MODUL 2
SALIVA, CAIRAN DAN JARINGAN LUNAK RONGGA MULUT
Disusun oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nya lah makalah Blok 4 dan Modul SALIVA, CAIRAN DAN JARINGAN
LUNAK RONGGA MULUT ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini
disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari pembelajaran.
Tak lupa diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya makalah ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. drg. Sinar Yani, M.Kes selaku penanggung jawab modul 2 blok 4 yang telah
membimbing dalam penyelesaian dari makalah ini.
2. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman khususnya
program studi kedokteran gigi angkatan 2013, segala fasilitas yang telah digunakan untuk
menambah pengetahuan tentang modul ini, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penyelesaikan makalah ini untuk memenuhi salah satu tugas kuliah dengan sistem
PBL. Dan tentunya selaku penyusun juga mengharapkan agar makalah ini dapat berguna baik
bagi penyusun sendiri maupun bagi pembaca di kemudian hari.
Makalah ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran serta kritik yang
membangun sangat kami harapkan demi tercapainya kesempurnaan dari isi makalah ini.
Tim penyusun
Cairan Saliva
Saliva adalah cairan oral yang kompleks yang dihasilkan oleh kelenjar saliva,
yang dimana sekitar 90% saliva dihasilkan oleh kelenjar parotis dan
submandibular, 5% oleh kelenjar sublingual dan sisanya merupakan kontribusi
dari kelenjar minor. Saliva disekresi oleh sekelompok sel dalam kelenjar yang
disebut asini, saliva yang disekresi merupakan cairan yang tidak berwarna, agak
kental dan mengandung komponen organik dan non-organik.
Cairan sulkus gingiva (CSG) adalah suatu produk filtrasi fisiologis dari pembuluh darah yang
termodifikasi. Cairan sulkus gingiva dapat berasal dari jaringan gingiva yang sehat. Cairan sulkus
gingiva berasal dari serum darah yang terdapat dalam sulkus gingiva baik gingiva dalam keadaan
sehat maupun meradang.
Komponen epithelial kelenjar saliva berasal dari primitive oral epithelium.. Tanda
pertama perkembangan kelenjar adalah penebalan ephitelium oral yang
berdekatan dengan sel mesenkim. Pada penebalan ini terjadi proliferasi dan
menembus lapisan mesenkim membentuk solid epithelial cord atau yang
dinamakan prmary cord, primary cord ini akan menadi excretory duct utama
yang terdiri dari 4 sel tanpa lumen, ujung bulbus distal berasal dari primary cord
membentuk secondary epithelial cord.
Interaksi antara laminin dan syndecan membran sel dan Beta 1 Intergin berperan
dalam proses induksi diferensiasi sel asinar, epidermal growth factor dan
reseptornya juga meregulasi proses branching, fibroblast growth factor 7
(keratonycle growth factor) mengontrol perpanjangan jaringan (elongasi) Saa
aktivitas tyrosine kinase dari reseptor epidermal growth factor di blok. Aktivitas
branching semakin menurun dan perkembangan kelenjar terhenti. Epidermal
growth factor mengontrol proses branching dengan cara mengatur ekspresi
alpha-integrin laminin receptor.
Ujung proximal dari ephitelial chod utama, yang paling dekat dengan rongga
mulut berdiferensiasi menjadi excretory duct utama, beberapa cabang pertama
membentuk cabang sekunder excretory duct. Selanjutna, percabangan akan
membentuk duktus intralobular yang berdiferensiasi menjadi duktus striae,
granular dan intercalated.
Sel mucus dan serus berdiferensiasi dari inner-layer cells pada ujung bulbus
segments dari eipthelial chords, lumenisasi secretory endpiece dan spesialisasi
sel sekretori terjadi setelah terbentuk lumen pada ductal. Element yang
menghubungkan terjadi setelah terbentuk lumen pada ductal. Element yang
menghubungkan ductal dengan rongga mulut sel dilapisan terlubar (outer layer)
dan bulbus terminal segment berdiferensiasi menjadi sel myoephitelal.
Fisiologi:
- Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan
air yaitu serous.
- Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar
parotis.
1.2 Kelenjar Submandibularis
Anatomi:
- Kelenjar ini merupakan kelenjar yang berbentuk seperti
kacang dan memiliki kapsul dengan batas yang jelas.
- Di dalam kelenjar ini terdapat arteri fasialis yang melekat
erat dengan kelenjar ini.
- Kelenjar ini teletak di dasar mulut di bawah ramus
mandibula dan meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah
mandibula dan terletak di permukaan muskulus mylohyoid.
- Pada proses sekresi kelenjar ini memiliki duktus Wharton
yang bermuara di ujung lidah.
Histologi:
- Kelenjar ini terdiri dari jaringan ikat yang padat.
- Kelenjar submandibularis adalah kelenjar tubuloasinosa
kompleks, yang pada manusia terutama pada kelenjar campur
dengan sel-sel serosa yang dominan, karena itu disebut
mukoserosa. Terdapat duktus interkalaris, tetapi saluran ini
pendek karena itu tidak banyak dalam sajian, sebaliknya duktus
striata berkembang baik dan panjang.
- Saluran keluar utama yaitu duktus submandibularis wharton
bermuara pada ujung papila sublingualis pada dasar rongga mulut
dekat sekali dengan frenulum lidah, dibelakang gigi seri bawah.
Baik kapsula maupun jaringan ikat stroma berkembang baik pada
kelenjar submandibularis.
Fisiologi:
- Kelenjar submandibularis menghasilkan 80% serous (cairan
ludah yang encer) dan 20% mukous (cairan ludah yang padat).
- Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang
memproduksi air liur terbanyak.
- Saliva pada manusia terdiri atas 70% sekresi kelenjar
submandibularis.
1.3 Kelenjar Sublingual
Anatomi:
- Kelenjar ini terletak antara dasar mulut dan muskulus
mylohyoid merupakan suatu kelenjar kecil diantara kelenjar
kelenjar mayor lainnya.
- Duktus utama yang membantu sekresi disebut duktus
Bhartolin yang terletak berdekatan dengan duktus mandibular dan
duktus Rivinus yang berjumlah 8-20 buah.
- Kelenjar ini tidak memiliki kapsul yang dapat
melindunginya.
Histologi:
- Kelenjar sublingualis adalah kelenjar tubuloasinosa dan
kelenjar tubulosa kompleks. Pada manusia kelenjar ini adalah
kelenjar campur meskipun terutama kelenjar mukosa karena itu
disebut seromukosa. Sel-sel serosa yang sedikit hampir
seluruhnya ikut membentuk demilune. Duktus interkalaris dan
duktus striata jaringan terlihat.
- Kapsula jaringan ikat tidak berkembang baik, tetapi kelenjar
ini lobular halus biasanya terdapat 10-12 saluran luar yaitu duktus
sublingualis, yang bermuara kesepanjang lipatan mukosa yaitu plika
sublingualis, masing-masing mempunyai muara sendiri. Saluran
keluar yang lebih besar yaitu duktus sublingualis mayor
bartholin bermuara pada karunkula sublingualis bersama-sama
dengan duktus wharton, kadang-kadang keduanya menjadi satu.
Fisiologi:
- Kelenjar sublingualis menghasilkan sekret yang mukous dan
konsistensinya kental.
- Saliva pada manusia terdiri atas 5% sekresi kelenjar
sublingualis.
Lokasi dari kelenjar ini berada dalam isthimus dari lipatan glossopalatinal
dan dapat meluas ke bagian posterior dari kelenjar sublingual ke kelenjar
yang ada di palatum molle.
Kelenjar ini terdapat pada mukosa pipi, kelenjar ini serupa dengan
kelenjar labial.
1. Parenkim, yaitu bagian kelenjar yang terdiri dari asinus-asinus dan duktus-
duktus bercabang.
Asinus merupakan bagian-bagian sekretoris yang mengeluarkan sekret.
Sekret ini akan dialirkan melalui suatu duktus untuk menyalurkan sekret
kemana mestinya.
2. Stroma / jaringan ikat interstisial yang merupakan jaringan antara asinus
dan duktus tersebut.
Jaringan ikat ini membungkus organ (kapsel) dan masuk kedalam organ dan
membagi organ tersebut menjadi lobus dan lobulus. Pada jaringan ikat
tersebut ditemukan duktus kelenjar, pembuluh darah,s erat saraf dan
lemak.
b. Asinus mukus
- Sekretnya kental
- Terdapat pada kelenjar saliva minor / tambahan / kecil-kecil
- Pengecatan HE berwarna jernih kebiruan
- Lumennya besar
- Batas sel lebih jelas terlihat, tidak terdapat kanalikuli interseluler sehingga
sekretnya langsung dituangkan oleh sel sekretoris kedalam lumen asinus
- Inti sel pipih kearah basal
- Pada fase istirahat, sitoplasmanya mengandung butir mucigen yang sering
rusak saat preparat difiksasi/dicat sehingga sel menjadi lebih terang
- Terdapat sel myoepitel
- Organela selnya berbeda dengan sel serus, dimana terdapat lebih sedikit
mitokondria, RE, dan banyak apparatus golgi sehingga terdapat lebih
banyak komponen karbohidrat pada sekretnya
1.2 Duktus
Saluran kelenjar ludah terdiri dari beberapa bagian yang panjangnya berbeda-
beda menurut jenis kelenjar.Jika dipandang dari segi lobulasi, ada yang letaknya
intralobularis dan ada yang interlobularis.
1. Duktus intralobularis
- Duktus yang menghubungkan asinus dengan saluran berikutnya (duktus
Pfluger)
- Bersifat non sekretorius
- Terdiri dari epitel selapis pipih atau selapis kubis
- Fungsi : a. mengatur sekresi saliva asinar
b. memodifikasi komponen elektrolit
c. mengangkut komponen makromolekuler
2. Duktus Interlobularis
Duktus pfluger tadi dilanjutkan oleh saluran yang lebih besar keluar dari
lobulus kelenjar tadi, masuk ke dalam jaringan ikat interlobular.Saluran ini
merupakan duktus pengeluaran atau eksretorius yang mengalirkan saliva ke
dalam rongga mulut.Terdiri dari epitel selapis silindris atau berlapis semu dan
dekat muara duktus, epitel ini berubah menjadi epitel berlapis pipih dan
berlanjut ke epitel rongga mulut.
Fungsi = Resorpsi Na dan sekresi K
Simpatetik innervation dari glandula parotid pada segmen thorac pertama dan kedua (T1 dan T2) dan
sinaps pada simpatetik cervical ganglion superior, dari dimana serat postganglionik mencapai otic
ganglion melalui plexus pada arteri meningeal bagian tengah. Serat simpatetik melewati otic ganglion
tanpa sinaps dan disertai serat parasimpatetik di glandula.
Ganglion submandibular adalah ganglion parasimpatetik kecil yang berada pada dasar mulut dan
berhubungan dengan Nervus lingual. Serat preganglionik dari superior nucleus salivatory pada batang
otak mencapai ganglion melalui cabang chorda tympani pada Nervus facial yang bergabung dengan
Nervus lingual. Serat postganglionik dari ganglion ini adalah sekretomotor pada glandula
submandibula dan sublingual.
Nervus simpatetik pada glandula submandibula dan sublingual awalnya mengikuti rute yang sama
untuk mensuplay glandula parotid. Serat postganglionik mencapai glandula submandibula melalui
plexus pada arteri facial dan lingual dan melalui ganglion tanpa sinaps untuk mensuplay glandula
submandibula dan sublingual.
Glandula salivarius minor pada palatum disuplay oleh serat parasimpatetik yang ada di superior
salivatory nucleus. Serat preganglionic menjalankan parasimpatetik ganglion sphenopalatine,
berlokasi pada fossa pterygopalatine dan terhubung ke nervus maxillary, melalui cabang petrosal
superficial yang lebih besar pada Nervus facial dan berakhir pada cabang lesser petrosal superficial.
Serat postganglionik dari ganglion sphenopalatine mencapai glandula pada palatum melalui Nervus
maxillary cabang palatum.
Serat simpatetik melalui glandula pada palatum dari segmen thorac pertama dan kedua (TI dan T2).
Sinaps serat preganglionik pada ganglion cervical superficial, dari dimana serat postganglionik
mencapai parasimpatetik ganglion sphenopalatine melalui plexus arteri maxillaty. Serat tersebut
melalui ganglion ini tanpa sinaps untuk mencapai palatum bersamaan dengan serat parasimpatetik.
Nuclei inferior dan superior salivatory terdapat di medula oblongata. Awalnya berhubungan dengan
nucleus batang otak dari nervus facial, akhirnya ujungnya bersatu dengan nervus glossopharingeal.
Sistem persarafan parasimpatetik adalah untuk sekresi dan vasodilatasi, ketika saraf simpatetik
bervasokonstriksi, walaupun stimulasi selanjutnya dipromosikan juga oles sekresi pada beberapa
kasus. Aktivitas sekresi dari sel-sel kelenjar diatasi oleh agen kolinergik (sistem para simpatetik) dan
andregenik (sistem simpatetik). nervus sekretomotor berakhir pada persatuan dengan sel-sel bagian
duktus kelenjar saliva yang memodifikasi komposisi saliva, sel-sel myoepithelial, otot halus arteriol,
dan sel-sel terminal sekretori.
Hal-hal berikut ini dapat terjadi dengan memperhatikan persarafan sekresi dari kelenjar saliva:
2. Impuls yang dikonduksikan melalui sistem parasimpatetik lebih umum daripada impuls sepanjang
nervus simpatetik.
3. Efek dari stimulasi oleh nervus dari kedua sistem tidak berupa antagonis.
4. Impuls yang umum penting untuk mengatur metabolisme normal sel-sel sekretori.
Selain stimulasi sekresi yang bersifat konstan, sekresi saliva dapat ditingkatkan melalui dua jenis
refleks saliva yang berbeda, yaitu:
1) Refleks saliva sederhana, atau tidak terkondisi
Refleks saliva sederhana terjadi saat baroreseptor di dalam rongga mulut merespons adanya makanan.
Saat diaktifkan, reseptor-reseptor tersebut memulai impuls di serabut saraf afferen yang membawa
informasi ke pusat saliva di medula spinalis. Pusat saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf
otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi saliva. Gerakan gigi juga mendorong
sekresi saliva walaupun tidak terdapat makanan karena adanya manipulasi terhadap baroreseptor yang
terdapat di mulut.
Etiologi: Trauma yang parah pada kelenjar saliva duktus extretoris yang menyebabkan keluarnya
cairan / mukus ke jaringan disekitarnya
Gambaran Klinis: terdapat pembesaraan mucosa berbentuk kubah dengan ukuran berkisar antara 1
atau 2 cm sebagai ciri khas dari MEP, Penampakan pembesaran mukosa yang translusen berwarna
kebiruan, Lesi biasanya berfluktuasi (Kenyal) tetapi beberapa MEP pada palpasi terasa firm (Keras),
bibir bawah adalah tempat yang paling sering terjadinya MEP, juga terjadi pada mukosa buccal,
permukaan anterior-ventral pada lidah (Lokasi terdapatnya Kelenjar Blandin-Nuhn).
MEP juga dapat terjadi pada daerah palatum mole dan retromolare, MEP pada daerah ini merupakan
MEP yang superfisial. MEP superfisial berpenampilan klinis seperti vesikel dengan ukuran diameter 1
mm sampai 4 mm, dapat tunggal atau multipel. Lesi ini sering pecah meninggalkan ulkus dangkal dan
sakit yang akan sembuh dalam beberapa hari.
Treatment: Eksisi, untuk MEP superfisial tidak perlu dilakukan perawatan karena akan hancur dengan
sendirinya dan berumur pendek.
Ranula
Ranula adalah suatu bentuk dari mucocele yang mengenai/menyerang dasar dari rongga mulut, pada
ranula mucin keluar melalui Kelenjar Saliva Minor (Glandula Sublingual dan tak jarang melalui
duktus submandibular
Gambaran Klinis: Tampak kebiruan, berbentuk seperti kubah, bernanah secara fluktuatif pada dasar
rongga mulut dan biasanya berada pada lateral dari midline
Etiologi: Terjadi karena adanya obstruksi aliran saliva oleh batu saliva (sialolith), sialolith terbentuk
karena akumulasi garam kalsium (campuran calcium carbonate dan calciu phosphate)
Gambaran Klinis: Gambaran Klinis menyerupai MEP yaitu pembesaran lunak berwarna kebiruan
berfluktuasi, tergantung kedalaman kista, beberapa kista pada palpasi teraba kenyal yang terlihat
sebagai pembesaran yang lambat dan asimptomatik
SDC biasa terjadi pada orang dewasa, dapat melibatkan kelenjar ludah minor maupun mayor, yang
paling sering adalah gld. Parotis. Intra oral kista dapat terjadi pada gld minor, lebih sering terjadi pada
dasar mulut, mukosa bukal dan bibir.
Treatment: Dilakukan pengangkatan Kista pada kelenjar saliva yang terkena SDC melalui insisi pada
duktus dan dilakukan pemijatan hingga batu saliva (sialolith) keluar melalui orifice pada duktus.
Adenomatoid Hyperplasia
Pembesaran Non-neoplastic kelenjar saliva minor pada palatum yang belum diketahui penyebabnya
dan pada penelitian saat ini menunjukan bahwa trauma berperan dalam proses terjadinya
Adenomatoid Hyperplasia.
Gambaran Klinis: Terlihat adana pembengkakan unilateral pada palatum durum / palatum mole,
asimtomatik, yang juga terdapat cairan mukosa disekitarnya.
Mumps
Etiologi: Disebabkan oleh paramyxovirus, yang disebabkan kontak langsung dengan cairan saliva
Gambaran Klinis: Biasanya mumps terjadi pada anak-anak usia antara 4 dan 6 tahun, Masa inkubasi
antara 2 sampai 3 minggu; kemudian diikuti dengan inflamasi dan pembengkakan glandula, rasa sakit
pada preauricular, demam, malaise, sakit kepala dan myalgia. Sebagian besar menyerang glandula
parotis, tapi 10% kasus melibatkan gld. submandibular saja. Pembengkakan glandula terjadi tiba-tiba
dan terasa sakit pada palpasi, kulit yang menutupi glandula edematous. Duktus glandula inflamasi
tanpa cairan purulen. Jika terjadi obstruksi duktus parsial maka akan terasa sakit pada waktu makan.
Jarak antara pembengkakan glandula pada satu sisi dengan sisi yang lain berkisar antara 24 sampai 48
jam. Pembengkakan bilateral terjadi sampai 7 hari.
Treatment: Dilakukan pemberian analgesic dan pemberian corticosteroid bila terjadi kasus yang
parah, serta pasien diarahkan untuk beristirahat.
Cytomegalovirus Sialadenisis
Etilogi: Human CMV merupakan beta herpesvirus yang hanya menginfeksi manusia. CMV dapat
tetap laten setelah paparan pertama dan infeksi. Reaktivasi dapat terjadi, pada orang sehat tidak
menimbulkan gejala, tetapi pada orang dengan kondisi immuno compromised dapat membahayakan
jiwa.
Transmisi melalui muntahan, urine, sekresi respiratory, dan ASI serta trans plasental yang
menyebabkan infeksi kongenital dan malformasi. Pada bayi dan anakanak dapat berakibat fatal.
Gambaran klinis: CMV mononukleosis biasanya terjadi pada dewasa muda disertai demam akut
dengan pembesaran glandula. Diagnosis ditetapkan berdasar pada kenaikan titer antibodi terhadap
CMV, prognosis pada orang dewasa sehat adalah baik. Infeksi pada anak-anak dapat berakibat fatal,
jika anak tersebut dapat bertahan hidup maka dapat terjadi kerusakan syaraf yang permanen yang
menyebabkan keterbelakangan mental dan seizure disorders.
Infeksi pada orang dewasa dapat terjadi karena reaktivasi virus laten atau karena infeksi primer.
Sistem immun yang kurang baik memberi kesempatan pada virus untuk replikasi dan menyebabkan
infeksi. Pasien yang menggunakan obat imunosupressive dan pasien dengan kelainan hematologik
atau infeksi HIV akan peka terhadap infeksi CMV yang berat.
Bacterial Sialadenisis (Parotitis)
Etiologi: Infeksi Bakteri pada kelenjar saliva yang disebabkan oleh pertumbuhan yang berlebihan
pada mikroba yang berkaitan dengan berkurangnya cairan saliva contohnya karena dehidrasi, keadaan
post-operasi, dan debilitiasi. Organisme yang menyebabkan sialadenitis adalah Stapylococcus aureus,
Streptococcus viridans, Streptococcus pneumoniae
Gambaran Klinis: Terjadi pembengkakan wajah unilateral dan bilateral, disertai erithematous
(kemerahan) pada daerah yang terkena, demam ringan, malaise, dan sakit kepala
Treatment: Pemberian antibiotik penicilinase-resistant yang juga bersamaan dengan rehidrasi atau
pengambalian cairan saliva seperti semua yaitu dengan kompres air hangat, pemberian analgesik dan
pasien diarahkan untuk beristirahat.
Allergic sialadenitis
Pembesaran glandula saliva berhubungan dengan paparan bermacam-macam agen pharmaceutical
dan alergen. Karakteristik gambaran reaksi alergik adalah pembesaran glandula akut kadang disertai
rasa gatal pada glandula. Alergik sialadenitis akan sembuh sendiri. Pasien dijauhkan dari alergen
keseimbangan cairan dijaga dan monitoring adanya infeksi sekunder.
Sarcoidosis
Sarcoidosis merupakan suatu kondisi khronis dimana T limfosit, mononuclear phagocytes dan
granuloma menyebabkan destruksi jaringan yang terlibat. Penyebab penyakit tidak jelas. Primer
terjadi pada usia dekade ketiga atau keempat. Lebih banyak pada wanita dibanding pria.
Gejala Klinis:
- Mulut kering
Treatment: Pemberian kortikosteroid atau chloroquine atau kombinasi keduanya tergantung respon
pada pasien
Sjorgen Syndrome
Etiologi: Penyebab spesifik dari kasus ini belum diketahui dan merupakan proses
multifaktorial dan juga akibat penyakit sistemik autoimun serta penghancuran parenkim
saliva yang dimediasi oleh limfosit
Gambaran Klinis: Terdapat 2 tipe sjorgen syndrome, yaitu Primary Sjorgen Syndrome dan
Secondary Sjorgen Syndrome, pada Primary Sjorgen Syndrome tampak kondisi penderita
yang mengalami kekeringan pada mulut dan mata sedangkan Secondary sama seperti Primary
tetapi dengan tambahan penyakit kolagen vaskular (Rheumatoid arthritis, lupus
erythematosus, scleroderma)
Komposisi Saliva
Parotid saliva (serosa) merupakan cairan encer ketika saliva submandibular dan sublingual
dicampur. komposisi saliva : air (94 % - 99.5 %) dan padat (6.0% pada saliva tidak distimulus
/ dirangsang, 0.5% pada saliva distimulus/dirangsang ).
Bahan Organik
bahan organic penyusun saliva secara keseluruha ialah urea, asam uric, glokosa bebas, asam
amino bebas, laktat dan asam lemak. adapun makromolekul yang ditemukan di saliva :
protein, amilase, peroksidase, thiocyanate, lisozyme, lipid, IgA, IgM, dan IgG.
Bahan Inorganik
substansi inorganic paling penting yang ditemukan diseluruh saliva : ion Ca, Mg, F, HCO3,
K, Na, Cl, NH4
Air
Bahan-bahan Didapat dari Rongga Oral ini termasuk sel epitel desquamosa, leukosit
polymorphnuklear dari crevicular fluid, dan bakteri.
Setiap melewati duktus, cairan acinar dimodifikasi dari isotonic, atau sedikit hypertonic,
cairan hypotonic terdiri dari konsentrasi rendah ion sodium dan klorida. aktivitas elektrolit
ini di rubah pada duktus striated dan paling ditandai pada saliva distimulus/dirangsang.
karakter osmotic saliva dirubah oleh transport aktif sodium dari saliva melewati duktus
striated menuju bagian extrsellular. Reabsorbsi sodium terjadi dengan melawan gradient
konsentrasi dan energi dimana untuk proses disediakan oleh mitokondria pada sel ini. ion
klorida diresorb dengan pasif secara serentak, ketika bikarbonat dan potassium secara aktif
berpindah dari sel ini ke saliva. Sel duktus impermeable secara luas ke air dimana sisanya
pada lumen duktus. proses diatas menghasilkan larutan hypotonic.
Komposisi Organik
Terdiri atas:
a. Protein
b. Dimana peningkatan dari saliva akan berbanding lurus dengan peningkatan protein.
Jika fungsi utama saliva adalah lubrikasi, kandungan organic yang paling penting mucin atau
mukoprotein. Biasanya merupakan glycoprotein yang mengandung lebih dari 40%
karbohidrat, bertindak sebagai lubrikan pada permukaan epitel seluruh traktus digestive.
Mereka memiliki protein core dengan oligosakarida pada rantainya, dilekatkan oleh O-
glycosidic linkage. Dua prinsip mucin dari kelenjar saliva submandibular adalah terisolasi
dan memiliki kareakteristik. Mereka dikenal dengan MG1 dan MG2. MG2 lebih kecil,
memiliki ukuran molekul 200-250 kDa sedangkan MG1 lebih besar memiliki ukuran diatas
1000kDa. Protein core MG2 adalah rantai peptide tunggal dengan threonin, proline, serine
dan alanin sebagai asam amino mayor. Rantai peptide ini account sekitar 30% molekul dan
karbohidrat dengan beberapa 170 rantai pendek oligosakarida melekat seperti bristle of
bottlebrush. Mucin yang besar memiliki protein core yang dengan komposisi dasar yang
sama dengan MG2, tapi account ini hanya unutk 15% dari berat total. Rantai oligisakarida
lebih besar dari MG2, bervariasi antara 4 dan 16 residu gula. Dalam mukoprotein residu
karbohidrat termasuk fucose dan N-acetiglukosamin serta N-asetilgalaktosamin dalam jumlah
besar. Molekul panjang MG1 berkontribusi dalam sifat lubrikasi dari saliva.
Parotis dan submandibular mengandung glikoprotein yang kaya akan prolin. ; juga memiliki
karbohidrat sekitar 40% pada molekulnya. Glikoprotein yang kaya prolin ini memiliki rantai
peptide tunggal dengan enam unit oligosakarida yang melekat. Perannya dalam lubrikasi
kecil.
c. Immunoglobulin : Ig A,Ig M,Ig G,Albumin, dan beberapa alfa dan beta globulin
Sekresi S-Ig A dihasilkan dari sintesis sel plasma kelenjar dan epitel mukosa mulut
S-IgA terbanyak di hasilkan kelenjar parotis.85 % saliva mayor dan 30%-35% saliva
minor.
c. Enzim saliva
Peroksida: antibakterial
Kalikerein: mengubah serum beta globulin menjadi bradikmin yang gunanya untuk
vasodilatasi untuk meningkatkan sekresi kelenjar.
d. Mukus glikoprotein
e. Hormon
Terdapat 2 substansi:
f. Karbohidrat : Sebagai ikatan dalam protein saliva dimana konsentrasi sama dengan
darah
i. Laktoferin : Diproduksi oleh sel epitel kelenjar dan leukosit PMN yang mempunyai
efek bakteriasid
Sekitar 805 dari komunitas barat mensekresikan substansi-substansi golongan darah dari
golongan darah AOB ke dalam saliva mereka. Antigen golongan darah lainnnya, dengna
pengecualian lewis A dan lewis B, tidak disekresikan, walaupun Lewis A juga disekresikan
oleh subjek sebaliknya status non-sekretor. Saliva kelenjar parotid tidak mengandung
substansi-substansi golongan darah. Antigen golongan darah sebagian besar karbohidrat
dengan sejumlah kecil protein, termasuk substansi H yang dihasilkan oleh orang dengan
golongan darah O sebaik substansi A dan B. Sifat saliva ini kadang-kadang penting untuk
forensik.
Gula
Sejumlah kecil gula ditemukan pada saliva, konsentrasi glukosa mengikuti plasma glukosa
tapi kadang-kadang seratus kali lebih kecil.
Lipid
Lipid yang terkandung dalam saliva sangat rendah tapi itu termasuk hormon steroid. Hal ini
sangat penting untuk dua alasan : ada fakta bahwa estrogen dan testosteron mempengaruhi
populasi bakteri oral, dan faktanya bentuk ikatan non-protein steroid dapat memberikan jalan
masuk saliva yang berarti bahwa steroid yang terdapat dalam saliva dapat diuji untuk
memperoleh ukuran dari konsentrasi steroid bebas dalam plasma. Hal ini berarti bahwa
kumpulan non-invasif dari seluruh saliva dapat digunakan untuk mengontrol level hormon
plasma.
Diantara komponen-komponen lainnya dari saliva adalah asam amino, sebuah tetrapeptida
yang dinamakan sialin dengan komposisi GGKR (gly-gly-lys-arg), urea, asam urea, amonia,
dan kreatinin. Urea siap dipecah dengan lempengan urea untuk menghasilkan amonia, sialin
juga diubah ke dalam amonia dalam plak, dan amonia ada dengan sendirinya. pH dental plak
tampak dimunculkan amonia dari tiga sumbr ini , ini menyediakan produksi sebuah
kombinasi asam plak dan perbaikan lebih plak alkalin selama periode berpuasa.
Komponen terpenting dalam saliva: natrium dan kalium juga anion cl,bikarbonat.
Air dan komponen ionik berasal dari plasma darah tetapi konsentrasinya tidak sama.
Terdiri atas:
a. Kalsium dan fosfat
Pada komposisi ion, tiga ion yang paling penting dalam saliva adalah kalsium, fosfat,
dan hidrogen karbonat kalsium dan fosfat penting karena membantu mencegah dissolution
dari enamel sedangkan hidrogen karbonat penting karena bersifat buffer. Selain itu ada dua
ion lain yang juga berperan dalam melindungi permukaan enamel : fluoride karena
kemampuannya bersubstitusi menjadi hydroxyapatite lattice, dan thiocyanate karena aktivitas
antibacterialnya ketika diubah menjadi hypothiocyanate oleh salivary lactoperoxidase.
Kalsium dan fosfat yang terdapat di dalam unstimulated saliva : 1,4 mmol/l dan 6
mmol/l, sedangkan di dalam stimulated saliva : 1,7 dan 4 mmol/l. Kalsium dalam bentuk ion
banyaknya sekitar 50 % dalam saliva sekitar 40 % bergabung dengan ion lain dan 10 %
terikat dengan protein saliva. Fosfat, hampir seluruhnya dalam bentuk ion kemungkinan 10
% menjadi organik fosfat.
Konsentrasi kalsium dalam saliva dapat berubah-ubah pada kecepatan aliran (flow) yang
berbeda. Sewaktu konsentrasi kalsium meningkat bersama kecepatan aliran pada saat
sekresi, saliva akan memiliki sejumlah kecil dari saliva submandibularis dan jumlah yang
lebih besar dari saliva parotis dengan kecepatan aliran yang tinggi. Saliva parotis hanya
mempunyai konsentrasi kalsium setengah dari yang ada pada saliva submandibula.
Konsentrasi fosfat dalam saliva justru cenderung berkurang pada kecepatan aliran yang
tinggi. Mungkin dikarenakan fosfat yang disekresikan di dalam duktus dan semakin cepat
disekresi, saliva yang melewati duktus juga semakin cepat.
Fosfat mempunyai konsentrasi yang rendah pada saliva kelenjar minor. Konsentrasi
kalsium yang tinggi juga membantu menjelaskan kenapa kalkulus sering muncul di sisi
lingual pada gigi incisivus bawah
b. Natrium:
d. Iodin
e. Fluorida
f. Tiosinat
Thiocyanat adalah komponen system antibakteri dalam saliva. Thiocyanat dalam saliva
ditemukan berasosiasi dengan insiden kecil dari dental karies. Mekanismenya adalah
oksidasi dari thiocyanat menjadi hypothiocyanat dengan oksigen aktif yang dihasilkan oleh
bakteri peroksida akan dipecahkan oleh salivary lactoperoksida. Hypothiocyanit adalah agen
antibakteri yang kuat. Thiocyanat mencapai saliva melalui transport dalam duktus dan
konsentrasinya menurun seiring dengan meningkatnya daya alir (flow). Konsentrasi
thiocyanat dalam saliva tinggi pada perokok dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi
anak-anak yang merokok, walaupun orang-orang perokok kelas tinggi juga memiliki
konsentrasi ion yang tinggi dalam salivanya.
g. Fosfat
Selain komponen diatas saliva juga mengadung gas CO2,N2, O2 dan Zat Aditif yang
Merupakan berbagai substansi yang tidak ada didalam saliva pada saat saliva mengalir dari dalam
duktus, akan tetapi menjadi bercampur dengan saliva didalam rongga mulut. Yang termasuk kedalam
zat-zat aditif yaitu mikroorganisme, leukosit dan dietary substance.
Fungsi Saliva
Saliva berkontribusi untuk menghasilkan kinerja tubuh yang efisien dan keadaan umum yang
baik, fungsi-fungsi tersebut antara lain:
a. Fungsi digestive
b. Fungsi antibacterial
c. Aksi pembuferan
d. Aksi higienis
Fungsi digestive
b. Lubrikasi
- oleh glikoprotein
- menjaga mukosa membrane dari kekeringan dan mulai mengalami parakeratinasi, ataupun
keratinasi
c. Taste
Kandungan air di saliva makanan dapat dirasakan oleh reseptor gustatory dan reaksi
pencernaan dapat dimulai
Fungsi antibacterial
Substansi-substansi yang terdapat pada bakteri yang memiliki sifat antibakteri antara lain :
b. Peroksidase
c. Lysozyme
Aksi pembufferan
Aksi higienis
Kelenjar saliva (seperti kelenjar keringat di kulit) juga membantu deskuamasi sel epitel
oral
Waktu pembekuan dikurangi oleh adanya saliva dari protein-protein yang sama
terhadap faktor pembekuan VII, IX dan faktor platelet
a. Aksi mekanis
b. Aksi immunologi
c. Aksi enzimatik
1. Hidrasi
Jika tubuh kekurangan air, aliran saliva berkurang karena kelenjar saliva mengurangi
sekresi untuk mempertahankan jumlah air dalam tubuh. Laju aliran saliva meningkat
pada keadaan hiperhidrasi (Dawes:2004, Almeida:2008)
2. Posisi tubuh
Dalam keadaan berdiri, laju aliran saliva tinggi, pada saat berbaring, laju aliran salia
menjadi lebih rendah daripada saat duduk (Sawair: 2009)
3. Usia
Secara histologi, dengan semakin bertambahnya usia, sel-sel arenkim pada glandula
salivarius akan tergantikan oleh sel-sel adiposa dan jaringan fibrovaskular dan volume
dari acini berukurang (Almeida et al: 2008), Navazesh et al (2008) menyatakan bahwa
laju aliran unstimulated saliva lebih rendah pada pasien sehat yang berumur 65 83
tahun dibandingkan dengan individu yang berusia 18 35 tahun.
4. Medikasi
Obat yang bersifat anticholnergic seperti antidepressant, antixiolotik, antipsikotik,
antihistamin, dan antihipertensi menyebabkan berkurangnya laju aliran saliva.
5. Diabetes
Diabetes merupakan penyakit endokrin yang menyebabkan abnormalitas metabolik.
Xerostomia dan hipofungsi kelenjar saliva dapat ditemui pada penderita diabetes yang
tak terkontrol. Diabetes dapat mempengaruhi laju aliran dan komposisi saliva
(Greenberg et al: 2008)
6. Konsumsi Alkohol
Dengan hanya 1x mengkosumsi ethanol dosis tinggi dapat menyebabkan penurunan
sekresi aliran saliva terstimulasi secara signifikan. Penurunan ini menyebabkan
perubahan total protein dan amilase serta elektrolir yang tersekresi (Almeida et al:
2008) Konsumsi alkohol secara berkepanjangan dapat menyebabkan disfungsi
kelenjar saliva dan pembesaran Glandula Parotis Bilateral sehingga dapat
mempengaruhi laju aliran saliva (Greenberg et al: 2008)
1. Materi Darah
Materi darah yang ada pada CSG adalah Polimorfonuklear, Leukosit, Neutrofil,
Monosit, Makrofag, dan Limfosit.
2. Elektrolit
Elektrolit pada CSG adalah sodium, potasium, kalsium, dan magnesium
3. Protein
Pada keadaan Gingiva yang sehat seharusnya tidak ada protein yang hadir pada celah
gusi, meskipun saliva masuk ke sulkus. Protein pada CSG berasal dari gingiva yang
terinflamasi, bakteri pada plak gigi atau pemecahan neutrofil.
4. Immuglobin
Pada gingiva terdapat berbagai Immuglobin yang berpengaruh yaitu IgG, IgA, dan
IgM
5. Bakteri
Kehadiran endotoksin bakteri mempunyai korelasi positif dengan inflamasi gingiva.
Molekul ini ditemkan pada membran luar dinding sel bakteri gram negatif. Dinding
sel bakteri jenis Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Fusobacterium
nucleatum, dan Treponema denticola adalah penghasil H2S terbesar. H2S merupakan
suatu metaboik toksik dan sebagai substansi yang dapat menimbulkan bau mulut
(halitosis). H2S ditemukan pada 89% poket periodontal dengan kedalaman 4 mm atau
lebih, dan hanya 6% pada celah sehat dengan kedalaman 2 mm atau kurang.
Fungsi Cairan Sulkus Gingiva:
1. Indikator Penyakit Periodontal
Beberapa penelitian telah menunjukan hubungan yang berarti antara volume CSG
dan beratnya radang periodontal dihubungkan dengan peridontitis/gingivitis.
Aliran CSG akan bertambah besar pada keadan gingiva meradang karena adanya
pertambahan permeabilitas pembuluh vaskuler. Hal ini dibuktikan dari banyak
penelitian dengan memberikan beberapa macam rangsangan yang dapat
menimbulkan peradangan marginal gingiva, didapatkan adanya atau
bertambahnya cairan di sekitar gigi tersebut. Peningkatan pada filtrasi CSG adalah
tanda klinis dari gingivitis awal.
2. Pencegahan Terhadap Karies
Hancock dkk menemukan bahwa CSG mempunyai aksi mekanis dan pertahanan
terhadap bakteri dan benda-benda asing lainnya. Carranza mendukung teori
tersebut dengan mengatakan bahwa CSG berfungsi untuk membersihkan sulkus
dari materi-materi patogen.
McGehee berpendapat pada gingiva sehat CSG bersifat alkali sehingga dapat
mencegah terjadinya karies pada permukaan enamel dan sementum yang halus.
Sifat ini disebabkan oleh daerah mikrosirkulasi setempat bersifat alkali.
Mikrosirkulasi setempat dengan sifat ini menunjang netralisasi asam yang dapat
ditemukan dalam proses karies di area gingival margin.
LO 8: Hubungan Antara Saliva & Penyakit Rongga Mulut (Karies, Tumor, dan
Penyakit Periodontal)
1. Hubungan Saliva dan Karies
Pada individu yang sehat, gigi geligi secara terus menerus terendam dalam saliva
yang akan membantu melindungi gigi, lidah, membran mukosa dan daerah
kerongkongan, Saliva akan membasahi gigi dan mukosa mulut dan mengeluarkan
debris-debris makanan dari rongga mulut sehingga tidak memberi kesempatan bagi
bakteri mulut untuk berkembang biak dan akhirnya mencegah terjadinya lubang gigi.
Namun, apabla kecepatan sekresi saliva sedikit dan viskositasnya tinggi sehingga
saliva menjadi kurang efektif dalam membersihkan gigi dan mulut dan keampuan
buffer saliva menurun drastis sehingga memungkinkan pH mulut mencapai level yang
rendah (Asam), dengan demikian kondisi ini akan memicu timbulnya karies.
2. Hubungan Saliva dan Tumor Rongga Mulut
Tumor kelenjar liur terjadi hanya sekitar 2-3% dari keseluruhan neoplasma pada
kepala dan leher. dari jumlah tersebut 85% nya adalah adenoma plemorfik. Tumor ini
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria dengan puncak insidensi pada
decade ketiga dan keempat. Pleomorfik adenoma terjadi pada kelenjar parotid
sebanyak 50% dan pada kelenjar submandibula sebesar 70%. Tumor Warthin
(Adenolimphoma) terjadi sekitar 5-15% dari tumor kelenjar liur sehingga merupakan
tumor tersering kedua pada kelenjar parotid. Lebih sering pada wanita dan puncak
insidenci trjadi pada decade kelima dan keenam.
Tumor pada kelenjar liur minor 50% nya adalah ganas. Pada kelenjar parotid,
keganasan yang sering terjadi adalah mukoepidermoid. Pada kelenjar liur minor
sering terjadi karsinoma cystic adenoid seperti halnya pada kelenjar submandibula
3. Hubungan Saliva dan Penyakit Periodontal
Kalkulus adalah plak gigi yang mengalami mineralisasi. Plak lunak mengalami
pengerasan oleh pengendapan garam mineral, yang biasanya dimulai antara hari pertama
dan hari keempat belas dari pembentukan plak. Kalsifikasi telah dilaporkan terjadi dalam
waktu 4 sampai 8 jam. Plak yang mengalami kalsifikasi dapat menjadi 50%
termineralisasi dalam 2 hari dan 60% sampai 90% mineral dalam 12 hari. Semua plak
tidak selalu mengalami kalsifikasi. Pada awalnya,plak mengandung sejumlah kecil bahan
anorganik, yang akan terus meningkat setelah plak mengandung sejumlah kecil bahan
anorganik, dan terus meningkat sebagai plak yang berkembang menjadi kalkulus. Plak
yang tidak berkembang menjadi kalkulus mencapai pencapaian tertinggi kandungan
mineral maksimal di dalam waktu 2 hari. Mikroorganisme tidak selalu penting dalam
pembentukan kalkulus karena kalkulus mudah terjadi pada hewan pengerat yang bebas
dari mikroorganisme.
Kasuma, N. (2015). Fisiologi & Patologi Saliva. Padang: Andalas University Press.
Regezi, Sciubba, & Jordan. (2013). Oral Pathology - Clinical Pathology Correlation.
Chicago: Elsevier.
Guyton, Arthur C., John E. Hall (2006). Fisiologi Kedokteran. W.B. Saunders
Company