekunder/peneliti batuannya berupa batugamping terumbu.
terdahulu, litologi yang menyusun di daerah Daerah yang merupakan akuifer bebas,
penelitian adalah endapan alluvium, napal, berdasarkan metode GOD mempunyai skor
batugamping klastik dan batugamping 1,0. Keterdapatan akuifer ini dijumpai di
terumbu. seluruh Kecamatan Purwodadi, dan Desa
Grobogan, Putatsari, Teguhan, Tanggungharjo,
Berdasarkan hasil korelasi titik survei Ngabenrejo, Rejosari, Lebak, Sedayu,
geolistrik, batuan yang terdapat di daerah Lebengjumuk, dan Getasrejo di Kecamatan
penelitian berupa batugamping, batugamping Grobogan
pasiran, napal, napal pasiran, lempung, b. Akuifer tertekan (Confined Aquifer)
lempung pasiran dan pasir lempungan Akuifer ini terdapat pada daerah dengan
(Gambar 1 dan Gambar 2). Batugamping, penyusun batuannya berupa napal. Daerah
batugamping pasiran, napal dan napal pasiran yang merupakan akuifer tertekan,
melampar di bagian utara dan tengah berdasarkan metode GOD mempunyai skor
Kecamatan Grobogan. Sedangkan lempung, 0,2. Keterdapatan akuifer ini dijumpai di Desa
lempung pasiran dan pasir lempungan Sumber Jatipohon, Sedayu, Lebengjumuk,
melampar di Kecamatan Purwodadi dan Karangrejo, Grobogan, Lebak, dan Putatsari.
bagian selatan Kecamatan Grobogan.
Tingkat porositas dan permeabilitas suatu
Pengamatan hidrogeologi batuan berbeda-beda, sehingga akan
Airtanah dangkal merupakan airtanah yang mempengaruhi tingkat resapan airtanah
pada umumnya berada di kedalaman kurang maupun kontaminan/pencemaran ke dalam
atau sama dengan 30 m. Berdasarkan data tanah/batuan. Batuan yang menyusun di
penyebaran sumur dangkal/gali di daerah daerah penelitian antara lain: endapan
penelitian yang berupa nilai kedalaman muka alluvium yang berupa lempung pasiran, napal
airtanah maka dapat dibuat pola dan arah pasiran, dan batugamping terumbu. Endapan
aliran airtanah dangkal di daerah penelitian alluvium terdapat di seluruh wilayah
seperti pada Gambar 3. Kecamatan Purwodadi, dan Desa Grobogan,
Putatsari, Teguhan, Tanggungharjo,
Di Kecamatan Grobogan pola dan aliran Ngabenrejo, Rejosari, dan Getasrejo di
airtanah dangkalnya dari arah utara menuju ke Kecamatan Grobogan. Napal pasiran tersebar
arah selatan. Sedangkan di Kecamatan di Desa Sumber Jatipohon, Sedayu,
Purwodadi pola dan aliran airtanah Lebengjumuk, Karangrejo, Grobogan, Lebak,
dangkalnya dari arah selatan menuju ke arah dan Putatsari. Batugamping terumbu tersebar
utara. Hal ini sesuai dengan kondisi daerahnya setempat di daerah Lebak, Sedayu dan Lebeng
yang di bagian utara Kecamatan Grobogan Jumuk.
dibatasi oleh rangkaian Antiklinorium
Kedalaman airtanah merupakan salah satu 2005). Semakin besar respon akuifernya maka
faktor yang penting karena sebelum mencapai skornya akan semakin besar dan sebaliknya.
muka airtanah, kontaminan harus melewati
tebal lapisan di atas muka airtanah. Lapisan Karakteristik daya simpan akuifer merupakan
