Anda di halaman 1dari 34

1.

LATAR BELAKANG
Suku Karo (Karo atau Latin: Karo) adalah suku bangsa yang mendiami wilayah
Sumatera Utara dan sebagian Aceh; meliputi Kabupaten Karo, Kabupaten Aceh Timur,
Kabupaten Langkat, Kabupaten Dairi, Kabupaten Simalungun, dan Kabupaten Deli Serdang.
Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan
salah satu nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu
Tanah Karo yang terletak di kabupaten karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut
Bahasa Karo atau Cakap Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta
hitam dan penuh dengan perhiasan emas.

Daerah orang Karo itu memang lebih luas dari batas batas kabupaten yang digariskan
oleh pemerintah di jaman Belanda dan pemerintah Indonesia sekarang. Batas batas yang
diciptakan oleh pemerintah pemerintah itu hanya berlatar-belakangkan pertimbangan
administrasi, politik, keamananan serta ekonomi belaka. Fakta menunjukkan bahwa banyak
orang Karo yang hidup dan tinggal didaerah daerah Kabupaten Dairi, Simalungun, Deli Serdang,
Langkat, dan kabupaten kabupaten lainnya disekitar kota Medan sejak dahulu kala. Orang Karo
yang tinggal di kabupaten kabupaten sekitar kota Medan oleh orang Karo dikenal sebagai orang
Karojahe.

1
Istilah Karojahe mempunyai makna yang tersendiri. Orang orang Karojahe tinggal diluar
daerah Kabupaten Karo sekarang. Pada umumnya mereka tinggal didaerah daerah kabupaten
sekitar kota Medan. Tapi yang membuat mereka disebut Karojahe adalah karena seringkali
mereka mereka ini telah dipengaruhi oleh kehidupan dan kebudayaan non-Karo. Mereka tidak
bisa berbahasa Karo dengan baik. Mereka tidak menggunakan adat Karo yang semestinya dalam
bertutur kata dan bergaul sesama orang Karo. Pada umumnya orang Karojahe tidak banyak
menerapkan adat istiadat Karo. Mereka ini tidak dapat dipersalahkan. Keadaan ini terjadi karena
mereka terdesak oleh pengaruh kebudayaan kebudayaan baru yang dibawa oleh para pendatang
kedaerah mereka.

Rumah Adat Suku Karo

2
2. ASAL USUL SUKU KARO

Menurut sumber yang kami temukan, pada zaman dahulu kala ada seorang maharaja
yang sangat kaya, sakti dan berwibawa. Dia tinggal di sebuah negeri bersama permaisuri dan
putra-putrinya, yang jauh sekali di seberang lautan. Dia mempunyai seorang panglima perang
yang sangat sakti, berwibawa dan disegani semua orang. Nama panglima itu ialah Karo
keturunan India.

Pada suatu ketika, maharaja ingin pergi dari negerinya untuk mencari tempat yang baru
dan mendirikan kerajaan baru. Ia mengumpulkan semua pasukannya dan menganjurkan
semuanya untuk bersiap-siap untuk berangkat ke negeri seberang. Ia juga mengajak putrinya Si
Miansari untuk ikut merantau. Miansari sangat senang mendengar berita itu, karena ia sedang
jatuh cinta kepada panglima perang tersebut. Akhirnya maharaja membagi kelompok dan
Miansari memilih untuk bergabung dengan panglima perang. Mereka mulai berlayar
menyeberangi lautan dengan rakit yang mereka buat sendiri.

Demikianlah mereka mulai berlayar dan mereka tiba si sebuah pulau yang bernama Pulau
Pinang. Mereka tinggal di tempat itu untuk beberapa bulan. Dan mereka berburu untuk mencari
makanan mereka. Suatu hari maharaja memandang ke sebelah selatan dan melihat suatu pulau
yang lebih luas dan lebih hijau lagi. Ia berniat untuk menyeberang ke sana. Sore harinya ia
mengumumkan kepada rakyatnya agar bersiap-siap untuk berlayar ke seberang.

