Anda di halaman 1dari 11

Sensor Curah Hujan

1. Pendahuluan

Curah hujan (presipitasi) merupakan salah satu aspek terpenting dalam bidang
meteorologi, klimatologi dan geofisika. Dengan data-data yang didapat dari pengukuran curah
hujan, kita dapat mengetahui pola cuaca yang terjadi di suatu daerah yang lingkupnya tidak
terlalu luas misalnya wilayah kabupaten. Secara umum, alat yang digunakan untuk mengukur
curah hujan disebut penakar hujan atau istilah lainnya rain gauge (penakar hujan).

Satuan curah hujan yang umum digunakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika adalah millimeter (mm). Jadi jumlah curah hujan yang diukur sebenarnya adalah tebal
atau tingginya permukaan air hujan yang menutupi suatu area di permukaan bumi. Curah hujan 1
mm artinya dalam area 1 m2 (1 meter persegi) pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1
mm atau tertampung sebanyak 1 liter atau 1000 ml.

Diperkirakan volume air hujan yang jatuh di seluruh dunia setiap tahunnya adalah sekitar
505.000 km3 dan sekitar 398,000 km3-nya jatuh di lautan. Jika dirata-ratakan, seluruh permukaan
daratan di bumi mengalami curah hujan sekitar 1 meter (39 inci) dan di lautan sekitar 1,1 meter
(43 inci) [15].

Presipitasi dapat berarti bukan hanya sesuatu yang biasa kita sebut air hujan, namun bisa
pula salju, air yang membeku ketika menyentuh daratan, maupun es.

Alat penakar hujan yang sederhana adalah sebuah tabung plastik yang menampung
maksimal 25 mm air hujan seperti ilustrasi di samping. Air hujan
ditampung di silinder dalam dan silinder luar. Silinder dalam berkapasitas
25 mm sedangkan silinder luar antara 100-200 mm. Jika penuh, maka air
akan meluap ke silinder luarnya, lalu isi silinder dalam dibuang dan air
hujan di silinder luar diisikan ke dalam silinder 25 mm tadi. Total air
hujan di silinder dalam dengan silinder luar yang tercatat adalah curah
hujan totalnya. Air hujan di silinder luar dikosongkan dan pengukuran
dilanjutkan lagi. Saat musim dingin tiba, corong dan silinder dalam
dikeluarkan dan hanya silinder luar yang besar itu yang dibiarkan
sehingga salju-salju dapat masuk ke dalamnya. Saat mencapai maksimum,
salju dicairkan.

Prinsip dari penakar hujan sederhana ini dapat ditemukan


aplikasinya di hampir semua penakar hujan baik yang manual maupun
otomatis.

Gambar 1. Penakar hujan sederhana [15]


2. Tipe-tipe Penakar Hujan dan Cara Kerjanya

Secara garis besar, alat penakar hujan terbagi menjadi 2 yaitu:

a. Penakar hujan biasa tipe observatorium atau non-recording (pencatatannya manual).

b. Penakar hujan otomatis/ penakar hujan yang dapat mencatat sendiri (self-recording).

Penakar hujan yang akan dibahas lebih lanjut di sini adalah penakar hujan otomatis. Penakar
hujan otomatis terbagi lagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Penakar hujan otomatis tipe Hellmann yaitu penakar hujan yang menggunakan sistem
pelampung (floating).

Cara kerjanya yaitu jika hujan turun, air hujan akan masuk kedalam tabung yang
berpelampung melalui corongnya, air yang masuk kedalam tabung mengakibatkan
pelampung beserta tangkainya terangkat (naik ke atas). Pada tangkai pelampung terdapat
tangkai pena yang bergerak mengikuti tangkai pelampung, gerakan pena akan menggores
pias yang diletakkan/digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan sendirinya.

Penunjukkan pena pada pias sesuai dengan jumlah volume air yang masuk ke dalam
tabung, apabila pena telah menunjuk angka 10 mm. maka air dalam tabung akan keluar
melalui
gelas siphon
yang
bentuknya
melengkung

Gambar 3.
Prinsip
kerja
penakar
hujan tipe
Hellmann [1]

Gambar 2. Penakar hujan otomatis tipe Hellmann [1]

Seiring dengan keluarnya air maka pelampung akan turun, dan dengan turunnya
pelampung tangkai penapun akan bergerak turun sambil menggores pias berupa garis lurus
vertikal. Setelah airnya keluar semua, pena akan berhenti dan akan menunjuk pada angka 0, yang
kemudian akan naik lagi apabila ada hujan turun.

