Anda di halaman 1dari 17

PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL KOOPERAIF STAD

DENGAN
PERMAINAN KUIS TENTANG LUAS BANGUN PADA SISWA
KELAS VI
SD NEGERI 183 MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA
KABUPATEN WAJO TAHUN AJARAN 2015/2016

Oleh :

NAMA : ERYLYANA
KELAS/NO URUT : A/32
NO STAMBUK : K 10540 10432 15
GELOMBANG :X

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO


DINAS PENDIDIKAN
KECAMATAN WAJO KABUPATEN WAJO
SULAWESI SELATAN
2015/2016
ABSTRAK
Pembelajaran Matematika yang disajikan dengan ceramah dan
latihanlatihan individual sering tidak disukai oleh para siswa. Akibatnya
hasil belajarselalu di urutan paling bawah dibandingkan mata pelajaran
lainnya. Padahal ilmumatematika memiliki peranan sangat strategis
dalam berbagai kehidupan. Untukmenciptakan proses pembelajaran yang
menyenangkn, mengasyikkan dan dapatmeningkatkan hasil belajar, maka
perlu adanya perubahan pembelajaran yangmenarik yaitu menerapkan
pembelajaran model kooperatif STAD dan kuis.

Rumusan masalah yang diajukan: (1) Bagaimanakah pembelajaran


model kooperatif STAD dapat mendorong siswa untuk belajar tentang luas
bangun lebih bersemangat? (2) Bagaimanakah bermain kuis dapat
mendorong siswa untuk belajar tentang luas bangun menjadi lebih
bersemangat ?.Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, maka
dilakukan penelitian dengan subyek 26 orang siswa dari jumlah siswa
seluruhnya 26 siswa SD Negeri 2 Sindanglaya Kelas VI. Pengambilan data
menggunakan metode observasi,angket, tes tulis dan perbuatan, serta
dokumentasi. Penelitian dilakukan dengantiga siklus. Setiap siklus
dilakukan perencanaan, pelaksanaan, tindakan, observasi,dan refleksi.
Pelaksanaan tindakan secara berurutan berupa: pembelajaranklasikal,
pembelajaran kelompok membuat soal dan jawaban model STAD, dankuis.
Setiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Pertemuan I pembelajaran
klasikal,kerja kelompok, dan unjuk kerja kelompok dalam bentuk kuis.
Pertemuan lImelanjutkan unjuk kerja kelompok dalam kegiatan kuis dan
evaluasi hasil belajar.

Hasil penelitian pada siklus I, aktifitas pembelajaran klasikal hanya


mencapai 54,22%. Hal ini belum mencapai peningkatan proses
pembelajaran yangdiharapkan yaitu 60-70%. Namun pada proses
pembelajaran kelompok telah mencapai 91,66% dengan target 70-80%,
dan kuis mencapai 74,82% dengan target 70-80%. Sedangkan hasil
belajar hanya mencapai 66,66% siswa mencapai nilai 60 - >60 dengan
rerata nilai 65 sedangkan target yang ditentukan 100% tuntas mencapai
nilai 60 - >60. Untuk meningkatkan proses pembelajaran klasikal pada
siklus II setiap siswa diberi peraga beberapa bangun datar untuk dibentuk
menjadi berbagai gabungan bangun dalam membuat soal. Pada Siklus II
terjadi peningkatan proses pembelajaran klasikal menjadi 66,15% karena
mulai ada 4 orang siswa bertanya dan 20 orang siswa mencatat, di mana
pada siklus I tidak ada siswa yang bertanya dan mencatat. Proses
Pembelajaran kelompok meningkat menjadi 92,85%.
Dan Pembelajaran kuis meningkat menjadi 86,16%. Sedangkan hasil
belajar mencapai rerata 72,3% dengan 76,92% siswa mencapai 60 - >60.
Dalam proses penyampaian soal kuis menunjukkan soal-soal yang
dikemukakan siswa cukup rumit, karena berupa berbagai gabungan
bangun datar yang bermacam-macam. Pada Siklus III selain ada peraga
untuk setiap siswa, untuk dapat menemukan rumus luas bangun ruang
berdasarkan rumus luas bangun datar yang telah dikuasai siswa, juga
ditambah dengan pemberian tugas rumah berupa latihan-latihan. Hal ini
disebabkan kompetensi yang harus dikuasai semakin sulit.