Dalam perjalanan di tengah laut, mereka mengalami suatu musibah yang sangat dahsyat,
yaitu angin ribut dan ombak yang sangat besar, sehingga mereka tercerai berai. Mereka sangat
ketakutan dan beranggapan bahwa ajal mereka akan segera tiba. Tak disangka-sangka Miansari
beserta panglima dan rombongannya terdampar di sebuah pulau yang tidak mereka kenal tetapi
maharaja dan rombongannya yang tidak tahu di mana keberadaannya. Dengan demikian
Panglima dan Miansari sepakat untuk melarikan diri dan menikah. Mereka berangkat dan
membawa dua orang dayang-dayang dan tiga orang pengawal. Mereka mengikuti aliran sungai
dan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi.

Dan tiba di suatu tempat. Mereka tinggal di tempat itu beberapa bulan lamanya.
Di pulau itu mereka hidup penuh dengan kebebasan. Pada waktu itu terjadilah peristiwa yang
sangat penting, yakni panglima dan Miansari menikah disaksikan oleh dayang-dayang dan
pengawal mereka. Setelah itu mereka mulai lagi melanjutkan perjalanan mereka untuk mencari
tempat yang lebih aman. Mereka memasuki sebuah pulau yang tidak begitu jauh dari tempat
mereka, yakni pulau Perca (Sumatra), dan tempat itu sekarang bernama Belawan.

3
Dari tempat itu mereka kembali melanjutkan perjalanan menelusuri aliran sungai menuju
pedalaman. Dan tibalah mereka di suatu tempat yang sekarang disebut Durin Tani. Di sana
terdapat sebuah gua yakni gua Umang . Di dalam gua itulah mereka beristirahat untuk beberapa
hari sebelum mencari tempat yang lebih aman. Karena mereka menganggap tempat itu belum
begitu aman maka mereka memutuskan untuk mencari kembali tempat yang lebih aman. Mereka
menelusuri hutan dan mengikuti aliran sungai menuju daerah pegunungan.

Setelah beberapa hari lamanya mereka berada dan berjalan di tengah hutan belantara dan
mereka melewati beberapa tempat yang bernama Buluhawar, Bukum, maka tibalah mereka di
suatu tempat di kaki gunung. Dan tempat itu diberi nama Sikeben berdekatan dengan
Bandarbaru. Mereka tinggal di situ beberapa bulan lamanya. Namun karena Si Karo melihat
bahwa masih ada tempat yang lebih indah dari pada tempat itu, ia memutuskan agar mereka
kembali berjalan menelusuri hutan. Akhirnya mereka tiba di kaki gunung Barus. Dan
melanjutkan perjalanan ke gunung Barus tersebut. Mereka sangat senang melihat pemandangan
yang begitu indah dan sejuk.

Mereka sangat senang dan mereka semua setuju bila mereka tinggal di tempat itu. Tetapi
Si Karo kurang setuju dengan permintaan teman-temannya, karena ia melihat bahwa tanah yang
ada di tempat itu tidak sama dengan tanah yang ada di negeri mereka. Ia kemudian memutuskan
untuk mencari tempat lain. Keesokan harinya mereka beristirahat di bawah sebuah pohon jabi-
jabi (sejenis beringin). Si Karo mengutus seekor anjing untuk menyeberang sebuah sungai,
untuk melihat keadaan. Dan anjing itu kembali dengan selamat. Maka mereka juga menyeberang
sungai itu. Mereka menamai sungai itu Lau Biang, dan pada saat ini sungai ini masih ada.

Beberapa hari kemudian tibalah mereka di suatu tempat, dan tanah yang terdapat di
tempat itu juga memiliki kemiripan dengan tanah yang ada di negeri mereka. Mereka sangat
bergembira, dan bersorak-sorai. Daerah tempat mereka tinggal itu bernama Mulawari yang
berseberangan dengan si Capah yang sekarang Seberaya. Dengan demikian si Karo dan
rombongannya adalah pendiri kampung di dataran tinggi, yang sekarang bernama dataran tinggi
Karo ( Tanah Karo).

Pertama-tama mereka membangun rumah mereka dari kayu yang ada di tempat itu,
beratapkan alang-alang, dan dindingnya berasal dari pohon enau. Dan mereka membangun 5
dapur dalam satu rumah. Si Karo mengangkat si Talon menjadi Kalimbubu, dan kedua dayang-
dayang itu menjadi anaknya. Dan kedua pengawalnya diangkatnya menjadi menantunya. Dan
mereka juga menikah.
Setelah beberapa lama mereka tinggal di tempat itu, si Karo memiliki lima anak. Tetapi
semuanya adalah perempuan, dan semuanya sangat cantik, jelita. Beberapa tahun kemudian
barulah lahir seorang anak laki-laki. Mereka menamainya Meherga (berharga). Dan dari kata
inilah asal kata Marga.

