Tim Penyusun:
Ayu Dahliyanti, M.Eng.
Geby Otivriyanti, S.T.
Ikhsan Solikhuddin, S.T.
Uswatun Khasanah, S.Tr.
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
Bab 1 Osborne Reynolds Experiment........................................................ 1
Bab 2 Venturimeter....................................................................................................
6
Pipe Networks.................................................................................................... 13
Bab 3 Pipe Networks I.................................................................................. 15
Bab 4 Pipe Networks II................................................................................. 19
Shell And Tube Heat Exchanger...................................................................... 23
Bab 5 Shell and Tube Heat Exchanger (Countercurrent Operation)............ 26
Bab 6 Shell and Tube Heat Exchanger (Cocurrent Operation)...............................
35
Bab 7 Shell and Tube Heat Exchanger (Effect of Flowrate)....................................
44
Pompa Sentrifugal............................................................................................. 54
Bab 8 Pompa Sentrifugal (Single Pump)...................................................... 57
Bab 9 Pompa Sentrifugal (Series Pump)...................................................... 63
Bab 10 Pompa Sentrifugal (Parallel Pump)................................................. 69
Sistem Kendali.................................................................................................. 75
Bab 11 Level Control Sistem Inflow............................................................. 80
Bab 12 Level Control Sistem Outflow........................................................... 92
Bab 13 Pressure Control Sistem Inflow........................................................ 104
Bab 14 Pressure Control Sistem Outflow.....................................................................
121
Plate Heat Exchanger...................................................................................... 137
Bab 15 Plate Heat Exchanger (Countercurrent Operation)............................ 141
Bab 16 Plate Heat Exchanger (Cocurrent Operation).................................. 151
Batch Distillation............................................................................................. 161
Bab 17 Distilasi Batch Dengan Total Refluks............................................... 165
Bab 18 Distilasi Batch Dengan Konstan Refluks........................................... 170
Kolom Absorbsi……………………………………………………………... 175
Bab 19 Absorbsi Dan Stripping……………………………………………………...
178
Bab 20 Penyerapan CO2 Dalam Kolom Menggunakan NaOH…................. 187
1.1 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami perbedaan tipe aliran laminar, transisi, dan
turbulen.
2. Mahasiswa mampu menganalisis pengaruh variasi laju alir terhadap tipe
aliran fluida
1.2 DASAR TEORI
Aliran fluida secara umum dapat dibedakan menjadi :
1. Aliran Laminer, yaitu kondisi aliran dengan garis-garis aliran mengikuti
jalur yang sejajar sehingga tidak terjadi percampuran antar bidang-bidang
geser fluida.
2. Aliran turbulen, yaitu kondisi aliran dengan garis-garis aliran yang saling
bersilangan sehingga terjadi percampuran antara bidang-bidang geser di
dalam fluida.
3. Aliran transisi, yaitu kondisi aliran peralihan dari aliran laminer menjadi
aliran turbulen, atau dari turbulen menjadi laminer.
1.6 REFERENSI
1. Armfield. 2012. Osborne Reynolds’ Demonstration
2. De Nevers, Noel. 1991. Fluid Mechanic for Chemical Engineer, 2nd
Edition . New York: McGraw-Hill.
3. Tilton, N. J. 2008. Perry’s Chemical Engineering, 8th Edition. New York:
McGraw-Hill.
2.1 TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mahasiswa dapat mengestimasi koefisien aliran, Cd melalui Venturimeter.
2. Mahasiswa dapat membuat perbandingan antara tekanan terukur dan ideal
sepanjang Venturimeter.
Persamaan Bernoulli :
𝑃1 𝑉12 𝑃2 𝑉22 𝑃𝑛 𝑉𝑛2
𝑍1 + + = 𝑍2 + + = 𝑍𝑛 + + (2.1)
𝜌.𝑔 2.𝑔 𝜌.𝑔 2.𝑔 𝜌.𝑔 2.𝑔
Keterangan:
Z = Vertical Elevation of the Fluid (m)
P = Pressure (kPa)
𝜌 = Density (kg/m3)
g = Gravity (m/s2)
Persamaan Kontinuitas
𝐴1 . 𝑉1 = 𝐴2 . 𝑉2 (2.2)
Keterangan :
A = Area (m2)
V = Velocity (m/s)
2g(h1 −h2 )
Q = Cd . A 2 √ A 2
(2.3)
1−( 2 )
A1
Di mana sisi kiri persamaan (2.6) merupakan tekanan eksperimental dan sisi
kanan persamaan (2.6) merupakan tekanan ideal.
𝑄
𝐶𝑑 = Catatan: untuk setiap
2g(h1 − h2 ) debit yang berbeda
A2
√ A 2
1 − ( A2 )
3. Plot Grafik 1
2.6 REFERENSI
1. Armfield. 2015. Bernoulli’s Theorem Demonstration Instruction Manual.
2. De Nevers, Noel. 1991. Fluid Mechanics for Chemical Engineers, 2nd
Edition. New York: McGraw-Hill.
2.7 TUGAS
1. Jelaskan prinsip kerja dari venturimeter!.
2. Jelaskan definisi dari Cd!. Apakah Cd bernilai konstan?
3. Turunkan persamaan Bernoulli dan kontinuitas hingga diperoleh
persamaan akhir untuk menghitung Cd.
4. Jelaskan hubungan antara Cd dan Q!
PENDAHULUAN
Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya memiliki penampang lingkaran
yang digunakan untuk mengalirkan fluida. Fluida yang dialirkan melalui pipa
dapat berupa zat cair atau gas. Tekanan yang dihasilkan bisa lebih besar ataupun
lebih kecil dari tekanan atmosfer. Fluida yang mengalir pada suatu pipa akan
memiliki head loss tergantung dari besar diameter dan panjang pipa yang
dilaluinya. Head loss dapat terjadi karena:
1. Gesekan antara fluida dan dinding pipa
2. Friksi antara sesama partikel pembentuk fluida tersebut
3. Turbulensi yang diakibatkan saat aliran di belokkan arahnya atau hal lain
seperti misalnya perubahan akibat komponen perpipaan (valve, flow reducer,
keran atau diameter).
Head loss akibat gesekan (Hf ) dapat diukur dengan hand pressure meter,
sehingga nilai K dapat diketahui dengan persamaan:
Hf .D5
K= (3.2)
LQ2
3.1 TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengukur head loss untuk aliran air pada rangkaian
pipa dengan diameter pipa yang berbeda.
2. Mahasiswa dapat mengukur pengaruh diameter pipa terhadap head loss.
4.1 TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengukur head loss untuk aliran air pada rangkaian pipa
dengan alur aliran yang berbeda.
2. Mahasiswa dapat mengukur pengaruh alur pipa terhadap head loss.
PENDAHULUAN
Heat Exchanger merupakan peralatan yang digunakan untuk melakukan
proses pertukaran energi kalor (pemanasan atau pendinginan) antara fluida yang
mempunyai temperatur berbeda. Prinsip kerja heat exchanger adalah perpindahan
panas secara tidak langsung dari fluida panas ke fluida dingin yang dipisahkan
oleh dinding (tanpa disertai perpindahan massa). Fluida panas yang dipakai dapat
berupa steam, air panas, serta suatu cairan atau gas dengan temperatur yang lebih
tinggi. Sedangkan fluida dingin yang digunakan dapat berupa air pendingin
(cooling water), refrigerant, maupun cairan atau gas dengan temperatur yang
lebih rendah.
