Anda di halaman 1dari 18

CASE REPORT

INFILTRAT LEHER DALAM + DM TIPE 2 + SEPSIS

IMELDA PUSPITA
1518012148

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN
TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi leher dalam merupakan infeksi leher pada ruang (potensial) diantara fasia
leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher (Fachruddin, 2007).

Infeksi pada area leher dalam tidak selalu menyebabkan abses. Pada kasus-kasus
dimana infeksi jaringan lunak tidak terlokalisir dimana eksudat menyebar keantara
celah interstitial jaringan ikat. Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan
terbatasnya gerakan mandibula dan leher harus dicurigai infeksi leher dalam.
Infeksi leher dalam terbentuk didalam ruang potensial diantara fasia leher dalam
sebagai akibat perjalanan infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Tergantung ruang mana yang
terlibat, gejala dan tanda klinik setempat berupa nyeri dan pembengkakan akan
menunjukkan local infeksi (Surarso, 2011).

Huang dkk, dalam penelitiannya pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus
infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan
kasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh Ludwigs
angina (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).

Pada penelitian Lee dan kawan-kawan di Korea, melaporkan gejala klinis pada
158 kasus infeksi leher dalam, yaitu keluhan leher bengkak (74,7%), keluhan sakit
leher (41,1%), demam (14,6%), panas dingin (10,1%), sulit bernafas (10,1%),
disfagia (6,3%), dan trismus (1,9%) (Lee et al., 2007).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Leher

Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia
servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisial dan fasia
profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh otot plastima yang tipis dan meluas ke
anterior leher. Otot platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda
dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di bagian inferior
mandibula (Gadre AK, 2006).

Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia
servikalis. Fasia servikalis terdiri dari lapisan jaringan ikat fibrosus yang
membungkus organ, otot, saraf dan pembuluh darah serta membagi leher menjadi
beberapa ruang potensial. Fasia servikalis terbagi menjadi tiga bagian yaitu fasia
servikalis superfisialis, media dan fasia servikalis profunda. Ketiga fasia ini
dipisahkan oleh otot platisma yang tipis dan meluas ke anterior leher. Otot
platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikalis profunda dan klavikula serta
meluas ke superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula. (Ballenger,
1994).

Fasia servikalis superfisial terletak tepat di bawah kulit leher berjalan dari
perlekatannya di prosesus zigomatikus pada bagian superior dan berjalan ke
bawah ke arah toraks dan aksila yang terdiri dari jaringan lemak subkutan. Ruang
antara fasia servikalis superfisial dan fasia servikalis profunda berisi kelenjar
limfe superfisial, saraf dan pembuluh darah termasuk vena jugularis eksterna
(Ballenger, 1994).

Fasia servikalis profunda mengelilingi daerah leher dalam dan terdiri dari tiga
lapisan yaitu:
1. Lapisan superfisial
Lapisan ini membungkus leher secara lengkap, dimulai dari dasar
tengkorak sampai daerah toraks dan aksila. Pada bagian
anteriormenyebarkan ke daerah wajah dan melekat pada klavikula serta
membungkus m. sternokleidomastoideus, m. trapezius, m. masseter,
kelenjar parotis dan submaksila. Lapisan ini disebut juga lapisan eksternal,
investing layer, lapisan pembungkus dan lapisan anterior.
2. Lapisan media
Lapisan ini dibagi atas dua yaitu divisi muskular dan viscera.
a) Divisi muskular, terletak dibawah lapisan superfisial fasia servikalis
profunda dan membungkus m. sternohioid, m. sternotiroid, m.
tirohioid dan m. omohioid. Di bagian superior melekat pada os hioid
dan kartilago tiroid serta dibagian inferior melekat pada sternum,
klavikula dan skapula.
b) Divisi viscera, membungkus organ-organ anterior leher yaitu kelenjar
tiroid, trakea dan esofagus. Di sebelah posterosuperior berawal dari
dasar tengkorak bagian posterior sampai ke esofagus sedangkan bagian
anterosuperior melekat pada kartilago tiroid dan os hyoid. Lapisan ini
berjalan ke bawah sampai ke toraks, menutupi trakea dan esofagus
serta bersatu dengan perikardium. Fasia bukofaringeal adalah bagian
dari divisi viscera yang berada pada bagian posterior faring dan
menutupi m. konstriktor dan m. buccinator.
3. Lapisan profunda
Lapisan ini dibagi menjadi dua yaitu divisi alar dan prevertebra.
a) Divisi alar terletak diantara lapisan media fasia servikalis profunda dan
divisi prevertebra, yang berjalan dari dasar tengkorak sampai vertebra
torakal II dan bersatu dengan divisi viscera lapisan media fasia
servikalis profunda. Divisi ala melengkapi bagian posterolateral ruang
retrofaring dan merupakan dinding anterior dari danger space.

