Anda di halaman 1dari 21

TUGAS POLITIK DAN PEMERIMTAHAN LOKAL

DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

Disusun oleh :
Purwo Andri Prabowo (1510831001)

Dosen Pembimbing:
Andri Rusta S.ip,M.pp

JURUSAN ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ANDALAS
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT, karena atas limpahan rahmat serta
hidayahnyalah maka makalah ini dapat selesai sesuai rencana.
Berdasarkan Pengamatan, bahwa pada saat ini masalah Otonomi Daerah selalu
menjadi persoalan umum yang di dapati di negara republik indonesia. Permasalahan ini
mungkin dikarenakan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai otonomi daerah
sehingga masalah-masalah itu selalu menjadi persoalan yang tak kunjung selesai.
Dalam karya tulis ini penulis mencoba memadukan beberapa teori dan aplikasi
sehingga pembaca dapat dengan mudah memahaminya. Penulis telah berusaha memberikan
penjelasan yang sedemikian rupa, namun masih disadari adanya beberapa kekurangan, untuk
itu saran dan kritik demi penyempurnaan buku ini sangat diharapkan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak
yang telah membantu menyelesaikan Makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa
melimpahkan Rahmat_Nya kepada kita semua, Amin.

Padang, 13 Desember 2016


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................I
DAFTAR ISI ...................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ...............................................................................................2
D. Metode Penulisan ...............................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1 . Pengertian Otonomi Daerah .............................................................................3
2 . Istilah dan Pengertian Disentralisasi.................................................................3
3 . Konsep dan Teori Disentralisasi........................................................................6
4 . Kelebihan dan Kekurangan Disentralisasi........................................................7

B. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OTONOMI DAERAH.

1. Kelebihan/keuntungan.........................................................................................9
2. Kekurangan/kerugian..........................................................................................10

C. STRUKTUR PEMERINTAHAN YANG DIHARAPKANDARI SISTEM OTONOMI


DAERAH

1. Dasar Hukum Otonomi Daerah.........................................................................10


2. Prinsif-prinsif Pelaksanaan Otonomi Daerah....................................................12

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan........................................................................................................18
Saran..................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

B. Latar belakang otonomi daerah


Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah terhadap
berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan Orde Baru (OB) menjalankan
mesin sentralistiknya. UU No. 5 tahun 1974 tentang pemerintahan daerah yang kemudian
disusul dengan UU No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa menjadi tiang utama
tegaknya sentralisasi kekuasaan OB. Semua mesin partisipasi dan prakarsa yang sebelumnya
tumbuh sebelum OB berkuasa, secara perlahan dilumpuhkan dibawah kontrol kekuasaan.
Stabilitas politik demi kelangsungan investasi ekonomi (pertumbuhan) menjadi alasan
pertama bagi OB untuk mematahkan setiap gerak prakarsa yang tumbuh dari rakyat.
Otonomi daerah muncul sebagai bentuk veta comply terhadap sentralisasi yang
sangat kuat di masa orde baru. Berpuluh tahun sentralisasi pada era orde baru tidak membawa
perubahan dalam pengembangan kreativitas daerah, baik pemerintah maupun masyarakat
daerah.
Ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat sangat tinggi sehingga
sama sekali tidak ada kemandirian perencanaan pemerintah daerah saat itu. Di masa orde
baru semuanya bergantung ke Jakarta dan diharuskan semua meminta uang ke Jakarta. Tidak
ada perencanaan murni dari daerah karena Pendapatan Asli Daerah (PAD) tidak mencukupi.
B. Rumusan masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Otonomi Daerah?
b. Apa yang dimaksud dengan Desentralisasi?
c. Apa kelebihan dan kekurang Otonomi Daerah?
d. Apa dasar hukum dari Otonomi Daerah?
e. Bagaimana sistem pembagian Otonomi Daerah?

C. Tuj u a n P e n u l i s a n
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini dimaksudkan untuk lebih mengetahui
secara mendalam bahwa otonomi daerah mempunyai peran penting dalam pembangunan
suatu Bangsa dan sebagai bahan pembelajaran buat teman-teman dibangku kulia.

D. Metode Penulisan
Metode penulisan merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan kepustakaan yaitu
suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dari buku, diktat-dikta dan literatur-literatur
serta informasi lainnya yang berhubungan dengan penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
1. Pengertian Otonomi Daerah
Pengertian atau Definisi Otonomi Daerah Otonomi Daerah adalah kewenangan
Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah).

