Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Belakangan ini, dalam segala aspek yang berhubungan dengan

Pemerintahan, Reformasi Birokrasi mejadi isu yang sangat kuat untuk

direalisasikan. Terlebih lagi, birokrasi Indonesia telah memberikan sumbangsih

yang cukup besar terhadap kondisi keterpurukan Bangsa Indonesia dalam krisis

multi dimensi yang berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh

Pemerintah sebelum era reformasi telah membangun budaya birokrasi yang kental

dengan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Akan tetapi Pemerintahan pasca reformasipun tidak menjamin

keberlangsungan reformasi birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya

komitmen Pemerintah terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi

penyakit akut dalam Birokrasi Pemerintahan Indonesia selama ini. Sebagian

masyarakat memberikan cap negatif terhadap komitmen pemerintah pasca

reformasi terhadap reformasi birokrasi. Ironisnya, justru memrindukan

Pemerintahan Orde Baru yang dianggap dapat memberikan kemapanan kepada

masyarakat, walaupun kemapanan yang bersifat semu.

Agar Birokrasi Indonesia tidak semakin jatuh maka Birokrasi di Indonesia

perlu dilakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus

dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya

penguatan masyarakat sipil, supermasi hukum, strategi pembangunan ekonomi

1
dan pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Dengan

demikian, Reformasi Birokrasi juga merupakan bagian tidak terpisahkan dalam

burukya birokrasi saat ini.

Diharapkan dengan adanya perubahan kebijakan reformasi birokrasi saat

ini berdampak baik pula pada kebijakan ekspor dan import di Indonesia,

mengingat di era saat pelaku eksport import semakin meningkat.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang tersebut, penulis mengemukakan

beberapa rumusan masalah, diantaranya :

1. Masalah apa saja yang terjadi sebelum adanya Reformasi Birokrasi

eksport impor ?

2. Bagaimana penerapan Reformasi Birokrasi ekport import di

Indonesia?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji kembali bagaimana

sebenarnya pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia.

BAB II

2
TINJAUAN LITERATUR

2.1. Definisi Reformasi Birokrasi

Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya

telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak lama, dengan demikian

kecenderungan tentang konsep dan praktek birokrasi telah mengalami perubahan

yang berarti sejak era reformasi, dalam masyarakat yang modern, birokrasi

menjadi suatu organisasi atau istitusi yang sangat penting.

Menurut Max Weber, birokrasi adalah suatu bentuk organisasi yang

penerapannya berhubungan dengan tujuan yang hendak dicapai. Birokrasi ini

dimaksudkan sebagai suatu sistem otorita yang ditetapkan secara rasional oleh

berbagai macam peraturan. Birokrasi ini dimaksudkan untuk mengorganisasi

secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan oleh orang banyak.

Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik dari

yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang

termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan kearah

kemajuan. (Susanto 2006 : 180).

Pemikiran birokrasi dari Max Weber dijadikan sebagai patokan yang

melahirkan berbagai pandangan mengenai birokrasi. Dalam pemikiran Max

Weber, setiap aktivitas yang menuntut koordinasi yang ketat terhadap kegiatan-

kegiatan dari sejumlah besar orang dan melibatkan keahlian-keahlian khusus,

maka satu-satunya peluang yaitu dengan mengangkat atau menggunakan

organisasi birokratik. Alasan penting untuk mengembangkan organisai birokratik

3
yaitu senantiasa didasarkan hanya pada keunggulan teknis dibandingkan dengan

bentuk organisasi lainnya.

2.2. Definisi Eksport Import

Pengertian Ekpor Import menurut Undang-Undang Kepabeanan:

Ekport adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean, dimana

barang yang dimaksud terdiri dari barang dari dalam negeri (daerah pabean),

barang dari luar negeri (luar daerah pabean), barang bekas atau baru.

Import adalah kegiatan memasukan barang ke dalam daerah pabean.

