PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
II. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah memberikan asuhan keperawatan pada Ibu Hamil dengan TB
paru.
B. Tujuan Khusus
o Untuk mengetahui Definisi dan Etiologi TB paru
o Untuk mengetahui Patofisiologi
o Untuk mengetahui Tuberkolusis pada kehamilan
o Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penderita TB paru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Tubercolosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis) sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003)
Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus tahan terhadap asam pewarnaan
yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). TB Paru adalah penyakit infeksi paru yang di
sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam (Suriadi, 2001)
II. Etiologi
III. Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi
kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet
yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya. Penularan tuberculosis
paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan
cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya,
sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa
angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia
melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul
yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau
pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan
menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh
yang lain.
Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang
alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka
hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari
pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga
makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian
bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut
membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus
ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat
diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan
cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang
kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif. Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan
trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk
darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan
oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.
Tuberkulosis kongenital yang terjadi secara hematogen yang disebabkan oleh infeksi
pada plasenta yang didapat dari ibu yang menderita tuberkulosis paru. Mycobacterium
tuberculosis dapat diidentifikasi dari amnion, desidua, dan vili chorionic. Walaupun
infeksi fetal yang didapat secara langsung dari darah ibu tanpa pembentukan lesi caseosa
pada plasenta yang pernah dilaporkan pada binatang percobaan, tetapi ini tidak jelas
terjadi pada manusia. Bila tuberkulosis menyebar melalui plasenta dari peredaran darah
ibu ke peredaran darah janin, infeksi dapat terjadi. Bayi juga dapat terinfeksi selama atau
segera setelah kelahiran dari terhirupnya bahan yang terinfeksi
Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam. Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar
matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama
beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun
orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita.
Hal yang penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.
Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki
daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang
masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan
rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.
Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat
kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak
akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat
mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari
keahlian dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara
digunakan tes untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang
konon lebih baik dari tuberkulin tes.
Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana
beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita
hamil dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium
(apakah ditemukan BTA), serta uji tuberkulin.
Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan
penentuan sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan
hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin
negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang
mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi anergi.
Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui
gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa
dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya negatif.
5. Evaluasi pengobatan :
Klinis :
Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya
setiap 2 minggu selama sebulan sampai akhir pnegobatan. Secara klinis
hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita seperti : batuk-
batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah.
Bakteriologis :
Biasanya estela 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai jadi negatif.
Pemeriksaan control sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah
negatif, sputum BTA tetap diperiksa sedikitnya sampai 3x berturut-turut bebas
kuman. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana
sputum BTA positif dan tanpa keluhan yang relevan pada kasus-kasus yang
memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi, yakni BTA positif pada 3 kali
pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi
tuberkulosisnya. Bila bakteriologis ada perbaikan, tetapi klinis dan radiologis,
harus dicurigai adanya penyakit lain disamping tuberkulosis paru. Bila klinis,
bakteriologis dan radiologis tetap tidak ada perbaikan padahal penderita sudah
diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu dipikirkan adanya gangguan
imunologis pada penderita tersebut.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
Ny. Deswari (30 tahun) hamil dengan penyakit TBCdi RSUD Wirosaban . dengan keadaan
umum agak lemah dan batuk-batuk. ibu mengatakan hamil ke-2, dengan umur kehamilan 30
minggu, 15 januari 2012. Mengeluh batuk dan sesak napas , nyeri dada , keringat pada malam
hari , tidak nafsu makan dan sulit tidur. ibu pernah menderita TBC ketika masih SMA dan dalam
keluarga satu rumah sedang ada yang menderita TBC. (BB : 50 kg, LILA : 22,5 cm , TD :
110/70 mmHg, S:36C, RR : 22 x/ menit,N :84 x/menit)
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain (Hendrawan Nodesul, 2001)
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan
suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru
yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut
sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan Nodesul,2001).
6. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek (Hendrawan
Nodesul, 2001)
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun
(Marilyn. E. Doenges, 2001).
c) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas (Marilyn.E.
Doegoes, 2001).
e) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 2001).
f) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular
(Marilyn. E. Doenges, 2001).
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 2002).
i) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
j) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan (Hendrawan Nodesul,
1996).
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah
klien.
1. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
a) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
b) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
c) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
d) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).
e) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
f) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari
yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)
g) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
i) Sistem Reproduksi
Auskultasi DJJ : teratur, 138 x/menit
Genetelia luar : Bersih, tidak terdapat varises, tidak terdapat udema tidak ada
pembesaran kelenjar bartholini
2. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek
kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen
posterior lobus atas paru-paru atau pada segmen superior lobus bawah
b) Pemeriksaan laboratorium
Darah
Adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap
darah meningkat terjadi pada proses aktif.
Sputum
Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada
penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari.
Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi
atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis
(OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum
pendek (1/2 inci) no 24 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang
mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi
dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 9 mm dianggap
meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 72 jam
tuberkulosis disuntikkan
B. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien.
Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makanmenurun,
aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.
C. Diagnosa Keperawatan
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien
dengan tuberkulosis paru komplikasi haemaptoe sebagai berikut :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan,
anorerksia atau dispnea
3) Potensial terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko potongan
4) Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan
dan upaya untuk batuk
6) Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan
efektif proses dan kerusakan membran alveolar kapiler
7) Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri dada
D. Intervensi
I. Ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk.
Tujuan : Pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
- Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
- Dispneu berkurang
Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan :
catat setiap perubahan
R: Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret
b) Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
R: Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya
c) Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
R: Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d) Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
R: Membantu mengembangkan secara maksimal
e) Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai
4 jam
R : Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
R : Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan
memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
II. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan anoreksia,
keletihan atau dispnea.
Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda
malnutrisi
Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
- Berat badan stabil dalam batas yang normal
Rencana tindakan dan rasional
a) Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral,
riwayat mual/muntah atau diare Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya
masalah dan pilihan indervensi yang tepat
b) Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak. Membantu dalam
mengidentifukasi kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu
dapat memperbaiki masakan diet
c) Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik. Berguna dalam
mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan. Menurunkan
rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang
merangsang pusat muntah
e) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster
f) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet. Memberikan bantuan
dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet
III. Potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko patogen.
Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
Rencana tindakan dan rasional
a) Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat. Orang yang
terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi
b) Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah
serta tehnik mencuci tangan yang tepat Perilaku yang diperlukan untuk mencegah
penyebaran infeksi
c) Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial
sehubungan dengan penyakit menular
d) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan
menghindari insiden eksaserbasi
e) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat. Periode singkat berakhir 2
sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas,
sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f) Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal
Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk
menurunkanpenyebaran infeksi
VII. Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan dengan sesak napas dan nyeri
dada.
Tujuan : Kebutuhan tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
- Tanda-tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita
b) Observasi efek abot-obatan yang dapat di derita klien
Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk
perubahan mood dan uisomnia
c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita
d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur Memudahkan klien untuk bisa
tidur
e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur
E. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan
yaitu (Budi Anna keliat, 1994) :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologinya dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien
F. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses
keperawatan (diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan
dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam
perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan
belum hasil.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
rencana yang ditentukan, adapun alternatif tersebut adalah
(Budi Anna keliat, 1994) :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai
BAB IV
KESIMPULAN
Tuberculosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis) sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003).
- Gejala tuberculosis
Batuk berdahak selama 3 minggu atau lebih
Dahak bercampur darah
Batuk darah
Sesak nafas dan rasa nyeri dada
Badan lemah
Nafsu makan menurun
Malaise
Berkeringat malam saat tidak melakukan kegiatan
Demam lebih dari sebulan.
Jikabidan menemukan tanda dan gejala TB paru pada ibu hamil, berikan rujukan pada ibu
untuk memeriksakan diri ke dokter penyakit dalam untuk menegakkan diagnosis tersebut.
Penegakan diagnosis dengan foto toraks tidak dianjurkan, melainkan dengan pemeriksaan
sputum. Terapi pada trimester 1 dianjurkan, melainkan dengan pemberian INH dan etambutol
saja. Kemudian mulai terapi 6 bulan penuh dengan pirazinamid, rifampisin, dan INH.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenitto, L.J.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa, Monica Ester.
Ed.8.Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth.J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa, Brahm.U.Pendit.
Jakarta : EGC.
Danusantoso, Halim.(2000). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.Jakarta : Hipokrates.
Depkes RI. (1998).Buku Pedoman Kader Kesehatan Paru. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. (2001).Panduan Pengawas Menelan Obat TBC. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&taks=viewarticle&sid=407&itemid=2.
(23 Juli 2005).
Erawati. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di:
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/24/jateng/indo26.htm. ( 23 Juli 2005)
Helen,varneys. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 volume 1. Jakarta :EGC
Mochtar, Rustam . 1998. Sinopsis Obtetri Jilid 1. Jakarta : EGC
Scoot, R James . 2002. Danfort Buku Saku Obtetri Dan Ginekologi. Jakarta : Widya
Medika
Manuaba , Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan , Penyakit Kandungan Dan Kelurga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Guyton & Hall, Textbook of Medical Physiology. K Despopoulos & Agamemnon, Color
Atlas of Physiology Ilmu kedokteran fetomaternal, Jilid II hal 705-720, 2004