Shell & tube heat exchanger merupakan tipe yang paling umum digunakan
di industri terkait teknik kimia. Alat ini terdiri dari shell (bejana berbentuk pipa
besar) yang berisi sejumlah tubes (pipa-pipa kecil). Heat exchanger tipe ini
dilengkapi dengan baffles (penyekat) yang berfungsi untuk mengatur arah aliran
dan meningkatkan kecepatan fluida yang mengalir di dalam shell, sehingga
memungkinkan terjadinya laju perpindahan panas yang lebih tinggi. Bagian-
bagian dari shell and tube heat exchanger dapat dilihat pada gambar 5.A dan 5.B.
Untuk perhitungan pada Bab 5 hingga 7, gunakan data dalam tabel 5a dan
5b berikut:
TUGAS
1. Jelaskan prinsip kerja dan rangkaian alat shell & tube heat exchanger.
2. Jelaskan definisi dan cara perhitungan overall efficiency.
3. Jelaskan definisi dan cara perhitungan LMTD.
4. Jelaskan definisi dan cara perhitungan overall heat transfer coefficient.
5.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja shell and tube heat exchanger.
2. Menganalisis perpindahan panas aliran berlawanan arah (countercurrent).
3. Menghitung overall efficiency (η), LMTD dan overall heat transfer
coefficient (U) aliran berlawanan arah (countercurrent).
Gambar 5.3 Saklar pada bagian belakang heat exchanger service unit.
Gambar 5.8 Letak pengaturan power on HT33 shell and tube exchanger.
6. Klik heater-controls, kemudian display PID controller dan set point
temperature 50℃, ubah mode operation menjadi automatic.
Gambar 5.9 Tampilan menu PID software HT33 shell and tube
exchanger.
Gambar 5.10 Tampilan menu PID software HT33 shell and tube
exchanger.
8. Klik setup, pilih sample interval 30 s.
Gambar 5.11 Tampilan menu setup software HT33 shell and tube
exchanger.
Gambar 5.13 Ikon go pada software HT33 shell and tube exchanger.
11. Klik Stop, jika 10 interval data telah tercapai dan save as file.
Gambar 5.14 Tampilan menu table pada software HT33 shell and tube
exchanger.
1. Perubahan Temperatur
Perubahan hot fluid temperature dan cold fluid temperature secara umum
dapat ditulis:
∆Tℎ𝑜𝑡 = T1 − T2 (℃ ) (5.1)
∆T𝑐𝑜𝑙𝑑 = T4 − T3 (℃ ) (5.2)
2. Transfer panas
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑓𝑜𝑟 ℎ𝑜𝑡 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑 (Q e ) = qmh x Cph x (T1 − T2 ) (W) (5.3)
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑓𝑜𝑟 𝑐𝑜𝑙𝑑 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑 (Q a ) = qmc x Cpc x (T4 − T3 ) (W) (5.4)
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑙𝑜𝑠𝑡 (Q f ) = (Q e − Q a ) (W) (5.5)
3. Overall Efficiency
Q
η = Qa x 100% (5.6)
e
4. Temperature Efficiency
• Temperature efficiency for hot fluid
T −T
𝜂ℎ = T1 −T2 𝑥 100 (%) (5.7)
1 3
𝜂ℎ + 𝜂𝑐
𝜂𝑚 = 𝑥 100 (%) (5.9)
2
Di mana:
∆t1 = T2 − T3 (℃)
∆t 2 = T1 − T4 (℃)
5.8 REFERENSI
1. Armfield. 2015. Instruction Manual Shell and Tube Heat Exchanger.
2. Kern, Donald.Q. 1965. Process Heat Transfer, New York: McGraw-Hill.
3. Serth R.W. 2007. Process Heat Transfer Principles and Applications, 1st
Edition. Elsevier.
6.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja shell and tube heat exchanger.
2. Menganalisis perpindahan panas aliran searah (cocurrent).
3. Menghitung overall efficiency (η), LMTD dan overall heat transfer
coefficient (U) aliran searah (cocurrent).