Semua barang yang dimaksudkan adalah semua atau seluruh barang dalam bentuk

dan jenis apa saja yang masuk ke dalam daerah pabean.

4
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Masalah yang terjadi sebelum adanya Reformasi Birokrasi Eksport Import.

1. Sulitnya sistem perizinan dalam pembuatan dokumen ekport import

2. Kasus dwelling time

3.2. Bagaimana penerapan Reformasi Birokrasi ekport import di Indonesia

1. Pembuatan dokumen ekport import pada saat ini tidak menggunakan

sistem manual dan beralih ke sistem online Indonesia Nasional Singel

Window (INSW)

2. Penyederhanaan atau pemotongan proses perijinan ekport import dengan

sistem satu pintu, yaitu tidak lagi melalui ke kementerian perdagangan,

direktorat jenderal bea cukai, dan lainnya.

3. Pemerintah akan mencabut kewajiban verifikasi surveyor dan pemeriksaan

berulang kali, terutama untuk ekport kayu, beras, prekursor farmasi,

migas, bahan bakar, minyak sawit, dan produk tambang hasil pengolahan

permurnian.

3.3. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia

Ketentuan pemasukan dan pengeluaran barang asal luar daerah Pabean ke

dan dari pusat logistik berikat diatur dalam peraturan Menteri Perdagangan

5
No. 64/M-DAG/PER/9/2016. Ketentuan ini berlaku karena untuk

meningkatkan daya saing nasional, menurunkan biaya logistik, mengurangi beban

penimbunan dan dwelling time di pelabuhan, Pemerintah telah mengembangkan

Pusat Logistik Berikat menjadi salah satu bentuk dari Tempat Penimbunan Berikat

yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pelaku usaha dan pemerintah

dalam menciptakan kondisi perekonomian yang kondusif.

Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik

bergerak maupun tidak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat

dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan atau

dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.

2. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

3. Verifikasi atau Penelusuran Teknis adalah penelitian dan pemeriksaan

barang impor yang dilakukan oleh surveyor.

4. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk

melakukan verifikasi atau penelusuran teknis impor barang.

5. Pusat Logistik Berikat, yang selanjutnya disingkat PLB adalah tempat

penimbunan berikat untuk menimbun barang asal luar daerah dan/atau

barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1

(satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk

dikeluarkan kembali.

6
Pasal 2 :

1. Semua jenis barang asal luar daerah pabean dapat dimasukkan ke PLB

2. Pemasukkan barang asal luar daerah ke PLB sebagimana dimaksud pada

ayat (1) dapat dilakukan oleh:

a. Penyelenggara PLB

b. Pengusaha PLB

c. Pengusaha di PLB

d. Pemasok diluar daerah pabean atau

e. Orang atau badan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a

sampai dengan huruf d.

Pasal 3 : Terhadap barang asal luar daerah pabean yang masuk ke PLB diperlukan

sebagai barang yang masih berada di negara asal.

Pasal 4 :

1. Dalam hal barang yang masuk ke PLB merupakan barang asal luar daerah

pabean yang akan dikeluarkan dari PLB ke tempat lain dalam daerah

pabean, wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran Teknis.

2. Verifikasi atau penelusuran teknis terhadap barang sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat dilakukan di PLB

7
Pasal 5 :

Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh surveyor yang

tealah ditetapkan oleh Menteri dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 6 :

Surveyor menerbitkan Laporan Surveyor (LS) sebagai hasil verifikasi atau

penelusuran teknis yang dilakukan di PLB untuk digunakan sebagai dokumen

pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang import.

Pasal 7 :

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan memiliki daya

laku sejak tanggal 16 september 2016.

3.4. Pihak Pihak Dalam Kegiatan Perdagangan Internasional

Setiap negara mempunyai peraturan serta sistem perdagangan yang

berbeda-beda. Mereka yang terlibat dalam transaksi ekspor impor tersebut baik

para pengusaha yaitu eksportir dan importir atau pihak yang terlibat baik langsung

ataupun tidak sangat perlu mengikuti perkembangan peraturan serta sistem

perdagangan luar negeri baik yang dilakukan di setiap negara tujuan ekspor.