Visi Otonomi Daerah


Politik: Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya
Kepala Pemerintahan Daerah yang dipilh secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya
penyelenggaraan pemerintahan yang responsife;
Ekonomi: Terbukanya peluang bagi pemerintah di daerah mengembangkan kebijakan
regional dan local untuk mengoptimalkan lpendayagunaan potensi;
Sosial: Menciptkan kemampuan masyarakat untukmerespon dinamika kehidupan di
sekitarnya.
Dasar hukum otonomi daerah meliputi :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18 Ayat 1 - 7,


Pasal 18A ayat 1 dan 2 , Pasal 18B ayat 1 dan 2.

Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah,


Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka NKRI.

Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam


Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.

UU No. 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah (Revisi UU No.32 Tahun 2004)

Adapun tujuan pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut :

Peningkatan pelayanan masyarakat yang semakin baik.


Pengembangan kehidupan demokrasi.
Keadilan nasional.
Pemerataan wilayah daerah.
Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam
rangka keutuhan NKRI.
Mendorong pemberdayaaan masyarakat.
Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat,
mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Secara konseptual, Indonesia dilandasi oleh tiga tujuan utama yang meliputi: tujuan politik,
tujuan administratif dan tujuan ekonomi. Hal yang ingin diwujudkan melalui tujuan politik
dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya untuk mewujudkan demokratisasi politik
melalui partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perwujudan tujuan administratif
yang ingin dicapai melalui pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya pembagian urusan
pemerintahan antara pusat dan daerah, termasuk sumber keuangan, serta pembaharuan
manajemen birokrasi pemerintahan di daerah. Sedangkan tujuan ekonomi yang ingin dicapai
dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah terwujudnya peningkatan indeks
pembangunan manusia sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Pelaksanaan otonomi daerah :

Pelaksanaan otonomi daerah adalah titik fokus penting guna memperbaiki kesejahteraan
rakyat. Pengembangan suatu daerah disesuaikan oleh pemerintah daerah itu sendiri dengan
potensi yang ada serta ciri khas dari daerahnya masing-masing.

Otonomi daerah sudah diberlakukan di Indonesia dengan melalui Undang-Undang Nomor 22


Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah. Pada tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 mengenai Pemerintahan Daerah sudah dianggap tidak sesuai dengan adanya
perkembangan keadaan dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, sehingga sudah
digantikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sampai saat ini sudah banyak mengalami perubahan,
terakhir kali adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 mengenai Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah.

Hal ini dapat dijadikan kesempatan yang baik bagi pemerintah daerah guna membuktikan
kemampuannya untuk melaksanakan kewenangan yang menjadi hak daerah masing-masing.
Maju dan tidaknya suatu daerah ditentukan oleh kemampuan serta kemauan dalam
melaksanakannya. Pemerintah daerah dapat bebas berkreasi dalam rangka membangun
daerahnya masing-masing, tentu saja masih tidak melanggar dengan perundang-undangan
yang
Prinsip-prinsip otonomi daerah :

Prinsip otonomi daerah yaitu menggunakan prinsip otonomi yang nyata, prinsip otonomi
yang seluas-luasnya, serta berprinsip otonomi yang dapat bertanggung jawab. Kebebasan
otonomi yang diberikan terhadap pemerintah daerah merupakan kewenangan otonomi yang
luas, nyata, dan dapat bertanggung jawab. Berikut prinsip otonomi daerah :
Prinsip otonomi seluas-luasnya
Daerah diberikan kebebasan dalam mengurus serta mengatur berbagai urusan
pemerintahan yang mencakup kewenangan pada semua bidang pemerintahan, kecuali
kebebasan terhadap bidang politik luar negeri, agama, keamanan, moneter, peradilan,
keamanan, serta fiskal nasional.

Prinsip otonomi nyata


Daerah diberikan kebebasan dalam menangani berbagai urusan pemerintahan dengan
berdasarkan tugas, wewenang, serta kewajiban yang senyatanya telah ada dan
berpotensi dapat tumbuh, hidup, berkembang dan sesuai dengan potensi yang ada dan
ciri khas daerah.
Prinsip otonomi yang bertanggung jawab
Prinsip otonomi yang dalam sistem penyelenggaraannya harus sejalan dengan tujuan
yang ada dan maksud dari pemberian otonomi, yang pada dasarnya guna untuk
memberdayakan daerahnya masing-masing termasuk dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyat.

