Anda di halaman 1dari 25

TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Teoritis
1. Laporan Pendahuluan
2.1 Pengertian
Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler. (WHO, 2002)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke
bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler
selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
Sedangkan stroke hemoragik adalah stroke yang
disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah pada
otak.Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di dalam otak
pecah.Otak sangat sensitif terhadap perdarahan dan kerusakan
dapat terjadi dengan sangat cepat. Pendarahan di dalam otak dapat
mengganggu jaringan otak, sehinga menyebabkan pembengkakan,
mengumpul menjadi sebuah massa yang disebut hematoma.
Pendarahan juga meningkatkan tekanan pada otak dan menekan
tulang tengkorak.

2.2 Etiologi
Penyebab-penyebabnya antara lain:
1) Trombosis ( bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak )
2) Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material lain )
3) Iskemia ( Penurunan aliran darah ke area otak)
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

2.3 Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area
tertentu di otak.Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya
sirkulasi kolateral (arteri kecil yang menghubungkan dua arteri
yang lebih besar atau segmen yang berbeda dari arteri yang sama)
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atu
cepat) pada gangguan lokal (thrombus/bekuan darah yang
menempel di dinding vaskuler, emboli/hambatan pada alira
pembuluh darah, perdarahan, dan spasme vaskuler/kerusakan otot
polos) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung).Aterosklerosis (kondisi dimana terjadi
penyempitan dan pengerasan di dalam pembuluh darah arteri
akibat pengendapat kolesterol dan zat-zat lemak lainnya) sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak.Trombus dapat berasal
dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis/penyempitan, tempat aliran darah mengalami pelambatan
atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah.Trombus mengakibatkan
iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya
edema klien mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena trombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.Oklusi pada
pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas
pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah
atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan
intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan
kematian dibandingkan keseluruhan penyakit serebrovaskuler,
karena perdarahan yang luas teradi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau pada foramen
magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak.Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang
anoreksia serebral.Perubahan yang disebabkan oleh anoreksia
serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.Perubahan
ireversibel jika anoreksia lebih dari 10 menit.Anoreksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya
henti jantung.
Selain kerusakan parenkin otak, akibat volume perdarahan
yang relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan
kaskade iskemik akibat penurunannya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya
tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika
volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93%
pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan
jika terjadi perdarahan serebral dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume
darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Sylvia A.
Price dan Wilson, 2006)

2.4 Manifestasi klinis


Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi
pendarahan dan jumlah jaringan otak yang terkena.Gejala biasanya
muncul tiba-tiba, tanpa peringatan, dan sering selama
aktivitas.Gejala mungkin sering muncul dan menghilang, atau
perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti
kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau
penurunan keterampilan motorik.
9. Mual atau muntah.
10. Kejang.
11. Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti
penurunan sensasi, baal atau kesemutan.
12. Kelemahan pada salah satu bagian tubuh.

2.5 Komplikasi
1) Hipoksia Serebral
2) Penurunan darah serebral
3) Luasnya area cedera
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

2.6 Pemeriksaan penunjang


1) CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan
adanya infark
2) Angiografi serebral
membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri
3) Pungsi Lumbal
- Menunjukan adanya tekanan normal
- Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya perdarahan
4) MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark,
hemoragik.
5) EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6) Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit
arteriovena
7) Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal
8) Pemeriksaan Laboratorium
- Darah rutin
- Gula darah
(DoengesE, Marilynn,2000 hal 292)

2.7 Penatalaksanaan
1) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .
2) Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan
embolisasi.(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
2.8 Pencegahan
Adapun untuk pencegahan stroke seseorang bisa melakukan
tindakan pencegahan termasuk membiasakan diri menjalani pola
hidup sehat. Berikut adalah cara mencegah stroke, antara lain :
1) Hindari dan hentikan kebiasaan merokok
Kebiasaan ini dapat menyebabkan artherosclerosis (pengerasan
dinding pembuluh darah) dan membuat darah menjadi mudah
menggumpal
2) Periksakan tensi darah secara rutin
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah
mengalami tekanan ekstra
3) Makanlah dengan sehat
Konsumsi makanan berserat dapat mengendalikan lemak dalam
darah
4) Kurangi garam
Karena garam dapat meningkatkan tekanan darah
5) Berolahraga dan aktif
Melakukan aktivitas fisik secara teratur membantu menurunkan
tensi darah dan menciptakan keseimbangan lemak yang sehat
dalam darah
6) Kurangi alcohol
Meminum alcohol dapat menaikkan tensi darah

2.9 Web of causation


(Terlampir)
B. Asuhan Keperawatan Teoritis

2.10Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses
keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah
kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga
kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan
perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 2005)
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang
status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis,
sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status
ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E.
Doenges et al, 2000)

1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose
medis.