Gambar 4. Penakar hujan tipe Tipping Bucket elektrik [1]

2. Penakar hujan otomatis yang menggunakan sistem tipping bucket.

Penakar hujan dengan system tipping bucket ada yang dioperasikan secara mekanis dan
ada pula yang elektrik. Penakar hujan di atas hanya menggunakan listrik untuk memanaskan
air hujan saat musim dingin sedangkan pencatatannya masih menggunakan sistem mekanis.
Model seperti ini mulai digunakan BMG di Indonesia sejak tahun 1976 [1] dan sekarang
sudah jarang digunakan lagi. Luas permukaan corong penakar hujan ini 400 Cm2. Silinder
jam untuk meletakkan pias, serta perlengkapan bucketnya berada pada satu kotak, dan dapat
diangkat keluar dari badan penakar hujan saat penggantian pias. piasnya berskala 50 mm.
Pada saat penggantian pias kedudukkan pena tidak perlu dirubah atau diturunkan,
sebagaimana halnya pada penakar hujan type Hellman. Dalam pemasangan alat ini, tinggi
permukaan corongnya 140 Cm dari permukaan tanah [1]. Cara kerjanya sebagai berikut:

Air hujan akan masuk melalui permukaan corong penakar, kemudian mengalir untuk
mengisi salah satu bucket. Setiap jumlah air hujan yang masuk sebanyak 0.5 mm. atau
sejumlah 20 ml maka bucket akan berjungkit, dimana bucket yang satunya akan terangkat
dan siap untuk menerima air hujan yang akan masuk berikutnya. Pada saat bucket berjungkit
maka pena akan menggores pias 0.5 skala (0,5 mm.), pena akan menggores pias dengan
gerakan naik ataupun turun. Demikianlah seterusnya bucket akan bergantian berjungkit bila
ada air hujan yang masuk, dari goresan pena pada skala pias dapat diketahui jumlah curah
hujannya.

Pada umumnya peralatan Automatic Weather Station (AWS) yang kini banyak
dioperasikan di Stasiun Meteorologi, perangkat sensor penakar hujannya menggunakan
Tipping Bucket. Dimana pada saat bucketnya saling berjungkit, secara elektrik terjadi kontak
dan menghasilkan keluaran nilai curah hujan yang displaynya dapat dilihat pada monitor.

Penakar hujan type tipping bucket, nilai curah hujannya tiap bucket berjungkit tidak
sama, serta luas permukaan corongnya beragam tegantung dari merk pembuatnya. Jadi dalam
kita mengoperasikan penakar hujan jenis tipping bucket, kita harus pula mengetahui secara
teliti dasar dari perhitungan data yang dihasilkannya.

Gambar 5. Penakar hujan tipe Tipping


Bucket elektrik [1].

Untuk itu perlu dilakukan pengetesan atau mengkalibrasinya, dengan cara


menuangkan sejumlah air sesuai dengan luas permukaan corong dan nilai curah hujan tiap
jungkit / tip bucketnya. Jadi nilai curah hujan 1 mm yang masuk pada luasan permukaan
corong yang berbeda, maka volume air yang tertampung pun berbeda contohnya : Masing-
masing penakar hujan yang berbeda merk, dan luas permukaan corongnya tersebut, berbeda
pula nilai tiap jungkit / tip bucketnya, misalnya ada yang 0,1 mm, 0,2 mm dan 0,5 mm.
Sebagai contoh untuk luas corong 200 Cm2 dan nilai tiap jungkit / tip bucket 0.2 mm, maka
volume air yang dituangkan 4 Cc akan menjungkitkan bucket sesaat setelah airnya tercurah
semua, keadaan ini akan berulang lagi pada giliran bucket berikutnya. Apabila saat air telah
dituangkan semua tapi bucketnya belum berjungkit, atau air belum tertuang semua tapi
bucketnya telah berjungkit, maka dalam keadaan ini kita harus mengupayakan penyetelan
kedudukan tinggi rendahnya penyangga bucket. Upaya ini dilakukan sampai mendapatkan
hasil yang benar-benar tepat, sesuai dengan perhitungannya.

3. Pengembangan Penakar Hujan Tipping Bucket Memanfaatkan Sensor

3.1 Tipping bucket rain gauge dengan reed switch


Tipping bucket rain gauge seperti ini terdiri atas:

Sebuah corong untuk mengumpulkan air hujan.


Jungkat-jungkit (bucket) yang terkalibrasi dengan baik.
Sensor pendeteksi gerakan bucket.
Display banyaknya gerakan bucket.