b) Divisi prevertebra berada pada bagian anterior korpus vertebra dan


lateral meluas ke prosesus tranversus serta menutupi otot-otot di
daerah tersebut. Berjalan dari dasar tengkorak sampai ke os koksigeus
serta merupakan dinding posterior dari danger space dan dinding
anterior dari korpus vertebra.

Ketiga lapisan fasia servikalis profunda ini membentuk selubung karotis


(carotid sheath) yang berjalan dari dasar tengkorak melalui ruang
faringomaksilaris sampai ke toraks (Raharjo SP,2013)

Ruang leher dalam dapat dikelompokan menurut modifikasi dari Hollingshead


berdasarkan penampang panjang leher yaitu ruang retrofaring, danger space, ruang
prevertebral dan ruang viseral vaskular. Berdasarkan lokasinya di atas atau di bawah
tulang hyoid. Ruangan yang berada di atas tulang Hyoid, dibagi menjadi ruang
submandibula, ruang parotis, ruang peritonsil, ruang mastikator, ruang parafaring dan
ruang temporal. Sedangkan yang terdapat di bawah os hyoid terdiri dari ruang
pretrakea dan ruang suprasternal (Quinn FB, Buyten J, 2005).

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid .
A. Ruang yang melibatkan sepanjang leher terdiri dari:

1) ruang retrofaring

2) ruang bahaya (danger space)

3) ruang prevertebra.
B. Ruang suprahioid terdiri dari:

1) ruang submandibula

2) ruang parafaring

3) ruang parotis

4) ruang mastikor

5) ruang peritonsil

6) ruang temporalis
C. Ruang infrahioid : ruang pretrekeal (Gadre AK, Gadre KC, 2006;Murray A.D,
Marcincuk M.C, 2010).

Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah
sepanjang leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.
Ruang sepanjang leher
Ruang ini meliputi ruang retrofaring, the danger space, ruang prevertebral
dan ruang vascular visceral. (Raharjo SP,2013). Di bagian posterior ruang
retrofaring terdapat danger space, disebut demikian karena berisi jaringan
ikat longgar sehingga resistensinya kecil terhadap penyebaran infeksi dan
berjalan mulai dari dasar tengkorak hingga ke diafragma. Ruang
prevertebral terletak diantara otot-otot prevertebral dan fasia prevertebral.
Infeksi di sini dapat menerobos ke lateral atau inferior ke dalam
mediastinum posterior (Bailey, 2006).Ruang visceral vascular adalah
ruang potensial dalam carotid sheath. Sebagaimana halnya ruang
prevertebral, ruang visceral vascular adalah ruangan yang cukup tertutup,
mengandung sedikit jaringan ikat dan resisten terhadap penyebaran
infeksi. Ruangan ini berada mulai dari dasar tengkorak hingga ke
medistinum dan menerima kontribusi dari seluruh tiga lapisan fascia
profunda dan dapat menjadi tempat infeksi sekunder yang menyebar
langsung dari ruang-ruang lain di leher (Bailey, 2006).
Ruang suprahioid
Ruang yang berada di atas tulang hioid antara lain adalah ruang
submandibular, ruang parafaring, ruang peritonsil, ruang mastikator, ruang
temporal dan ruang parotis. Ruang submandibular dibatasi di anterior dan
lateral oleh mandibula, bagian superior oleh mukosa lingual dan di
postero-inferior oleh hioid serta lapisan superfisial fascia servikalis
profunda dibagian inferior (Bailey, 2006).
Ruang parafaring, disebut juga ruang faringomaksila, ruang perifaring atau
ruang faring lateral. Digambarkan berbentuk corong terbalik dengan
dasarnya berada di dasar tengkorak dan apeksnya di hioid. Ruang
parafaring berhubungan dengan beberapa ruang leher dalam termasuk
submandibular, retrofaringeal, ruang parotis dan ruang mastikator. Hal ini
memiliki implikasi klinis penting dalam penyebaran infeksi di ruang-ruang
leher (Ballenger, 1997). Ruang parafaring kemudian dibagi oleh prosessus
styloid menjadi kompartemen anterior, muskuler, atau prestyloid serta
kompartemen posterior neuro vaskuler atau poststyloid. Ruang prestyloid
berisi lemak, otot, kelenjar limfe, dan jaringan konektif serta dibatasi oleh
fossa tonsilar dimedial dan pterygoid medial disebelah lateral (Ballenger,
1997).
Ruang poststyloid berisi carotid sheath dan saraf kranialis IX, X, XII.
Aponeurosis stylopharingeal zuckerkandel dan testus dibentuk oleh
perpotongan antara fascia alar, buccoparyngeal dan stylomuscular fascia
yang bertindak sebagai penghalang penyebaran infeksi dari kompartemen
prestyloid ke poststyloid (Bailey, 2006).
Ruang peritonsil dibentuk oleh kapsul dari tonsil palatina di medial, oleh
otot konstriktor faring superior di sisi lateral dan pilar anterior tonsil di
superior serta pilar posterior tonsil di inferior. Ruang ini mengandung
jaringan ikat longgar terutama yang dekat dengan palatum mole yang
menjelaskan mengapa mayoritas abses peritonsil berlokasi di pole
posterior dari tonsil (Ballenger, 1997).
Ruang mastikator dibentuk oleh lapisan superfisial dari fascia servikalis
profunda dan membungkus masseter dibagian lateral dan m. pterigoid di
medial. Ruang mastikator berhubungan langsung dengan ruang temporal
di bagian superior di bawah zigoma (Raharjo SP,2013).
Ruang temporal dibatasi di lateral oleh lapisan superfisial fasia servikalis
yang melekat ke zigoma dan temporal ridge serta batas medialnya adalah
periosteum tulang temporal. Ruang ini dibagi menjadi ruang superfisial
dan profunda oleh m. Temporalis (Bailey, 2006).
Ruang parotid, selain berisi kelenjar parotis juga kelenjar limfe parotis, n.
fasialis dan vena fasialis posterior. Lapisan pembungkus memiliki bagian
paling lemah di permukaan supero-medial menyebabkan adanya hubungan
langsung ruangan ini dengan ruang parafaring (Ballenger, 1997; Surarso,
2011).
Ruang infrahioid
Ruang potensial yang ada di bawah tulang hioid adalah ruang visceral
anterior. Area ini dibungkus oleh lapisan media dari fasia servikalis
profunda dan mengandung kelenjar tiroid, esofagus dan trakea. Ruang
potensial ini mulai dari kartilago tiroid hingga ke anterior dari
mediastinum superior dan arkus aorta (Ballenger, 1997; Surarso, 2011).

2.2 Definisi Infiltrat Leher Dalam

Infeksi leher dalam merupakan infeksi leher pada ruang (potensial) diantara
fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber
seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher
(Fachruddin, 2007)

Infiltrat adalah adanya suatu bahan yang ditimbun dengan cara infiltrasi.
Sedangkan infiltrasi adalah penimbunan bahan di dalam sel atau jaringan yang
seharusnya tidak terdapat disuatu jaringan. Dalam hal ini adanya sel-sel darah
yang tertimbun dalam jaringan. Sedangkan abses terjadi sebagai akumulasi
dari pus dalam suatu rongga patalogis yang dapat terjadi dibagian tubuh
manapun sebagai reaksi pertahanan tubuh terhadap benda asing. Infeksi pada
area leher dalam tidak selalu menyebabkan abses. Pada kasus-kasus dimana
infeksi jaringan lunak tidak terlokalisir dimana eksudat menyebar keantara
celah interstitial jaringan ikat (Surarso, 2011).