2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf
Misbach, 2003)

3) Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani,
2000)

4) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 2002)

5) Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)

6) Pola-pola Kebiasaan
a) Bernafas
Adanya penurunan kemampuan batuk sehingga adanya
produksi secret
b) Makan dan minum
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola
defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus
d) Gerak dan aktivitas
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
e) Istirahat dan tidur
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat
karena kejang otot/nyeri otot
f) Kebersihan diri
Adanya hambatan mobilitas sehingga klien tidak dapat
merawat diri
g) Pengaturan suhu tubuh
Biasanya tidak ada demam

h) Rasa nyaman
Biasanya pasien ada nyeri tetapi tidak ada gatal
i) Rasa aman
Adanya pikiran ke penyakit biasanya klien merasa cemas
dan takut dengan penyakitnya
j) Data sosial
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara..
k) Prestasi dan produktivitas
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari
beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
l) Rekreasi
Tergantung dari hobi klien
m) Belajar
Klien biasanya jarang mengetahui pemahaman terhadap
penyakitnya
n) Ibadah
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah
laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh
pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)

7) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan
kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu
sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut
nadi bervariasi

b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit
kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3
minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik
(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke
salah satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 2004)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,
pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk
dan menelan.

e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest
yang lama, dan kadang terdapat kembung.

f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus


Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis
Nervus I (Olfaktori)

Tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

Nervus II (Optikus)

Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras


sensori primer di antara mata dan korteks visual.
Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial)
sering terlihat pada klien hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

Nervus III, IV, dan VI (Okulomotoris, Trochlearis,


Abdusen)

Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada


satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang
sakit.

Nervus V (Trigeminus)

Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan


paralisis saraf trigeminus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan
rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan
satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.

Nervus VII (Fasialis)


Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang
sehat.

Nervus VIII (Vestibulocochlearis)

Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli


persepsi.

Nervus IX, dan X (Glosofaringeus, Vagus)

Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan


membuka mulut.

Nervus XI (Asesoris)

Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan


trapezius.

Nervus XII (Hipoglosus)

Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan


fasikulasi, serta indra pengecapan normal

(2) Pemeriksaan motorik


Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.

(3) Pemeriksaan sensorik


Dapat terjadi hemihipestesi/hilangnya rangsangan
sesisi tubuh

(4) Pemeriksaan refleks


Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.(Jusuf Misbach, 2003)
8) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
(Linardi Widjaja, 2005)
(2) MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
(Satyanegara, 2002)
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan
keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 2003)

b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah
biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
(Satyanegara, 2002)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat
terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250
mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
kembali. (Jusuf Misbach, 2003)
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan
pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 2005)

9) Analisa data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan
menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan klien. (Nasrul Effendy, 2002)

2.11Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa dan
interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan klien.
Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau
status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan
terjadi (potensial) di mana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas
wewenang perawat. (Nasrul Effendy, 2002)
Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1) Risiko perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intracerebral.
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplagia
3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan
dengan penekanan pada saraf sensori, penurunan penglihatan
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah otak
5) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan
6) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan
dengan hemiparese/hemiplegi
7) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring
lama
8) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan penurunan refleks batuk dan menelan.
9) Nyeri akut berhubungan dengan gangguan perfusi serebral
(Marilynn E. Doenges, 2000)
2.12Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan merupakan mata rantai antara
penetapan kebutuhan klien dan pelaksanaan keperawatan.Dengan
demikian rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang
dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan
diagnosa keperawatan.
Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan klien
secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin
suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian
tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien. (Nasrul
Effendy,2002) Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas
adalah :
a. Risiko perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intra cerebral
1) Tujuan :
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2) Kriteria hasil :
- Klien tidak gelisah
- GCS E4 V5 M6
- TTV dalam rentang normal:
TD: 110/80-140/80 mmHg.
S: 36,5C-37,5C
N: 60-100 x/mnt
RR: 16-20 x/mnt
- Pupil isokor
- Reflek cahaya +/+
3) Rencana tindakan
a) Memantau status neurologis secara teratur dan
bandingkan dengan nilai standar ( GCS)
b) Melakukan pemeriksaan TTV
c) Memberikan posisi netral (supinasi)
d) Memberikan edukasi mengenai pencegahan mengejan
yang berlebihan saat defekasi dan pencegahan cara
bernafas yang memaksa (batuk terus menerus)
e) Kolaboratif dalam pemberian obat antidepresan daN
antikoagulasi.
4) Rasional
a) Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan
potensial peningkatn TIK dan mengetahui lokasi,
luas dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP.
b) Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
c) Untuk menurunkan tekanan arteri dengan
meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi
atau perfusi serebral.
d) Manuver falsava dapat meningkatkan TIK dan
memperbesar resiko terjadi pendarahan.
e) Untuk menigkatakan atau memperbaiki aliran darah
serebral dan mencegah
pembekuansaatembolus/trombus.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegia
1) Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
2) Kriteria hasil
- Pasien dapat menggerakkan ekstremitasnya secara
perlahan
- Tidak terjadi kekakuan sendi
- Tidak terjadi atrofi otot
3) Rencana tindakan
a) Kaji kemampuan pasien terhadap pergerakan
b) Ajarkan ROM aktif/pasif pada pasien.
c) Kaji perkembangan/kemajuan latihan
d) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik
klien
4) Rasional
a) Pergerakan aktif/pasif bertujuan untuk mempertahankan
fleksibilitas sendi
b) Untuk menjaga kekuatan otot dan sendi pasien.
c) Mengidentifikasi kekuatan atau kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.
d) Membantu dalam penyembuhan klien

c Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan


dengan penekanan pada saraf sensori
1) Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
2) Kriteria hasil :
- Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi
persepsi
- Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk
meraba dan merasa
- Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap perubahan sensori
3) Rencana tindakan
a) Tentukan kondisi patologis klien
b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti
memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba.
Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya
lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan
keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air
dengan tangan yang normal
e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila
perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit.
Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang
terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang
sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati
garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang
sakit.
f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien
4) Rasional
a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan
kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan
kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi,
meningkatkan resiko terjadinya trauma.
c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan
persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk
mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah
yang terpengaruh.
d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko
terjadinya trauma.
e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu
dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.
f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang
berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori
berlebih.Membantu klien untuk mengidentifikasi
ketidakkonsistenan dari persepsi dan integrasi stimulus.

d. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan


penurunan sirkulasi darah otak
1. Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
2. Kriteria hasil
- Penggunaan isyarat nonverbal
- Penggunaan bahasa tulisan, gambar
- Peningkatan bahasa lisan
3. Rencana tindakan
a) Kaji kemampuan berkomunikasi
b) Perhatikan tanda nonverbal pasien
c) Gunakan kata sederhana dan pendek.
d) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
4. Rasional
a) Memudahkan dalam pemberian asuhan
b) Gangguan verbal dapat meningkatkan penggunaan
komunikasi nonverbal
c) Memudahkan pasien memahami dengan cepat.
d) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik
dan benar.
e. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi
1. Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2. Kriteria hasil
- Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan kemampuan klien
- Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas
untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan
3. Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri
b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan
aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat
dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai
kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukannya atau keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
4. Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan
bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi
klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-
sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk
mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi
kebutuhan alat penyokong khusus.

f. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan
1. Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
2. Kriteria hasil
- Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
- Hb dan albumin dalam batas normal
3. Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan
dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan
sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu
jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang
tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair,
makan lunak ketika klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program
latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran
melalui iv atau makanan melalui selang

4. Rasional
a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan
pada klien
b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya
gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan
meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang
dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan
masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa
adanya distraksi/gangguan dari luar
f)Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya
didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan
menurunkan resiko terjadinya tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti
dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

g. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah


baring lama
1. Tujuan
Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
2. Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3. Rencana tindakan
a)Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of
motion) dan mobilisasi jika mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah
daerah-daerah yang menonjol
d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi
area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan
tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari
trauma, panas terhadap kulit
4. Rasional
a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit.

h. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang


berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi
1. Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2. Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
3. Rencana tindakan :
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang
sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas
b) Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d) Observasi pola dan frekuensi nafas
e) Auskultasi suara nafas
f) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum
klien
4. Rasional :
a) Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b) Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran
pernafasan
c) Air yang cukup dapat mengencerkan secret
d) Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan
nafas
e) Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
f) Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-
paru.
ii. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan perfusi serebral
1. Tujuan :
Klien mampu mengontrol nyerinya
2. Kriteria hasil :
- Klien akan mengungkapkan secara verbal / isyarat nyerinya
berkurang
- Klien mengerti penyebab nyerinya
3. Rencana tindakan :
a) Kaji tingkat nyeri klien
b) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
c) Berikan penjelasan penyebab nyeri klien
d) Kolaborasi pemberian obat analgetik
4.Rasional :
a) Mengetahui tingkat nyeri klien
b) Klien mampu mengontrol nyerinya
c) Klien memahami pencetus nyeri yang di alaminya
d) Pengobatan farmakologi dapat membantu mengurangi nyeri
klien
2.13Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan klien secara optimal.Pelaksanaan adalah pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap
pencanaan. (Nasrul Effendy, 2002)

2.14 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.
Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan
melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam
hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan
strategi evaluasi.Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang. (Lismidar, 2005)
Dalam proses keperawatanberdasarkan permasalahan yang muncul
maka hal-hal yang diharapkan pada evaluasi sebagai berikut:
1. Klien tidak gelisah
2. Tidak ada keluhan nyeri kepala
3. GCS 456
4. Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-
36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
5. Tidak terjadi kontraktur sendi
6. Bertambahnya kekuatan otot
7. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
8. Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi
persepsi
9. Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba
dan merasa
10. Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi
terhadap perubahan sensori
11. Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat
dipenuhi
12. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal
maupun isarat
13. Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
14. Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan
15. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
16. Hb dan albumin dalam batas normal
17. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
18. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
19. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
20. Klien tidak sesak nafas
21. Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
22. Tidak retraksi otot bantu pernafasan
23. Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
24. Klien akan mengungkapkan secara verbal / isyarat nyerinya
berkurang
25. Klien mengerti penyebab nyerinya

Anda mungkin juga menyukai