Azas-azas otonomi daerah :


Pedoman pemerintahan diatur Pasal 20 UU No. 32 Tahun 2004. Penyelenggaraan
pemerintahan yang berpedoman pada asas umum dalam penyelenggaraan negara yang terdiri
sebagai berikut :

1. Asas kepastian hukum


Asas yang lebih mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam
kebijakan penyelenggara negara.
2. Asas tertib penyelenggara
Asas yang menjadi landasan keteraturan, keseimbangan, serta keserasian dalam pengendalian
penyelenggara negara.
3. Asas kepentingan umum
Asas yang lebih mengutamakan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif,
serta selektif.
4. Asas keterbukaan
Asas yang membuka diri terhadap hak-hak masyarakat guna memperoleh berbagai informasi
yang benar, nyata, jujur, serta tidak diskriminatif mengenai penyelenggara negara dan masih
tetap memperhatikan perlindungan hak asasi pribadi, golongan, serta rahasia negara.
5. Asas proporsinalitas
Asas yang lebih mementingkan keseimbangan hak dan kewajiban
6. Asas profesionalitas
Asas yang lebih mengutamakan keadilan berlandaskan kode etik serta berbagai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang masih berlaku.
7. Asas akuntabilitas
Asas yang menentukan setiap kegiatan serta hasil akhir dari suatu kegiatan penyelenggara
negara harus dapat untuk dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang
kedaulatan yang tertinggi negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
8. Asas efisiensi dan efektifitas
Asas yang dapat menjamin terselenggaranya kepada masyarakat menggunakan sumber daya
yang tersedia secara optimal serta bertanggung jawab.
Penyelenggaraan otonomi daerah menggunakan 3 asas sebagai berikut :

1. Asas desentralisasi
Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah dan kepada daerah otonom dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Asas dekosentrasi
Pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada gubernur yang dijadikan sebagai wakil
pemerintah atau perangkat pusat daerah.
3. Asas tugas pembantuan
Penugasan dari pemerintah kepada daerah serta desa dan dari daerah ke desa guna
melaksanakan berbagai tugas tertentu yang disertai dengan pembiayaan, sarana, serta
prasarana dan sumber daya manusia dengan kewajiban dalam melaporkan pelaksanaannya
dan dapat mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan tugas tersebut.

Itulah pengertian otonomi daerah, dasar hukum otonomi daerah, tujuan otonomi
daerah, pelaksanaan otonomi daerah, prinsip otonomi daerah, dan asas otonomi
daerah.

2. Istilah dan Pengertian Disentralisasi


Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang berarti
penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi
urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam
kerangka negara kesatuan Republik Indonesia . Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan
Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma
pemerintahan di Indonesia.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan,
dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah
daerah.Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan
pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah,
semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
Tujuan dari desentralisasi adalah :
mencegah pemusatan keuangan
sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga
dapat lebih realistis.

Sedangkan tujuan desentralisasi menurut smith(1985) membedakan secara umum 2


tujuan utama desentralisasi yaitu political and economic goalslalu smith mencoba
mengupas secara tujuan dari desentralisasi secara lebih rinci membedakan tujuan
desentralisasi bila dilihat dari sudut pandang kepentingan pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah.
Untuk kepentingan pemerintah pusat smith menegaskan sedikitnya ada 3 tujuan
desentralisai yaitu: political education,training in political leadership,and for political
stability
Untuk kepentingan pemerintah daerah menurut smith ada 3 tujuan desentralisasi
yaitu : political equality,local accountability,and local responsiveness
Empat bentuk desentralisasi, yaitu:
Dekonsentrasi wewenang administratif
Delegasi kepada penguasa otorita
Devolusi kepada pemerintah daerah
Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari
pusat saja. Oleh karena itu, wilayah Negara dibagi atas daerah besar dan daerah kecil. Untuk
keperluan tersebut, diperlukan asas dalam mengelola daerah yang meliputi :
Desentralisasi pelayanan rakyat /public. Adpun filsafat yang dianut adalah:
Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat yang harus dilayani. Desentralisasi
merupakan power sharing(otonomi formal dan otonomi material). Otonomi daerah bertujuan
memudahkan pelayanan kepada rakyat.
Oleh karena itu, outputnya hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok
rakyat-public goods-dan peraturan daerah-public regulation agar rakyat tertib dan adanya
kepastian hukum. ,kebijakan desentralisasi mempunyai tujuan politis dan administrasi, tetapi
tujuan utamanya adalah pealayanan kepada rakyat.
Dekonsentrasi : diselenggarakan karena tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan
kepada rakyat dapat diselengarakan dengan baik oleh Pemerintah Daerah (kabupaten/kota).
Dekonsentrasi terdiri atas fungsional (kanwil/kandep) dan terintregrasi (kepala wilayah).
Pada kenyataannya, otonomi daerah di Indonesia secara luas tidak/belum pernah
terlaksana. Sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, dan setelah kemerdekaan otonomi masih
dalam bentuk dekonsentrasi.
Di samping system desentralisasi dan dekonsentrasi yang dipergunakan oleh system
pemerintahan daerah, juga dikenal tugas bantuan yang dilakukan oleh pemerintah daerah
untuk ikut melaksanakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah atasannya.
Pengawasan preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak terjadi
penyimpangan-penyimpangan terhadap penyelenggaraan urusan rumah tangga sendiri.
Pengawasan ini dilakukan dengan memberikan pengesahan lebih dahulu oleh pemerintah
pusat atau pemerintah daerah atasannya terhadap suatu peraturan sebelum peraturan itu
dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