Pada siklus III terjadi peningkatan proses pembelajaran klasikal yang


cukup tinggi menjadi 84,61%. Hal ini disebabkan semakin banyaknya
siswa yang mengajukanpertanyaan sebanyak 10 siswa dan mencatat
sebanyak 26 siswa. ProsesPembelajaran kelompok meningkat menjadi
97,61%, dan proses kegiatan kuis meningkat menjadi 92,77%. Sedangkan
hasil belajar mencapai rerata 79,61% dengan 100% siswa mencapai nilai
60 - >60. Dengan demikian semua target yang ditetapkan telah tercapai.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan (l) Pembelajaran


model kooperatif STAD dapat mendorong siswa untuk belajar tentang luas
bangun lebih bersemangat, meningkatkan proses pembelajaran, dan hasil
belajar. (2) bermain kuis dapat mendorong siswa untuk belajar tentang
luas bangun menjadi lebih bersemangat, meningkatkan proses belajar,
dan hasil belajar.

Maka disarankan (1) Kepada para guru, untuk meningkatkan proses


pembelajaran maupun hasil belajar matematik, dapat digunakan model
kooperatif STAD sebagai pilihan untuk mengatasi permasalahan
pembelajaran matematika.(2) Strategi pembelajaran kuis seperti pada
penelitian ini juga dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika,
namun diperlukan persiapan yang matang, terutama pada saat penilaian
kelompok penjawab diperlukan bantuan dari siswa yang pandai untuk
membantu guru mengerjakan soal-soal yang dibuat oleh temannya. (3)
Bagi peneliti yang ingin melakukan penelitian lanjutan sesuaidengan
penelitian ini juga disarankan agar membuat persiapan yang lebih
sempurna terutama dalam mempersiapkan instrumen pengamatan
beserta rubrik-rubrik yang jelas pada saat kegiatan kuis.
Juga disarankan agar tim pengamat minimal dua orang, karena
menurut pengalaman peneliti tim pengamat sangat sibuk dalam menilai
pada saat kegiatan kuis.

Kata Kunci: Proses Pembelajaran, Model Kooperatif STAD, Kuis.

KATA PENGANTAR

Puji syukur allhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,


yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini. Penulisan
Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini dimaksudkan untuk memenuhi salah
satu syarat dalam Kenaikan Pangkat ke Golongan IV/b. Dalam penulisan
ini, penulis mengambil judul : "Penerapan Pembelajaran Model Kooperaif
STAD Dengan Permainan Kuis Tentang Luas Bangun pada Siswa Kelas VI
SD Negeri 183 MARANNU Kecamatan Pitumpanua Kabupaten Wajo Tahun
Ajaran 2007/2008."

Penulis menyadari akan segala kekurangan dalam penulisan


Laporan Penelitian Tindakan Kelas ini. Maka dari itu kepada pembaca
diharapkan untuk memberi sumbang saran maupun kritik yang bersifat
membangun kearah perbaikan.

Penulis berharap semoga Allah Swt. memberikan balasan yang


berlipat ganda kepada mereka yang telah membantu. Akhir kata penulis
mengharapkan kepada yang membaca agar bersedia memberikan saran
dan kritik yang membangun demi penyempurnaan dan peningkatan mutu
Laporan PenelitianTindakan Kelas ini serta mudah-mudahan bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin Yarobal Alamin.

Wajo , Januari 31 2016

Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK ......................................................................................................
. ii
KATA
PENGANTAR ............................................................................................ iv
DAFTAR
ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 3
C. Perumusan Masalah ...................................................................... 3
D. Hipotesis Tindakan........................................................................ 4
E. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
F. Manfaat Hasil Penelitian ............................................................... 4
G. Definisi Operasional...................................................................... 4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar................................. 6
1. Pengertian Belajar .................................................................. 6
2. Pengertian Pembelajaran........................................................ 7
3. Matematika di Sekolah Dasar ................................................ 7
4. Penilaian................................................................................. 7
B. Sasaran Pembelajaran Matematika Bagi Siswa SD ...................... 11
C. Masalah Pembelajaran Matematika Bagi Siswa SD ..................... 11
D. Model Pembelajaran Kooperatif STAD........................................ 12
E. Bermain Kuis ................................................................................ 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Era globalisasi yang penuh dengan kompetitif merupakan


