Anda di halaman 1dari 12

TRAKEOSTOMI

Tracheotomy berasal dari bahasa Yunanai, dari kata trachea dan tome (memotong).
Istilah trakeotomi (tracheotomy) lebih mengacu kepada tindakan pembedahan pada trakea
untuk fungsi ventilasi. Tracheostomy juga berasal dari bahasa Yunani, stome (membuka atau
mulut) jadi istilah trakeostomi (tracheostomy) menunjukkan lobang atau stoma permanen
yang dibuat pada trakea dan kulit tersebut.

Indikasi trakeostomi :

- Mengatasi obstruksi jalan nafas atas seperti laring


- Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas bagian atas seperti daerah
rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh
seluruh oksigen yang dihirupkan akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang
tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru,
yang kapasitas vitalnya berkurang.
- Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam koma.
- Untuk memasang respirator (alat bantu pernafasan). v. Untuk mengambil benda
asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.
- Cedera parah pada wajah dan leher.
- Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan
resiko tinggi terjadinya aspirasi

Kontraindikasi absolut untuk trakeostomi adalah infeksi kulit yang parah dan riwayat
operasi besar pada leher sebelumnya yang mengganggu visualisasi anatomi.

Komplikasi trakeostomi :

1. Intraoperatif
Perdarahan, cedera pembuluh darah besar, kerusakan trakea dan laring, kerusakan
struktur paratrakea, cedera dinding belakang trakea, emboli udara, apnoea dan
henti jantung
2. Komplikasi segera (hari 1-14)
- Emfisema subkutis ( akibat tekanan positif dari ventilasi atau reflek batuk,
emfisema bisa menghilang dalam beberapa hari dengan cara jangan menjahit luka
sekitar tube)

1 | Page
- Obstruksi tube (bisa akibat mukus, clotting, perubahan posisi kanul),
pneumothorak atau pneumomediastinum, sumbatan kanul, nekrosis trakea,
perdarahan sekunder, gangguan menelan, edema paru dan infeksi
3. Komplikasi lambat (> 14 hari)
Gangguan menelan akibat menurunnya fungsi elevasi pada laring, kompresi
esofageal dan obstruksi dari cuff trakeostomi), stenosis trakea dimana 1-2% nya
bisa berakibat iskemik, devaskularisaasi dan erosi kemikal, fistula trakeo-arteri
innominata yang sangat jarang terjadi

BENDA ASING OROFARING

Benda asing (BA) di dalam suatu organ : benda yg berasal dari luar tubuh (eksogen)
atau dari dalam tubuh (endogen), yg dalam keadaan normal tidak ada.
Benda asing eksogen terdiri dari
1. Benda padat
a. zat organik (kacang-kacangan & tulang)
b. zat anorganik (paku, jarum, peniti, batu, dll)
2. Benda cair
a. iritatif (zat kimia)
b. non iritatif (cairan dgn pH 7)
3. Gas

Benda asing endogen :


- sekret kental
- darah / bekuan darah
- nanah
- krusta
- cairan amnion, dll
Faktor predisposisi :
a. Faktor personal (usia, sex, pekerjaan, kondisi sosial)
b. Faktor fisik (kelainan neurologik)
c. Faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis)
d. Faktor kecerobohan (makan/minum tergesa-gesa, makan sambil bermain,
eletakkan peniti di mulut)
e. Faktor dental

2 | Page
f. Ukuran, bentuk dan sifat benda asing

Benda asing dapat masuk ke saluran cerna bagian atas.