Desentralisasi, Otonomi daerah di Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara dengan luas wilayah terbesar di dunia, yakni
dengan luas wilayah mencapai 1.919.440 KM2. Dengan wilayah negara yang sedemikian
luasnya, negara kita tetap merupakan negara satu kesatuan: Republik Indonesia. Dalam
menjalankan pemerintahan, Indonesia menerapkan sistem desentralisasi yang
diimplementasikan dalam bentuk otonomi daerah. Sistem hubungan pemerintah pusat-
pemerintah daerah ini pada mulanya diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974. UU
tersebut merupakan penjabaran dari amanat UUD 1945 Pasal 18 ayat (2) yang menyatakan
Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Namun dalam praktik
yang terjadi pada masa itu adalah sistem sentralisi (kontrol dari pusat) masih dipergunakan
secara dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan di Indonesia. Usaha
serius untuk melakukan desentralisasi terjadi setelah rezim orde baru tumbang dan berganti
dengan orde reformasi. Pada masa itu, pemerintah Habibie memberlakukan hukum
desentralisasi baru untuk menggantikan UU No. 5 Tahun 1974, yakni dengan memberlakukan
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Undang-
undang otonomi daerah kemudian disempurnakan kembali dengan dikeluarkannya Undang-
undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Setelah itu terjadi kembali beberapa perubahan dalam UU otonomi daerah. Namun perubahan
tersebut meskipun penting namun tidak bersifat substantif dan tidak terlalu memberikan
pengaruh terhadap tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah karena hanya berkaitan
dengan dengan penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, otonomi daerah adalah hak,
wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Otonomi daerah merupakan sistem perpanjangan kewenangan pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan sendiri di wilayahnya. Sistem
otonomi daerah diharapkan mampu membangun negara secara lebih efisien karena
implementasi pembangunan dilaksanakan di daerah secara langsung. Dengan kewenangan
yang diberikan pemerintah pusat ke pemerintah daerah harusnya dapat memberi layanan
kepada publik dengan lebih baik karena pemerintah berada lebih dekat dengan masyarakat.
Pun, sistem desentralisasi atau otonomi daerah ini mendukung demokrasi sehingga
memunculkan pemimpin pemerintahan baru yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mencari sumber pendapatan,
sehingga diperoleh Pendapatan Asli Daerah. Selain itu pemerintah daerah juga mendapatkan
bantuan dari pemerintah pusat berupa transfer ke daerah yang dianggarkan dalam APBN
untuk membantu mendanai kebutuhan daerah dalam melaksanakan desentralisasi. Disebutkan
dalam UU No. 33 Tahun 2004 dan PP No. 55 Tahun 2005 Dana Perimbangan ini terdiri atas
tiga macam, yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi
Hasil (DBH). Menurut UU No. 33 Tahun 2004, DAU adalah dana yang bersumber dari
APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU diberikan
pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan
PAD yang dikumpulkannya. Dana perimbangan tersebut diperuntukan untuk (i) menjamin
terciptanya perimbangan secara vertikal di bidang keuangan antartingkat pemerintahan. (ii)
mencapai terciptanya perimbangan horizontal di bidang keungan antarpemerintah di tingkat
yang sama. (iii) menjamin terselenggaranya kegiatan-kegiatan tertentu di daerah yang sejalan
dengan kepentingan nasional. Penerapan otonomi daerah bukannya tanpa dampak negatif.
Ada terdapat dampak yang ditimbulkan dari penerapan sistem ini. Dalam menjalankan
pemerintahan daerah, setiap pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengelola
keuangan daerahnya masing-masing. Hal ini memungkinkan pemerintah daerah melakukan
kecurangan karena kurangnya pengawasan dari pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga
dapat berpotensi melakukan tindak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Keberadaan
dinasti pemerintahan dalam beberapa pemerintah daerah di Indonesia yang beberapa waktu
lalu ramai diberitakan juga merupakan satu poin minus bagi sistem desentralisasi atau
otonomi daerah. Dengan terjadinya nepotisme memungkinkan para pemimpin daerah untuk
melakukan kongkalingkong dalam melakukan anggaran keuangan pemerintahannya,
sehingga dana perimbangan yang seharusnya digunakan untuk membangun daerah malah
hanya dinikmati oleh beberapa kalangan. Otonomi daerah gagal memperkecil kesenjangan
ekonomi antardaerah (horizontal imbalance). Munurut Dahnil Anzar Simanjuntak dalam
republikaonline.com pada Februari 2013, setidaknya ada dua hal yang menyebabkan ini
terjadi. Faktor pertama, lemahnya konektivitas dan harmonisasi perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kondisi tersebut diperburuk oleh
permasalahan domestik konektivitas antar-kabupaten/kota di dalam satu provinsi yang lemah
dan tidak jelas. Faktor kedua, pengelolaan keuangan negara dan keuangan daerah yang
bermasalah, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), misalnya, yang tujuan utamanya untuk
memperkecil kesenjangan fiskal antardaerah, faktanya justru memperlebar kesenjangan
karena lobi-lobi pemda ke DPR dan pemerintah pusat malalui kementerian keuangan untuk
mempengaruhi besaran DAU yang bisa diterima. Dalam faktor pertama di atas, dinyatakan
bahwa otonomi daerah di Indonesia gagal dalam memperkecil kesenjangan terjadi karena
konektivitas dan harmonisasi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah yang lemah. Sebenarnya hal ini bisa diinisiasi dengan melakukan
pertemuan antara kepala pemerintah pusat (presiden) dengan para gubernur setiap provinsi di
Indonesia. Hal ini juga harus dilakukan kepala daerah kepada kepala pemerintah daerah di
bawahnya sehingga terjadi kesepahaman, kesatuan visi misi negara yang diimplementasikan
langsung oleh pemerintah (melalui pemerintah daerah) dan masyarakatnya. Sedangkan pada
faktor kedua penyebab gagalnya otonomi daerah di Indonesia dalam memperkecil
kesenjangan di atas dinyatakan bahwa hal tersebut terjadi karena tata kelola keuangan negara
dan keuangan daerah yang bermasalah, yang diantarnya disebabkan oleh lobi pemda kepada
DPR dan pemerintah pusat. Hal ini bisa diantisipasi dengan penerapan hukuman yang tegas
atas pelanggaran yang terjadi dan keterbukaan informasi (information disclosure)
transparansi dana yang yang disetorkan daerah kepada pemerintah pusat dan dana yang
ditransfer pemerintah pusat ke daerah, sehingga seluruh masyarakat dapat mengetahuinya
secara langsung dan meminimalisasi terjadinya kecurangan atas lobi yang dilakukan
pemerintah.