Dalam transaksi perdagangan ekspor, seorang eksportir banyak berhubungan

dengan berbagai instansi/lembaga yang menunjang terlaksananya kegiatan ekspor.

Namun lembaga-lembaga yang berkaitan dengan kegiatan ekspor tersebut

8
terkadang belum seluruhnya dikenal atau bahkan dimanfaatkan di Indonesia.

Terdapat beberapa pihak yang terlibat dalam kegiatan ekspor-impor yaitu :

Eksportir (pihak yang melakukan penjualan atau pengiriman barang)

1. Importir (pihak yang melakukan pembelian atau penerimaan barang)

2. Pembuat barang ekspor (kalau produksi ekspor tidak dilakukan sendiri)

3. Export Merchant House (yang membeli barang dari perusahaan pembuat

barang dan mengkhususkan diri dalam perdagangan dengan negara-negara

tertentu yang membutuhkan barang-barang tersebut)

4. Confirming House (yang bertindak sebagai perantara pembuat barang

diluar negeri dan importir dalam negeri biasanya bertanggungjawab atas

pengapalan barang-barang dan pembayaran pada penjual)

5. Buying Agent (bertindak sebagai agen untuk satu atau lebih pembeli

tertentu diluar negeri)

6. Trading House (badan usaha yang mengumpulkan barang-barang

keperluan untuk diekspor dan diimpor)

7. Consignment Agent (bertindak sebagai agen penjual diluar negeri)

8. Factor (Lembaga yang setuju untuk membeli piutang dagang/ barang-

barang ekspor yang dipunyai eksportir untuk kemudian ditagih kepada

importir/ pembeli)

9. Bank termasuk didalamnya lembaga-lembaga yang menangani kegiatan

ekspor seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia

9
10. Freight Forwarder, EMK L/ EMKU44

11. Maskapai Pelayaran/ Perkapalan (Menerima barang-barang dagang dari

shipper/ eksportir/ freight forwarder dan mengatur pengangkutan barang-

barang tersebut serta menerbitkan bill of lading (B/L) atau surat bukti

muat barang)

12. Asuransi (yaitu yang mengasuransikan barang-barang yang dikapalkan

sesuai nilai yang disyaratkan, yang mengeluarkan sertifikat/ polis asuransi

untuk menutupi resiko yang dikehendaki serta yang menyelesaikan

tagihan/ tuntutan kerugian-kerugian bila ada)

13. Bea Cukai ( bagi eksportir bertindak sebagai pihak yang meneliti dokumen

serta pembayaran pajak dan memberikan izin barang untuk dimuat

dikapal, bagi importir bertindak sebagai agen dan akan memberikan izin

untuk pelepasan barang-barang bilamana dokumen B/L atau di Indonesia

PPUD, menunjukan telah dilakukan pembayaran)

14. Kedutaan/ Konsulat

15. Surveyor/ Pemeriksa (yang ditunjuk oleh pemerintah yang berwenang

dalam pemeriksaan mutu, jumlah barang dan lain sebagainya serta

memeriksa barang-barang ekspor tertentu dinegara tempat tibanya barang

dengan penerbitan surat laporan pemeriksaaan (LKP) dan memeriksa

kebenaran barang-barang impor dinegara asal impor barang).

3.5. Kronologis Kasus Dwelling Time

10
Liputan6.com, Jakarta - Lamanya waktu bongkar muat peti kemas

(dwelling time) di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, membuat Presiden

Joko Widodo (Jokowi) murka. Pasalnya, sejak kunjungan pertama di pelabuhan

tersebut hingga kunjungan kedua, belum ada perbaikan waktu bongkar muat.