Orofaring terinervasi maka pasien dapat menunjukan benda asing pada orofaring.
Luka gores atau lecet pada mukosa orofaring dapat menimbulkan sensasi benda asing.
Benda asing yang terlalu lama dapat menyebabkan infeksi jaringan lunak sekitar dari
tenggorokan dan leher. Esofagus merupakan struktur berbentuk tabung sepanjang 20-
25cm. pasien biasanya dapat menunjukan benda asing jika berada pada esofagus
bagian atas tapi akan sulit jika berada pada esophagus bagiah bawah. Esophagus
memiliki 3 tempat penyempitan dimana biasanya benda asing terperangkap yaitu:
upper esophageal sphincter(UES), crossover aorta, lower esophageal sphincter(LES).
Struktur abnormal dari esophagus termasuk striktur, web, divertikel, dan keganasan
meningkatkan kejadian benda asing yang terperangkap dan sama halnya dengan
gangguan motorik seperti scleroderma, spasme esophageal difus, atau achalasia.
Benda asing di orofaring dan hipofaring
dapat tersangkut antara lain di tonsil, dasar lidah, valekula, sinus piriformis yang
menimbulkan rasa nyeri pada waktu menelan(odinofagia), baik makanan maupun
ludah, terutama bila benda asing tajam seperti tulangikan, tulang ayam. Untuk
memeriksa dan mencari benda itu di dasar lidah, valekula dan sinus priformis diperlukan
kaca tenggorok yang besar (no 8-10)Benda asing di sinus piriformis menujukkan tanda Jackson
(Jacksons Sign) yaituterdapat akumulasi ludah di sinus piriformis tempat benda asing
tersangkut. Bila benda asingmenyumbat introitus esophagus, maka tampak ludah
tergenang di kedua sinus piriformis.
Gejala
Gejala orofaring biasanya terdapat sensasi benda asing terutama setelah memakan
ayam ataupun ikan. Rasa tidak nyaman dari ringan sampai berat. Pasien biasanya
mengeluh sulit menelan atau tidak dapat mengontrol air liur. Biasanya pasien dapat
melokalisir benda asing tersebut.
Gejala esophagus biasanya akut dengan riwayat mencerna. Ketidaknyamanan
padaepigastrium menandakan bahwa benda asing terperangkap pada LES. Disfagia
biasa dikeluhkan oleh pasien dewasa dengan ketidakmampuan mengendalikan sekresi
air liur. Pada pasien anak biasanya tidak terdapat gejala yang khas. Orang tua
biasanya yang memberitahu kepada dokter bahwa anaknya telah menelan sesuatu.
Rasa tersumbat ditenggorok, muntah, dan sakit tenggorokan biasanya muncul. Jika
benda asing berlangsung lama maka biasanya anak menjadi tidak ingin makan, rewel,

3 | Page
gagal tumbuh, demam, stridor, gejala pulmonal seperti pneumonia yang berulang
yang berasal dari aspirasi. Benda asing esophagus yang besar pada UES dapat
mendesak trakea sehingga menyebabkan stidor dan membahayakan pernafasan.
Pemeriksaan penunjang
Pada kasus benda asing di saluran napas dapat dilakukan pemeriksaan radiologik
danlaboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yang bersifat
radioopak dapat dibuat Ro foto segera setelah kejadian, sedangkan benda asing
radiolusen (sepertikacang-kacangan) dibuatkan Ro foto setelah 24 jam kejadian,
karena sebelum 24 jamkejadian belum menunjukkan gambaran radiolusen yang berarti.
Biasanya setelah 24 jam baru tampak tanda atelektasis atau emfisema.
Pemeriksaan radiologic leher dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan lunak leher
dan pemeriksaan toraks postero anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi
bendaasing. Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang
punggung, leher dalam fleksi dan kepala ekstensi untuk melihat keseluruhan jalan
napas dari mulut sampaikarina. Karena benda asing di bronkus sering tersumbat di orifisium
bronkus utama ataulobus, pemeriksaan paru sangat membantu diagnosis.
Video Fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas
secarakeseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan
adanya obstruksi parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologic pada
benda asing di saluran napassetelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran emfisema
tampak sebagai pergeseranmediastinum ke sisi paru yang sehat pada saat ekspirasi
(mediastinal shift) dan pelebaran intercostal.
Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang berada di perifer pada pandangan
endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda asing yang
lama berada di bronkus.
Pemeriksaan laboratoriumdarah diperlukan untuk mengetahui adanya
gangguankeseimbangan asam basa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial.
Diagnosis
Benda asing pada orofaring biasanya dapat terlihat dan mudah diambil. Pada pasien
yang kooperatif dapat dilakukan laringoskopi indirect atau nasofaringoskopi serat
optik. Foto Rontgen polos esophagus servikal dan torakal anteroposterior dan lateral
dilakukan pada pasien yang menelan benda asing terutama logam. Sehingga dapat
diketahui letak dari benda asing di esophagus. Endoscopi dilakukan pada pasien
dimana jalan nafas ikut terlibat dan sudah timbul komplikasi. Jika belum jelas maka
dapat dilakukan CT scan sebelum endoskopi.