Hot side
T1
T2
t1 t2
Cold side
parallel flow
Gambar 6.3 Saklar pada bagian belakang heat exchanger service unit.
Gambar 6.8 Letak pengaturan power on HT33 shell and tube exchanger.
6. Klik heater-controls, kemudian display PID controller dan set point
temperature 50℃, ubah mode operation menjadi automatic.
Gambar 6.9 Tampilan menu PID software HT33 shell and tube exchanger.
Gambar 6.10 Tampilan menu PID software HT33 shell and tube exchanger.
8. Klik setup, pilih sample interval 30 s.
Gambar 6.11 Tampilan menu setup software HT33 shell and tube
exchanger.
Gambar 6.13 Ikon go pada software HT33 shell and tube exchanger.
11. Klik Stop, jika 10 interval data telah ercapai dan save as file.
Gambar 6.14 Tampilan menu table pada software HT33 shell and tube
exchanger.
4. Temperature Efficiency
• Temperature efficiency for hot fluid
T −T
𝜂ℎ = T2 −T1 𝑥 100 (%) (6.6)
2 3
𝜂ℎ + 𝜂𝑐
𝜂𝑚 = 𝑥 100 (%) (6.8)
2
Di mana:
∆t1 = T2 − T3 (℃)
∆t 2 = T1 − T4 (℃)
6. Overall Heat Transfer Coefficient
• Heat transmission length
L = n x l (m) (6.10)
n = 7 (number of tubes)
l = heat transmission length of each tube (0,144 m)
6.7 REFERENSI
1. Armfield. 2015. Instruction Manual Shell and Tube Heat Exchanger.
2. Kern, Donald.Q, 1965, Process Heat Transfer, New York: McGraw-Hill.
3. Serth R.W. 2007. Process Heat Transfer Principles and Applications, 1st
Edition. Elsevier.
7.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja shell and tube heat exchanger.
2. Menganalisis pengaruh perubahan hot and cold fluid flowrate terhadap
temperature efficiencies and overall heat transfer coefficient.
3. Menghitung overall efficiency (η), LMTD dan overall heat transfer
coefficient (U).
Gambar 7.2 Saklar pada bagian belakang heat exchanger service unit.
Gambar 7.6 Letak pengaturan power on HT33 shell and tube exchanger.
6. Klik heater-controls, kemudian display PID controller dan set point
temperature 60℃, ubah mode operation menjadi automatic.
Gambar 7.7 Tampilan menu PID software HT33 shell and tube exchanger.
Gambar 7.8 Tampilan menu PID software HT33 shell and tube exchanger.
Gambar 7.9 Tampilan menu setup software HT33 shell and tube exchanger.
Gambar 7.11 Ikon go pada software HT33 shell and tube exchanger.
Gambar 7.12 Tampilan menu table pada software HT33 shell and tube
exchanger.
13. Catat data pengamatan
14. Hitung perubahan temperature (Perubahan hot fluid temperature dan cold
fluid temperature)
15. Hitung heat power by hot fluid (Qe), heat power by cold fluid (Qa), heat
power lost (Qf) dan overall efficiency.
16. Hitung Temperature Efficiency for hot fluid, Temperature Efficiency for
cold fluid, and Mean Temperature Efficiency.