tantanganbagi dunia pendidikan. Teknologi pembelajaran inovatif
seyogyanya dikembangkan dengan cara mengadaptasi atau mengadopsi
teknologi pembelajaran inovatif yang memenuhi standar internasional.
Hal ini tidak lain merupakan salah satu upaya untuk memenuhi amanat
salah satu kebijakan inovatif, yaitu mutu lulusan tidak cukup bila diukur
dengan standar lokal atau nasional saja. (Mohamad Nur, 2003) Pendidikan
Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UURI No. 20 Th.
2003). Tujuan ini dituangkan dalam tujuan pembelajaran matematika yaitu
melatih cara berfikir dan bernalar, mengembangkan aktifitas kreatif,
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, mengembangkan
kemampuan menyampaikan infomasi atau mengkomunikasikan gagasan.
Sehingga matematika merupakan bidang ilmu yang strategis untuk
membentuk generasi yang siap menghadapi era global yang penuh
dengan kompetitif tersebut.

Matematika sebagai disiplin ilmu turut andil dalam pengembangan


dunia teknologi yang kini telah mencapai puncak kecanggihan dalam
mengisi berbagai dimensi kebutuhan hidup manusia. Era global yang
ditandai dengan kemajuan teknologi informatika, industri otomotif,
perbankan, dan dunia bisnis lainnya, menjadi bukti nyata adanya peran
matematika dalam revolusi teknologi. Melihat betapa besar peran
matematika dalam kehidupan manusia, bahkan masa depan suatu
bangsa, maka sebagai guru di Sekolah Dasar yang mengajarkan dasar-
dasar matematika merasa terpanggil untuk senantiasa berusaha
meningkatkan pembelajaran dan hasil belajar matematika. Apalagi
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika
selaluberada di tingkat bawah dibandingkan dengan mata pelajaran
lainnya. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil ulangan harian matematika
yang pertama pada kompetensi dasar operasi hitung hanya mencapai
rerata 57,8 dan hanya 50% siswa mencapai nilai 60 atau >60 . Padahal
idealnya minimal harus mencapai 100% siswa mendapat 60 atau >60.
Sedangkan operasi hitung merupakan dasar bagi kompetensi dasar
berikutnya seperti menghitung luas bangun, volum bangun, dan
sebagainya. Kondisi tersebut disebabkan oleh kenyataan sehari-hari yang
menunjukkan bahwa siswa kelihatannya jenuh mengikuti pelajaran
matematika. Pembelajaran sehari-hari menggunakan metode ceramah
dan latihan-latihan soal secara individual, dan tidak ada interaksi antar
siswa yang pandai, sedang, dan normal.

Hal ini terbukti sebagian besar siswa mengeluh apabila diajak


belajar matematika. Sering jika diberi tugas tidak selesai tepat waktu, dan
lebih suka bermain dan mengobrol,alasannya pelajaran matematika
memusingkan dan lain-lain. Menyikapi kondisi tersebut penulis sebagai
guru Kelas VI yang harusmenyiapkan peserta didik menuju ujian akhir
sekolah dan mampu bersaing dalam mengikuti tes masuk SMP Negeri,
selalu berusaha memperbaiki pembelajaran dengan mengkondisikan
pembelajaran yang memudahkan, mengasyikkan, dan menyenangkan
bagi siswa. Usaha tersebut akan diwujudkan dalam suatu penelitian
tindakan kelas yang akan menerapkan pembelajaran STAD dan bermain
kuis. Model pembelajaran STAD (Student Team Achievement Devision)
adalah salah satu pembelajaran kooperatif yang dikembangkan
berdasarkan teori belajar Kognitif-Konstruktivis yang diyakini oleh
pencetusnya Vygotsky memiliki keunggulan yaitu fungsi mental yang
lebih tinggi akan muncul dalam percakapan atau kerjasama antar
individu. (Depag RI, 2004).