3. Konsep dan teori Disentralisasi


Desentralisasi saat ini telah menjadi azas penyelenggaraan pemerintahan yang
diterima secara universal dengan berbagai macam bentuk aplikasi di setiap negara. Hal ini
sesuai dengan fakta bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diselenggarakan secara
sentralisasi, mengingat kondisi geografis, kompleksitas perkembangan masyarakat,
kemajemukan struktu sosial dan budaya lokal serta adanya tuntutan demokratisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Desentralisasi memiliki berbagai macam tujuan. Secara umum tujuan tersebut dapat
diklasifikasi ke dalam dua variabel penting, yaitu pertama peningkatan efisiensi dan
efektivitas penyelenggaraan pemerintahan (yang merupakan pendekatan model efisiensi
struktural/structural efficiency model) dan kedua peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pemerintahan dan pembangunan (yang merupakan pendekatan model partisipasi/participatory
model). Dalam konteks Indonesia, Desentralisasi telah menjadi konsensus pendiri bangsa.
Pasal 18 UUD 1945 yang sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi pasal 18,
18A dan 18B memberikan dasar dalam penyelenggaraan desentralisasi. Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas
Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah. Amanat dan
Konsensus Konstitusi ini telah lama dipraktekkan sejak Kemerdekaan Republik Indonesia
dengan berbagai pasang naik dan pasang surut tujuan yang hendak dicapai melalui
desentralisasi tersebut. Bahkan Sampai saat ini, kita telah memiliki 7 (tujuh) Undang-Undang
yang mengatur pemerintahan daerah yaitu UU 1 tahun 1945, UU 22 tahun 1948, UU 1 tahun
1957, UU 18 tahun 1965, UU 5 tahun 1974, UU 22 tahun 1999 dan terakhir UU 32 tahun
2004

Adapun mengenai tujuan dari desentralisasi yang berdasarkan kepada landasan


filosofis bagi penyelenggaraan pemerintah daerah sebagaimana yang dimaksud oleh The
Liang Gie (Jose Riwu Kaho, 2001 Hal 8 )
dilihat dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan desentralisasi dimaksud untuk

mencegah penumpukan kekuasaan di suatu daerah


Dalam bidang Politik, dsentralisasi dianggap sebagai pendemokrasian, dalam rangka

menarik minat rakyat untuk berpartisipasi dalam pemerintahan (pendidikan Politik)


Dari persfektif teknik organisatoris pemerintah desentralisasi dimaksud unutk

mencapai efensiensi
Dari sudut kultur desentralisasi diharapkan perhatian sepenuh nya ditumpahkan

kepada daerah, seperti, geografi, ekonomi, politk, kondisi masyarakat, kultur


diahrapakan pemerintah daerah lebih memfokuskan pembangunan di daerah tersebut

Bentuk-bentuk Desentralisasi
Dalam tataran pelaksanaan dan teori nya desentralisasi memiliki model, dan
pemakalah merasa perlu unutk memaparkan disini demi kesempurnaan makalah ini,
diantaranya adalah :
a. Dekonsentrasi
Desentralisasi dalam bentuk dekosentrasi (Deconcentration)menurut
Rondinenlly, pada hakikat nya hanya merupakan pembagian kewenagan dan
tanggung jawab administratif antara depertemen pusat dengan penjabat pusat
yang ada di lapangan, jadi dekonsentrasi itu hanya merupakan pergeseran
volume pekerjaan dari depertemen pusat kepada perwakilan nya yang ada di
daerah. Juga ditamabhkan oleh Rondinelly, bahwa dekonsentrasi memiliki dua
bentuk diantara nya adalah Field Administration atau kita kenal dengan
administrasi lapangan dimana penjabat lapangan diberikan kekuasaan unutk
merencanakan, membuat keputusan-keputusan rutin dan menyesuiakan
pelaksanaan nya dengan kebijakan pusat dengan kondisi setempat(daerah) dan
kesemuanya itu dilakukan atas petunjuk dan biumbingan pemerintah pusat,
Adapun yang kedua adalah Local Administration (Administrasi Lokal ) yang
terdiri dari Integrated Local Administration (Adminstrasi Lokal Terpadu)
dimana tenaga tenaga dari depertemen pusat yang ditempatkan didaerah
berada langsung dibawah perintah dan supervisi kepala daerah yang diangkat
oleh dan bertanggung jawab kepada pemerintah pusat, walaupun tenaga-
tenaga tersebut diangkat dan digaji, dipromosikan, dimutasikan, oleh
pemerintah pusat mereka tetap berkedudukan sebagai staff teknis kepala
daerah dan bertanggung jawab kepadanya, sedangkan yang kedua
adalah unintegration Local Administration (Adminstrasi Lokal yang tidak
terpadu) tenaga-tenaga yang diangkat oleh pusat yang berada di daerah dan
kepala daerah masing-masing berdiri sendiri mereka bertanggung jawab
kepada masing-masing depertemen yang ada di pusat

b. Delegasi
Delegation To semi Autonomus adalah pelimpahan pengambilan
keputusan dan kewenangan menejerial untuk melakukan tugas-tugas
khusus kepada suatu oraganisasi yang tidak secara langsung berada
dibawah pengawasan pemerintah pusat
c. Devolusi
Konsekuensi dari devolusi adalah pemerintah pusat membentuk unit-
unit pemerintah diluar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagia
fungsi teretntu kepada unit-unit untuk dilaksanakan secara mandiri
d. Privatisasi
Sedangkan bentuk terakhir dari desentralisasi adalah Privatisasi,
menurut Rondinelly Privatiosation adalah (transfer of funcions From
Government To Non Government Institution) artionya adalah suatu
tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan swasta,
dan swadaya masyarakat dan juga menjadi peleburan dari BUMN/
BUMD menjadi swastanisasi. Contoh Dalam beberapa hal pemerintah
mentransfer beberapa kegiatan nya kepada KADIN (Kamar Dagang
Dan Industri) unutk mengeluarkan izin, kemudian masalah yang
menyangkut masalah sosial pemerintah memberikan kepada LSM

4. Kelebihan dan Kekurangan Disentralisai


Kelebihan sistem ini adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah
dapat diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat.
Kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana
wewenang itu hanya menguntungkan pi7hak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk
mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh
pemerinah pusat

Dampak positif dan Negatif Disentralisasi:


Dampak positif dalam bidang politik adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan
yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari
pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola
daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan di
mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta
digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit
untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
Untuk mendukung jalannya pemerintahan di daerah, diperlukan dana yang tidak
sedikit. Akan tetapi, tidak semua daerah mampu mendanai sendiri jalannya roda
pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah harus mampu membagi adil dan merata hasil
potensi masyarakat. Agar adil dan merata, diperlukan aturan yang baku.
Dari ketentuan tersebut, dikeluarkan beberapa istilah tentang dana
untuk keperluan pembinaan wilayah, antara lain:

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)


> Hasil pajak daerah
> Hasil restribusi daerah
> Hasil perusahan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
> Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah,antara lain hasil penjualan asset
daerah dan jasa giro
2. Dana Perimbangan
> Dana Bagi Hasil
> Dana Alokasi Umum (DAU)
> Dana Alokasi Khusus
3. Pinjaman Daerah
Pinjaman Dalam Negeri
1. Pemerintah pusat
2. Lembaga keuangan bank
3. Lembaga keuangan bukan bank\
4. Masyarakat (penerbitan obligasi daerah)

Pinjaman Luar Negeri


1. Pinjaman bilateral
2. Pinjaman multilateral
3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah;

B. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OTONOMI DAERAH


Pemerintah yang memilih desentralisasi memandang bahwa dengan penerapan
desentralisasi dapat meningkatkan stabilitas politik dan kesatuan bangsa karena masing-
masing daerah memiliki kebebasan dalam pengambilan keputusan sehingga dapat
meningkatkan keterlibatan dalam sistem politik. Dengan adanya desentralisasi ini, maka
Pemerintah Daerah diberikan wewenang lebih besar dalam pengambilan keputusan bagi
daerahnya dengan pendekatan yang lebih sesuai. Pemberlakuan desentralisasi juga dapat
mengurangi biaya atas penyediaan layanan publik dengan menekan diseconomy of scale.
Desentralisasi juga memiliki kelemahan yang harus dievaluasi. Di banyak Negara
yang mengadopsi desentralisasi, jarang terdengar cerita-cerita sukses dengan
diberlakukannya desentralisasi karena hal ini tergantung pada karakteristik daerah masing-
masing. Seperti contoh di Negara-negara afrika, sistem desentralisasi justru tidak efektif
dalam strategi untuk mengurangi kemiskinan. Beberapa studi yang dilakukan di Negara-
negara berkembang ditemukan bahwa dengan sistem desentralisasi dapat mengurangi kualitas
dari pelayanan publik, dapat memperlebar disparitas antara daerah yang satu dengan daerah
yang lain dan juga cendrung dapat meningkatkan korupsi.
Otonomi daerah dilaksanakan dengan tujuan untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan,
meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan rakyat di daerah Provinsi, Kab/Kota di seluruh
Indonesia.
Adapun Kekurangan dan kelebihan adanya sistem otonomi daerah diantaranya :
A. Kelebihan/keuntungan :
1. Pemerintah Prov/Kab/Kota mampu melihat kebutuhan yang mendasar pada daerahnya
untuk menjadi prioritas pembangunan.
2. Dengan dilaksanakannya Otoda maka pembangunan didaerah tersebut akan maju,
berkembang dalam pembangunan daerah, peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
rakyat.
3. Daerah dapat mengatur sendiri tata kelola pemerintahannya, PAD dengan membentuk
Perda sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah yang lebih tinggi.
4. Pemerintah daerah bersama rakyat di daerah itu akan bersama-sama membangun
daerah untuk kemajuan dan kepentingan bersama.
5. Dan lain-lain

Pada dasarnya kelebihan otonomi daerah biasanya daerah lebih mampu melihat
persoalan yang mendasar pada daerah masing-masing, jadi otonomi daerah akan membuat
daerah itu lebih maju, berkembang dan bersaing dengan daerah-daerah lain tanpa takut
dianaktirikan oleh pemerintah pusat.

B. Kekurangan/kerugian :
1. Pemda ada yg mengatur daerahnya dengan menetapkan Perda yang bertentangan
dengan peraturan yg lebih tinggi, sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan di
daerah.
2. Kalau kontrol/pengawasan pemerintah pusat lemah, maka besar peluangnya untuk
munculnya raja-raja kecil yg berpotensi terjadinya disintegrasi bangsa.
3. Bila terjadi permasalahan di daerah, misalnya KKN, maka bukan hanya pemda yg
disalahkan, akan tetapi pemerintah pusat akan kenah getahnya (kurang pengawasan).
4. Peraturan yg ditetapkan pemerintah pusat, kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi
daerah tertentu, sehingga menimbulkan multi tafsir yang dapat merugikan pemda dan
rakyat didaerah itu.
5. Dan lain-lain

Kekurangan yang mendasar pada sistem otonomi daerah adalah daerah suka
'kebablasan" dalam mengatur daerahnya. suka membuat peraturan daerah yang aneh-aneh
demi mengisi kas daerah. Hal mana yang berdampak pada kesejahteraan warga daerah itu
sendiri. jadi sebaiknya otonomi daerah diterapkan dengan pengawasan yang ketat dari
pemerintah pusat.

