Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan di dunia.Berdasarkan laporan WHO,


Indonesia menempati urutan ketiga terbesar angka kejadian TB di dunia setelah Cina dan
India. Tuberkulosis pada kehamilan merupakan masalah tersendiri karena selain mengenai
ibu, juga dapat menulari bayi yang dikandung atau dilahirkannya.Infeksi TB pada
neonatus dapat terjadi melalui intrauterin, selama persalinan, maupun pasca natal oleh ibu
pengidap TB aktif. Kejadian TB kongenital sangat jarang. Di seluruh dunia kasus TB
kongenital hanya tercatat 329 kasus. Gejala klinis TB pada neonatus sulit dibedakan
dengan sepsis bakterial umumnya, dan hampir semua kasus meninggal karena
keterlambatan diagnosis. Deteksi dini TB pada neonatus dan penanganan yang baik pada
ibu dengan TB aktif akan memperkecil kemungkinan terjadinya TB kongenital atau TB
pada neonatus di kemudian hari. (Danusantoso, Halim.2000)
Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih
merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini
dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini,
banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah
batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan
menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada. Tingginya angka
penderita TBC di Indonesia dikarenakan banyak faktor, salah satunya adalah iklim dan
lingkungan yang lembab serta tidak semua penderita mengerti benar tentang perjalanan
penyakitnya yang akan mengakibatkan kesalahan dalam perawatan dirinya serta
kurangnya informasi tentang proses penyakitnya dan pelaksanaan perawatan dirumah
kuman ini menyerang pada tubuh manusia yang lemah dan para pekerja di lingkungan
yang udaranya sudah tercemar asap, debu, atau gas buangan. Pada penderita yang
dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit
dengan PPD (purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan
pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X.
Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum, untuk
membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu
yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada
janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena
dirawat atau disusui oleh ibunya. (Manuaba , Ida Bagus Gede. 1998)
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus,
selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi,
kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB
pada samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi
kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia
reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita
tersebut mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil
konsepsi
Harold Oster MD,2007 mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif)
tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman
menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti
kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil
masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB
mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka
tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.

II. TUJUAN

A. Tujuan Umum

Tujuan umum adalah memberikan asuhan keperawatan pada Ibu Hamil dengan TB
paru.

B. Tujuan Khusus
o Untuk mengetahui Definisi dan Etiologi TB paru
o Untuk mengetahui Patofisiologi
o Untuk mengetahui Tuberkolusis pada kehamilan
o Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penderita TB paru

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Tubercolosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis) sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003)
Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus tahan terhadap asam pewarnaan
yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). TB Paru adalah penyakit infeksi paru yang di
sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam (Suriadi, 2001)

II. Etiologi

Penyebab dari TB paru adalah mycrobacrerium tuberculosis dan mycrobacterium bovis.


Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi mycrobacterium tuberculosis :
Herediter : resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara
genetic
Jenis kelamin : pada akhir masa kanak-kanak dan remaja angka kematian dan
kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
Usia pada masa bayi kemungkinan terinfeksi yang sangat tinggi.
Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan
infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat
Keadaan stres : situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress
emosional, kelelahan yang kronik
Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan inflamasi dan memudahkan untuk
penyebar luasan infeksi.
Akan yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah
Nutrisi : status nutrisi kurang
Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis,
Tidak mematuhi aturan pengobatan.

III. Patofisiologi

Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi
kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet
yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya. Penularan tuberculosis
paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan
cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya,
sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa
angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia
melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul
yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau
pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan
menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh
yang lain.
Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi
sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang
alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka
hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari
pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini juga dapat
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga
makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian
bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut
membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus
ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat
diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin.
Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan
cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini akan dapat terulang
kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga
tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga
bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi
berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif. Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan
trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk
darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan
oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.
Tuberkulosis kongenital yang terjadi secara hematogen yang disebabkan oleh infeksi
pada plasenta yang didapat dari ibu yang menderita tuberkulosis paru. Mycobacterium
tuberculosis dapat diidentifikasi dari amnion, desidua, dan vili chorionic. Walaupun
infeksi fetal yang didapat secara langsung dari darah ibu tanpa pembentukan lesi caseosa
pada plasenta yang pernah dilaporkan pada binatang percobaan, tetapi ini tidak jelas
terjadi pada manusia. Bila tuberkulosis menyebar melalui plasenta dari peredaran darah
ibu ke peredaran darah janin, infeksi dapat terjadi. Bayi juga dapat terinfeksi selama atau
segera setelah kelahiran dari terhirupnya bahan yang terinfeksi

IV. TUBERKULOSIS PADA KEHAMILAN

1. Efek tuberculosis terhadap kehamilan


Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil.
Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil. Lebih
dari 50 persen kasus TB paru adalah perempuan dan data RSCM pada tahun 1989 sampai
1990 diketahui 4.300 wanita hamil,150 diantaranya adalah pengidap TB paru. Efek TB
pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan keparahan
penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi ibu
hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB
Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal
merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal. Usia kehamilan saat
wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa merupakan factor yang penting
dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan dengan TB.
Tuberculosis dapat berefek terhadap kehamilan dimana peningkatan diafragma
akibat kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang
disebut pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada
wanita hamil dengan TB.
Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem hormonal,
imunologis, peredaran darah, sistem pernafasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas
sehingga paru-paru terdorong ke atas oleh uterus yang gravid menyebabkan volume
residu pernafasan berkurang. Pemakaian oksigen dalam kehamilan akan bertambah kira-
kira 25% dibandingkan diluar kehamilan, apabila penyakitnya berat atau prosesnya luas
dapat menyebabkan hipoksia sehingga hasil konsepsi juga ikut menderita. Dapat terjadi
partus prematur atau kematian janin. Proses kehamilan, persalinan, masa nifas dan laktasi
mempunyai pengaruh kurang menguntungkan terhadap jalannya penyakit. Hal ini
disebabkan oleh karena perubahan-perubahan dalam kehamilan yang kurang
menguntungkan bagi proses penyakit dan daya tahan tubuh yang turun akibat kehamilan .
Pengaruh utama tuberculosis terhadap kehamilan adalah mencegah terjadinya konsepsi
sehingga banyak penderita tuberculosis yang mengalami infertilitas.

2. Efek tuberculosis terhadap janin


Menurut Oster,2007 jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit
risiko terhadap janin.Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB
yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan
berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana
wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab
kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir. Bayi dari wanita yang
menderita tuberculosis, mempunyai berat badan lahir rendah, 2 x lipat meningkatkan
persalinan premature, kecil masa kehamilan, dan meningkatkan kematian perinatal 6 kali
lipat. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana, KalaVasistha, Subhas C Saha,
Kushagradhi Ghosh, 1999 tentang efek TB ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil
bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek terhadap kahamilan, persalinan dan hasil
konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan kelompok wanita sehat yang tidak
mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko hospitalisasi lebih tinggi (21% :
2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir (19% : 3%), berat badan lahir
rendah (<2500 ). Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus,
terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari
ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Tuberkulosis dapat
ditularkan baik melalui plasenta di dalam rahim, menghirup atau menelan cairan yang
terinfeksi saat kelahiran, atau menghirup udara yang mengandung kuman TBC setelah
lahir. Gejala TB congenital Fetus dapat terinfeksi tuberkulosis melalui tali pusat.
Meskipun demikian hal ini jarang terjadi, kurang lebih 300 kasus pernah dilaporkan.
Tuberkulosis kongenital yang terjadi secara hematogen yang disebabkan oleh
infeksi pada plasenta yang didapat dari ibu yang menderita tuberkulosis paru.
Mycobacterium tuberculosis dapat diidentifikasi dari amnion, desidua, dan vili chorionic.
Walaupun infeksi fetal yang didapat secara langsung dari darah ibu tanpa pembentukan
lesi caseosa pada plasenta yang pernah dilaporkan pada binatang percobaan, tetapi ini
tidak jelas terjadi pada manusia. Bila tuberkulosis menyebar melalui plasenta dari
peredaran darah ibu ke peredaran darah janin, infeksi dapat terjadi. Bayi juga dapat
terinfeksi selama atau segera setelah kelahiran dari terhirupnya bahan yang terinfeksi,
atau dari penolong persalinan atau orang lain yang menderita tuberkulosis paru aktif
dengan sputum positif. Bila seorang anak terinfeksi sebelum lahir, ibunya pasti menderita
tuberkulosis selama kehamilan. Kuman tuberkulosis telah mencapai janin melalui darah
ibunya.
Ibu tersebut pasti menderita infeksi primer yang baru, atau penyakit yang
progresif. Gejala TB congenital biasanya sudah bisa diamati pada minggu ke 2-3
kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, hati dan
limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas,apakah bayi
tertular saat masih di perut atau setelah lahir. Selama infeksi primer yang baru, seringkali
ada suatu periode dimana kuman akan mencapai aliran darah. Kuman melalui plasenta
memasuki peredaran darah janin. Setelah itu kuman terbawa melalui vena umbilikalis
kehati. Kebanyakan anak tampak sehat pada saat lahir, tetapi pada usia sekitar 3 minggu,
berat badan bayi tersebut tidak naik dan bayi tersebut menjadi ikterik dengan tinja
berwarna dempul dan air seni berwarna gelap. Hati dan limfa membesar. Bayi tersebut
menderita ikterus obtruktif akibat adanya fokus primer pada hati dan kelenjar getah
bening yang membesar dan menghalangi aliran empedu ke porta hepatis. Penyebab
ikterus yang lain pada masa tersebut harus disingkirkan. Terkadang kuman dapat melalui
duktus venosus kejantung dan paru, yang menjadi lokasi infeksi. Bila anak telah
terinfeksi selama atau segera sesudah lahir, penyakit tersebut tidak nyata sebelum 3
sampai 4 minggu dan kemudian dengan cepat menyerupai pneumonia akut. Tanda-tanda
awal dapat menyerupai serangan sianosis atau batuk, tetapi penyakit tersebut dapat
berkembang dengan pesat dan dapat terdengar ronki basah pada kedua sisi paru. Bila
diambil foto thorax, akan tampak kelainan peradangan pada kedua sisi paru. Satu-satunya
harapan adalah untuk mempertimbangkan kemungkinan tuberkulosis dan memeriksa
bilas lambung. Kuman tuberkulosis umumnya ditemukan dalam jumlah besar. Tes
tuberkulin negatif. Begitu diagnosis ditegakkan, segera harus diberikan pengobatan
lengkap. Sejumlah anak dengan keadaan tersebut berhasil disembuhkan.
Kriteria diagnosis meliputi: pemeriksaan bakteriologi yang positif, ditemukannya
komplek primer pada hati, penyakit timbul dalam beberapa hari sejak bayi lahir dan
adanya infeksi extrauterin dapat disingkirkan. Gejala yang ditimbulkan tidak spesifik,
meliputi: demam, kegagalan pertumbuhan, limfadenopathi, hepatomegali &
splenomegali. Obat yang diberikan merupakan kombinasi INH (10-20 mg/kg/hari),
etambutol (15 mg/kg/hari) dan rifampisin (15 mg/kg/hari). Walaupun infeksi fetal yang
didapat secara langsung dari darah ibu tanpa pembentukan lesi kaseosa pada plasenta
yang pernah dilaporkan pada binatang percobaan, tetapi ini tidak jelas terjadi pada
manusia. Tuberkulosis kongenital jarang terjadi bila ibu mendapat pengobatan yang
efektif pada saat kehamilan

3. Tes Diagnosis TB pada Kehamilan

Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam. Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar
matahari langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama
beberapa tahun). Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun
orang di lingkungan sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita.
Hal yang penting adalah bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.
Seseorang yang terpapar kuman TB belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki
daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas tubuh akan mampu melawan kuman yang
masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan
rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.
Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat
kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak
akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat
mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari
keahlian dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara
digunakan tes untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang
konon lebih baik dari tuberkulin tes.
Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana
beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita
hamil dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium
(apakah ditemukan BTA), serta uji tuberkulin.
Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan adanya infeksi TB, sedangkan
penentuan sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang foto torak. Pasien dengan
hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika hasil uji tuberkulin
negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien sedang
mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi anergi.
Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui
gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa
dilakukan, terutama jika hasil BTA-nya negatif.

4. Penatalaksanaan medis pada Kehamilan dengan TB


Pengobatan tuberculosis dalam kehamilan :
Penatalaksanaan pasien TBC pada kehamilan tidak berbeda dengan TBC tanpa
kehamilan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pemberian OAT yang bisa
menimbulkan efek teratogenik terhadap janin. OAT yang digunakan tidak berbeda
dengan wanita yang tidak hamil. Golongan utama OAT seperti isoniazid, rifampisin,
etambutol digunakan secara luas pada wanita hamil.
Pengobatan tuberculosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan
penderita yang tidak hamil. Ada 11 obat tuberkulosis yang terdapat di Amerika Serikat, 4
diantaranya dipertimbangkan sebagai obat primer karena kefektifannya dan toleransinya
pada penderita, obat tersebut adalah isoniazid, rifampisin, ethambutol dan streptomycin.
Obat sekunder adalah obat yang digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi
terhadap obat, yang termasuk adalah paminasalisilic acid, pyrazinamide, cycloserine,
ethionamide, kanamycin, voimycin dan capreomycin. Pengobatan selama setahun dengan
isoniazid diberikan kepada mereka yang tes tuberkulin positif, gambaran radiologi atau
gejala tidak menunjukkan gejala aktif. Pengobatan ini mungkin dapat ditunda dan
diberikan pada postpartum. Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek
teratogenik dari isoniazid pada wanita postpartum. Beberapa rekomendasi menunda
pengobatan ini sampai 3-6 bulan post partum. Sayangnya, penyembuhannya akan
membawa waktu yang sangat lama. Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu
dipertimbangkan keamanannya selama kehamilan. Alternatif lain dengan menunda
pengobatan sampai 12 minggu pada penderita asimtomatik. Karena banyak terjadi
resistensi pada pemakaian obat tunggal, maka sekarang direkomendasikan cara
pengobatan dengan menggunakan kombinasi 4 obat pada penderita yang tidak hamil
dengan gejala tuberkulosis. Ini termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamide atau
streptomycin diberikan sampai tes resistensi dilakukan. Beberapa obat tuberkulosis utama
tidak tampak pengaruh buruknya terhadap beberapa janin. Kecuali streptomycin yang
dapat menyebebkan ketulian kongenital, maka sama sekali tidak boleh dipakai selama
kehamilan.
The center for disease control (1993) merekomendasikan resep pengobatan oral
untuk wanita hamil sebagai berikut :
1) Isoniazid 5 mg/kg, dan tidak boleh lebih 300 mg per hari bersama pyridoxine
50 mg per hari.
2) Rifampisin 10 mg/kg/hr, tidak lebih 600 mg sehari.
3) Ethambutol 5-25 mg/kg/hari, dan tidak lebih dari 2,5 gram sehari(biasanya 25
mg/kg/hari selama 6 minggu kemudian diturunkan 15 mg/kg/hr.
Pengobatan ini diberikan minimal 9 bulan, jika resisten terhadap obat ini dapat
dipertimbangkan pengobatan dengan pyrazinamide. Selain itu pyrazinamide 50
mg/hari harus diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh isoniazid.
Pada tuberkulosis aktif dapat diberikan pengobatan dengan kombinasi 2 obat biasanya
digunakan isoniazid 5 mg/kg/hari (tidak lebih 300 mg/hari) dan ethambutol 15
mg/kg/hari. Pengobatan dilanjutkan sekurang-kurangnya 17 bulan untuk mencegah
relaps. Pengobatan ini tidak dianjurkan jika diketahui penderita telah resisten terhadap
isoniazid. Jika dibutuhkan pengobatan dengan 3 obat atau lebih, dapat ditambah dengan
rifampisin tetapi stretomycin sebaiknya tidak digunakan. Terapi dengan isoniazid
mempunyai banyak keuntungan (manjur, murah, dapat diterima penderita) dan
merupakan pengobatan yang aman selama kehamilan.

Efek Samping dari tiap-tiap obat tersebut ialah:


1) Isoniazid :
Hepatotoksik maka tes fungsi hati seharusnya dilakukan dan diulang secara
periodik.
Reaksi hipersensitif
Neurotoksik yang sering adalah neuropati perifer yang dapat dicegah dengan
pemberian vitamin B6, selain itu kadang dapat terjadi kejang, neuritis optik
dan ataksia, stupor, enselopati toksik yang paling jarang terjadi.
Gannguan saluran pencernaan.
2) Rifampisin : Sindrom flu, hepatotoksik
3) Pyrazinamide : Hepatotoksik, hiperuresemia
4) Streptomicin : Nefrotoksik, gangguan N.VIII cranial
5) Ethambutol : Neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis
6) Etionamid : Hepatotoksik, gangguan saluran cerna, teratogenik
7) P.A.S : Hepatotoksis dan gangguan saluran cerna.
Namun, dalam suatu tinjauan (Snider,dkk 1980) tidak menemukan frekuensi cacat
lahir pada anak-anak yang ibunya mendapatkan pengobatan isoniazid, ethambutol
maupun rifampisin selama kehamilannya. Obat-obat tersebut dapat melalui plasenta
dalam dosis rendah dan tidak menimbulkan efek teratogenik pada janin. Pada pemberian
isoniazid sebaiknya diberikan piridoksin 50 mg/hari untuk mencegah terjadinya neuropati
perifer. Pemberian vitamin K dilakukan pada akhir trismester ketiga kehamilan dan bayi
yang baru lahir. Pada kasus multidrug resistant (MDR) digunakan pirazinamid, akan
tetapi pirazinamid tidak digunakan secara rutin pada wanita hamil karena terdapat efek
teratogenik. Pasien TBC aktif dengan sputum BTA positif diberikan isoniazid, rifampisin,
etambutol dan piridoksin selama 9 bulan pada populasi risiko TBC rendah. Pada populasi
dengan risikoTBC tinggi dan adanya resisten obat anti TBC tinggi perlu penambahan
pirazinamid. Pasien dengan uji tuberkulin positif, sputum BTA negatif, biakan negatif dan
foto toraks menunjukkan infiltrat atau adanya kavitas, diberikan isoniazid, rifampisin,
etambutol dan piridoksin selama 9 bulan. Sedangkan bila pada foto toraks terlihat proses
penyakit yang telah menyembuh (terdapat kalsifikasi pada kelenjar getah bening dan lesi
parenkim), dilakukan observasi pada pasien. Pengobatan diberikan secara tepat setelah
melahirkan atau diberi pengobatan profilaksis dengan isoniazid dan piridoksin selama 9
bulan yang dimulai pada trisemester kedua kehamilan Pasien dengan konversi uji
tuberculin terbaru positif, foto toraks normal serta pemeriksaan bakteriologis negatif,
maka dilakukan observasi selama kehamilan, pengobatan diberikan setelah melahirkan
atau dengan pemberian profilaksis isoniazid dan piridoksin selama 9 bulan dimulai pada
trisemester kedua kehamilan. Kalau isoniazid digunakan selama kehamilan, piridoksin
harus pula diberikan sebagai suplemen untuk mengurangi kemungkinan neurotoksisitas
yang potensial pada janin.

5. Evaluasi pengobatan :
Klinis :
Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya
setiap 2 minggu selama sebulan sampai akhir pnegobatan. Secara klinis
hendaknya terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita seperti : batuk-
batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah.
Bakteriologis :
Biasanya estela 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai jadi negatif.
Pemeriksaan control sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah
negatif, sputum BTA tetap diperiksa sedikitnya sampai 3x berturut-turut bebas
kuman. Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana
sputum BTA positif dan tanpa keluhan yang relevan pada kasus-kasus yang
memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi, yakni BTA positif pada 3 kali
pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi
tuberkulosisnya. Bila bakteriologis ada perbaikan, tetapi klinis dan radiologis,
harus dicurigai adanya penyakit lain disamping tuberkulosis paru. Bila klinis,
bakteriologis dan radiologis tetap tidak ada perbaikan padahal penderita sudah
diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu dipikirkan adanya gangguan
imunologis pada penderita tersebut.

6. Peran Perawat dalam Kehamilan dengan TB

Dalam perawatan pasien hamil dengan TB perawat harus mampu memberikan


pendidikan pada pasien dan keluarga tentang penyebaran penyakit dan pencegahannya,
tentang pengobatan yang diberikan dan efek sampingnya, serta hal yang mungkin terjadi
jika penyakit TB tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat. Pasien dan keluarga harus
tahu system pelayanan pengobatan TB sehingga pasien tidak mengalami drop out selama
pengobatan dimana keluarga berperan sebagai pengawas minum obat bagi pasien.
Pemantuan kesehatan ibu dan janin harus selalu dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang mungkin terjadi akibat TB.
Perbaikan status nutrisi ibu dan pencegahan anemia sangat penting dilakukan untuk
mencegah keparahan TB dan meminimalkan efek yang timbul terhadap janin. Pendidikan
tentang sanitasi lingkungan pada keluarga dan pasien penting diberikan untuk
menghindari penyebaran penyakit lebih luas.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

KASUS
Ny. Deswari (30 tahun) hamil dengan penyakit TBCdi RSUD Wirosaban . dengan keadaan
umum agak lemah dan batuk-batuk. ibu mengatakan hamil ke-2, dengan umur kehamilan 30
minggu, 15 januari 2012. Mengeluh batuk dan sesak napas , nyeri dada , keringat pada malam
hari , tidak nafsu makan dan sulit tidur. ibu pernah menderita TBC ketika masih SMA dan dalam
keluarga satu rumah sedang ada yang menderita TBC. (BB : 50 kg, LILA : 22,5 cm , TD :
110/70 mmHg, S:36C, RR : 22 x/ menit,N :84 x/menit)

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat),
pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain (Hendrawan Nodesul, 2001)
2. Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini.
Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan
suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin
sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru
yang kembali aktif.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut
sehingga sehingga diteruskan penularannya.
5. Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan Nodesul,2001).
6. Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang
cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek (Hendrawan
Nodesul, 2001)
b) Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun
(Marilyn. E. Doenges, 2001).
c) Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi
d) Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas (Marilyn.E.
Doegoes, 2001).
e) Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan
terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 2001).
f) Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular
(Marilyn. E. Doenges, 2001).
g) Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada
gangguan.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 2002).
i) Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena
kelemahan dan nyeri dada.
j) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan (Hendrawan Nodesul,
1996).
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah
klien.

1. Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
a) Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
b) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas yang
tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan yang
nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
c) Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.
d) Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).
e) Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
f) Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari
yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)
g) Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h) Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
i) Sistem Reproduksi
Auskultasi DJJ : teratur, 138 x/menit
Genetelia luar : Bersih, tidak terdapat varises, tidak terdapat udema tidak ada
pembesaran kelenjar bartholini

2. Pemeriksaan penunjang

a) Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek
kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen
posterior lobus atas paru-paru atau pada segmen superior lobus bawah
b) Pemeriksaan laboratorium
Darah
Adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap
darah meningkat terjadi pada proses aktif.
Sputum
Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada
penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari.
Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi
atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis
(OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum
pendek (1/2 inci) no 24 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang
mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi
dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 9 mm dianggap
meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 72 jam
tuberkulosis disuntikkan

B. Analisa Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisa untuk menentukan masalah klien.
Masalah klien yang timbul yaitu, sesak napas, batuk, nyeri dada, nafsu makanmenurun,
aktivitas, lemas, potensial, penularan, gangguan tidur, gangguan harga diri.

C. Diagnosa Keperawatan
Dari analisa data diatas yang ada dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada klien
dengan tuberkulosis paru komplikasi haemaptoe sebagai berikut :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk
2) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan,
anorerksia atau dispnea
3) Potensial terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko potongan
4) Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan
dan upaya untuk batuk
6) Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan
efektif proses dan kerusakan membran alveolar kapiler
7) Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri dada

D. Intervensi
I. Ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kurangnya upaya batuk.
Tujuan : Pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
- Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
- Dispneu berkurang
Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan :
catat setiap perubahan
R: Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret
b) Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
R: Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya
c) Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
R: Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas
d) Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
R: Membantu mengembangkan secara maksimal
e) Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai
4 jam
R : Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar
f) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
R : Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan
memperbesar ukuran lumen trakeobroncial
II. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan anoreksia,
keletihan atau dispnea.
Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda
malnutrisi
Kriteria hasil
- Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
- Berat badan stabil dalam batas yang normal
Rencana tindakan dan rasional
a) Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral,
riwayat mual/muntah atau diare Berguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya
masalah dan pilihan indervensi yang tepat
b) Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak. Membantu dalam
mengidentifukasi kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu
dapat memperbaiki masakan diet
c) Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik. Berguna dalam
mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan
d) Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan. Menurunkan
rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang
merangsang pusat muntah
e) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster
f) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet. Memberikan bantuan
dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet

III. Potensial terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko patogen.
Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.
Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang
ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.
Rencana tindakan dan rasional
a) Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat. Orang yang
terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi
b) Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah
serta tehnik mencuci tangan yang tepat Perilaku yang diperlukan untuk mencegah
penyebaran infeksi
c) Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan
Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial
sehubungan dengan penyakit menular
d) Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis
Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan
menghindari insiden eksaserbasi
e) Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat. Periode singkat berakhir 2
sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas,
sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan
f) Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal
Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk
menurunkanpenyebaran infeksi

IV. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kuranganya impormasi tentang


proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya
Kriteria hasil : klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai
perawatan diri.
Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan,
media yang terbaik bagi klien. Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik
dan ditingkatkan pada tahapan individu
b) Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri
dada, demam, kesulitan bernafas. Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan
ulang penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut
c) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan
pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain. Meningkatkan kerjasama
dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan
kondisi klien
d) Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah. Mencegah dan
menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan
kerjasama dalam program
e) Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab
pertanyaan secara nyata Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan
konsepsi / peningkatan ansietas
f) Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh
jadwal obat Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat
sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar
g) Evaluasi kerja pada pengecoran logam/tambang gunung, semburan pasir Terpajan
pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara
nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan
V. Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan dan
upaya untuk batuk.
Tujuan : jalan nafas efek
Kriteria hasil :
- Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan
- Klien dapat mempertahankan jalan nafas
- Pernafasan klien normal (16 20 kali per menit)
Rencana tindakan :
a) Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman
penggunaan otot aksesori Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis,
ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk
membersihkan jalan nafas yang dapat. menimbulkan penggunaan otot aksesori
pernafasan dan peningkatan kerja penafasan
b) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif. Pengeluaran sulit jika
sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau
luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut
c) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan
untuk nafas dalam Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan
upaya pernapasan.Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan
napas bebas untuk dilakukan
d) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. Mencegah obstruksi/aspirasi penghisapan
dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret.
e) Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah
dilakukan
f) Lembabkan udara respirasi. Mencegah pengeringan mambran mukosa, membantu
pengenceran sekret
g) Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan
kortikosteroid Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran
kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan
hipoksemia

VI. Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan


permukaan efektif paru dan kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal
Kreteria hasil :
- Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea
- Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan
- Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan GDA dalam
rentang normal
Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan
terbatasnya ekspansi dinding dada .TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil
bronko pneumonia sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai
dispnea berat sampai distress pernapasan
b) Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit,
termasuk membran mukosa Akumulasi sekret, pengaruh jalan napas dapat menganggu
oksigenasi organ vital dan jarigan
c) Tujukkan/dorong bernapas bibir selama ekshalasi
Membuat tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu
menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek
d) Tingkatkan tirah baring/batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai
keperluan Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat
menurunkan beratnya gejala
e) Awasi segi GDA / nadi oksimetri
Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2
menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi
f) Berikan oksigen tambahan yang sesuai
Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder terhadap penurunan
ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru

VII. Gangguan pemenuhan tidur dan istirahat sehubungan dengan sesak napas dan nyeri
dada.
Tujuan : Kebutuhan tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
- memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur
- Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat
- Tanda-tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada
Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit
Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita
b) Observasi efek abot-obatan yang dapat di derita klien
Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk
perubahan mood dan uisomnia
c) Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita
Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita
d) Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur Memudahkan klien untuk bisa
tidur
e) Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman
Lingkungan dan siasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur
E. Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini, fase pelaksanaan terdiri dari berbagai kegiatan
yaitu (Budi Anna keliat, 1994) :
1. Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan konsulidasi
2. Keterampilan interpersonal, intelektual, tehnical, dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat
3. Keamanan fisik dan psikologinya dilindungi
4. Dokumentasi intervensi dan respon klien

F. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan. Semua tahap proses
keperawatan (diagnosa, tujuan untervensi) harus di evaluasi, dengan melibatkan klien, perawatan
dan anggota tim kesehatan lainnya dan bertujuan untuk menilai apakah tujuan dalam
perencanaan keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan perkajian ulang jika tindakan
belum hasil.
Ada tiga alternatif yang dipakai perawat dalam menilai suatu tindakan berhasil atau tidak dan
sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan
rencana yang ditentukan, adapun alternatif tersebut adalah
(Budi Anna keliat, 1994) :
1. Tujuan tercapai
2. Tujuan tercapai sebagian
3. Tujuan tidak tercapai
BAB IV
KESIMPULAN

Tuberculosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis) sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003).
- Gejala tuberculosis
Batuk berdahak selama 3 minggu atau lebih
Dahak bercampur darah
Batuk darah
Sesak nafas dan rasa nyeri dada
Badan lemah
Nafsu makan menurun
Malaise
Berkeringat malam saat tidak melakukan kegiatan
Demam lebih dari sebulan.
Jikabidan menemukan tanda dan gejala TB paru pada ibu hamil, berikan rujukan pada ibu
untuk memeriksakan diri ke dokter penyakit dalam untuk menegakkan diagnosis tersebut.
Penegakan diagnosis dengan foto toraks tidak dianjurkan, melainkan dengan pemeriksaan
sputum. Terapi pada trimester 1 dianjurkan, melainkan dengan pemberian INH dan etambutol
saja. Kemudian mulai terapi 6 bulan penuh dengan pirazinamid, rifampisin, dan INH.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenitto, L.J.(2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa, Monica Ester.
Ed.8.Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth.J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Alih bahasa, Brahm.U.Pendit.
Jakarta : EGC.
Danusantoso, Halim.(2000). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru.Jakarta : Hipokrates.
Depkes RI. (1998).Buku Pedoman Kader Kesehatan Paru. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. (2001).Panduan Pengawas Menelan Obat TBC. Jakarta : Depkes RI.
Depkes RI. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di:
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&taks=viewarticle&sid=407&itemid=2.
(23 Juli 2005).
Erawati. Indonesia Peringkat Ketiga Penderita TBC (online). Tersedia di:
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/24/jateng/indo26.htm. ( 23 Juli 2005)
Helen,varneys. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4 volume 1. Jakarta :EGC
Mochtar, Rustam . 1998. Sinopsis Obtetri Jilid 1. Jakarta : EGC
Scoot, R James . 2002. Danfort Buku Saku Obtetri Dan Ginekologi. Jakarta : Widya
Medika
Manuaba , Ida Bagus Gede. 1998. Ilmu Kebidanan , Penyakit Kandungan Dan Kelurga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Guyton & Hall, Textbook of Medical Physiology. K Despopoulos & Agamemnon, Color
Atlas of Physiology Ilmu kedokteran fetomaternal, Jilid II hal 705-720, 2004

Anda mungkin juga menyukai