STAD juga memiliki keunggulan bahwa siswa yang dikelompokkan


secara heterogen berdasarkan kemampuan siswa terhadap matematika
akan terjadi interaksi yang positif dalam menyelesaikan masalah, seperti
tutor sebaya dan lain-lain. Jika sebelumnya tidak ada interaksi antar
individu, maka dalam STAD siswa dapat bekerja sama dalam
menyelesaikan masalah sampai semua anggota kelompok dapat
menyelesaikan masalah. Kelompok dikatakan tidak selesai jika ada
anggotanya belum selesai. Bermain kuis adalah permainan yang
mengasyikkan bagi anak-anak usia sekolah dasar. Untuk itu pembelajaran
dilanjutkan dengan bermain kuis antar kelompok agar matematika yang
dianggap membosankan akan berubah menjadi menyenangkan,
mengasyikkan, dan akhirnya semangat belajar siswa meningkat dan hasil
belajar juga meningkat.

B. Identifikasi Masalah

Kenyataan sehari-hari menunjukkan bahwa siswa sepertinya jenuh


mengikuti pelajaran matematika. Hal ini terbukti mereka selalu mengeluh
apabila diajak belajar matematika. Alasannya matematika memusingkan
kepala dan lain-lain. Tugas yang diberikan secara individu mengakibatkan
siswa yang kurang tidak bisa bekerja sama dengan siswa yang pandai,
akibatnya sebagian besar siswa tidak berhasil menyelesaikan tugas tepat
waktu. Kondisi tersebut menimbulkan hasil matematika selalu berada
pada peringkat bawah dibanding pelajaran lainnya. Rata-rata hasil belajar
hanya mencapai angka 5 sampai 6 saja.
Permasalahan inilah yang mendorong penulis untuk memperbaiki
pembelajaran melalui pembelajaran STAD (Student Teams-Achievement
Divisions) dan bermain kuis dengan tujuan agar pembelajaran tidak
membosankan tetapi sebaliknya dapat tercipta pembelajaran yang
mengasyikkan dan menyenangkan. Di samping itu dengan pengelolaan
kelas model STAD diharapkan terjadi interaksi positif antara siswa yang
kemampuan matematikanya heterogen yang akhirnya nanti dapat dicapai
hasil belajar yang lebih baik.
C. Perumusan Masalah

Untuk memberi batasan permasalahan agar lebih jelas dan terarah,


maka perlu dirumuskan permasalahan yang akan dibahas, yaitu sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah pembelajaran model kooperatif STAD dapat mendorong
siswa untuk belajar tentang luas bangun menjadi lebih
bersemangat ?
2. Bagaimanakah bermain kuis dapat mendorong siswa untuk belajar
tentang luas bangun menjadi lebih bersemangat ?

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis,


tindakan sebagai berikut:
1. Jika siswa belajar tentang luas bangun dengan model kooperatif STAD,
maka semangat belajar siswa akan meningkat.
2. Jika siswa belajar tentang luas bangun dengan bermain kuis, maka
semangat belajar siswa akan meningkat.

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dan mengetahui :


a. Pembelajaran model kooperatif STAD dapat mendorong siswa untuk
belajar tentang luas bangun lebih bersemangat.
b. Bermain kuis dapat mendorong siswa untuk belajar tentang luas
bangun menjadi lebih bersemangat.

F. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada :


a. Siswa, agar mendapatkan pengalaman belajar yang lebih menarik,
menyenangkan, dan mengasyikkan.
b. Guru, agar dapat menambah wawasan dan informasi tentang pilihan
berbagai bentuk- bentuk strategi pembelajaran, khususnya
pembelajaran matematika.
c. Lembaga pendidikan, diharapkan dapat memberikan informasi dalam
peningkatan kualitas pendidikan.
d. Penelitian lanjutan, sebagai bahan rujukan dalam penelitian
selanjutnya.

G. Definisi Operasional

Untuk memperjelas permasalahan yang akan diteliti, maka perlu


dijelaskan definisi operasional sebagai berikut:
1. Peningkatan adalah suatu usaha untuk menjadikan lebih baik atau lebih
bermutu, lebih berdaya guna dan berhasil guna.
2. Proses adalah seluruh rangkaian suatu tindakan (Trisno Yuwono,
1994).Dalam penelitian ini, proses adalah seluruh rangkahm kegiatan
yang dilakukan oleh stswa dan guru dalam pembelajaran untuk
mencapai hasil belajar secara maksimal.
3. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dan para
siswa secara bersama-sama dalam proses belajar mengajar (Ninik,
2000)
4. Luas bangun adalah salah satu kompetensi dasar pada mata pelajaran
matematika Kelas VI semester 2 (Kurikulum 2004)
5. Model kooperatif STAD adalah merupakan suatu model pengajaran
dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki
tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
kelompok,setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk
memahami suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah
satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pembelajaran. (Depag RI, 2004)
6. Kuis suatu kegiatan tanya jawab antar kelompok. (Depag RI, 2001)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