4 | Page
Penatalaksanaan
Benda asing di esophagus dikeluarkan dengan esofagoskopi menggunakan cunam
yang sesuai dengan benda asing tersebut. Bila benda asing telah berhasil dikeluarkan
harus dilakukan esofagoskopi ulang untuk melihat adanya kelainankelainan
esophagus yang telah ada sebelumnya. Benda asing tajam yang tidak berhasil
dikeluarkan dengan esofagoskopi harus dikeluarkan dengan pembedahan yaitu
servikotomi, torakotomi, atau esofagotomi, tergantung lokasi benda asing. Bila
dicurigai adanya perforasi yang kecil segera dipasang pipa nasogaster agar pasien
tidak menelan makanan ataupun ludah dan diberikan antibiotika bersprektm luas
selama 7-10 hari untuk mencegah timbulnya sepsis.

OTALGIA

Otalgia atau nyeri pada telinga adalah suatu gejala yang banyak ditemukan di layanan
kesehatan dengan berbagai macam kemungkinan penyebab. Saat penyebabnya berasal dari
telinga (otalgia primer), pemeriksaan pada telinga biasanya abnormal. Pada otalgia sekunder
atau akibat nyeri alih (referred otalgia), pemeriksaan telinga biasanya dalam batas normal,
dan nyeri berasal dari beberapa site.

Telinga menerima saraf sensori dari nervus V (trigeminal), VII (fasialis), IX


(glossofaringeal), dan X (vagus), dan saraf servikal C2 dan C3. Saraf ini memiliki serabut
yang panjang pada kepala, leherm dan dada, maka oleh karena itu banyak penyakit
menimbulkan nyeri alih ke telinga.

Struktur dari telinga dalam (koklea, dan kanalis semisirkularis) dipersaradi oleh nervus VIII
(vestibulokoklear), yang tidak memiliki saraf nyeri. Oleh karena itu, kebanyakan prosesus
dari telinga dalam tidak menghasilkan nyeri. Bagaimanapun, penyakit dari telinga dalam
seperti penyakit Menieres bisa menghasilkan sensasi yang lai, seperti rasa tertekan atau rasa
penuh. Seringkali otalgia berasal dari otalgia sekunder, dan 50% banyak terjadi akibat
penyakit gigi. Pada studi lainnya, didapatkan penyebab otalgia sekunder terjadi akibat dental
(38%), kelainan temporomandibular joint (35%), kelainan cervical spine(8%), dan neuralgia
(5%).

Penyebab otalgia pada anak-anak hampir sama dengan dewasa, walaupun penyakit telinga
tengah (OMA) lebih sering terjadi pada anak-anak.

Pemeriksaan klinis :

5 | Page
- Usia pasien
- Lokasi nyeri (menunjuk dengan satu jari)
- Penjalaran nyeri
- Faktor yang memperberat (saat menelan)
- Gejala pendukung lainnya (otologik dan sistemik)
- Faktor risiko tumor (usia >50th, kebiasaan merokok dan alkohol)

Gejala otologi yang timbul bisa disertai dengan discharge, tinitus, gangguan pendengaran,
dan vertigo. Derajat keparahan nyeri tidak berhubungan dengan keparahan penyebab
penyakitnya.

Dari pemeriksaan fisik :

- Inspeksi regio aurikula dan periaurikula


- Otoskopi
- Nyeri tarik pinna atau nyeri tekan tragus
- Saat pemeriksaan otoskopi atau otologi dalam bats normal, harus dilakukan
palpasi TMJ untuk mengetahui adanya nyeri dan krepitasi saat pasien membuka
dan menutup mulut.