atas atau top soil dapat berfungsi sebagai perbandingan nilai antara storativitas dan
penyaring air sebelum masuk ke zona jenuh recharge. Nilai recharge di daerah penelitian
airtanah. Jadi semakin dalam muka airtanah memiliki rentang 202,57-221,19 mm/tahun.
maka potensi kontaminasi airtanah akan Semakin besar daya simpan akuifernya maka
semakin kecil, begitu juga sebaliknya jika muka skornya akan semakin besar dan sebaliknya.
airtanah semakin dangkal maka potensi
kontaminasi airtanah akan semakin besar. Nilai ketebalan akuifer didapatkan dari data
Data kedalaman muka airtanah didapat log bor hasil interpretasi data survei geolistrik
dengan melakukan pengukuran kedalaman dan hidrostratigrafi unit (Gambar 3.14 dan
sumur dangkal/gali di daerah penelitian. Hasil Gambar 3.15). Semakin tebal akuifernya maka
yang diperoleh menunjukkan bahwa skor parameter kerentanannya akan semakin
kedalaman sumur bervariasi mulai dari 0,5 m kecil dan sebaliknya.
di daerah Purwodadi sampai kedalaman yang
terdalam yakni 10,2 m di daerah Kuripan. Data Data untuk penyebaran sumur dalam/bor di
ini kemudian diinterpolasi untuk mengetahui daerah penelitian yang memiliki ijin resmi yang
kedalaman muka airtanah daerah penelitian diketahui dari data sekunder dan survei
secara keseluruhan lapangan hanya terdapat satu sumur dalam,
Berdasarkan klasifikasi kedalaman airtanah sehingga untuk parameter kedalaman muka
menurut rentang kedalaman dan pengeplotan airtanah dalam dieliminasi dalam menentukan
pada peta dasar daerah penelitian, maka zona kerentanan airtanah dalam terhadap
dapat dikelompokkan kedalaman airtanah pemompaan.
menurut metode GOD menjadi 2 (dua)
kalsifikasi yaitu kedalaman airtanah 2,1-5 m Semakin besar jarak dengan muka air asin
(daerah yang berwarna biru tua) dengan skor maka semakin kecil skor parameternya dan
0,9 dan kedalaman airtanah 5,1-10 m (daerah sebaliknya. Jarak dengan muka air asin
yang berwarna biru gelap) dengan skor 0,8. didapatkan dengan mengolah peta
administrasi Jawa Tengah dengan metode
Berdasarkan hasil perhitungan skor masing- buffer.
masing parameter, maka pada daerah
penelitian dapat diklasifikasikan seperti pada Semakin besar skor rating maka potensi
Tabel 1 dan untuk peta zona kerentanan kerentanan airtanah terhadap kontaminan
airtanah dangkal terhadap pencemaran akan semakin besar. Pembagian tingkat
metode GOD dapat dilihat pada Gambar 4. kerentanan airtanah berdasarkan hasil
perhitungan menurut skor beban masing-
Analisis zona kerentanan airtanah terhadap masing rating yang di berlakukan dapat dilihat
pemompaan pada Tabel 2 dan peta tingkat kerentanan
Akuifer dalam pada daerah penelitian tersusun airtanah dalam terhadap pemompaan pada
oleh 2 (dua) batuan atau litologi yaitu pasir Gambar 5.
lempungan dan batugamping/batugamping
pasiran. Konduktivitas hidrolik batuan Analisis zona risiko airtanah
penyusunnya untuk pasir lempungan 2,5 Analisis RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