Gambar 6. Bagan tipping bucket rain gauge dengan reed


switch [4]

Air hujan yang ditampung corong jatuh ke dalam salah satu


sisi jungkat-jungkit. Jungkat-jungkit haruslah dikalibrasi
dengan hati-hati agar dapat menahan sampai 0,001 inci air
hujan (0,03 mm) sebelum jungkat-jungkit bergerak ke arah
lainnya sehingga air hujan tumpah dan jungkat-jungkit dapat
terisi air hujan kembali di sisi yang berlawanan. Setiap kali
jungkat-jungkit menyentuh dasar, magnet kecil akan
menggerakkan reed switch. Reed switch mengirimkan sinyal ke counter. Counter akan
mengalkulasi banyaknya sinyal tadi dikalikan dengan satuan yang telah ditetapkan atau
dikalibrasi misalnya satu sinyal atau satu clock bernilai 0,2 mm. Banyaknya clock tadi akan
disimpan di dalam logger.

Gambar 7. Tipping bucket rain gauge dengan


reed switch yang sedang bekerja [7]

Logger adalah sistem pengolah sinyal


menjadi data, penyimpan data dan pendistribusi data. Di dalam logger, setiap terjadinya
clock dapat juga diprogram agar waktu terjadinya juga dicatat sehingga nantinya hasilnya
akan jelas terlihat di grafik history atau dalam database di memori. Penyajian data dapat
menggunakan display seven segment, LCD, monitor PC melalui RS232/wireless maupun
print-out.
3.2 Optical Precipitation Sensor

1). Precipitation Optical Detector

Cara kerja sensor ini mirip dengan promixity


sensor. Proximity sensor mampu mengenali
keberadaan suatu objek yang berada di
sekitarnya tanpa adanya kontak fisik dengan
objek tersebut. Objek tersebut dikenali pula
sebagai targetnya. Perbedaan tipe sensor yang
digunakan proximity sensor memengaruhi
perbedaan targetnya / objek yang bisa
dikenalinya pula. Dalam aplikasi precipitation
optical detector ini, proximity sensor
mengeluarkan gelombang elektromagnetik dalam bentuk sinar infra merah yang
digunakan untuk mengenali objek tetesan air hujan.

Gambar 8. Precipitation optical detector dengan IR

Gambar 9. Cara kerja sensor infra merah mengukur


curah hujan
Gambar 10. Sebuah proximity sensor

Penakar curah hujan ini memanfaatkan sensor infra red (IR-light barrier) untuk
mendeteksi butiran air hujan yang melewati celah yang diaktifkan

Gambar 11. Laser precipitation monitor [8]

cahaya infra red dan selanjutnya dikonversi menjadi besaran intensitas air hujan
.Biasa dilengkapi pula dengan Contact Relay (on/off sensor bila ada hujan) dan alat
pemanas untuk menghindari pembekuan/salju pada musim dingin. Perkembangannya,
sensor infra red tersebut dapat pula membedakan mana yang tetesan air hujan, gumpalan
salju atau butiran es.
2). Laser Precipitation Monitoring

Prinsip kerja dari laser precipitation monitoring hampir sama dengan infra red
precipitation optical detector hanya saja cahaya yang dikeluarkan adalah sinar laser
(gambar 9).

Laser precipitation monitor pada dasarnya adalah sebuah disdrometer.


Disdrometer adalah sebuah instrument yang digunakan untuk mengukur distribusi ukuran
dari hydrometeor (semua jenis partikel air yang jatuh ke bumi termasuk air hujan, salju,
es) [2]. Disdrometer yang menggunakan laser ini mampu membedakan air hujan (deras
maupun gerimis), butiran es & gumpalan salju yang diamatinya.

Gambar 12. Cara kerja laser mengukur curah hujan [1]

Sinar laser memancarkan gelombang horizontal yang lebar dan dangkal


dimana partikel hydrometeor jatuh di antara rentangan sinar tersebut. Setelah
melaluinya, pancaran sinar tadi difokuskan ke sebuah garis photodiode.
Photodiode adalah sejenis photodetector yang mampu mengubah cahaya ke
dalam arus atau tegangan tergantung dari mode operasinya [10]. Partikel
hydrometer yang jatuh di antara area pengukuran (sepanjang rentangan sinar
laser tadi) mengakibatkan variasi dalam intensitas radiasi yang terdeteksi.
Dengan begitu instrument dapat mengenali partikel apa yang jatuh di rentangan
sinar laser tersebut misalnya partikel air hujan, salju dan lain-lain.
Gambar 13. Photodiode [10]

Unit DSP (Digital Signal Processor) dalam disdrometer laser ini akan
mengalkulasikan ukuran partikel dan kecepatan partikel serta mengategorikan presipitasi
ke dalam beberapa kelas.