6 | Page
7 | Page
TONSILITIS DIFTERI

ETIOLOGI

Penyebab tonsilitis difteri ialah kuman Corynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk
Gram positif dan hidung di saluran nafas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring. Tidak
semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan menjadi sakit. Keadaan ini tergantung pada
titer anti toksin dalam darah seseorang. Titer anti toksin sebesar 0,03 satuan per cc darah
dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Hal inilah yang dipakai pada tes Schick

PATOFISIOLOGI

Bakteri masuk melalui mukosa lalu melekat serta berkembang biak pada permukaan mukosa
saluran pernapasan atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling lalu
selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah dan limfe. Toksin ini
merupakan suatu protein yang mempunyai 2 fragmen yaitu aminoterminal sebagai fragmen A
dan fragmen B, carboxyterminal yang disatukan melalui ikatan disulfide.

MANIFESTASI KLINIS

Pada mulanya tenggorok hanya hiperemis saja tetapi kebanyakan sudah terjadi membran
putih/keabu-abuan. Dalam 24 jam membran dapat menjalar dan menutupi tonsil, palatum
molle, uvula. Mula-mula membran tipis, putih dan berselaput yang segera menjadi tebal.,

8 | Page
abu-abu/hitam tergantung jumlah kapiler yang berdilatasi dan masuknya darah ke dalam
eksudat. Membran mempunyai batas-batas jelas dan melekat dengan jaringan dibawahnya.
Sehingga sukar untuk diangkat, sehingga bila diangkat secara paksa menimbulkan
perdarahan. Jaringan yang tidak ada membran biasanya tidak membengkak. Pada difteri
sedang biasanya proses yang terjadi akan menurun pada hari-hari 5-6, walaupun antitoksin
tidak diberikan.

Gambaran klinik dibagi dalam 3 golongan yaitu :

gejala umum, seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya
subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan
nyeri menelan
gejala lokal, yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang
makin lama makin meluas dan bersatu membentuk semu. Membran ini dapat meluas
ke palatum molle, uvula, nasofaring, laring, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat
saluran nafas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat
akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus,
kelenjar limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher
menyerupai sapi( bull neck) atau disebut juga Burgermeesters hals.
gejala akibat eksotoksin, yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan
kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai
decompensatio cordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum
dan otot-otot pernafasan dan pada ginjal menimbulkan albuminuria.
Diagnosis tonsilitis difteri ditegakkan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat
langsung kuman yang diambil dari permukaan bawah membran semu dan didapatkan kuman
Corynebacterum diphteriae.

DIAGNOSIS

Diagnosis tonsillitis difteri harus dibuat berdasarkan pemeriksaan klinis karena penundaan
pengobatan akan membahayakan jiwa penderita. Pemeriksaan preparat langsung
diidentifikasi secara fluorescent antibody technique yang memerlukan seorang ahli.
Diagnosis pasti dengan isolasi C, diphteriae dengan pembiakan pada media Loffler
dilanjutkan tes toksinogenesitas secara vivo dan vitro. Cara PCR (Polymerase Chain
Reaction) dapat membantu menegakkan diagnosis tapi pemeriksaan ini mahal dan masih
memerlukan penjagn lebih lanjut untuk menggunakan secara luas.

9 | Page
PEMERIKSAAN

1. Tes Laboratorium

Dilakukan dengan cara preparat langsung kuman(dari permukaan bawah membrane semu).
Medium transport yang dapat dipaki adalah agar Mac conkey atauLoffler.

2. Tes Schick (tes kerentanan terhadap diphteria)

PENGOBATAN

Penderita diisolasi sampai biakan negatif 3 kali berturut-turut setelah masa akut terlampaui.
Kontak penderita diisolasi sampai tindakan-tindakan berikut terlaksana :
a. biakan hidung dan tenggorok
b. seyogyanya dilakukan tes Schick (tes kerentanan terhadap diphtheria)
c. diikuti gejala klinis setiap hari sampai masa tunas terlewati.
Anak yang telah mendapat imunisasi dasar diberikan booster dengan toksoid diphtheria.
Bila kultur (-)/Schick test (-) : bebas isolasi
Bila kultur (+)/Schick test (-) :pengobatan carrier
Bila kultur (+)/Schick test (+)/gejala (-) : anti toksin diphtheria + penisilin
Bila kultur (-)/Shick test (+) : toksoid (imunisasi aktif).

Tujuan dari pengobatan penderita diphtheria adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat
secepatnya, mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi
C.diphteria untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit
diphtheria. Secara umum dapat dilakukan dengan cara istirahat selama kurang lebih 2 minggu
serta pemberian cairan.