m/hari dan batugamping 0,94 m/hari (Todd, menggunakan metode yang digunakan
2005). Nilai transmisivitas pada daerah Hendrayana dan Aprimanto (2015) yang telah
penelitian berkisar antara 0 hingga 122,353 dimodifikasi. Perubahan ini dilakukan guna
m2/hari. Nilai storativitas pada daerah menyesuaikan kebutuhan yang diperlukan
penelitian dengan media akuifer berupa pasir oleh peneliti. Peta kerentanan airtanah yang
lempungan 23% dan batugamping 14% (Todd, telah dibuat akan ditumpangtindihkan dengan
peta RTRW. Peta RTRW terlebih dahulu daerah dengan tingkat risiko sedang. Zona ini
diklasifikasikan menjadi beberapa kelas sesuai merupakan hasil penggabungan keempat zona
dengan tingkat pencemaran yang akan terjadi. kerentanan airtanah (sangat rendah hingga
sangat tinggi) dengan kelas penggunaan lahan
Pengelompokkan penggunaan lahan dilakukan berbobot 3, pertanian lahan basah dan
karena memiliki kaitan dengan aktivitas yang pertanian lahan kering. Persebaran zona risiko
dapat menghasilkan bahan pencemar. ini sebesar 49,29% luas wilayah penelitian.
Kelompok penggunaan lahan dengan skor 1 Persebarannya ada di seluruh Kecamatan
menunjukkan bahwa penggunaan lahan Purwodadi dan Kecamatan Grobogan. Zona ini
sebagai kawasan hutan lindung memiliki memiliki sumber kontaminan secara dominan
potensi menghasilkan kontaminan paling dari aktivitas bercocok tanam sehingga
kecil dibandingkan dengan kelompok diperlukan penyuluhan penggunaan pupuk
penggunaan lahan lainnya, terutama organik dan kimia.
kelompok penggunaan lahan dengan potensi
terbesar, yaitu skor 5, sebagai kawasan Zona dengan rentang skor 4,1-5 dan
industri. didelineasi dengan warna jingga, merupakan
daerah dengan tingkat risiko tinggi. Zona ini
Hasil akhir penggabungan tersebut berupa merupakan hasil penggabungan keempat zona
peta risiko airtanah terhadap pencemaran kerentanan airtanah (sangat rendah hingga
dengan rentang skor 2,007 hingga 5,7 dan peta sangat tinggi) dengan kelas penggunaan lahan
risiko airtanah terhadap pemompaan dengan berbobot 4, berupa area pemukiman. Zona ini
rentan skor 12 hingga 17. Pada peta risiko merupakan zona risiko airtanah dengan
airtanah terhadap pencemaran, rentang skor persebaran sebesar 25,82% dari luas wilayah
ini kemudian dibagi menjadi 4 zona risiko, penelitian. Wilayah dengan zona risiko
yaitu zona risiko rendah, zona risiko sedang, airtanah tinggi tersebar di seluruh Kecamatan
zona risiko tinggi, dan zona risiko sangat tinggi. Purwodadi dan Kecamatan Grobogan. Zona ini
Pada peta risiko airtanah terhadap memiliki kontaminan yang berasal dari
pemompaan, rentang skor dibagi menjadi 2 aktivitas manusia seperti sampah dan septic
kelas, yaitu zona risiko sedang dan zona risiko tank sehingga diperlukan pengawasan
sangat tinggi. Pembagian zona dapat dilihat pembuangan sampah dan pembangunan
pada Tabel 3 dan Tabel 4. sarana sanitasi yang baik.

