Anda di halaman 1dari 15

TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

( Pemeriksaan Lapis Pondasi Agregat Kelas A (LPA) )

Widya Fanheyvel Rori


(13021101054)

UNIVERSITAS SAM RATULANGI


FAKULTAS TEKNIK
MANADO
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang Pemeriksaan
LPA pada mata kuliah Topik Khusus Transportasi ini.
Makalah ini dimaksudkan sebagai penjelasan ringkas dari Topik Khusus Transportasi.
Dengan membaca makalah tentang Pemeriksaan LPA ini, diharapkan pembaca dapat memahami
dan mengerti tentang materi Pemeriksaan LPA ini.
Saya sangat berharap karya tulis ini dapat berguna untuk dapat menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan mengenai materi tentang Pemeriksaan LPA ini kepada kita semua yang
membacanya. Dan saya juga berharap tugas ini dapat menjadi bahan pembelajaran yang dapat
diterima dan dipahami secara bersama.
Dalam penulisan karya tulis ini saya menyadari bahwa masih banyak kesalahan,
kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan atau penguraian karya tulis ini, untuk itu saya
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakannya.
Demikianlah karya tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas saya. Semoga karya tulis ini
dapat dijadikan sebagai acuan dalam proses pembelajaran dan semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Manado, 6 Desember 2016


Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penulisan
Metode Penulisan

BAB II : INTI PEMBELAJARAN


Pengertian Lapis Pondasi Agregat
Lapis Pondasi Agregat Kelas A (LPA)
Pemeriksaan Lapis Pondasi Agregat / Lapis Pondasi Atas yang sudah dikerjakan

BAB III : PENUTUP


Kesimpulan
Saran

REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jalan raya adalah prasarana transportasi darat yang lebih banyak dipakai oleh masyarakat
di Indonesia. Untuk itu pelayanan, kenyamanan dan keamanan bagi pengguna prasarana ini perlu
perhatian intensif supaya mendapatkan hasil pelayanan yang memuaskan. Departemen Pekerjaan
Umum merupakan Departemen yang melaksanakan layanan Pemerintah untuk menjaga
pelayanan transportasi darat menjadi aman dan nyaman bagi pemakai prasarana ini. Untuk
meningkatkan pelayanan ini, pihak Departemen Pekerjaan Umum Menunjuk Kontraktor sebagai
pelaksana, dan Konsultan sebagai perencana dan pengawas pelaksanaan.
Pembangunan jalan pada umumnya menggunakan konstruksi perkerasan lentur. Agar
perkerasan jalan lentur mempunyai daya dukung dan keawetan yang memadai guna memikul
beban yang bekerja diatasnya, maka perkerasan jalan dibuat berlapis-lapis. Lapisan paling atas
disebut lapisan permukaan, dan dibawahnya terdapat lapis pondasi agregat yang di letakkan di
atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Salah satu fungsi dari lapis pondasi adalah menopang
lapis permukaan dan beban roda kendaraan, maka lapis pondasi menerima pembebanan yang
berat. Oleh karena itu material yang digunakan sebagai lapis pondasi harus kuat dan memenuhi
spesifikasi yang ada. Dengan semakin bertambahnya lalu lintas yang melewati suatu ruas jalan,
maka jalan tersebut haruslah aman dan nyaman jika dilalui oleh pengguna jalan. Namun
kenyataan yang sering ditemui adalah jalan sering rusak dan tidak mencapai umur rencana yang
telah ditentukan. Hal ini disebabkan oleh beberapa penyebab, salah satu diantaranya adalah
pemakaian material yang tidak sesuai dangan spesifikasi yang telah ditentukan atau tidak layak
untuk dipakai, sehingga dapat menurunkan daya dukung dari jalan tersebut. Daya dukung
perkerasan pada jalan sebagian besar ditentukan oleh karakteristik agregat yang digunakan.
Sehingga pemilihan sifat agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan
keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.
Pada proyek proyek Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan di Dinas Bina Marga yang
di kerjakan kontraktor kelas nasional maupun daerah, yang terjadi saat ini masih bisa dikatakan
belum memenuhi pelayanan yang memuaskan. Hal ini bisa kita liat pada proyek proyek yang
ada, di mana banyak sekali kita temui sebelum mencapai umur rencana dan pada waktu
pelaksanaan sudah mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan oleh sumber daya manusia yang
melaksanakan pekerjaan tersebut belum mumpuni. Untuk memenuhi tuntutan mutu yang diminta
perlu tenaga ahli dan pelaksana pekerjaan yang mempunyai dedikasi tinggi untuk mencapai mutu
pekerjaan yang baik.

1.2. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk :
Memenuhi tugas mengenai materi Pemeriksaan LPA
Mempelajari dan menambah wawasan tentang Pemeriksaan LPA

1.3. Metode Penulisan


Karya tulis ini menggunakan Metode Pustaka, yaitu metode penulisan karya tugas ilmiah
dengan menggunakan bahan-bahan, materi-materi, data-data, informasi yang
dikumpulkan dari artikel-artikel dan tulisan-tulisan yang telah penulis baca.
BAB II
INTI PEMBELAJARAN

2.1. Pengertian Lapis Pondasi Agregat


Lapis pondasi agregat adalah lapis pondasi yang bahan utamanya terdiri atas agregat atau
batu atau granular material. Agregat adalah material berbutir yang keras dan kompak dan yang
dimaksud agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Disamping
untuk lapis pondasi agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana
transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan
ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang
tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunaan
atau pemeliharaan jalan.

2.2. Lapis Pondasi Agregat Kelas A (LPA)


Lapis Pondasi Agregat kelas A umumnya disebut juga Lapis Pondasi Atas (Base Course).
Karena terletak tepat di bawah permukaan perkerasan, maka lapisan ini menerima pembebanan
yang berat dan untuk mencegah terjadinya keruntuhan akibat tegangan yang terjadi langsung di
bawah permukaan, lapis pondasi atas harus terdiri dari bahan bermutu tinggi. Apabila lapis
pondasi atas terdiri atas agregat, maka agregat tersebut harus gradasi yang sesuai dengan gradasi
yang dicantumkan dalam spesifikasi. Karena lapis pondasi atas menerima beban yang berat,
CBR yang harus dipenuhi oleh bahan lapis pondasi atas biasanya ditetapkan 90 %. Namun
demikian, lapis pondasi pada perkerasan yang melayani lalu-lintas rendah mungkin tidak
menuntut bahan bermutu tinggi, tetapi cukup bahan bermutu lebih rendah. Penggunaan bahan
bermutu rendah untuk lapis pondasi dapat dikompensasi dengan mempertebal lapis permukaan.
Lapis pondasi yang terdiri atas bahan yang distabilisasi aspal atau semen dapat menghemat
biaya, karena lapis pondasi dengan bahan tersebut akan menjadi lebih tipis. Fungsi lapisan
pondasi atas ini adalah :
1. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan
beban kelapisan dibawahnya.
2. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
3. Bantalan terhadap lapisan permukaan sebagai lapisan perantara, maka syarat-syarat
untuk bahan perkerasan ini adalah :
1. Kualitas bahan harus baik.
a. Mengenai kekerasan/kekuatan Batu asal harus cukup kuat dan keras. Misal batu-
batuan granit, basalt dan andesit.
b. Mengenai bentuk butir, Bentuk butir harus merupakan bentuk bersegi-segi
mendekati bentuk kubus (dadu), agar tiap butir kedudukannya stabil dan tidak
mudah pecah.
2. Gradasi butiran-butiran harus merupakan susunan yang rapat. Susunan butir harus
serapat mungkin, artinya butir batuan harus terdiri dari bermacam-macam ukuran
sedemikian, sehingga rongga-rongga antara butir-butir yang besar diisi penuh oleh
butir-butir yang kecil dan rongga-rongga antara butir yang kecil ini pula diisi penuh
oleh butirbutir yang lebih kecil-kecil lagi,demikian seterusnya, sehingga ruang bebas
atau rongga-rongga (voids) menjadi sekecil-kecilnya.
3. Kandungan filler harus cukup tetapi tidak melampaui batas maksimum/minimum.
Kandungan filler harus cukup, dengan batas maksimum dan minimum, dengan
demikian letak butir-butir lebih kokoh/stabil. Bila kandungan filler lebih dari
maksimum, maka jalan mudah retak-retak, karena butir batu dalam base letaknya
tidak stabil.
4. Homoginitas atau sesempurna mungkin. Yang dimaksud ialah butir-butir yang
besar, sedang, halus, sampai debu harus tercampur aduk menjadi satu dan merata.
Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah material yang cukup
kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat, umumnya menggunakan
material dengan CBR 90% dan Plastis Indeks (PI) 6% (sesuai spesifikasi Bina
Marga tahun 2010). Bahan-bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilisasi
tanah dengan semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.
2.3. Pemeriksaan Lapis Pondasi Agregat / Lapis Pondasi Atas yang Sudah
Dikerjakan
2.3.1 Material dan peralatan yang diperlukan
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai material mengenai material yang
digunakan sebagai objek penelitian dan peralatan-peralatan yang digunakan dalam
penelitian.
Material
Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah agregat yang diperoleh
langsung dari lokasi proyek suatu jalan.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan ini meliputi peralatan yang
digunakan untuk pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat, analisa saringan, alat
pengujian sand cone, pengujian abrasi dengan menggunakan alat los angeles yang
terdapat di Laboratorium Transportasi.

2.3.2 Data
Adapun data-data yang diperlukan untuk penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder.
Data Primer
Data primer adalah data yang diperlukan sebagai pendukung utama dalam suatu penulisan
laporan. Data ini diperoleh dari pengujian lapangan serta pemeriksaan di laboratorium
yang akan dijadikan suatu pembahasan dan kesimpulan. Pemeriksaan tersebut meliputi
pemeriksaan berat jenis, analisa saringan, pengujian sand cone, pengujian abrasi dengan
alat los angeles dan pengujian CBR lapangan.
Data Sekunder
Data sekunder merupakan data pendukung data primer yang diperlukan dalam penelitian
yang berupa data analisa saringan, CBR rencana, pemadatan standar, berat jenis agregat,
abrasi los angeles. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum.
2.3.3 Metode Pengumpulan Data
Supaya mendapatkan hasil yang diharapkan, dilakukan pengujian kembali agregat
yang telah dilaksanakan, pengambilannya dengan cara random. Metode pengambilan
sampel dilakukan dengan cara zig zag, Sampel diambil 10 (sepuluh) buah dengan jarak
menurut kondisi lapangan tiap titik. Pengujian kembali yang dilakukan meliputi :
2.3.3.1 Pemeriksaan sifat fisik agregat

a. Pemeriksaan berat jenis agregat kasar dan agregat halus


Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk spesific
gravity), berat jenis kering permukaan jenuh (saturated surface dry spesific
gravity), berat jenis semu (apparent specific gravity). Pemeriksaan ini
berpedoman pada AASTHO T-85-74 dan ASTM D-127-68. Peralatan yang
digunakan adalah keranjang kawat berdiameter lubang 3,35 mm berkapasitas
5000 gram, timbangan dengan ketelitian 0,1%, saringan berdiameter 19,1 mm dan
saringan berukuran 4,75 mm.
Agregat yang dipilih adalah agregat yang lolos saringan berdiameter 19,1 mm
dan tertahan saringan no.4 (4,75 mm) sebanyak 5000 gram, yang sebelumnya
dicuci hingga bersih dari bahan-bahan yang melekat pada permukaan, dan
kemudian dioven pada suhu 105oC sampai mencapai berat tetap. Stelah itu agregat
didinginkan pada suhu ruang selama 1 sampai 3 jam, kemudian ditimbang (Bk).
Kemudian agregat tersebut direndam selama 24 jam, setelah itu dilap
permukaannya sampai selaput air pada permukaan hilang (SSD) lalu ditimbang
(Bj). Agregat dimasukkan kembali ke dalam keranjang sambil digoyang-
goyangkan di dalam air, sampai udara yang terserkap keluar dan ditimbang
beratnya (Ba).
Pemeriksaan berat jenis agregat halus dimaksudkan untuk berat jenis (bulk
spesific gravity), berat jenis kering permukaan jenuh (sturated surface dry spesific
gravity), berat jenis semu (apparent specific gravity) dari agregat halus.
Pemeriksaan ini berpedoman pada AASTHO T-84-81. Peralatan yang digunakan
adalah timbangan berkapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram,
picnometer dengan kapasitas 500 ml. Kerucut (cone) terpancung berdiameter atas
(403)mm, diameter bawah (90 3) mm dan tinggi (75 3) mm dibuat dari
logam tebal minimum 0,8 mm, batang penumbuk yang mempunyai bidang
penumbuk rata, berat (340 1) gram, diameter permukan penumbuk (253) mm.
Saringan no. 4, air suling dan talam.
Benda uji yang digunakan adalah agregat yang lolos saringan no.4 (4,75)
sebanyak 1000 gram, yang sebelumnya di oven pada suhu (110 5)oC, sampai
berat tetap. Kemudian dinginkan pada suhu ruang dan rendam dalam air selama
(24 4) jam, buang air rendaman secara hati-hati jangan sampai ada butiran yang
hilang. Tebarkan agregat diatas talam, keringkan di udara panas dengan cara
membalik-balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi keadaan
kering permukaan jenuh, periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan
mengisikan benda uji kedalam kerucut terpancung,padatkan dengan batang
penumbuk 25 kali, kemudian angkat kerucut terpancung. Keadaan kering
permukaan jenuh tercapai apabila benda uji runtuh tetapi masih dalam keadaan
tercetak. Kemudian masukkan 500 gram benda uji kedalam piknometer,
masukkan air suling sampai mencapai 90% isi piknometer, putar sambil
diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara didalamnya. Rendam
piknometer dalam air dan buat suhu air menjadi suhu standar 250C, tambahkan air
sampai tanda batas. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian
0,1 gram (Bt). Keluarkan benda uji dan keringkan dalam oven dengan suhu (110
5)oC sampai berat tetap, setelah benda uji dingin, timbanglah (Bk) tentukan berat
piknometer erisi air penuh dan ukur suhu air guna penyesuaian dengan suhu
standar 25oC (B).
b. Pemeriksaan indeks kepipihan dan kelonjongan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui presentase agregat yang terbentuk pipih dan
lonjong dengan berat total yang berpedoman pada AASHTO T-27-74. Benda uji
yang akan digunakan dalam pemeriksaan ini adalah agregat yang tertahan mulai
saringan ukuran 13,2 mm sampai dengan ukuran 9,5 mm. Pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan flackiness gauge untuk kepipihan dan elonginess gauge
untuk kelonjongan.
Pemeriksaan indeks kepipihan dilakukan dengan memasukkan agregat kedalam
lubang pada flackiness gauge. Agregat yang lolos adalah agregat yang pipih
kemudian ditimbang beratnya dan indeks kepipihan yang dipakai adalah 0,6 kali
diameter saringan yang digunakan.
Pemeriksaan indeks kelonjongan dilakukan sama dengan pemeriksaan terhadap
indeks kepipihan tertapi indeks kelonjongan yang dipakai adalah ukuran
terpanjang 1,8 kali diameter saringan yang dipakai. Kemudian agregat
dimasukkan satu persatu kedalam elonginess gauge, agregat yang tertahan adalah
agregat yang lonjong kemudian di timbang beratnya dan dihitung indeks
kelonjongannya.
c. Pemeriksaan abrasi (keausan agregat)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap
penghancuran (abrasi) dengan menggunakan mesin los angeles yang berpedoman
pada AASHTO T-96-74, ASTM C-131-55 dan ASTM C-535-9. Alat yang
digunakan adalah mesin los angeles yang terdiri dari silinder baja tertutup pada
kedua sisinya berdiameter 71 cm dan panjang 50 cm, bola-bola baja berdiameter
4,68 cm dengan berat masing-masing antara 390-445 gram, timbangan, oven dan
saringan umuran 19,1 mm, 13,2 mm, 9,52 mm dan 1,7 mm (no.12).
Benda uji dipersiapkan sebanyak 5 kg (a), dibersihkan dan dikeringkan dalam
oven pada suhu 110oC sampai berat tetap dan didinginkan pada suhu ruang. Benda
uji yang telah didinginkan dimasukkan kedalam mesin los angeles dengan jumlah
putaran 500 kali (gradasi b). Setelah selesai putaran, agregat dikeluarkan
kemudian selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC sampai berat
tetap dan ditimbang beratnya (b).