4
3. EKSISTENSI KERAJAAN HARU-KARO

Orang Karo

Kerajaan Haru-Karo (Kerajaan Aru) mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, namun
tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari
Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara
yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari
suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut.(Darwan Prinst, SH :2004)

Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan


kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah
berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut. Kerajaan Haru pada masa keemasannya,
pengaruhnya tersebar mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau.

Terdapat suku Karo di Aceh Besar yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Keberadaan
suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang
Abad", (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak.
Namun tidak dijelaskan keturunan dari Batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M.
Zainuddin dalam bukunya "Tarich Atjeh dan Nusantara" (1961) mengatakan bahwa di lembah
Aceh Besar disamping terdapat kerajaan Islam terdapat pula kerajaan Karo. Selanjunya
disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari ke-20 mukim bercampur dengan suku
Karo. Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" mengatakan bahwa raja terakhir
suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.

Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi "Kaum Lhee Reutoih" atau
Kaum Tiga Ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo
dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak tiga
ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu
lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo disebut
sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.

Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka
disebut sebagai kaum Ja Sandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imeum Peuet dan Kaum Tok
Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan
lainnya.

5
4. WILAYAH PENGARUH SUKU KARO

Sering terjadi kekeliruan dalam percakapan sehari-hari di masyarakat bahwa Taneh Karo
diidentikkan dengan Kabupaten Karo. Padahal, Taneh Karo jauh lebih luas daripada Kabupaten
Karo karena meliputi:

Kabupaten Karo

Tanah Karo terletak di kaki Gunung Sinabung (foto diambil sekitar tahun 1917).

6
Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi Tanah Karo. Kota yang terkenal dengan di wilayah ini
adalah Brastagi dan Kabanjahe. Brastagi merupakan salah satu kota turis di Sumatera Utara yang
sangat terkenal dengan produk pertaniannya yang unggul. Salah satunya adalah buah jeruk dan
produk minuman yang terkenal yaitu sebagai penghasil Markisa Jus yang terkenal hingga
seluruh nusantara. Mayoritas suku Karo bermukim di daerah pegunungan ini, tepatnya di daerah
Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak yang sering disebut sebagai atau "Taneh Karo Simalem".
Banyak keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Karo, baik dari geografis, alam, maupun
bentuk masakan. Masakan Karo, salah satu yang unik adalah disebut terites. Terites ini disajikan
pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan
yang dinamakan -kerja tahun-. Trites ini bahannya diambil dari isilambung sapi/kerbau, yang
belum dikeluarkan sebagai kotoran.Bahan inilah yang diolah sedemikian rupa dicampur dengan
bahan rempah-rempah sehingga aroma tajam pada isi lambung berkurang dan dapat dinikmati.
Masakan ini merupakan makanan favorit yang suguhan pertama diberikan kepada yang
dihormati.

7
Kota Medan

Pendiri kota Medan adalah seorang putra Karo yaitu Guru Patimpus Sembiring Pelawi.

Kota Binjai

8
Kota Binjai merupakan daerah yang memiliki interaksi paling kuat dengan Kota Medan
disebabkan oleh jaraknya yang relatif sangat dekat dari Kota Medan sebagai ibukota Provinsi
Sumatera Utara.

Kabupaten Dairi

Wilayah Kabupaten Dairi pada umumnya sangat subur dengan kemakmuran masyarakatnya
melalui perkebunan kopinya yang sangat berkualitas. Sebagian Kabupaten Dairi yang merupakan
bagian Taneh Karo:

Kecamatan Taneh Pinem

Kecamatan Tiga Lingga

Kecamatan Gunung Sitember

Kabupaten Aceh Tenggara

Taneh Karo di kabupaten Aceh Tenggara meliputi:

Kecamatan Lau Sigala-gala (Desa Lau Deski, Lau Perbunga, Lau Kinga)

Kecamatan Simpang Simadam

Kabupaten Deli Serdang

Kecamatan Tanjung Morawa

Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu

Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir

Kecamatan Sibolangit

Kecamatan Pancur Batu

Kecamatan Kutalimbaru

Kecamatan Deli Tua

Kecamatan Biru-biru

Kabupaten Simalungun

9
Kecamatan Dolok Silau

5. MERGA
Suku Karo memiliki sistem kemasyarakatan atau adat yang dikenal dengan nama merga silima,
tutur siwaluh, dan rakut sitelu. Merga disebut untuk laki-laki, sedangkan untuk perempuan yang
disebut beru. Merga atau beru ini disandang di belakang nama seseorang. Merga dalam
masyarakat Karo terdiri dari lima kelompok, yang disebut dengan merga silima. Kelima merga
tersebut adalah:

1. Karo-karo: Barus, Bukit, Gurusinga, Kaban, Kacaribu, Surbakti, Sinulingga, Sitepu,


Sinuraya, Sinuhaji, Ketaren, kemit, jung, purba, sinukaban, sinubulan, samura, sekali.
(berjumlah 18)

2. Tarigan: bondong, gana-gana, gersang, gerneng, jampang, purba, pekan, sibero, tua,
tegur, tambak, tambun, silangit, tendang. (berjumlah 14)

3. Ginting: anjartambun, babo, beras, cabap, gurupatih, garamata, jandibata, jawak, manik,
munte, pase, seragih, suka, sugihen, sinusinga, tumangger. (berjumlah 16)

4. Sembiring: Sembiring si banci man biang (sembiring yang boleh makan anjing): Keloko,
Sinulaki, Kembaren, Sinupayung (Jumlah = 4); Sembiring simantangken biang
(sembiring yang tidak boleh makan Anjing): Brahmana, Depari, Meliala, Pelawi, busuk,
colia, muham, maha, bunuaji, gurukinayan, pandia, keling, pandebayang, sinukapur,
tekang. (berjumlah 15)

5. Perangin-angin:Bangun, Keliat, Kacinambun, Namohaji, Nano, Menjerang, Uwir, Pinem,


Pancawan, Panggarun, Ulun Jandi, Laksa, Perbesi, Sukatendel, Singarimbun, Sinurat,
Sebayang, Tanjung. (berjumlah 18)

Keterangan:

Total semua submerga adalah 85.

Kelima merga ini masih mempunyai submerga masing-masing. Setiap orang Karo mempunyai
salah satu dari merga tersebut. Merga diperoleh secara turun termurun dari ayah. Merga ayah
juga merga anak. Orang yang mempunyai merga atau beru yang sama, dianggap bersaudara
dalam arti mempunyai nenek moyang yang sama. Kalau laki-laki bermarga sama, maka mereka
disebut (b)ersenina, demikian juga antara perempuan dengan perempuan yang mempunyai beru

10
sama, maka mereka disebut juga (b)ersenina. Namun antara seorang laki-laki dengan perempuan
yang bermerga sama, mereka disebut erturang, sehingga dilarang melakukan perkawinan,
kecuali pada merga Sembiring dan Peranginangin ada yang dapat menikah di antara mereka.

6. SUSUNAN MASYARAKAT

Rakut Sitelu

Hal lain yang penting dalam susunan masyarakat Karo adalah rakut sitelu atau daliken sitelu
(artinya secara metaforik adalah tungku nan tiga), yang berarti ikatan yang tiga. Arti rakut sitelu
tersebut adalah sangkep nggeluh (kelengkapan hidup) bagi orang Karo. Kelengkapan yang
dimaksud adalah lembaga sosial yang terdapat dalam masyarakat Karo yang terdiri dari tiga
kelompok, yaitu:

1. kalimbubu

2. anak beru

3. senina

Kalimbubu dapat didefinisikan sebagai keluarga pemberi isteri, anak beru keluarga yang
mengambil atau menerima isteri, dan senina keluarga satu galur keturunan merga atau keluarga
inti. Dll

11
Tutur Siwaluh

Tutur siwaluh adalah konsep kekerabatan masyarakat Karo, yang berhubungan dengan
penuturan, yaitu terdiri dari delapan golongan:

1. puang kalimbubu

2. kalimbubu

3. senina

4. sembuyak

5. senina sipemeren

6. senina sepengalon/sedalanen

7. anak beru

12
8. anak beru menteri

Dalam pelaksanaan upacara adat, tutur siwaluh ini masih dapat dibagi lagi dalam kelompok-
kelompok lebih khusus sesuai dengan keperluan dalam pelaksanaan upacara yang dilaksanakan,
yaitu sebagai berikut:

1. Puang kalimbubu adalah kalimbubu dari kalimbubu seseorang

2. Kalimbubu adalah kelompok pemberi isteri kepada keluarga tertentu, kalimbubu ini dapat
dikelompokkan lagi menjadi:

o Kalimbubu bena-bena atau kalimbubu tua, yaitu kelompok pemberiisteri kepada


kelompok tertentu yang dianggap sebagai kelompok pemberi isteri adal dari
keluarga tersebut. Misalnya A bermerga Sembiring bere-bere Tarigan, maka
Tarigan adalah kalimbubu Si A. Jika A mempunyai anak, maka merga Tarigan
adalah kalimbubu bena-bena/kalimbubu tua dari anak A. Jadi kalimbubu bena-
bena atau kalimbubu tua adalah kalimbubu dari ayah kandung.

o Kalimbubu simada dareh adalah berasal dari ibu kandung seseorang. Kalimbubu
simada dareh adalah saudara laki-laki dari ibu kandung seseorang. Disebut

13
kalimbubu simada dareh karena merekalah yang dianggap mempunyai darah,
karena dianggap darah merekalah yang terdapat dalam diri keponakannya.

o Kalimbubu iperdemui, berarti kalimbubu yang dijadikan kalimbubu oleh karena


seseorang mengawini putri dari satu keluarga untuk pertama kalinya. Jadi
seseorang itu menjadi kalimbubu adalah berdasarkan perkawinan.

3. Senina, yaitu mereka yang bersadara karena mempunyai merga dan submerga yang sama.

4. Sembuyak, secara harfiah se artinya satu dan mbuyak artinya kandungan, jadi artinya
adalah orang-orang yang lahir dari kandungan atau rahim yang sama. Namun dalam
masyarakat Karo istilah ini digunakan untuk senina yang berlainan submerga juga, dalam
bahasa Karo disebut sindauh ipedeher (yang jauh menjadi dekat).

5. Sipemeren, yaitu orang-orang yang ibu-ibu mereka bersaudara kandung. Bagian ini
didukung lagi oleh pihak siparibanen, yaitu orang-orang yang mempunyai isteri yang
bersaudara.

6. Senina Sepengalon atau Sendalanen, yaitu orang yang bersaudara karena mempunyai
anak-anak yang memperisteri dari beru yang sama.

7. Anak beru, berarti pihak yang mengambil isteri dari suatu keluarga tertentu untuk
diperistri. Anak beru dapat terjadi secara langsung karena mengawini wanita keluarga
tertentu, dan secara tidak langsung melalui perantaraan orang lain, seperti anak beru
menteri dan anak beru singikuri.Anak beru ini terdiri lagi atas:

o Anak beru tua, adalah anak beru dalam satu keluarga turun temurun. Paling tidak
tiga generasi telah mengambil isteri dari keluarga tertentu (kalimbubunya). Anak
beru tua adalah anak beru yang utama, karena tanpa kehadirannya dalam suatu
upacara adat yang dibuat oleh pihak kalimbubunya, maka upacara tersebut tidak
dapat dimulai. Anak beru tua juga berfungsi sebagai anak beru singerana (sebagai
pembicara), karena fungsinya dalam upacara adat sebagai pembicara dan
pemimpin keluarga dalam keluarga kalimbubu dalam konteks upacara adat.

o Anak beru cekoh baka tutup, yaitu anak beru yang secara langsung dapat
mengetahui segala sesuatu di dalam keluarga kalimbubunya. Anak beru sekoh
baka tutup adalah anak saudara perempuan dari seorang kepala keluarga.
Misalnya Si A seorang laki-laki, mempunyai saudara perempuan Si B, maka anak
Si B adalah anak beru cekoh baka tutup dari Si A. Dalam panggilan sehari-hari
anak beru disebut juga bere-bere mama.

8. Anak beru menteri, yaitu anak berunya anak beru. Asal kata menteri adalah dari kata
minteri yang berarti meluruskan. Jadi anak beru minteri mempunyai pengertian yang
lebih luas sebagai petunjuk, mengawasi serta membantu tugas kalimbubunya dalam suatu
kewajiban dalam upacara adat. Ada pula yang disebut anak beru singkuri, yaitu anak

14
berunya anak beru menteri. Anak beru ini mempersiapkan hidangan dalam konteks
upacara adat.

