Anda di halaman 1dari 10

Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia

Inisiasi
MENGENAL HUKUM

1 Apakah yang menyebabkan timbulnya hukum?


Menurut Mertokusumo (1999) untuk timbulnya hukum diperlukan
minimal 2 orang yang saling berhubungan. Hubungan tersebut bisa
hubungan yang menyenangkan (misalnya hubungan dua orang yang
berlawanan jenis disahkan oleh lembaga perkawinan maka akan
menimbulkan hukum perkawinan); atau sebaliknya, hubungan tersebut
hubungan yang tidak menyenangkan yaitu karena terjadi sengketa atau
perselisihan.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa pada hakekatnya hukum baru ada
apabila terjadi konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini terjadi
ketika seseorang dalam melaksanakan kepentingannya telah merugikan
orang lain.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa manusia pada umumnya suka
mencari benarnya sendiri. Kalau kepentingannya terganggu, ia
cenderung akan menyalahkan orang lain; ia akan mempersoalkan siapa
yang salah, siapa yang melanggar, siapa yang berhak, apa hukumnya.
Disinilah baru dipersoalkan oleh hukum. Dengan kata lain, hukum baru
timbul ketika terjadi konflik kepentingan atau pelanggaran kaidah
hukum; sebaliknya kalau semua kejadian berlangsung tertib, tidak ada
konflik atau pelanggaran kaidah hukum, maka tidak akan ada orang yang
mempersoalkan hukum.
Untuk mengetahui, memahami dan dapat menghayati hukum, kita
harus mengetahui:
1; definisi dan/atau pengertian hukum.
2; beberapa karakteristik dari kaidah hukum dilihat dari segi isi, sifat
dan perumusan kaidah hukum.

A; Definisi Hukum

Tim Penyusun Fakultas Hukum UGM 1


Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia

Berikut ini definisi hukum dari beberapa sarjana yang diadaptasi dari
modul 2 PIH/PTHI yang ditulis oleh Kunthoro Basuki, SH.,M.Hum
L.J. van Apeldoorn berpendapat bahwa hukum banyak seginya dan
demikian luasnya, sehingga tidak mungkin orang dapat membuat definisi secara
memuaskan. Lagi pula pada umumnya definisi ada ruginya, sebab tidak dapat
mengutarakan keadaan yang sebenarnya dengan jelas. Hukum sebenarnya
banyak sisinya, berupa-rupa dan berganti-ganti, sedangkan definisi itu
menyatukan segala-galanya dalam satu rumus, harus mengabaikan hal yang
berupa-rupa dan yang banyak bentuknya (Apeldoorn, 1971:13). Van Apeldoorn
termasuk sarjana yang menulis buku Pengantar Ilmu Hukum yang dalam
bukunya tidak membuat definisi hukum.
Kesulitan membuat definisi hukum juga dikemukakan oleh G.W. Paton,
yang antara lain mengatakan bahwa persoalan mengenai definisi hukum adalah
tidak semudah seperti yang disangka orang semula. Secara logis haruslah lebih
dahulu ditemukan genus-nya yaitu pada genus mana res termasuk, kemudian
sifat-sifat khusus yang membedakannya dari species lain pada genus yang
sama. Pemilihan genus akan ditentukan oleh apa yang menjadi tujuan kita.
Keyakinan lama bahwa setiap res itu hanya mempunyai satu inti sari atau
substantia, telah dirubah oleh kenyataan bahwa apabila tujuan seorang
penyelidik berbeda dengan tujuan penyelidik yang lain, maka demikian pula
tekanannya pada aspek yang berbeda-beda (Paton, 1953 : 51).
Ada pameo atau adagium yang berbunyi definitie per genus et
differentiam, artinya memberi definisi itu dengan menyebutkan jenisnya
(genus-nya) dan ciri-cirinya atau perbedaan-perbedaannya (Hart, 1970 : 14
15). Contoh : burung, genus-nya adalah binatang; sedangkan differentiam-nya
adalah berkaki dua, berparuh, bersayap, dapat terbang dan lain sebagainya.
Demikian juga dengan hukum, kita cari dulu genus-nya, yaitu termasuk kaidah
sosial yang merupakan peraturan hidup, setelah dibandingkan untuk dicari
persamaan dan perbedaannya dengan kaidah-kaidah sosial yang lain, kita dapat
mendapatkan ciri-ciri dari hukum, yaitu :
1; adanya perintah dan/atau larangan;
2; perintah dan/atau larangan harus ditaati setiap orang;
3; adanya sanksi hukum yang tegas dan dapat dipaksakan oleh instansi yang
berwenang.

Tim Penyusun Fakultas Hukum UGM 2


Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia

Mengingat hukum banyak segi dan demikian luasnya, maka untuk


membuat definisi hukum orang harus terlebih dahulu membuat moment
opname, artinya menangkap sesuatu untuk dirumuskan. Apa yang telah berhasil
ditangkap dan dirumuskan bersifat statis, hal tersebut tidak sesuai dengan sifat
hukum yang dinamis, yang selalu berubah-ubah mengikuti keadaan masyarakat.
Ingat bahwa hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, dan
kepentingan manusia itu selalu berubah sesuai dengan perkembangan
jamannya.
Dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,
C.S.T. Kansil menyebutkan beberapa rumusan definisi hukum dari para ahli
hukum atau sarjana hukum, selanjutnya atas dasar definisi-definisi tersebut
ditarik kesimpulan, bahwa hukum meliputi beberapa unsur, yaitu (Kansil, 1980:
37) :
1; Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2; Peraturan itu diadakan oleh badan resmi yang berwajib.
3; Peraturan itu bersifat memaksa.
4; Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Kalau hukum yang sengaja dibuat bentuknya adalah peraturan perundang-


undangan, sedangkan kalau hukum yang timbul dari pergaulan hidup dan
selanjutnya dipositifkan oleh pihak yang berwenang adalah hukum adat atau
hukum kebiasaan.
Adanya definisi-definisi hukum yang banyak jumlahnya dan beraneka
ragam, disebabkan berbedanya titik berat metode pendekatan yang digunakan
untuk menentukan lahirnya hukum. Ada dua cara pendekatan yang
kontroversial, yaitu :
1; Yang dipentingkan adalah norma atau aturannya (body of rules), meskipun
mereka mengetahui bahwa hukum itu ada hubungannya dengan
masyarakat, tetapi tetap yang dipentingkan adalah normanya. Kalau kita
ingin mengetahui batas-batas dari hukum, yang harus diselidiki lebih
dahulu adalah aturan-aturannya. Selanjutnya, kalau kita hendak
membentuk hukum, maka aturan-aturannya harus dipelajari dan diselidiki
secara mendalam. Ini termasuk pendapat normatif.

Tim Penyusun Fakultas Hukum UGM 3


Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia

2; Yang dipentingkan adalah masyarakatnya, sebab hukum itu selalu


berhubungan dengan masyarakat sebagai wadahnya. Kalau kita ingin
mengetahui batas-batas dari hukum maka yang perlu diselidiki lebih
dahulu adalah masyarakatnya, karena ini menyangkut masalah sosial. Ini
termasuk pendapat sosiologis atau realistis.

Pendapat normatif, dalam merumuskan hukum, mendasarkan


pemikirannya pada anggapan bahwa hukum adalah apa yang datang dari atas
atau dari pemerintah atau penguasa yang berwenang. Hukum adalah sengaja
dibuat oleh pemerintah, sebagai norma dan sebagai kekuasaan yang biasanya
berisi perintah dan/atau larangan dan/atau perkenan. Termasuk tokoh pendapat
normatif adalah Jeremy Bentham (1748-1832), pendapatnya diikuti oleh John
Austin yang menganggap bahwa hukum dibuat oleh aparatur pemerintahan
negara, yaitu dibuat oleh pembentuk undang-undang dan dibuat oleh hakim
dalam proses peradilan (judge made law) (Paton, 1953 : 51). Dapat dianggap
sebagai penganut yang lain adalah Roscoe Pound, sebab ia pernah berpendapat
bahwa hukum adalah alat untuk merubah atau memperbaiki masyarakat (law is
a tool for social engineering).
Pendapat sosiologis, dalam merumuskan hukum, mendasarkan
pemikirannya pada anggapan bahwa hukum adalah kehidupan masyarakat itu
sendiri atau merupakan suatu proses sosial, dan merupakan perilaku yang
timbul secara spontan dari bawah dan bukan dibuat oleh pemerintah, tetapi
ditentukan dalam kehidupan sosial, ia lahir dan berkembang dalam masyarakat
yang dinamis. Sebagai tokohnya adalah Von Savigny yang mengajarkan bahwa
hukum tidak sengaja dibuat, tetapi lahir dan tumbuh bersama dengan
masyarakat (das Recht ist nicht gemacht es ist und wird mit dem Volke)
(Purbacaraka, 1979** : 21).
Kalau kita perhatikan, ternyata pendapat normatif dan pendapat sosiologis
mengandung kelemahan, kedua pendapat itu berat sebelah, dan tidak sesuai
dengan kenyataannya. Pendapat normatif hanya benar kalau semua hukum
berbentuk peraturan perundang-undangan, yang keberadaannya memang
sengaja dibuat oleh penguasa atau pemerintah. Demikian sebaliknya, pendapat
sosiologis, hanya benar apabila semua hukum lahir dari pergaulan hidup atau
dari hasil proses sosial, yang berupa hukum kebiasaan atau hukum adat.

Tim Penyusun Fakultas Hukum UGM 4


Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia

Akibat kelemahan-kelemahan dari kedua pendapat tersebut di atas, maka


muncullah pendapat ketiga yang berusaha menggabungkan atau merupakan
sinthesa kedua pendapat yang lain. Pendapat campuran pada pokoknya
mengatakan bahwa Hukum adalah peraturan tingkah laku, norma dan
sekaligus adalah kebiasaan dalam masyarakat.

Pemberian Arti Hukum


Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto menyebutkan ada 9 arti
hukum, yaitu: hukum sebagai ilmu pengetahuan; hukum sebagai disiplin;
hukum sebagai kaidah; hukum sebagai tata hukum; hukum sebagai petugas
hukum; hukum sebagai keputusan penguasa; hukum sebagai proses
pemerintahan; hukum sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur;
hukum sebagai jalinan nilai-nilai (Purbacaraka, 1979*** : 12) :

Hukum dalam arti sebagai ilmu pengetahuan (ilmu hukum) atau yang
berarti juga sebagai ilmu kaidah (normwissenschaft), yaitu ilmu yang
membahas hukum sebagai kaidah, atau bagian dari sistem kaidah dengan
dogmatik hukum dan sistematik hukum. Dalam hal ini hukum dilihat sebagai
karya manusia untuk mencari kebenaran, yang memiliki ciri-ciri : sistematis,
logis, empiris, metodis, umum dan akumulatif. Mengingat hukum mempunyai
fungsi untuk melindungi kepentingan manusia dalam hidup bermasyarakat,
maka kebenaran yang dicari tentunya yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Kenyataannya masyarakat dinamis, masyarakat selalu berubah dan
berkembang. Hal tersebut menuntut ilmu hukum ikut berkembang agar secara
obyektif dapat memberikan jawaban yang tepat sesuai dengan keadaan
masyarakat.
Hukum dalam arti sebagai disiplin, yaitu sebagai ajaran hukum
mengenai fenomena masyarakat, atau ajaran kenyataan atau gejala-gejala
hukum yang ada dan yang hidup dalam masyarakat.
Hukum dalam arti sebagai kaidah, yaitu sebagai peraturan hidup yang
menetapkan bagaimana manusia seharusnya bertingkah laku dalam hidup
bermasyarakat, yang berisi perintah, perkenan dan larangan, yang tujuannya
agar tercipta kehidupan masyarakat yang damai. Sebagai peraturan, hukum
harus ditaati atau harus dilaksanakan, apabila dilanggar si pelanggar akan

Tim Penyusun Fakultas Hukum UGM 5


Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia

mendapatkan sanksi dari masyarakat. Berbeda dengan kaidah sosial yang lain,
pelanggaran terhadap kaidah hukum sanksinya lebih tegas dan dapat dipaksakan
oleh pihak berwenang.
Hukum dalam arti sebagai tata hukum, yaitu sebagai keseluruhan
aturan hukum yang berlaku sekarang, atau yang positif berlaku di suatu tempat
dan pada suatu waktu. Tata hukum disebut sebagai hukum positif, atau ada juga
yang menyebut sebagai sistem hukum. Sebagai contoh Tata Hukum Indonesia
adanya sejak saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17
Agustus 1945. Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa hukum dalam arti
Tata Hukum Indonesia adalah keseluruhan aturan hukum dibuat atau lahir
setelah Proklamasi Kemerdekaan dan yang telah ada sebelumnya yang masih
berlaku sekarang adalah merupakan bagian dari Tata Hukum Indonesia.
Hukum dalam arti sebagai petugas hukum, dalam konteks ini lebih
banyak merupakan anggapan dari sebagian warga masyarakat yang awam
hukum (the man in the street), mereka memanifestasikan hukum seperti apa
yang dilihatnya, yaitu petugas penegak hukum. Dalam hal ini, polisi, jaksa dan
hakim serta petugas hukum lain yang memakai seragam dan sedang
melaksanakan tugasnya menindak orang yang melanggar hukum, dianggap
sebagai hukum. Bagi mereka, bukan terbatas pada petugas yang merupakan
manusia, tetapi juga bentuk manifestasi dari petugas (polisi), misalnya patung
polisi dan simbol-simbol atau rambu-rambu lalu lintas yang ada atau terpasang
di pinggir jalan.
Hukum dalam arti sebagai keputusan penguasa, yaitu merupakan
keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum yang dibuat, ditetapkan atau
diputuskan oleh pihak penguasa yang berwenang. Penguasa yang berwenang,
baik yang secara khusus mempunyai kewenangan pembuatan peraturan
perundang-undangan maupun penguasa lain yang mempunyai kewenangan
mengeluarkan penetapan atau keputusan dalam menyelesaikan kasus-kasus
konkrit tertentu.
Hukum dalam arti proses pemerintahan, yaitu merupakan aktivitas dari
lembaga administratif atau lembaga eksekutif dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Dalam hal ini yang dipentingkan adalah tertib aktivitas
prosesnya itu sendiri. Kalau yang dilihat mengapa penguasa lebih menekankan
pada aspek ketertiban maka ini akan dipahami sebagai hukum dalam arti tata

Tim Penyusun Fakultas Hukum UGM 6


Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia

hukum, sedangkan kalau yang dilihat adalah hasil dari proses yang merupakan
penetapan atau keputusan dan bentuk tertulis, maka ini akan dipahami sebagai
hukum dalam arti sebagai keputusan penguasa.
Hukum dalam arti sebagai perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang
teratur, yaitu perilaku individu yang satu terhadap yang lain secara biasa, wajar
dan rasional, yang secara terus-menerus dilakukan dalam garis sama akhirnya
menimbulkan suatu ikatan yang diterima sebagai suatu keharusan. Sebagai
contoh : Setiap Dosen A memberi kuliah di sore hari, B (petugas Fakultas)
menyediakan minuman. Pada tiap akhir semester, setelah dosen A menerima
hasil ujian, ia selalu memberi uang kepada B. Sikap tindak dosen A dan petugas
B yang telah dilakukan bertahun-tahun oleh mereka berdua dianggap
merupakan ikatan, bahkan mungkin dianggap sebagai hukum. Andaikata
kebiasaan tersebut juga diikuti oleh dosen-dosen lain dan dalam lingkup
aktivitas yang lebih luas, kurun waktu yang lama serta pada akhirnya diterima
sebagai suatu keharusan, maka sikap tindak tersebut dapat menjadi hukum
kebiasaan.
Hukum dalam arti sebagai jalinan nilai-nilai, tujuan hukum dalam
kaitannya dengan jalinan nilai adalah untuk mewujudkan keseimbangan atau
keserasian antara pasangan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, yaitu: antara
nilai obyektif (yang universal misalnya tentang baik dan buruk, patut dan tidak
patut) dengan nilai subyektif (yang sesuai dengan tempat, waktu dan budaya
masyarakat), antara nilai kepentingan pribadi (sejajar dengan ketenteraman)
dengan nilai kepentingan masyarakat (yang sejajar dengan ketertiban), antara
nilai kelestarian dengan nilai pembaharuan, semuanya itu demi terciptanya
kedamaian hidup bersama.