Secara khusus dapat dilakukan dengan pemberian :

Antitoksin : serum anti diphtheria (ADS)


Anti difteri serum diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur dengan dosis 20.000-
100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya penyakit itu.
Anti microbial : untuk menghentikan produksi toksin, yaitu penisilin prokain 50.000-
100.000 KI/BB/hariselama 7-10 hari, bila alergi diberikan eritromisin 40 mg/kg/hari.
Kortikosteroid : diberikan kepada penderita dengan gejala obstruksi saluran nafas bagian
atas dan bila terdapat penyulit miokardiopati toksik.
Pengobatan penyulit : untuk menjaga agar hemodinamika penderita tetap baik oleh karena
penyulit yang disebabkan oleh toksin umumnya reversible.
Pengobatan carrier : ditujukan bagi penderita yang tidak mempunyai keluhan.

10 | P a g e
KOMPLIKASI

Laryngitis difteri, miokarditis, kelumpuhan otot palatum mole, kelumpuhan otot mata, otot
faring laring sehingga suara parau, kelumpuhan otot pernapasan, dan albuminuria. Jika terjadi
sumbatan jalan nafas maka merupakan indikasi untuk dilakukannya tindakan ETT ataupun
trakeostomi tergantung pada grading sumbatan jalan nafasnya.

PENCEGAHAN

Untuk mencegah penyakit ini dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan pada diri anak
serta memberikan penyuluhan tentang penyakit ini pada anak-anak. Selain itu juga diberikan
imunisasi yang terdiri dari imunisasi DPT dan pengobatan carrier. 3

CAIRAN TETES TELINGA

Definisi obat tetes menurut The Pharmaceutical Codex

Tetes telinga adalah larutan, suspensi, atau emulsi dari satu atau lebih zat aktif dalam
air, dilarutkan dalam etanol, gliserin, propilenglikol, atau pembawa lain yang cocok.

1. Tetes telinga antibiotik


Gol. Kuinolon : Ofloksasin tetes telinga 0,3 %
Indikasi : Otitis media supuratif, otitis eksterna
Dosis : dewasa 6-10 tetes sehari, anak 2 kali sehari 3-5 tetes sehari
2. Karbogliserin 10 % tetes
Indikasi: melunakkan serumen yang mengeras
Cara pemakaian: 4 tetes ditunggu selama 10 menit
3. H202 3 %
Cara pemakaian: di tetes selama 2 hari sebanyak 10 tetes 3-5 menit

XYLOCAINE SPRAY

Xylocaine Pump Spray 10% (10mg/dosis)


Kandungan : Lidocaine.
Xylocaine digunakan untuk membran mukosa, dan memberikan efek anestesi
superfisial selama 10-15 menit . anestesia mulai muncul sejak 1-3 menit pertama,
tergantung site nya.

11 | P a g e
1 dosis/spray Xylocaine = Lidocaine 10mg.
Frekuensi penyemprotan tergantung pada area yang akan dianestesi.
Untuk dental : 1-5 kali spray ke membran mukosa
Otorhinolaryngology: 3 kali (30mg) untuk pungsi sinus maksilaris
Obstetrics: Hingga 20kali spray (lidocaine base 200 mg) selama proses persalinan
Orofaring, gastrointestinal endoskopi : penggunaan instrumen dan kateter untuk
traktus respiratori dan digestif, hingga 5-20 kali spray (lidocaine 50-200 mg base)
untuk faring, laring dan trakea

Oleh karena absorpsi mengalamai variasi, dan terutama pada trakea dan bronkus,
maka dosis rekomendasi maksimum sangat bergantung pada area yang dianestesi.
Dosis maksimal yang direkomendasikan :
Dewasa normal : <300mg atau <4.5mg/kgBB
Anak-anak 3-12 tahun : tidak lebih dari 3mg/kgBB. Saat digunakan di laring
dan trakea, dosis harus diturunkan menjadi 1.5 mg/kg;
<3 years: Lidocaine dengan konsentrasi yang lebih rendah

Kontraindikasi

Adanya riwayat alergi/hipersensitivitas terhadap anestesi lokal dari golongan amide


atau komponen lain dari Xylocaine

12 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai