Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Al-Quran sebagai kumpulan firman Allah Swt. memuat ajaran-ajaran

Islam yang harus dipegangi oleh umat Islam. Upaya pengungkapan isi

kandungan al-Quran sudah semenjak Rasulullah Saw. karena predikatnya

yang sebagai hudan (petunjuk) serta kehormatan bagi manusia membuka

kemungkinan yang luas bagi timbulnya penafsiran.

Tafsir sebagai salah satu disiplin ilmu dianggap ulama terdahulu

berguna untuk menjelaskan maksud al-Qur`an. Abdullah Mahmud

Syahatah dalam muqadimah kitabnya yang berjudul Ahdaf Kulli Suratin

wa Maqashiduha fil al-qur`an mejelaskan bahwa seluruh rangkaian ilmu

yang dipelajari kaum muslimin adalah dalam rangka melestarikan al-

Qur`an dan sebagai penunjang bagi ilmu tafsir.

Menurut Sayyid Qutub untuk membuktikan kebenaran kejadian dalam

al-Qur`an adalah dengan dua cara ; Pertama: Hadis, perkataan para

sahabat dan para tabii yang terpercaya (Atsar) dan Akal (Ra`y). Inilah

yang kemudian mengklasifikasikan tafsir kedalam dua bagian dilihat dari

sisi sumbernya.

Salah satu ilmu yang terkandung dalam al-Qur`an adalah fiqh. Wahbah

Zuhaili membagi fiqh yang ada dalam al-Qur`an kepada tiga bagian ;

Pertama : Teologi (Itiqad), Kedua : Budi pekerti (Khuluq), Ketiga : Praktek

(Amaliyah). Untuk yang ketiga terbagi lagi menjadi dua bagian ; Pertama :

Fiqh Ibadah, Kedua : Fiqh Muamalah.

1
Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam

yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam

yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat

islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat

islam yang tidak melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka

tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga

masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana

menjalankan puasa dengan baik dan benar.

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa

sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu

menjadi orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183)

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah

Muhammad saw. yang telah memerintah kita untuk berpuasa agar

menjadi sehat. Shuumuu tashihhu. Berpuasalah kamu, agar kamu

sehat. (HR. Bukhari).

Puasa merupakan rangkaian aktivitas yang istimewa. Pada saat

berpuasa, terutama saat bulan Ramadhan kita dilatih untuk jujur pada diri

sendiri. Puasa juga merupakan awal untuk memperbaharui jiwa kita yang

telah terjangkiti penyakit, baik fisik maupun mental. Dengan kata lain,

puasa bisa menghadirkan kesehatan yang paripurna bagi fisik dan mental,

tanpa melalui terapi, obat-obatan, dan proses medis lainnya.

Dalam makalah ini penulis bermaksud untuk menerangkan tentang

puasa berdasarkan ayat Al-quran dalam tafsir Zahrotutafasir.

2
B. Rumusan Masalah

a. Siapa penulis tafsir dan bagaimana biografi penulis tafsir ?

b. Apa latar belakang penulisan tafsir ?

c. Apa sumber, metode, dan corak ?

d. Bagaimana contoh penafsiran ?

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui siapa penulis tafsir dan bagaimana biografi penulis tafsir

b. Untuk mengetahui latar belakang penulisan tafsir

c. Untuk mengetahui sumber, metode, dan corak

d. Untuk mengetahui contoh penafsiran

BAB II

PEMBAHASAN

1. Biografi Abu Zahrah

Al-Imam al-Allamah al-Faqih Muhammad bin Ahmad bin Mustafa bin Ahmad
ataupun dikenali sebagai Abu Zahrah dilahirkan pada 29 Maret 1898 M di Mahallah al-
Kubra, Mesir.
Beliau tumbuh dalam keluarga yang memelihara adab-adab agama dan nilai-nilai
Islam serta mementingkan ilmu agama. Ketika berusia sembilan tahun, beliau telah
menghafal al-Quran dari guru-gurunya seperti Syeikh Muhammad Jamal, Imam Masjid
Dahaniah, Syeikh Muhammad Hika, Imam Masjid Hanafi dan Syeikh Mursi al-Misri,
Imam Masjid Syeikh Abu Rabah.
Abu Zahrah mengakui bahwa permulaan kehidupan ilmiahnya bermula dari pengajian
dan penghafalan al-Quran. Dalam aspek pendidikan peringkat rendah, beliau melanjutkan
pengajian di Sekolah Rendah al-Raqiyyah dan ilmu-ilmu modern seperti Matematik dan
lain-lain. di samping ilmu agama dan bahasa Arab.

3
Abu Zahrah meneruskan pengajian di Kolej al-Ahmadi al-Azhari di Masjid Ahmadi,
Tanta pada tahun 1913. Setelah 3 tahun di sana, pada tahun 1916, beliau memasuki
Madrasah Kehakiman Syariah. Madrasah ini dibina bertujuan melatih dan melahirkan
ahli fiqih dan Qodhi yang semasa dan yang bersesuaian dengan realiti masyarakat bagi
mengisi jabatan hakim syari di Mesir.
Beliau belajar dengan tekun di madrasah tersebut selama 8 tahun, dari 1916 sehingga
tahun 1924. Di sinilah Imam Abu Zahrah dididik terutama dari sudut pembentukan
pribadi daripada guru-gurunya di situ sebagaimana al-Allamah Abdul Wahab Khalaf.
Setelah tamat di madrasah tersebut, beliau memasuki Institut Latihan Kehakiman. Pada
tahun 1927, beliau juga belajar di Dar Ulum selama enam bulan.
Muhammad Abu Zahrah meninggal dunia pada hari Jumat pada 12 April 1974 di
Rumahnya di Zaitun, Kaherah ketika berumur 76 tahun. Beliau meninggal dunia ketika
memegang pena untuk menulis tafsir al-Quran dalam surah al-Naml, ayat 19 yang
bermaksud:
Maka tersenyumlah Nabi Sulaiman mendengar kata-kata semut itu, dan berdoa
dengan berkata:" Wahai Tuhanku, ilhamkanlah daku supaya tetap bersyukur akan
nikmatMu yang Engkau kurniakan kepadaku dan kepada ibu bapaku, dan supaya aku
tetap mengerjakan amal soleh yang Engkau redai; dan masukkanlah daku - dengan
limpah rahmatMu - dalam kumpulan hamba-hambaMu yang soleh". (al-Naml, ayat 19)
Beliau pergi dengan meninggalkan khazanah ilmiah dan hasil-hasil kajian yang luar
biasa pentingnya bagi generasi selepasnya bahkan karya-karyanya banyak dirujuk dan
diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.
Diantara guru-guru Muhammad Abu Zahrah adalah sebagai berikut:
a. Muhammad Atif Barakah (1872-1924), guru di Kolej Ahmadi, Thanta.
b. Muhammad Faraj Shanhuri (1891-1977)
c. Abdul Wahab Azam (1894-1959)
d. Ahmad Ibrahim Bik,
e. Muhammad Khudri al-Afifi,
f. Abdul Wahab Khalaf,
g. Abdul Jalil Isa,
h. Muhammad al-Banna,
i. Ali Khafif,
j. Husain Wali,
k. Ahmad Amin,

4
l. Abdul Aziz al-Khuli,
m. Mustafa Anai dan lain-lain.
Diantara karya-karyanya Muhammad Abu Zahrah adalah sebagai berikut:
a. Khaatam an-Nabiyyin (3 jilid)
b. al-Mu'jizat al-Kubra- Al-Quran al-Karim
c. Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah
d. .
e. .
f. .
g. - - .
h. - - .
i. - - .
j. - - .
k.
l. dan lain-lain

2. Latar belakang penulisan

Muhammad Abu Zahrah seorang yang pakar dalam ilmu al-Quran dan tafsir. Semasa
beliau menulis di majalah dan bertugas di Universiti, beliau mulai menulis mengenai al-
Quran dengan mengarang buku Mukjizat al-Kubra al-Quran. Buku ini merupakan
permulaan beliau dalam menulis tafsir al-Quran. Namun tafsir ini tidak sempat
disempurnakan karena beliau meninggal dunia. Sebagian tafsir beliau ini telah diterbitkan
Dar al-Fikir al-Arabi dalam 10 jilid, yang dimana jilid 10 ini hanya ditafsirkan oleh beliau
sampai surat ke 27 yakni surat An-Naml ayat 74.
Motivasi beliau dalam menulis tafsir ini adalah, beliau ingin memudahkan kaum
muslimin dalam memahami al-Quran secara lebih luas lagi terutama dalam bidang fiqih
sehingga beliau dalam pembahasan tafsirnya lebih banyak dalam membahas tentang fiqih.
3. Sumber, Metode dan Corak Tafsir

a. Corak penafsiran
Adapun corak tafsir yang digunakan dalam tafsir ini adalah corak tafsir fiqhiyah
karena beliau adalah seorang ulama ahli fiqih, sehingga dalam penulisan tafsirnya ini
selalu ada pembahasan tentang fiqih.

5
Tetapi imam Muhammad Abu Zahrah ini dalam pembahasan tafsirnya tidak terikat
dengan satu mazhab tertentu beliau membahas semua mazhad yang berkaitan dengan
pembahasannya. Sehingga beliau bisa diterima oleh semua kalangan.
b. Metode penafsiran
Tafsir ini menggunakan metode tahlili karena dalam penulisannya, tafsir ini ditulis
secara beraturan dari ayat per ayat, surat per surat. Secara sistematika sebelum
memasuki bahasan ayat, Muhamad Abu Zahrah pada setiap awal surat selalu
mendahulukan penjelasan tentang keutamaan dan kandungan surat tersebut, setelah
itu beliau mengelompokkan satu sampai beberapa ayat secara berurutan dalam satu
tema. Lalu setelah dikelompokkan dalam satu tema barulah beliau masuk kepada
pembahasan penafsiran yakni mencakup aspek bahasa, yaitu menjelaskan beberapa
istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan menerangkan segi-segi balaghah
dan gramatika bahasanya. Selain itu beliau juga menggunakan munasabah ayat
seperti mencantumkan beberapa ayat lain untuk menafsirkan ayat yang sedang
dibahasnya.

c. Sumber penafsiran
Sumber penafsirannya yakni tafsir bil matsur dan bi al-Rayi. Sumber yang
dijadikan rujukan penafsiran oleh Abu Zahrah adalah tafsir tafsir terdahulu yang
menurutnya baik diantaranya tafsir Ibnu Katsir.
4. Puasa menurut Abu Zahrah dalam Zahratuttafasir
Puasa dalam surat Al-Baqarah dari ayat 183-185



















183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

6
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu
ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib
bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa)
membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang
dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya.
Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

a. Perintah dan Tujuan di Syariatkannya Berpuasa dalam QS. Al-


Baqarah [2]: 183 dan 185

Dalam ayat 183 Allah Swt menerangkan tentang puasa


ramadhan, kata berarti fardhu (wajib) karena hal ini telah di
tetapkan oleh Allah Swt, oleh karenanya hukum untuk berpuasa di
bulan ramadhan diwajibkan bagi orang-orang mumin. Dalam ayat
tersebut Allah menetapkan kefarduan berpuasa pada kata
yang dimaksud juga berarti ketetapan ini telah disyariatkan
kepada semua para Nabi, oleh karenanya Allah berfirman :
hal ini dimaksudkan bahwasannya mengikuti
syariat para Nabi terdahulu merupakan jalan menuju ketaqwaan,
oleh karenanya ia berfirman dengan kata . Dalam hal berpuasa
ini Allah menyebutkan ketetapan bilangan harinya berikut
penjelasan kapan waktu dimulai dan berahirnya puasa. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 185.

7
Kata secara bahasa itu berarti menahan hal ini dikaitkan
dengan perkataan Maryam dalam kisahnya yang terdapat dalam Al-
Quran dalam surat Maryam ayat 26,

Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang
manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk
Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang
manusiapun pada hari ini."

kata berdasarkan syariah quraniah dalam surat Maryam


ayat 26 berarti menahan diri dari makan dan minum dari syahwat
terhadap perempuan dari sejak terbitnya fajar dan terbenamnya
matahari, hal ini sesuai dengan firmannya surat Al-Baqarah ayat
187,

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri
kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka
dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri
mereka itu, sedang kamu beritikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka
janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepada manusia, supaya mereka bertakwa.

8
Dalam nash tersebut dijelaskan bahwa batasan berpuasa itu dari
sejak munculnya fajar sampai masuknya waktu malam yakni
ditandai dengan terbenamnya matahari.

Kewajiban berpuasa atas orang-orang mukmin hukumnya adalah


fardhu muakkad (kewajiban yang dianjurkan), Allah Swt berfirman




yang dimaksud
adalah
agama samawi seperti agamanya Nabi Musa as, Isa as dan dari
perintah-perintah agama yang dibawa oleh para Nabi, penyerupaan
tersebut menurut salah satu ulama fiqih dari kalangan sahabat yaitu
Muadz bin Jabbal merupakan hakikat dari tujuan disyariatkannya
puasa, bukan ditujukan untuk menjelaskan sifat ataupun bilangan
hari dan waktu berpuasa. Hal ini cukup menjelaskan bahwa kata

merupakan penyerupaan dan merupakan ketetapan bahwa


puasa merupakan syariat yang disyariatkan kepada seluruh
penghulu agama samawi. Hal ini juga menunjukan bahwa berpuasa
sebenarnya tidak hanya diwajibkan terhadap orang-orang muslim
akhir zaman saja melainkan juga diwajibkan kepada seluruh
penganut agama samawi.

Allah SWT telah menjelaskan bahwa hikmah syariah dari


dilakukannya puasa ialah agar mereka menjadi orang-orang
bertaqwa. Maksudnya Allah sangat berharap seluruh hamba-Nya
bisa mencapai derajat ketaqwaan sehingga mereka takut dan
enggan melakukan kemaksiatan serta mampu mengendalikan diri
dari syahwat dan hawa nafsu. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa hakikat puasa adalah mendidik diri secara sempurna dan
mengendalikan semampu mungkin untuk tidak mengikuti syahwat
dan hawa nafsu. Berpuasa juga mencegah dari segala hal yang
dilarang dan perbuatan serta ucapan-ucapan yang buruk.

Shaum dalam hal ini juga bisa dikatakan sebagai kekuatan diri
untuk mencapai tingkat ibadah yang tinggi di sisi Allah. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi Saw dalam hadits Qudsi Setiap amal

9
perbuatan bani Adam itu adalah miliknya kecuali puasa, ia adalah
milikku dan aku sendiri yg menetapkan pahala untuknya. Hadits
tersebut menjelaskan bahwa puasa adalah perbuatan yang sangat
istimewa karena ia merupakan amal ibadah yang tidak hanya
melibatkan jiwa melainkan juga ruh, ia juga merupakan pengendali
hawa nafsu dan syahwat kemanusiaan yang tiada batas, maka
shaum adalah rahasia diantara hamba dan Tuhannya.

b. Berpuasa dalam Kondisi Sakit dalam QS. Al-Baqarah [2]: 184 dan
185

Terdapat keringanan dalam syariat berpuasa ramadhan, dimana


keringanan ini merupakan keringanan yg diberikan kepada
seseorang yang tidak mampu melakukan puasa.

Allah Swt membatasi waktu puasa dengan hari-hari tertentu



sehingga ibadah ini tidak terasa melelahkan.






ayat ini menjelaskan tentang qodho puasa
bagi orang yang sakit, dan orang yang sakit yang boleh berbuka
puasa itu ada dua bagian: 1) orang yang sakitnya parah, ia boleh
menghentikan puasa dan dia wajib mengqodhonya. 2) orang yang
sakit tapi ia masih memungkinkan untuk puasa akan tetapi jika ia
puasa akan menyebabkan sakitnya bertambah parah.

Kamudian yang dimaksud orang yang diperjalanan. ada


perbedaan pendapat para ulama tentang makna safar ini,
sebagian ada yang mengatakan adalah perjalanan sehari
semalam, sedangkan Abu Hanifah mengatakan perjalanan yang
ditempuh selama 3 hari dengan menggunakan unta, dimana
orang yang melakukan perjalanan itu berjalan di saat siang dan
beristirahat di sore harinya. Pendapat ini kontradiktif.

Safar terbagi tiga:

a. Safar yang sunnah yakni safar untuk berjihad, safar yang


seperti ini akan lebih baik untuk tidak melakukan puasa

10
bahkan sebagian ulama menyatakan bahwa tidak berpuasa
saat safar untuk jihad adalah sunnah karena itu merupakan
keringanan dari Allah. Karena pernah terjadi peperangan di
masa Rasulullah Saw yang bertepatan dengan bulan
Ramadhan.
b. Safar yang dibolehkan seperti perjalanan untuk berdagang
atau untuk berhijrah dari satu negara kenegara lain.
c. Safar yang diharamkan yakni safar untuk bermaksiat karena
kebanyakan ulama fiqih bersepakat untuk tidak adanya
rukhsah bagi perjalanan yang menuju kemaksiatan, karena
rukhsah berarti nikmat, sedangkan kemaksiatan tidak ada
unsur kenikmatan

Adapun batalnya puasa tidak hanya diganti dengan qadha


puasa akan tetapi bisa juga diganti dengan fidyah



kata menurut Raghib Asl-Asfahani
berarti sebuah isim yg menunjukkan pada kemungkinan adanya
masalah yang terjadi terhadap seseorang jika dia melakukannya
(puasa), hal ini juga dijelaskan dalam surat Albaqarah ayat 286,

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia


mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa
(dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah
kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir"

11
5. Kelebihan dan Kekurangan Zahratuttafasir

Banyak sekali kelebihan tafsir ini, selain memiliki pengantar tafsir yang sangat
bermanfaat bagi setiap pembaca sebagai perbekalan ilmu untuk masuk dalam tafsir Al-
Quran.
Tafsir ini mudah dicerna, karena bahasa yang digunakan sangat sederhana, dan tidak
seperti bahasa kitab-kitab klasik yang terkadang memusingkan kepala. Selain itu, kitab ini
disusun dengan sistematika yang menarik, sehingga pembaca dengan mudah mencari apa
yang diingikannya, walaupun tidak membaca secara keseluruhan. Tafsir ini juga
mengarahkan pembaca pada tema pembahasan setiap kumpulan ayat-ayat yang
ditafsirnya, karena tafsir ini membuat sub bahasan dengan tema yang sesuai dengan ayat
yang ditafsirkan. Selain mengaitkan ayat dengan ayat yang semakna, melalui munasabah
dan lain-lain, tafsir ini juga memudahkan bagi pembaca untuk mengambil kesimpulan
hukum atau hikmah yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
Menurut Abdul Halim Jundi, bahwa gelaran imam bukan saja menunjukkan kealiman
dalam bidang ilmu atau gelaran yang diberikan oleh kerajaan tetapi pendirian dan
keberanian dalam menyatakan kebenaran dalam isu-isu masyarakat. Syeikh Abdul Halim
Mahmud mantan Syeikh Al-Azhar menyebutkan bahwa jika terdapat masalah dalam
Lujnah Fatwa, maka kami akan merujuk kepada Muhammad Abu Zahrah. Beliau
mempunyai pendirian yang tegas terutama dalam isu pengharaman riba. Menurutnya,
pengharaman riba bagi memelihara kebajikan umat Islam.
Untuk kelemahan, sulit bagi pemakalah untuk mencari kelemahan tafsir ini. Karena
tafsir ini adalah kumpulan dari buku-buku tafsir klasik dan kontemporer. Seolah-olah
pengarang menutup kekurangan yang ada dalam suatu tafsir dengan tafsir yang lain,
sehingga penafsirannya menjadi sempurna. Namun, satu hal yang mungkin perlu disadari
bahwa dengan menggabungkan tafsir-tafsir yang ada, seolah-olah pemakalah tidak
mengungkapkan suatu tafsiran baru yang sesuai dengan kehidupan modern sekarang,
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulan dari tafsir Zahratutafasir karya Abu Zahrah adalah tafsir ini
merupakan salah satu tafsir yang ditulis pada masa kontemporer. Penulisnya
merupakan mufassir yang juga ahli fiqih sehingga tafsirnya ini bercorak fiqih, akan
tetapi dalam tafsirnya ia tidak fanatik kepada salah satu mazhab melainkan beliau

12
menafsirkan dengan netral. Penulisan tafsir ini belum selesai sepenuhnya 30 juz
karena beliau meninggal ketika penulisan tafsirnya baru sampai surat An-Naml
tepatnya pada juz 19. Metode penulisan tafsirnya adalah metode tahlili semi tematik,
yakni ia menulis tafsirnya secara berurutan dari awal surat dan ayat yang berurutan
yang kemudian dalam setiap surat tersebut terdapat beberapa ayat yang
dikelompokkan dalam satu tema yang sesuai kemudian setelah itu baru di tafsirkan.

13

Anda mungkin juga menyukai