7. AKSARA KARO
Aksara yang digunakan di suku ini adalah Aksara Karo. Aksara ini adalah aksara kuno yang
dipergunakan oleh masyarakat Karo, akan tetapi pada saat ini penggunaannya sangat terbatas
sekali bahkan hampir tidak pernah digunakan lagi.guna melengkapi cara penulisan perlu
dilengkapi dengan anak huruf seperti o= ketolongen, x= sikurun, ketelengen dan pemantek

15
8. KEBUDAYAAN TRADISIONAL
Suku Karo mempunyai beberapa kebudayaan tradisional, di antaranya tari tradisional:

Piso Surit

Lima Serangkai

16
Tari Terang Bulan

17
Tari Roti Manis

Suku Karo juga memiliki drama tradisional yang disebut dengan kata Gundala.

18
9. KEGIATAN BUDAYA
Merdang merdem = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".

Mahpah = "kerja tahun" yang disertai "Gendang guro-guro aron".

19
Mengket Rumah Mbaru - Pesta memasuki rumah (adat - ibadat) baru.

Mbesur-mbesuri - "Ngerires" - membuat lemang waktu padi mulai bunting.

20
Ndilo Udan - memanggil hujan.

21
Rebu-rebu - mirip pesta "kerja tahun".

22
Ngumbung - hari jeda "aron" (kumpulan pekerja di desa).

23
Erpangir Ku Lau - penyucian diri (untuk membuang sial).

Raleng Tendi - "Ngicik Tendi" = memanggil jiwa setelah seseorang kurang tenang karena
terkejut secara suatu kejadian yang tidak disangka-sangka.

Motong Rambai - Pesta kecil keluarga - handai taulan untuk memanggkas habis rambut
bayi (balita) yang terjalin dan tidak rapi.

24
Ngaloken Cincin Upah Tendi - Upacara keluarga pemberian cincin permintaan dari
keponakan (dari Mama ke Bere-bere atau dari Bibi ke Permain).

Ngaloken Rawit - Upacara keluarga pemberian pisau (tumbuk lada) atau belati atau
celurit kecil yang berupa permintaan dari keponakan (dari Mama ke Bere-bere) -
keponakan laki-laki.

Karo Siadi, Pembakaran Mayat

10. TEMPAT IBADAH


Gereja yang didominasi suku Karo

Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)

25
Gereja Injili Karo Indonesia(GIKI)

26
11. WISATA TANAH KARO

27
Bukit Gundaling

Berjarak kurang lebih 3 km dari Brastagi atau kurang lebih 66 km dari Medan. Bukit yang
memiliki ketinggian 1.575 dari permukaan laut ini sangat nyaman sebagai tempat rekreasi
keluarga.

Dari atas bukit ini pula pengunjung dapat menikmati panorama Gunung Sibayak dan Sinabung.
Lokasi wisata ini sudah dikenal sejak zaman Belanda sebagai tempat rekreasi yang

Lau Kawar

28
Lau Kawar (folktalesnusantara.blogspot.com)
Merupakan danau di kawasan ekosistem Leuser (KEL) terletak di kaki Gunung Sinabung
berjarak sekitar 30 Km dari Kota Berastagi. Danau seluas 200 Ha ini bila dibandingkan dengan
Danau Toba, memang hanya 1/6, namun pesonanya tidak kalah.

Lau Kawar adalah pintu masuk menuju Gunung Sinabung. Karenanya lokasinya sangat eksotis.
Memasuki pintu gerbang Lau Kawar, di sisi kanan danau terletak Deleng Lancuk atau Bukit
Lancuk yang biasa menjadi tempat tracking, cukup banyak anggrek hutan yang bisa ditemukan.

Lau Debuk-debuk

29
Debuk-debuk (indonesia-tourism.com)

Taman Wisata Alam (TWA) Lau Debuk-debuk berlokasi di Desa Doulu, Kecamatan Berastagi.
Kawasan ini yang memiliki panorama alam yang indah dan udara bersih yang sejuk ini
mempunyai luas area mencapai 7 hektar, dengan topografi yang didominasi permukaan tanah
yang rata.