2.3.3.2 Pemeriksaan gradasi agregat (Analisa Saringan)


Ukuran gradasi diperiksa dengan analisa saringan dengan mengikuti
metoda SNI 03-1968-1990. Benda uji yang digunakan adalah agregat sebanyak
5000 gram dan dikeringkan dalam oven pada suhu 110oC sampai berat tetap.
Selanjutnya agregat yang telah dioven dikeringkan pada suhu ruang dan kemudian
disaring dengan satu set saringan yang disusun mulai saringan 2 (50 mm); 1,5
(37,5 mm); 1 (25 mm); 3/8 (0,6); no.4 (4,75 mm); no. 10 (200 mm); no.40
(0,425 mm); no.200 (0,075 mm). Peralatan yang digunakan yaitu berupa satu set
saringan, timbangan dan neraca, oven, mesin pengguncang saringan, talam-talam,
kuas, sikat dan sendok. Agregat yang tertinggal diatas masing masing saringan
ditimbang dan dihitung persentasenya terhadap berat total. Hasil pengujian analisa
saringan digambarkan dengan grafik pembagian butir.
Tabel Gradasi Lapis Pondasi Agregat

Ukuran Ayakan Persen Berat yang Lolos % lolos


ASTM (mm) Kelas A Kelas B Kelas C
2" 50 100 100
1 1/2" 37,5 100 88-99 70-100
1" 25,0 77-85 70-85 55-87
3/8" 9,50 44-58 40-65 40-70
No. 4 4,75 27-44 25-52 27-60
No.10 2,0 17-30 15-40 20-50
No. 40 0,425 7-17 8-20 10-30
No. 200 0,075 2-8 2-8 5-15
Sumber : Pusat Litbang Prasarana Transportasi Badan Penelitian dan
Pengembangan 2005"

2.3.3.3 Pengujian Sifat Mekanis


a. Pengujian Kepadatan lapangan dengan sand cone
Pengujian kepadatan lapangan dengan menggunakan sand cone, sesuai dengan
metode ASTM Designation D-1556. Prosedur standar untuk menentukan berat
volume di lapangan akibat pemadatan antara lain dengan menggunakan metode
kerucut pasir (sand cone). Kerucut pasir (sand cone) terdiri atas sebuah silinder
besi atau kaca (merek ELE), dengan sebuah kerucut logam dipasang diatasnya,
botol plastik atau silinder besi dan kerucut ini diisi dengan pasir ottawa kering
bergradasi seragam. Berat dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi
botol telah tertentu (W1) dilapangan, sebuah lubang kecil digali pada permukaan
material yang telah dipadatkan. Bila berat tanah basah yang digali dari lubang
tersebut dapat ditentukan (W2) dan kadar air dari tanah galian itu juga diketahui,
maka berat kering dari tanah (W3) bisa didapat.
b. Pengujian CBR lapangan
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui nilai daya dukung tanah apakah
masih padat atau sudah mengalami penurunan. Alat yang digunakan adalah
dongkrak mekanis (merek MBT), piston, stopwatch, profing ring yang sudah
dikalibrasi, keping beban seberat 5 kg, dum truck dengan beban bagian belakang
roda min 6 ton.
Pasang dongkrak mekanis dibawah dump truck dengan cara mengikatnya
dibawah bamper belakang, diikat dengan kuat agar dongkrak mekanis tidak
bergeser, pasang profing ring, di bawah profing ring dipasang piston hingga
menyentuh permukaan tanah yang akan diuji, pasang dua buah beban masing-
masing 5 kg di atas permukaan yang sudah diratakan, penetrasi dengan kecepatan
1,25 mm/menit dan baca penetrasi 0,0125 dengan waktu menit dan seterusnya,
jaga kecepatan putaran tetap konstan.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari semua hasil pemeriksaan yang dilakukan dilapangan atau dilaboratorium untuk
sifat-sifat fisis agregat harus memperoleh hasil yang telah memenuhi standar
spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Kementrian Pekerjaan Umum Direktorat Jendral
Bina Marga tahun 2010.
Titik pengujian kadar air pada LPA harus memenuhi persyaratan.
Pengujian kekuatan atau daya dukung agregat dengan cara CBR harus memperoleh
hasil yang telah memenuhi standar spesifikasi yang telah ditetapkan oleh Kementrian
Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga tahun 2010.

3.2. Saran
Disarankan kepada pihak terkait agar selalu melakukan evaluasi terhadap kinerja
perkerasan agar kondisi jalan dimasa yang akan datang menjadi lebih baik.
REFERENSI

http://www.ilmulabtekniksipil.id/2016/02/studi-degradasi-agregat-lapisan-pondasi.html
http://sipiluty11.blogspot.co.id/2015/04/pelaksanaan-pekerjaan-lapis-pondasi.html
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/tekno/article/viewFile/8185/7741

Anda mungkin juga menyukai