C. Struktur pemerintahan yang d harapkan dari Otonomi Daerah


a. Dasar Hukum Otonomi Daerah
Dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat,
yakni :
1. Undang-undang DasarSebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945
merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18
UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
2. Ketetapan MPR-RITap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
yang berkeadilan, erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Undang-Undang Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada
prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih
mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU
No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan
prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan
fungsi DPRD.
Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa
pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya
adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa
dijalankan secara optimal.
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18
UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No. 22/1999
dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
1. Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian
kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah
daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi
adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas
desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
3. Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan
demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah
Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
4. Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah
administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah
menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah Kota.

b. Prinsif-prinsif Pelaksanaan Otonomi Daerah


Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasar pada UU No.22/1999
prinsip-prinsip pelaksanaan Otonomi Daerah adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek-
aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman
daerah.
2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab
3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah
Kabupaten dan daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan
Otonomi Terbatas.
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan Konstitusi negara sehingga
tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah
Otonom, dan karenanya dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota tidak ada lagi
wilayah administrasi.
6. Kawasan khusus yang dibina oleh Pemerintah atau pihak lain seperti Badan
Otorita, Kawasan Pelabuan, Kawasan Pertambangan, Kawasan Kehutanan,
Kawasan Perkotaan Baru, Kawasan Wisata dan semacamnya berlaku ketentuan
peraturan Daerah Otonom.
7. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun
fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
8. Pelaksanaan asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah Propinsi dalam
kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk memelaksanakan
kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai
wakil Pemerintah.

9. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah


Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana,
serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.

Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia Meskipun UUD 1945 yang menjadi


acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-
daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai
perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik
pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan
terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit
politik yang berkuasa pada saat it.

Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah


sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini:
1. UU No. 1 tahun 1945Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan
pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat.
2. UU No. 22 tahun 1948Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih
menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala
daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat
pemerintah pusat.
3. UU No. 1 tahun 1957Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat
dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga
masih alat pemerintah pusat.
4. Penetapan Presiden No.6 tahun 1959Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih
menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh
pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.
5. UU No. 8 tahun 1965Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada
desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah,
sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja
6. UU No. 5 tahun 1974 Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi
kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai
dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan
tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada
masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding
dengan politik.
7. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran
pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi
isu nasional.
8. UU No. 22 tahun 1999 Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan
pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
C. Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah
1. Kewenangan Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan
kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
2. Kewenangan bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional
dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan,
sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya manusia,
3. pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi,
dan standardisasi nasional.
4. Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah dalam rangka
desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana
dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang
diserahkan tersebut.
5. Kewenangan Pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur dalam rangka
ekonsentrasi harus disertai dengan pembiayaan sesuai dengan kewenangan yang
dilimpahkan tersebut.
6. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom mencakup kewenangan dalam bidang
pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam
bidang pemerintahan tertentu lainnya.
7. Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom termasuk juga kewenangan yang tidak
atau belum dapat dilaksanakan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
8. Kewenangan Propinsi sebagai Wilayah Administrasi mencakup kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur selaku wakil Pemerintah.
9. Kewenangan Daerah di wilayah laut meliputi:
o Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas
wilayah laut tersebut;
o Pengaturan kepentingan administratif;
o Pengaturan tata ruan
o Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah; dan
o Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
10. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota di wilayah laut adalah sejauh
sepertiga dari batas laut Daerah Propinsi. Pengaturan lebih lanjut mengenai batas laut
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
11. Kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota mencakup semua kewenangan
pemerintahan selain kewenangan yang dikecualikan seperti kewenangan dalam
bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama, serta kewenangan bidang lain yang mencakup kebijakan tentang perencanaan
nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan
dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta
teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
12. Pemerintah dapat menugaskan kepada Daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka tugas
pembantuan disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya
kepada Pemerintah. Setiap penugasan ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang system pemerintahan daerah yang
berlaku di Negara RI mengalami beberapa kali perubahan karena Undang-Undang yang
mengaturnya itu berbeda-beda dan bersumber pada Undang-Undang Dasar tidak menganut
azas yang sama. Selain itu juga system pemerintahan daerah sebelum proklamasi
kemerdekaan sudah dikenal orang pada zaman penjajahan Hindia-Belanda dan Jepang.
Arti penting Otonomi Daerah-Desentralisasi:
1. Untuk terciptanya efisiensi-efektifitas penyelenggraan pemerinntahan;
2. Sebagai sarana pendidikan politik;
3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan;
- Stabilitas politik;
- Kesetaraan politik
- Akuntabilitas publik.
B. SARAN
Dalam rangka melancarkan pelaksanaan pembangunan yang tersebar di seluruh
pelosok Negara, dan dalam membina kestabilan politik serta kesatuan bangsa maka hubungan
yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah atas dasar keutuhan Otonomi Daerah yang
nyata dan bertanggung jawab yang dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah
dan dilaksanakan bersama-san\ma dengan dekonsentrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Haris Syamsuddin, Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press, 2007.
Google: http//www.otonomidaerah.com. senralisasi dan desentralisasi dalam otonomi daerah.

Anda mungkin juga menyukai