Pada peta risiko airtanah terhadap Zona dengan rentang skor 5,1-5,7 dan
pencemaran, zona dengan rentang skor 2,1-3 didelineasi dengan warna merah, merupakan
dan didelineasi dengan warna hijau muda, daerah dengan tingkat risiko sangat tinggi.
merupakan daerah dengan tingkat risiko Zona ini merupakan hasil penggabungan zona
rendah. Zona ini merupakan hasil kerentanan airtanah sedang dengan kelas
penggabungan keempat zona kerentanan penggunaan lahan berbobot 5, berupa
airtanah (sangat rendah hingga sangat tinggi) kawasan industri. Persebaran zona ini hanya
dengan kelas penggunaan lahan berbobot 2, sebesar 0,18% dengan wilayah persebarannya
berupa hutan produksi. Zona ini merupakan di Desa Getasrejo. Zona ini memiliki potensi
zona risiko airtanah dengan persebaran terluas tercemar yang sangat tinggi, terutama oleh
ketiga, yaitu sebesar 24,71% dari luas wilayah limbah cair sebagai hasil akhir aktivitas
penelitian. Wilayah dengan zona risiko kawasan industri sehingga diperlukan
airtanah rendah tersebar di Desa Sumber pengawasan yang ketat untuk pembuangan
Jatipohon, Sedayu, Lebengjumuk, Groboan, sampah industri. Peta zona risiko airtanah
Karangrejom Lebak, Putatsari, dan terhadap pencemaran dapat dilihat pada
Tanggungharjo. Gambar 6.