Dalam menentukan perbedaan antara infiltrasi dan abses yang paling penting
adalah adanya fluktuasi untuk menentukan akumulasi cairan dalam fokus
patologis. Cairan dalam hal ini adalah nanah pada abses, namun tidak ada
dalam infiltrat. Pengembangan mikroorganisme piogenik abses, dan infiltrasi
dapat dibentuk sebagai sel-sel tumor dan elemen seluler lainnya. Infiltrasi
adalah jaringan parut yang kemudian dapat menyebabkan pembentukan abses.
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : Ny. M


Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Pemeriksaan : 9 Juni 2016

ANAMNESIS

Keluhan utama:
Bengkak pada wajah kanan
Riwayat penyakit sekarang:
Os datang dengan keluhan bengkak pada wajah kanan sejak 4 hari lalu.
Keluhan tersebut dirasakan disertai dengan sulit membuka mulut, sakit saat
menelan dan membuka mulut. Pasien juga demam dan sempat menggigil
Sebelumnya os mengeluh sakit gigi geraham kanan bawah dan telah berobat
kedokter gigi, sempat minum obat 1x namun wajah semakin membengkak dan
kedua mata pun ikut membengkak.
Riwayat penyakit dahulu:
Tidak terdapat riwayat penyakit serupa, DM (+), HT (+)
Riwayat penyakit keluarga/sosial: -
Riwayat pengobatan: Berobat kedokter gigi namun wajah semakin
membengkak.
Riwayat alergi:
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, debu maupun obat-
obatan.
PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
TD : 130/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
0
Suhu : 37 C

Status Lokalis

Wajah : Mata : palpebra edem kanan dan kiri

Os zygomatikum : edem, nyeri tekan, keras (dextra)


Bucal : edem, nyeri tekan, keras (dextra)

Parafaring : edem, nyeri tekan, keras (dextra)

Submandibula : edem, nyeri tekan, keras (dextra)

Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri


Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (+), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma batas normal, hematoma
(-), nyeri tarik aurikula (-) (-), nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-), Serumen (-), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-), furunkel (-), edema (-),
otorhea (-) otorhea (-)

4. Membran Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),


timpani hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light perforasi (-) cone of light
(+) (+)

Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan Hidung kanan Hidung kiri
Hidung
Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi (-), Bentuk (normal), hiperemi
nyeri tekan (-), deformitas (-) (-), nyeri tekan (-), deformitas
(-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Hiperemis (-), sekret (-) Hiperemis (-), sekret (-)
Cavum nasi Bentuk (normal), hiperemia (-) Bentuk (normal), hiperemia
(-)
Meatus nasi Mukosa hiperemis, sekret (-), Mukosa hiperemis, Massa (-)
media Massa (-)
Konka nasi Edema (-), mukosa hiperemi (-) Edema (-), mukosa hiperemi
inferior (-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-), Deviasi (-), perdarahan (-),
ulkus (-) ulkus (-)
Transluminasi
Tidak dilakukan
Sinus

Pemeriksaan Tenggorokan

Bibir Mukosa bibir basah


Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi M2 M3
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran
(-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (+), reflex muntah (+), membrane (-),
lender (-)
Tonsila palatine Kanan kiri
T1 T1
Fossa Tonsillaris hiperemi (-) hiperemi (-)
dan Arkus
Faringeus
DIAGNOSIS

Paraparingeal infiltrat, submandibula infiltrat, bucal dan zygomaticum infiltrat

DM tipe 2

Sepsis

RENCANA TERAPI

a. Aural toilet : dengan metode kering, basah maupun suction.


b. Antibiotik : Cefadroxil 2x1 gram.
c. Dekongestan : Psuudoefedrin HCL tab 3 x 10 mg

KIE

a. Dilarang mengorek telinga


b. Hindari telinga kemasukan air saat mandi
c. Tidak diperbolehkan berenang
d. Pembersihan telinga dilakukan di klinik
e. Segera berobat apabila menderita infeksi pernapasan
f. Kontrol 1 minggu untuk mengetahui perkembangan penyakit.