Fungsi, Tugas dan Tujuan Hukum


Hukum mempunyai fungsi umum seperti ketiga kaidah sosial yang lain,
yaitu melindungi kepentingan manusia. Dalam hubungannya dengan ketiga
kaidah sosial yang lain, hukum mempunyai fungsi khusus, yaitu untuk
mempertegas dan sekaligus juga untuk melengkapi dalam memberikan
perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan manusia.
Tugas hukum untuk memberikan atau menjamin kepastian hukum
(Rechtssicherheit), sebenarnya tersimpul juga tugas lain di dalamnya, yaitu

Tim Penyusun Fakultas Hukum UGM 7


Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia

kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit). Ketiga hal


tersebut merupakan unsur penegakan hukum, yang dalam penerapannya tidak
mudah, artinya kalau menekankan pada satu unsur misalnya kepastian, maka
kemanfaatan dan keadilan terdesak, sebaliknya kalau lebih memperhatikan
keadilan maka kepastian hukumnya yang dikorbankan. Oleh sebab itu
penegakan hukum yang baik, apabila dapat menerapkan peraturan hukum
dalam kasus konkrit dengan memperhatikan ketiga unsur penegakan hukum
secara proporsional.
Kepastian hukum dapat diartikan kepastian bahwa setiap orang akan dapat
memperoleh apa yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Kepastian hukum itu
ada dua macam, yaitu (Utrecht, 1961 : 29):
1; Kepastian oleh karena hukum, adalah kepastian yang tercapai karena
hukum mengenal adanya lembaga kadaluwarsa (verjaring), misalnya
adanya ketentuan hukum yang termuat dalam Pasal 1963 KUH Perdata,
Pasal 78 KUH Pidana.
2; Kepastian dalam atau dari hukum, adalah kepastian hukum yang tercapai
apabila hukum sebanyak-banyaknya berbentuk undang-undang. Dalam
undang-undang tersebut tidak memuat ketentuan-ketentuan yang
bertentangan, undang-undang itu dibuat berdasarkan keadaan hukum yang
sungguh-sungguh, dan dalam undang-undang tersebut tidak terdapat
istilah-istilah yang dapat ditafsirkan secara berlain-lainan.

Tentang Keadilan
Aristoteles mengajarkan bahwa ada dua macam keadilan, yaitu : keadilan
distributif dan keadilan komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan yang
memberikan kepada setiap orang bagian menurut jasanya masing-masing, tidak
menuntut agar setiap orang mendapatkan bagian yang sama banyaknya, bukan
persamaan, melainkan kesebandingan. Sedangkan keadilan komutatif adalah
keadilan yang memberikan kepada setiap orang sama banyaknya dengan tanpa
mengingat jasa-jasa perseorangan (Apeldoorn, 1971 : 24 25).

Tim Penyusun Fakultas Hukum UGM 8


Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia

Keadilan distributif (distributive justice = justitia distributiva) lebih


menguasai hubungan antara masyarakat atau pemerintah dengan rakyatnya.
Sebagai contoh: Pasal 27 UUD 1945, yang berbunyi:
1; Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
2; Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan.
3; Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.

Keadilan komutatif (commutative justice = justitia commutativa) lebih


menguasai hubungan antara perseorangan, hubungan antara orang yang satu
dengan yang lain. Sebagai contoh: adalah hubungan-hubungan hukum yang
bersifat keperdataan, misalnya perjanjian jual-beli, perjanjian sewa-menyewa,
perjanjian tukar-menukar, dan lain sebagainya. Harus ada persamaan antara apa
yang diberikan oleh pihak yang satu dengan apa yang akan diterima dari pihak
lain.
Berbeda halnya dengan keadilan komutatif, harus merupakan suatu
perimbangan yang bersifat timbal balik atau bersifat timbal balik yang
proporsional (proportionate reciprocity). Pertukaran harus sama nilainya,
mengingat keadilan komutatif lebih menguasai hubungan keperdataan. Oleh
sebab itu keadilan komutatif sering disebut keadilan niaga (commercial
justice). Keadilan komutatif bermaksud memelihara ketertiban dan
kesejahteraan masyarakat.

Teori Utilitis
Tujuan hukum adalah menjamin tercapainya kebahagiaan sebesar-
besarnya untuk jumlah orang yang sebanyak-banyaknya. Penganut teori
utilitis antara lain adalah Jeremy Bentham, yang berpendapat bahwa
hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi
orang, tetapi mengingat apa yang berfaedah bagi orang yang satu
mungkin merugikan orang lain, maka tujuan hukum dirumuskan sebagai
berikut : hukum bertujuan menjamin adanya kebahagiaan yang sebesar-
besarnya pada orang sebanyak-banyaknya (Utrecht, 1961 : 27).

Tim Penyusun Fakultas Hukum UGM 9


Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum Indonesia

Tim Penyusun Fakultas Hukum UGM 10

Anda mungkin juga menyukai