Gambar 14. Disdrometer laser dalam cuaca ekstrem

Keunggulan disdrometer yang menggunakan


laser ini adalah hasil pengukurannya yang paling akurat,
handal untuk segala cuaca (reliable) , hampir tidak
memerlukan perawatan instrument lasernya,
mempunyai pengatur temperature, penangkal petir, biaya pengoperasian yang relatif
rendah, dapat digunakan untuk pengendalian jarak jauh (remote access) dan real time
[17]. Data yang dikumpulkan di logger dapat ditransfer ke PC melalui serial interface.
Sering pula disdrometer seperti ini diintegrasikan dengan perangkat meteorologi lainnya
seperti sensor kecepatan angin, arah angin, temperature dan kelembapan.

4. Pembahasan

Hal-hal berikut ini harus diperhatikan dalam penggunaan penakar curah hujan agar instrumen
dapat berfungsi secara baik:

1. Instrumen penakar hujan harus diletakkan di tempat yang benar-benar rata, datar dan
bebas dari getaran yang dapat memengaruhi pembacaan pengukuran. Getaran yang tidak
diinginkan dapat menggerakkan jungkat-jungkit yang sangat ringan pada penakar curah
hujan tipe tipping bucket sehingga dapat memanipulasi banyaknya clock.
2. Alat penakar hujan seperti tipe tipping bucket, Hellmann maupun tipe lainnya yang
memanfaatkan sensor sebaiknya diletakkan di tempat lapang, atau paling tidak, memiliki
jarak dengan bangunan terdekat sepanjang satu kali tinggi bangunan tersebut.
3. Penempatan alat penakar hujan di atap bangunan atau di tempat yang sulit dijangkau
tidak dianjurkan.
4. Debu dapat menyumbat penakar hujan tipe tipping bucket sehingga harus dibersihkan,
sekecil apapun. Debu dapat pula memengaruhi keseimbangan jungkat-jungkit pada
penakar hujan tipping bucket.
5. Penakar hujan sebaiknya memiliki pelindung untuk melindungi dari binatang.
6. Penakar hujan sebaiknya secara rutin dikaliberasi.

Gambar 15. Alat kaliberasi penakar hujan yang alirannya diukur


dengan presisi flow meter [1].

g. Pada penakar curah hujan tipe tipping bucket, ada hal penting yang
harus diperhatikan terutama pada saat terjadi hujan yang sangat deras.
Jika hujan terlampau deras, jungkat-jungkit bisa jadi tidak dapat
berfungsi dengan baik karena jungkat jungkit dihujani air terus menerus sehingga sulit
untuk mengembalikan ke posisi semula. Hal ini menjadi kelemahan penakar curah hujan
tipe tipping bucket.

5. Kesimpulan
Secara garis besar terdapat dua metode pengukuran curah hujan yaitu metode pencatatan
manual dan metode pencatatan otomatis.
Yang termasuk metode pencatatan otomatis yaitu: metode penakar hujan otomatis tipe
Hellmann, tipping bucket dan menggunakan sensor.
Tipping bucket rain gauge dengan reed switch dan magnet kecil sebagai konektor ke
rangkaian counter-nya merupakan sensor curah hujan paling sederhana.
Sensor curah hujan yang lebih modern menggunakan aplikasi proximity sensor.
Proximity sensor adalah sensor yang dirancang untuk mengenali objek tertentu yang
berada di sekeliliingnya.
Laser precipitation monitor dan Precipitation optical detector memiliki cara kerja yang
sama namun berbeda dalam medium partikel hidrometeornya. Precipitation optical
detector menggunakan pancaran sinar infra merah dimana dalam rentangan radiasi sinar
tersebut, hydrometeor akan mengenainya sehingga proximity sensor dapat mendeteksi
adanya objek yang melewati medium tersebut dengan mencatat perubahan pancaran sinar
ketika objek lewat. Digital Signal Processor akan mengolah dan menganalisis pola-pola
tersebut sehingga dapat diidentifikasi mana yang air hujan, mana yang salju dan
sebagainya beserta ukuran partikelnya. Hasil identifikasi dikirim ke unit logger dan data
disimpan sebagai database curah hujan. Database dapat diakses pula melalui jaringan
oleh Pusat Cuaca.
Penggunaan proximity sensor dapat mempercepat dan mempermudah ahli meteorologi
dalam menganalisis pola cuaca dan membuat ramalan cuaca yang lebih akurat dengan
penyajian data yang lebih cepat dan lebih mudah diakses langsung dari pusat cuaca.

Daftar Referensi

Anda mungkin juga menyukai