Zona dengan rentang skor 3,1-4 dan Pada peta zona risiko airtanah terhadap
didelineasi dengan warna kuning, merupakan pemompaan, zona dengan rentang skor 11-15
dan didelineasi dengan warna kuning, c. Parameter kedalaman muka airtanah,
merupakan daerah dengan tingkat risiko dilakukan pembobotan dengan skor
sedang. Zona ini merupakan hasil 0,8 untuk kedalaman 5,1-10 mbmt
penggabungan zona kerentanan airtanah (meter bawah muka tanah), skor 0,9
sedang dan tinggi dengan kelas penggunaan untuk kedalaman 2,1-5 mbmt, dan
lahan berbobot 2 sampai 4, yaitu hutan skor 1 untuk kedalaman kurang dari 2
produksi, pertanian lahan basah dan pertanian mbmt
lahan kering, serta permukiman. Persebaran Parameter yang digunakan untuk analisis
zona risiko ini sebesar 93,63% luas wilayah tingkat kerentanan airtanah terhadap
penelitian. Persebarannya ada di seluruh pemompaan adalah:
Kecamatan Purwodadi dan Kecamatan a. Parameter karakteristik respon
Grobogan. Risiko pemompaan berasal dari akuifer, dilakukan pembobotan
penggunaan airtanah yang diambil untuk dengan skor 1 untuk nilai 0-10
pertanian dan rumah tangga selain dari air m2/hari, skor 2 untuk nilai 10-100
permukaan. m2/hari, dan skor 3 untuk nilai 100-
1.000 m2/hari.
Zona dengan rentang skor 16-20 dan Zona ini b. Parameter karakteristik daya simpan
merupakan hasil penggabungan zona akuifer, dilakukan pembobotan
kerentanan airtanah tinggi dengan kelas dengan skor 2 untuk nilai 0,0001-
penggunaan lahan berbobot 3 sampai 4, yaitu 0,001 tahun/mm dan skor 3 untuk
permukiman dan kawasan industri. Zona ini nilai 0,001-0,01 tahun/mm.
merupakan zona risiko airtanah dengan c. Parameter ketebalan akuifer,
persebaran sebesar 6,37% dari luas wilayah dilakukan pembobotan dengan skor 3
penelitian. Wilayah dengan zona risiko untuk ketebalan 20-50 meter, skor 4
airtanah tinggi tersebar di seluruh Kecamatan untuk ketebalan 10-20 meter, dan
Purwodadi dan Desa Grobogan, skor 5 untuk ketebalan 0-10 meter.
Tanggungharjo, Rejosari, Getasrejo di d. Parameter jarak dengan air asin,
Kecamatan Grobogan. Risiko pengambilan dilakukan pembobotan dengan skor 2
airtanah dari aktivitas rumahtangga dan untuk jarak 10,1-100 km dari muka air
industri. Diperlukan pengawasan untuk laut
industri dikarenakan besarnya debit yang 2. Hasil analisis zona kerentanan airtanah
diperlukan oleh suatu wilayah industri dari terhadap pencemaran dengan metode
sumber airtanah. Peta zona risiko airtanah GOD pada daerah penelitian dibagi
terhadap pemompaan dapat dilihat pada 7 menjadi 4 (empat) zona kerentanan,
yaitu:
V. KESIMPULAN a. Zona kerentanan airtanah sangat
rendah
Berdasaarkan hasil kajian lapangan dan data
Zona ini tersebar di Kecamatan
sekunder, dapat diambil beberapa kesimpulan
Grobogan, meliputi:
sebagai berikut:
Desa Grobogan, Karangrejo, Sumber
1. Parameter yang digunakan untuk analisis
Jatipohon, Sedayu, Putatsari, Lebak,
tingkat kerentanan airtanah terhadap
Lebengjumuk
pencemaran adalah:
b. Zona kerentanan airtanah rendah
a. Parameter terjadinya airtanah,
Zona ini tersebar di Kecamatan
dilakukan pembobotan dengan skor
Grobogan, meliputi:
0,2 untuk akuifer tertekan dan skor 1
Desa Grobogan, Sumber Jatipohon,
untuk akuifer bebas.
Sedayu, Lebengjumuk
b. Parameter litologi penutup akuifer,
c. Zona kerentanan airtanah sedang
dilakukan pembobotan dengan skor
Zona ini tersebar di:
0,5 untuk material alluvium, skor 0,5
1.) Kecamatan Grobogan:
untuk napal pasiran, dan skor 1 untuk
batugamping terumbu
Desa Grobogan, Teguhan, persebaran 93,63% dan zona risiko tinggi
Putatsari, Tanggungharjo, (skor 16-20) dengan persebaran 6,37%.
Ngabenrejo, Rejosari, Getasrejo
2.) Kecamatan Purwodadi: 4. Rekomendasi untuk pengelolaan airtanah
Kelurahan Pulorejo, Putat, berdasarkan peta kerentanan airtanah
Cingkrong, Candisari, antara lain:
Genuksuran, Ngembak, Kuripan, a. Kerentanan airtanah terhadap
Purwodadi, Danyang, Kuripan, pencemaran
Ngraji, Karanganyar, 1.) Zona kerentanan airtanah
Kedungrejo, Kandangan, sangat rendah untuk melakukan
Nglobar, Nambuhan dan Waru pemantauan airtanah secara
Karanganyar. berkala meliputi kualitas dan
d. Zona kerentanan airtanah sangat muka airtanah.
tinggi 2.) Zona kerentanan airtanah
Zona ini tersebar di Kecamatan rendah direkomendasikan untuk
Grobogan, meliputi: melakukan: pemantauan
Desa Lebak, Sedayu, airtanah secara berkala meliputi
Lubungjumuk kualitas dan muka airtanah,
Hasil analisis zona kerentanan airtanah sosialisasi penggunaan airtanah
terhadap pemompaan dengan metode sebagai alternatif terakhir
Foster pada daerah penelitian berupa sumber air baku.
zona kerentanan sedang yang memiliki 3.) Zona kerentanan airtanah
persebaran: sedang direkomendasikan untuk
1.) Kecamatan Grobogan: melakukan: pemantauan
Desa Sumber Jatipohon, Sedayu, airtanah secara berkala meliputi
Lebeng Jumuk, Lebak, Grobogan, kualitas dan muka airtanah,
Karangrejo, Putatsari, Teguhan, sosialisasi penggunaan airtanah
Ngabenrejo, Tanggungharjo, sebagai alternatif terakhir
Rejosari, Getasrejo, Pulorejo, Putat, sumber air baku, sosialisasi
Cingkrong. pengelolaan air limbah rumah
2.) Kecamatan Purwodadi: tagga pada lokasi yang dekat
Kelurahan Candisari, Genuksuran, dengan sumur dangkal/gali.
Ngembak, Kuripan, Purwodadi, 4.) Zona kerentanan airtanah
Karanganyar, Kalongan, Danyang, sangat tinggi direkomendasikan
Ngraji, Kedungrejo, Nglobar, untuk melakukan: pemantauan
Kandangan, Nambuhan dan Waru airtanah secara berkala meliputi
Karanganyar. kualitas dan muka airtanah,
sosialisasi penggunaan airtanah
3. Zona risiko airtanah terhadap sebagai alternatif terakhir
pencemaran dibagi menjadi 4, yaitu zona sumber air baku, sosialisasi
risiko rendah (skor 2,1-3) dengan pengelolaan air limbah
persebaran 24,71%, zona risiko sedang rumahtangga pada lokasi yang
(skor 3,1-4) dengan persebaran 49,29%, dekat dengan sumur
zona risiko tinggi (skor 4,1-5) dengan dangkal/gali, pembuatan
persebaran 25,82%, dan zona risiko peraturan daerah mengenai alur
sangat tinggi (skor 5,1-6) dengan pembuangan air limbah dan
persebaran 0,18%. konstruksi saluran pembuangan
Zona risiko airtanah terhadap air limbah, penerbitan
pemompaan dibagi menjadi 2, yaitu zona peraturan daerah tentang
risiko sedang (skor 11-15) dengan sampah dan limbah industri.
b. Kerentanan airtanah terhadap kedalaman serta jumlah debit yang
pemompaan terambil.
Zona kerentanan airtanah sedang
direkomendasikan untuk
pemantauan airtanah secara berkala VI. ACKNOWLEDGEMENT
meliputi kualitas dan muka airtanah, Pemerintah Kabupaten Grobogan, CV. Reka
pembuatan kawasan terbuka hijau, Adicipta atas kesempatan untuk melakukan
pendataan dan pemantauan sumur Penelitian tugas akhir
dalam dan gali, pengawasan proses
pengeboran dan penetapan