Jokowi pun mengancam akan mencopot para pejabat yang terlibat dalam

operasional bongkar muat jika memang tak mampu memperbaiki waktu bongkar

muat peti kemas tersebut. "Kalau bertanya tidak ada jawabannya ya saya akan cari

dengan cara saya. Kalau sudah sulit, bisa saja dirjen saya copot, bisa saja pelaku

di lapangan saya copot, bisa saja menteri yang saya copot, pasti kalau itu," ungkap

Jokowi dengan tegas saat sidak di Tanjung Priok pada 17 Juni 2015.

Lembaga dan instansi yang terkait dengan praktik dwelling time pun

langsung saling lempar tanggung jawab. Mulai dari Pelindo II, Kementerian

Perdagangan, Bea Cukai, dan beberapa lainnya tak ingin disalahkan. Sebagian

besar merasa tidak menjadi penyebab lamanya proses bongkar barang di Tanjung

Priok.

Terakhir, kasus yang mencuat adalah adanya praktik suap alias gratifikasi

yang melibatkan banyak kementerian. Polda Metro Jaya telah menetapkan

tersangka dalam kasus tersebut, tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka

akan terus berkembang seiring berjalannya penyelidikan.

Lengkapnya, berikut kronologi kasus Dweling Time:

23 September 2014: Jokowi Perintahkan Waktu Bongkar Muat di

Pelabuhan Dipersingkat

11
Presiden Jokowi mengunjungi Pelabuhan Tanjung Priok untuk meninjau

proses pembangunan dan perluasan pelabuhan sebagai implementasi dari

program Tol Laut. Dalam kunjungan tersebut jokowi meminta agar lembaga

dan instansi yang terkait bisa mempersingkat waktu bongkar muat kontainer

dari yang selama ini di kisaran 5,5 hari menjadi 4,7 hari.

2 Maret 2015: Rapat Koordinasi Membahas Dwelling Time

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo menggelar

rapat koordinasi bersama beberapa menteri lain untuk membahas dwelling

time. Dikatakannya, ada 18 kementerian yang siap untuk menurunkan waktu

menjadi 4,7 hari. Untuk pre clearance custom, Indroyono menjelaskan, akan

berkaitan dengan Kementerian Perdagangan, BPOM, dan Badan Karantina.

Ketiga instansi ini sepakat bahwa proses pre clearance custom hanya selama

2,7 hari. Harapannya di Bea Cukai proses hanya berlangsung setengah hari.

Sedangkan untuk post clearance custom sekitar satu setengah hari. "Jadi

harapannya dwelling time bisa mencapai 4,7 hari. Sekarang ini masih sekitar

8 hari. Jadi kita coba turunkan," jelas dia.

17 Juni 2015: Jokowi Murka Dwelling Time Masih Lama

Presiden Jokowi Kembali ke Pelabuhan Tanjung Priok dalam rangka

inspeksi mendadak (sidak) proses dwelling time. Dalam sidak ini Jokowi

marah besar karena sudah lebih dari 6 bulan belum ada perubahan waktu

bongkar muat. "Siapa yang paling lama instansi urusan izin? Pasti ada yang

paling lama, tidak percaya saya. Masih ada yang terlama instansi mana itu

yang saya kejar, coba cek," kata Presiden Jokowi.

12
20 Juni 2015: Menteri Rini Beri Klarifikasi Soal Masalah Dwelling

Time

Menteri BUMN Rini Soemarno menjelaskan, pelabuhan barang memang

bertanggung jawab untuk melaksanakan bongkar muat barang. Begitu juga

dengan pelabuhan penumpang yang bertanggung jawab mengurus

penumpang turun-naik.

Diterangkan Rini, kendala penumpukan barang di pelabuhan justru sering

kali bukan karena lamanya proses bongkar muat. Melainkan berbagai

dokumen yang harus diurus pemilik barang untuk mengeluarkan barangnya

ke luar pelabuhan.