Air panasnya mengandung belerang dan diyakini dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit
kulit. Mata air panas ini muncul melalui retakan dari aliran lava di daerah selatan lereng Gunung
Sibayak. Mata air panas ini kemudian ditampung ke dalam kolam-kolam. Terdapat 5 buah kolam
pemandian yang temperatur airnya mencapai 35 derajat celcius dan suhu udara disana mencapai
sekitar 27 derajat celcius. Sebagian dari para pendaki banyak memanfaatkan kolam-kolam air
panas ini untuk melepaskan penat setelah melakukan pendakian, dengan cara berendam di dalam
kolam tersebut.

Air Terjun Sikulikap

30
Sikulikap (twitgoo.com)

Air Sikulikap berasal dari Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Barisan. Hutannya merupakan
Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) Taman Nasional Gunung Leuser. Air Terjun ini mempunyai
ketinggian jatuh 30 m dan jarak dari monumen Berastagi lebih kurang 11 Km.
Air terjun ini dikelilingi hutan tropis yang merupakan ekosistem semacam orang utan yang
kadangkala berteriak bersahut-sahutan.

Di sepanjang jalan objek wisata ini dapat dinikmati jagung bakar dan rebus. Akses ke tempa ini
dapat menggunakan bus besar atau kecil menuju Medan atau Berastagi dan menuruni tangga dari
jalan pada perbatasan Karo-Deli Serdang

Tahura

31
Tahura (kaskus.us)
Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan berlokasi kira-kira 6 km sebelum Kota Brastagi dari
Medan. Taman itu punya kebun binatang dengan pondok-pondok unik dan gajah tunggangan
untuk anak-anak. Jalan setapak menuju hutan juga tersedia, untuk pengunjung yang ingin
meneliti ataupun sekadar melihat tumbuhan hutan, anggrek-anggrek liar, pakis-pakis besar,
berbagai tumbuhan kayu liar berselimut lumut dan jamur, beragam jenis kupu-kupu, burung-
burung, kera, dan lainnya

Tahura Bukit Barisan adalah unit pengelolaan yang berintikan kawasan hutan lindung dan
kawasan konservasi denga luas seluruhnya 51.600 Ha. Sebagian besar merupakan hutan lindung
berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi Hutan Lindung
Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan Lindung
Sinabung.

Kampung Lingga

32
Kampung Lingga (hai.gramediamajalah.com)

Kampung Lingga terletak di ketinggian sekitar 1.200 m dari permukaan laut, lebih kurang 15 km
dari Brastagi. Lingga merupakan perkampungan Batak Karo yang unik, memiliki rumah-rumah
adat yang diperkirakan berumur 250 tahun, tetapi kondisinya masih kokoh. Rumah tersebut
dihuni oleh 5-6 keluarga yang masih memiliki hubungan kekerabatan. Rumah adat Karo ini tidak
memiliki ruangan yang dipisahkan oleh pembatas berupa dinding kayu atau lainnya. Objek
wisata budaya terdapat di kampung Lingga lk 16 km ke arah selatan kota Brastagi. Sarana jalan
cukup baik, dan transportasi umum tersedia.

Kampung Lingga memiliki bangunan tradisional seperti: rumah adat, jambur, geriten, lesung,
sapo page dan museum karo. Geriten, digunakan sebagai tempat penyimpanan kerangka mayat
keluarga tertentu yang dianggap istimewa. Rumah adat karo mempunyai ciri serta bentuk yang
sangat khusus, didalamnya terdapat ruangan yang besar dan tidak mempunyai kamar-kamar. Satu
rumah dihuni 8 atau 10 keluarga. Rumah adat berupa rumah panggung, tingginya kira-kira 2
meter dari tanah yang ditopang oleh tiang, umumnya berjumlah 16 buah dari kayu ukuran besar.

Air Terjun Sipiso-piso

33
Sipiso-piso (flickriver.com)

Merupakan sebuah kawasan wisata alam yang terletak tidak jauh dari permukiman masyarakat
Desa Tongging, Kecamatan Merek. Hanya terpisah jarak sejauh 35 km Berastagi, Kabupaten
Karo dan hanya memerlukan sekitar 45 menit dari Kota Medan.

Air Terjun Sipiso-piso terletak di perbukitan yang lebih tinggi dari Desa Tongging. Air terjun ini
berada di ketinggian lebih kurang 800 meter dari permukaan laut (dpl) dan dikelilingi oleh bukit
yang hijau karena ditumbuhi hutan pinus.

34

Anda mungkin juga menyukai