PROGNOSIS

Dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini didiagnosis dengan otitis media supuratif kronik tipe
benigna aktif yang ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis didapatkan keluhan keluar cairan dari telinga sejak 1 minggu lalu.
Keluhan tersebut dirasakan pada kedua telinga. Pasien juga mengeluhkan bahwa
pendengarannya berkurang sejak 1 tahun lalu namun bertambah berat sejak 1
minggu. Pasien mengeluhkan rasa penuh di telinga kanan dan kiri. Pasien
mengatakan bahwa sedang menderita pilek. Riwayat mengorek telinga
dibenarkan. Pasien pernah menderita OMA 1 tahun yang lalu.

Pada pemeriksaan telinga didapatkan otore pada kedua telinga, kedua


membran timpani perforasi dengan tepi rata dan menebal. Pada pemeriksaan
hidung didapatkan mukosa hidung hiperemis dan konka inferior hidung sebelah
kiri hipertrofi dan hiperemis. Pada pemeriksaan laring didapatkan hiperemis pada
mukosa laring.

Untuk rencana penatalaksanaan pada pasien ini adalah dengan melakukan


aural toilet untuk membersihkan sekret yang terdapat pada telinga yang dapat
menjadi media pertumbuhan mikroorganisme. Pemberian antibiotika sistemik
yaitu cefadroxil 2x1 gram selama 7 hari dimaksudkan untuk mengatasi infeksi
yang terjadi dan mencegah berkembangnya meluasnya infeksi. Dalam hal ini tidak
diberikan antibiotik topikal karena dirasa tidak efektif karena adanya sekret yang
keluar dari telinga. Pseudoefedrin HCL di berikan sebagai dekongestan untuk
mengurangi keluhan hidung tersumbat.

Pada pasien tersebut juga diberikan edukasi yaitu tidak dibolehkan untuk
mengorek telinga, mencegah masuknya air kedalam telinga saat mandi, dilarang
berenang, pembersihan telinga dilakukan di klinik, segera minum obat bila
terdapat ISPA, minum obat yang teratur dan kontrol setelah 7 hari untuk
mengetahui perkembangan penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Adams FL, Boies LR, Higler PA. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI
Bailey BJ,Johnson JT, Newlands SD, 2006. Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 4th ed.vol.1, Philadelphia, USA : Lippincott Williams &
Wilkins.
Berman S. 2006. Otitis Media in Developing Countries. Pediatrics.
Depkes RI. 2005. Pedoman Upaya Kesehatan Telinga dan Pencegahan
Gangguan Pendengaran untuk Puskesmas.
Dhingra PL, 2007. Disease of Ear Nose and Throat. 4th Edition. New Delhi, India:
Elsevier
Djaafar ZA. 2001. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Helmi. 2005. Otitis Media Supuratif Kronis. Pengetahuan Dasar, Terapi Medik,
Mastoidektomi, Timpanoplasti. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Farid A dan Marcelena R. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Keempat.
Jakarta: Media Eusculaphius.
Mahoney JL. 1980. Mass Management of Otitis Media in Ziare. Laryngoscope.
90(7): 1200-8.
Morris PS, Leach AJ, 2009. Acute and Chronic Otitis Media, Casuarina : Elsevier
Nursiah S.2003. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap
beberapa Antibiotik di Bagian THT FK USU/RSUP H. Adam Malik
Medan. Medan: FK USU
Paparella MM, Adams GL, Levine SC. 1997. Penyakit Telinga Tengah dan
Mastoid. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.Edisi Keenam,
Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Thapa N dan Shirastav RP. 2004. Intracranial Complication of chronic supuratif
otitis media, attico-antral type: experience at TUTH. J Neuroscience.
Teele DW, Klein JO, Rosner BA, The Greater Boston Otitis Media Study Group.
1990. Otitis Media in Infancy and intellectual ability, school achievement,
speech and language. Pediatrics. 74(2): 282-95.

Anda mungkin juga menyukai