1. Pengertian Belajar

Pada keseluruhan proses di sekolah, baik di tingkat SD, Sekolah


menengah lanjutan, maupun Perguruan Tinggi (PT), belajar adalah
kegiatan yang sangat pokok. Artinya, keberhasilan tujuan pendidikan
nasional sampai tujuan pembelajaran khusus bergantung kepada
bagaimana proses belajar itu berlangsung dan dilaksanakan.
Moh. Surya (Burhanuddin TR, 1996:15) mengungkapkan bahwa
belajar sebagai suatu perubahan tingkah laku. Sedangkan Rusyan
(1993:7) mendefinisikan belajar sebagai modifikasi, suatu proses
memperteguh, menyempurnakan tingkah laku melalui pengalaman.

Fontana (Winata Putra dan Rosita, 1994:3) mengartikan belajar


sebagai perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil
dari pengalaman yang terpusat pada tiga hal : (1) Bahwa belajar harus
memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku. (2) Bahwa perubahan
itu harus merupakan buah dari pengalaman.(3) Bahwa perubahan itu
terjadi pada prilaku individu.

Burton (Uzer Usman, 1990:2) mengistilahkan belajar sebagai


perubahan tingkah laku pada diri individu dengan individu dan individu
dengan lingkungannya. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan
bahwa belajar secara umum dan singkat adalah proses perubahan tingkah
laku. Perubahan tingkah laku dimaksud menyangkut aspek kognitif,
afektif, dan psikomotor.Belajar matematika berarti harus ada proses
perubahan dalam arti perubahan itu harus berkesinambungan dan
simultan mengenai kemampuan menghitung, dan memecahkan masalah
matematika dengan segala aktivitasnya di sekolah mulai dari kelas rendah
sampai dengan kelas tinggi sehingga tercapai tujuan yang diharapkan dari
apa yang telah dipelajari, seperti yang tadinya tidak tahu konsep
bilangan, konsep penjumlahan, dan konsep dasar lainnya mulai dari yang
kongkret sampai yang abstrak.

2. Pengertian Pembelajaran

Suherman, dkk, (2001:9) menyatakan bahwa proses pembelajaran


adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti dari
proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu siswa dengan
lingkungan sekolah, seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman-teman
sesama siswa.
Fontana (Suherman, 1981 : 47) mengungkapkan bahwa
pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi
nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.
Sedangkan Ibrahim, dkk (2002:48) menyatakan bahwa pembelajaran
pada hakekatnya merupakan proses komunikasi transaksional yang
bersifat timbal balik, baik antar guru dengan siswa, siswa dengan siswa
untuk mencapai tujuan yang lebih ditetapkan.

Dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa


pembelajaran pada hakekatnya suatu proses dalam upaya sosialisasi
sisvva baik dengan rekannya, guru, dan sumber atau fasilitas belajar
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3. Matematika di Sekolah Dasar

a. Pengertian Matematika

Matematika adalah terjemaharn dari mathematics. Namun arti atau


definisi yang tepat dari matematik tidak dapat di terapkan secara eksak
(pasti) dan singkat. Definisi matematik makin lama makin sukar untuk di
buat, karena cabang-cabang matematik makin lama makin bertambah
dan makin bercampur satu sama yang lainnya.

James dan James (1976) dalam kamus matematikanya menyatakan


bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenaibentuk, susunan,
besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya
dengan jumlah yang banyaknya terbagi dalam tiga bidang, yaitu : aljabar,
analisis, dan geometri namun pembagian yang jelas sangatlah sukar
untuk di buat, sebab cabang-cabang itu semakin bercampur. Sebagai
contoh ada pula pendapat yang menyatakan bahwa matematika itu
timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,
proses, dan penalaran yang terbagi dalam empat wawasan yang luas,
yaitu aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis dengan aritmatika
mencakup teori bilangan dan statistik.

Jhonson dan Rising (1972) dalam bukunya mengatakan bahwa


matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian
yang logik matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat. Lebih berupa bahasa simbol mengenai ide (gagasan)
dari pada mengenai bunyi, matematika adalah pengetahuan struktur
yangy terorganisasikan sifat-sifat atau teori-teori itu dibuat secara
deduktif berdasarkan pada unsur-unsur yang didefinisikan atau tidak
didetinisikan, aksioma-aksioma, sifat-sifat, atau teori-teori yang telah
dibuktikan kebenarannya. Matematika adalah ilmu tentang pola
keteraturan pola atau ide dan matematika itu adalah suatu seni
keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisasiannya. Jadi
menurut Jhonson dan Rising jelas matematika adalah ilmu dedukatif.

Rey dan kawan-kawan (1984) dalam bukunya menyatakan bahwa


matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan suatu jalan atau
pola berfikir suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.

Kemudian Kline (1973) dalam bukunya mengatakan pada, bahwa


matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk
membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan
sosial, ekonomi, dan alam.

b. Fungsi Matematika

Fungsi matematika sekolah dasar adalah sebagai salah satu unsure


masukan instrumental, yang memiliki objek dasar abstrak dan
berlandaskan konsistensi dalam system proses mengajar belajar untuk
mencapai tujuan pendidikan (Kurikulum Pendidikan Dasar, 1994/1995 :
68 ).

c. Tujuan Matematika
Matematika sebagai alat bantu dan pelayan ilmu tidak hanya untuk
matematika sendiri tetapi untuk ilmu-ilmu yang lainnya, baik untuk
kepentingan teoritis maupun untuk kepentingan praktis sebagai aplikasi
dari matematika. Mengapa matematika itu diajarkan di
sekolah alasan utamanya tentunya karena kegunaannya untuk umat
manusia diantaranva.
a. Dengan belajar matematika, manusia dapat menyelesaikan persoalan
yang ada di masyarakat yaitu dalam berkomunikasi sehari-hari seperti
dapat berhitung, dapat menghitung luas, isi, dan berat, dapat
mengumpulkan, mengolah, menyajikan, menafsirkan data, dapat
menyelesaikan bidang studi lain.
b. Matematika diajarkan di sekolah karena matematika dapat membantu
bidang studi yang lain seperti fisika, kimia, arsitektur, farmasi,
geografi, ekonomi statistika dan lain-lain.
c. Dengan mempelajari geometri ruang siswa dapat meningkatkan
kemampuan pemahaman ruang sehingga berpikir logik dan tepat
dimensi tiga dengan mempelajari aljabar dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, logis, dan sistematis dalam merumuskan
asumsi, definisi generalisasi dan lain-lain.
d. Matematika selain dapat digunakan untuk memperlihatkan fakta dan
penjelasan persoalan, juga dapat dipakai sebagai alat perkiraan
seperti perkiraan cuaca, pertumbuhan penduduk, keberhasilan belajar
dan lain-lain.
e. Matematika berguna sebagai penunjang pemakaian alat-alat canggih
seperti kalkulator, komputer.
f. Matematika diajarkan di sekolah seperti ilmu lainnya yaitu untuk
terpeliharanya matematika itu sendiri demi peningkatan kebudayaan.

Dengan demikian, tujuan umum Pendidikan Matematika pada jenjang


pendidikan dasar tersebut memberi tekanan pada penataan nalar dan
pembentukan sikap siswa serta juga memberikan tekanan pada
keterampilan dalam penerapan matematika.

Selanjutnya, kurikulum pendidikan dasar (2004 :61) juga menyatakan


bahwa tujuan khusus pengajaran matematika masingmasing adalah
sebagai berukut :
1. Menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan berhitung
(menggunakan bilangan) sebagai alat dalam kehidupan sehari-hari
2. Menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialih gunakan, melalui
kegiatan matematika.
3. Mengembangkan pengetahuan dasar matematika sebagai bekal belajar
lebih lanjut di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
4. Membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.
d. Ruang Lingkup Materi

Menurut Kurikulum Pendidikan Dasar (2004 : 69) ruang lingkup


materi/bahan kajian matematika di Pendidikan Dasar adalah Bahan kajian
inti matematika di SD mencakup Aritmatika (berhitung), pengantar
aljabar, geometri, pengukuran, dan kajian data (Pengantar Statistik).

Berdasarkan urutan dari beberapa pengertian di atas, dapat


diartikan pembelajaran matematika di SD adalah proses komunikasi,
transaksional yang bersifat timbal balik (proses sosialisasi) antara guru
dengan siswa dan sebaliknya di sekolah dasar mengenai kemampuan
menggunakan bilanganbilangan atau simbol-simbol bagi ketajaman
penalaran yang dapat memperjelas permasalahan kehidupan sehari-hari
yang berhubungan dengan matematika.

B. Sasaran Pembelajaran Matematika Bagi Siswa SD

Sasaran pokok pembelajaran matematika bagi murid SD dilihat dari


progam pengajaran yaitu :
1. Siswa memiliki keterampilan hitung dasar menjumlah dan
mengurangiserta dapat menggunakannya dalam kehidupan
sehari-hari misalnya dalammenghitung uang.
2. Siswa memiliki keterampilan hitung dasar melalui perkalian dan
pembagian.
3. Siswa memiliki keterampilan menyelesaikan soal cerita dengan
kalimat matematik dan dalam batas penggunaan bilangan bulat.
4. Siswa memiliki keterampilan mengukur panjang dan waktu dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Siswa memiliki pandangan ruang melalui pengenalan bangun
segitiga,kubus, balok.
6. Siswa memiliki keterampilan menghitung luas dengan kertas kotak.
Siswa tersebut harus mampu serta terampil menerapkan semua
kemampuan perhitungan matematika di atas dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam pengetahuannya. Itulah sasaran dalam
pembelajaran matematika bagi murid SD.

C. Masalah Pembelajaran Matematika Bagi Siswa SD

Beberapa masalah dalam pembelajaran matematika tidak dirasakan


oleh siswa saja, tetapi oleh gurupun ada. Disini beberapa masalah yang
dirasakan oleh guru yaitu :
1. Guru kesulitan memilih metode yang tepat dan benar untuk
mengajarkan matematika sehingga murid-murid dapat mengerti
perhitungan matematika.
2. Guru kesulitan mengubah rasa takut siswa terhadap pelajaran
matematika menjadi sikap senang.
3. Pembelajaran matematika masih memperoleh hasil nilai rata-rata
rendah.
4. Keberhasilan pembelajaran matematika masih jauh dari sasaran yang
diharapkan di atas.

Masalah yang dirasakan siswa dalam belajar matematika antara lain :


1. Siswa merasa takut dan sulit belajar matematika.
2. Siswa kurang memahami cara-cara praktis perhitungan.
3. Siswa kesulitan dalam menghitung bangun ruang.
4. Siswa tegang dan stres menghadapi persoalan matematika
5. Siswa rata-rata kurang faham dan mendapat nilai kurang baik dalam
pelajaran matematika.

Itulah beberapa masalah yang berkembang dilapangan dalam proses


pembelajaran matematika yang menjadi hambatan guru dan siswa dalam
mencapai keberhasilan tujuan pembelajaran bidang studi tersebut.
Masalah di atas perlu dilakukan solusi pemecahannya sehingga di masa
mendatang keberhasilan pembelajaran matematika menjadi semakin
bertambah baik, untuk itu perlu dirumuskan strategi pembelajaran
matematika yang sesuai.

D. Model Pembelajaran Kooperatif STAD

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran


dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki
tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok,
setiap anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami
suatu bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pembelajaran. Model
pembelajaran kooperatif ini dikembangkan berdasarkan teori belajar
kognitif-konstruktivis. Salah satu teori Vygotsky, yaitu tentang penekanan
pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky yakin bahwa
fungsi mental yang lebih tinggi akan muncul dalam percakapan atau
kerjasama antar individu. Implikasi dari teori Vygotsky ini dapat berbentuk
pembelajaran kooperatif. Penerapan model pembelajaran kooperatif ini
juga sesuai dengan yang dikehendaki oleh prinsip-prinsip CTL (contextual
teaching and learning), yaitu tentang learning community (Depag RI,
2004)

Anda mungkin juga menyukai