22 Juni 2015: Pelindo II Hanya Memfasilitasi Ruangan

Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II), RJ Lino, menilai

pihaknya selama ini telah memberikan fasilitas yang baik kepada 8 instansi

yang berwenang dalam dwelling time, namun faktanya, tidak ada koordinasi

antar tiap instasi tersebut. Karena itu, ia mengelak bila instansi yang ia

pimpin menjadi satu-satunya yang dipermasalahkan dalam

lambatnya dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok. Ia pun menegaskan

PT Pelindo II hanya sebagai penjamin fasilitas dan bongkar muat di

Pelabuhan Tanjung Priok.

23 Juni 2015 : Bea Cukai Ungkap Biang Kerok Leletnya Bongkar Muat

di Pelabuhan

Direktorat Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu)

mengindentifikasi penyebab lamanya waktu bongkar muat atau dwelling

13
time di pelabuhan. Salah satunya karena murahnya ongkos timbun di

pelabuhan. PLT Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Supraptono, mengatakan,

murahnya ongkos membuat pengusaha memilih untuk menginapkan barang

di pelabuhan. Selain itu, menginap di pelabuhan dirasa lebih aman.

3.6. Dampak Buruk Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok di Berbagai

Aspek.

Waktu bongkar-muat (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok yang

lama, tidak hanya menimbulkan penumpukan peti kemas di pelabuhan. Buruknya

manajemen dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok berdampak luas, bahkan

bisa sampai mengancam stabilitas perekonomian. "Permasalahan dwelling time di

Pelabuhan Tanjung Priok ini tidak hanya menimbulkan kerawanan suap, tetapi

berdampak terhadap beberapa aspek hukum, ekonomi dan politik, sehingga

dampaknya ini sangat luas," terang Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes

Krishna Murti yang juga menjadi Koordinator Satgassus penanganan dwelling

time, Rabu (12/8/2015).

Krishna mengungkap, miss-management bongkar muat di Pelabuhan

Tanjung Priok disebabkan beberapa hal, seperti meningkatnya dwellling

time, perizinan di kementerian pemilik izin atau pemberi rekomendasi izin dan

sistem birokrasi oleh birokrat.

"Dampaknya terhadap aspek hukum, ini menimbulkan pemerasan oleh

birokrat kepada pengusaha, penyuapan oleh pengusaha kepada birokrat dan

penyalahgunaan jabatan oleh pejabat yang berimbas pada korupsi," ungkapnya.

Banyaknya pelanggaran dalam bongkar-muat barang di Pelabuhan Tanjung Priok

14
ini juga memunculkan adanya pengendalian oleh kartel dan mafia yang

memainkan harga barang.

"Dari sisi ekonomi mikro maupun makro, berdampak terhadap barang

impor menjadi tidak terkendali di pasar, ekonomi lokal menjadi lesu karena daya

saing produk lokal yang lemah dibanding produk impor," tambahnya.

Hal ini juga memunculkan kartel ekonomi di beberapa sektor

perekonomian. Lebih buruk lagi, bisa mengakibatkan terjadinya inflasi. "Karena

tidak terkendalinya produk impor sehingga tidak ada proteksi bagi pelaku bisnis

di dalam negeri. Juga berpengaruh terhadap volume impor yang meningkat

dibandingkan ekspor," lanjutnya.

Oknum-oknum yang berperan dalam permainan tersebut membuat

kebijakan yang tidak sesuai dengan nawacita dan program Presiden Jokowi.

Dengan begitu, kepercayaan publik terhadap pemerintah pun menurun. "Ini juga

berpotensi menimbulkan gejolak politik terkait kebijakan pemerintah yang tidak

pro pengusaha lokal. Sehingga masyarakat resah dengan kenaikkan harga,

pedagang keberatan dengan barang-barang impor yang dapat mengakibatkan

kepada protes dan demo," tutupnya.

15
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dari hasil penjabaran di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa sistem

birokrasi saat ini sudah mulai membaik khususnya di bidang ekport import.

4.2. Saran

Pemerintah sebaiknya mengawasi secara langsung penerapan kebijakan reformasi

terbaru, sehingga kebijakan terbaru diterapkan secara benar.

16

Anda mungkin juga menyukai