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1986, Runoff Curve Number Computations, Amerika Serikat: United States Department of
Agriculture
______, 2004, Pemetaan Sumber Airtanah Dalam di Kecamatan Ngaringan, Wirosari, Tawangharho,
Grobogan, Brati, dan Pulokulon, Kabupaten Grobogan, Semarang: Bappeda Kabupaten
Grobogan dan Lembaga Penelitian Pusat Studi Kebumian Universitas Diponegoro
______, 2006, Pemetaan Sumber Airtanah Dalam di Kecamatan Purwodadi, Penawangan, Godong,
Klambu, Karangrayung, Tegowanu, dan Kedungjati., Purwodadi: Bappeda Kabupaten
Grobogan
______, 2011, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Grobogan, Purwodadi
______, 2013a, Statistik Daerah Kecamatan Grobogan 2013, Purwodadi: Badan Pusat Statistik
Kabupaten Grobogan
______, 2013b, Statistik Daerah Kecamatan Purwodadi 2013, Purwodadi: Bappeda Kabupaten
Grobogan
______, 2014a, Statistik Daerah Kecamatan Grobogan 2014, Purwodadi: Badan Pusat Statistik
Kabupaten Grobogan
______, 2014b, Statistik Daerah Kecamatan Purwodadi 2014, Purwodadi: Bappeda Kabupaten
Grobogan
______, 2015a, Statistik Daerah Kecamatan Grobogan 2015, Purwodadi: Badan Pusat Statistik
Kabupaten Grobogan
______, 2015b, Statistik Daerah Kecamatan Purwodadi 2015, Purwodadi: Bappeda Kabupaten
Grobogan
______, 2016a, Statistik Daerah Kecamatan Grobogan 2016, Purwodadi: Badan Pusat Statistik
Kabupaten Grobogan
______, 2016b, Statistik Daerah Kecamatan Purwodadi 2016, Purwodadi: Bappeda Kabupaten
Grobogan
Clark, D. W. dan Briar, D. W., 2001, What is Groundwater, USGS Open-file Report 93-463
Feinstein, D. T., M. N. Fienen, J. L. Kennedy, C.A. Buchwald, dan M. M. Greenwood, 2005, A Regional
Aquifer Simulation Model for Southeastern Wisconsin, Southeastern Wisconsin Regional
Planning Commision.
Fetter, C. W., 2001, Applied Hydrogeology (Fourth Edition), New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Foster, S. S. D. dan Hirata, R. C. A., 1988, Groundwater Pollution Risk Assessmeent, A Methodology
Using Available Data, Peru: WHO-PAHO-CEPIS Technical Report p.73
Harter, T., 2003, Basic Concepts of Groundwater Hydrology, University of California
Heath, R. C., 2004, Basic Ground-water Hydrology, U. S. Geological Survey Water-supply Paper 2220
Hendrayana, H. dan Aprimanto, B., 2015, Penentuan Jaringan Sumur Pantau Berdasarkan Penilaian
Risiko terhadap Pemompaan Airtanah di CAT Yogyakarta-Sleman, Proceeding: Seminar
Nasional Kebumian ke 8 Academia Industry Linkage
Jarvis, A., H. I. Reuter, A. Nelson, dan E. Guevara, 2008, Hole-filled SRTM for the Globe Version 4,
http://srtm.csi.cgiar.org
North American Commision On Stratigraphic Nomenclature, 1983, North American Stratigraphic Code,
AAPG Buletin V.67
Pringgoprawiro, H., 1983, Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara dan Paleogeografisnya (Disertasi
doktor), Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Putra, D. P. E., 2007, The Impact of Urbanization on Groundwater Quality: A Case Study in Yogyakarta
City-Indonesia (Doctoral dissertation), RWTH Aachen University, Aachen
Putra, D. P. E. dan Indrawan, I. G. B., 2014, Assessment of Aquifer Susceptibility Due to Excessive
Groundwater Abstraction: A Case Study of Yogyakarta-Sleman Groundwater Basin,
Yogyakarta: Asean Engineering Journal
Said, H. D. dan Sukrisno, 1988, Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar VII Semarang, Bandung: Direktorat
Geologi Tata Lingkungan
Sukardi dan Budhitrisna, T., 1992, Peta Geologi Lembar Salatiga, Bandung: Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Geologi
Suwarti, T. dan Wikarno, R., 1992. Peta Geologi Lembar Kudus. Bandung: Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Geologi
Todd, D. K., 2005, Groundwater Hydrology Third Edition, Massachusetts: John Willey & Sons, Inc
Van Zuidam, R. A., 1983, Guide to Geomorphology Arial Photographic Interpretation and Mapping, ITC
Enschede the Nederland
Yates, D. N., 1997, Climate Changes Impacts on the Hydrologic Resources of South America: An Annual,
Continental Scale Assessment, Climate Research
9:147-155

TABEL
Tabel 1 Pembagian zona kerentanan airtanah terhadap pencemaran

Tabel 2 Pembagian zona kerentanan airtanah terhadap pemompaan


Tabel 3 Pembagian zona risiko airtanah terhadap pencemaran.
Risiko airtanah Rentang skor
Risiko rendah 2,1-3
Risiko sedang 3,1-4
Risiko tinggi 4,1-5
Risiko sangat tinggi 5,1-6

Tabel 4 Pembagian zona risiko airtanah terhadap pemompaan.


Risiko airtanah Rentang skor
Risiko sedang 11-15
Risiko tinggi 16-20

GAMBAR

Gambar 1 Penampang geologi daerah Penelitian

Gambar 2 Penampang geologi daerah penelitian


Gambar 3 Pola muka airtanah daerah penelitian

Gambar 4 Peta kerentanan airtanah terhadap pencemaran


Gambar 5 Peta kerentanan airtanah terhadap pemompaan

Gambar 6 Peta risiko airtanah terhadap pencemaran


Gambar 7 Peta risiko airtanah terhadap pemompaan

Anda mungkin juga menyukai