17. Hitung logartithmic mean temperature difference (LMTD)
18. Hitung Overall Heat Transfer Coefficient (U)
4. Temperature Efficiency
• Temperature efficiency for hot fluid
T −T
𝜂ℎ = T2 −T1 𝑥 100 (%) (7.6)
2 3
𝜂ℎ + 𝜂𝑐
𝜂𝑚 = 𝑥 100 (%) (7.8)
2
Di mana:
∆t1 = T2 − T3 (℃)
∆t 2 = T1 − T4 (℃)
6. Overall Heat Transfer Coefficient
• Heat transmission length
L = n x l (m) (7.10)
n = 7 (number of tubes)
l = heat transmission length of each tube (0,144 m)
• Heat Transmission area
do = 0,00635 m (diameter tube dalam)
𝐴 = 𝜋 × 𝑑𝑜 × 𝐿 (𝑚2 ) (7.11)
• Overall Heat Transfer Coefficient (U)
𝑄 = 𝑈 𝑥 𝐴 𝑥 ∆𝑡𝑙𝑚 ( 7.12)
PENDAHULUAN
Pompa secara umum didefinisikan sebagai suatu alat atau mesin yang
digunakan untuk memindahkan cairan dari suatu tempat ke tempat yang lain
dengan cara mengubah energi mekanis dari penggerak atau motor menjadi energi
kinetis (kecepatan) pada fluida yang dipompa dan akhirnya menjadi energi
tekanan.
Pada pompa sentrifugal, fluida yang masuk pada suction akan meningkat
energi kinetiknya karena dorongan gaya sentrifugal yang diciptakan oleh putaran
baling-baling impeller pada kecepatan tinggi. Kecepatan fluida yang tinggi setelah
melewati impeller diubah menjadi energi tekanan pada bagian yang bernama
volute (rumah keong) sebelum keluar pada discharge.
Dalam praktikum ini digunakan pompa sentrifugal, karena banyak
digunakan dalam kehidupan manusia sehari-hari, terutama pada bidang industri.
Secara umum pompa sentrifugal digunakan untuk kepentingan pemindahan fluida
dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada industri minyak bumi, sebagian besar
pompa yang digunakan dalam fasilitas gathering station, suatu unit pengumpul
fluida dari sumur produksi sebelum diolah dan dipasarkan, ialah pompa bertipe
sentrifugal. Pada industri perkapalan pompa sentrifugal banyak digunakan untuk
memperlancar proses kerja di kapal.
Dalam pelaksanaan operasinya pompa sentifrugal dapat bekerja secara
tunggal, seri, dan paralel. Jenis operasi yang digunakan harus sesuai dengan
tujuan dan kebutuhan penggunaan instalasi pompa. Karakteristik pompa harus
terlebih dahulu diketahui agar didapatkan sistem yang optimal.
Impeller
volute
Gambar 8a. Centrifugal pump.
Sumber : Armfield (2013:14)
Adapun kerja aktual yang diterima oleh fluida per satuan massa (Wo):
𝑊𝑜 = ((𝑣2 2 − 𝑣1 2 )⁄2) + 𝑔(𝑧2 − 𝑧1 ) + ((𝑝2 − 𝑝1 )⁄𝜌)
Persamaan di atas dapat juga dinyatakan dalam bentuk head total H (Selisih
energi per satuan massa (head) antara suction dan discharge pompa disebut
dengan head total), yang memiliki satuan panjang, dengan cara membagi semua
suku dengan percepatan gravitasi.
Pressure gauges mengukur tekanan suction dan discharge dalam besaran head
(h), di mana h = p⁄ρ . g (tekanan hidrostatis), sehingga total head:
H = (z2 − z1 ) + (h2 − h1 )
8.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja pompa sentrifugal.
2. Menganalisis pengaruh kecepatan putaran motor dan debit terhadap head
dan efficiency pompa.
Di mana:
Q = Debit (m3/s)
V = Volume (m3)
t = Waktu (s)
2. Menghitung Total Head
H = (z2-z1) + (h2-h1) ............................................................................ (8.2)
9.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja pompa sentrifugal.
2. Menganalisis pengaruh kecepatan putaran motor dan debit terhadap head
dan efficiency pompa.
3. Menganalisis pengaruh rangkaian series pump terhadap head
Di mana:
Q = Debit (m3/s)
V = Volume (m3)
t = Waktu (s)
2. Menghitung Total Head
H = (z2-z1) + (h2-h1) ............................................................................ (9.2)
10.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja pompa sentrifugal.
2. Menganalisis pengaruh kecepatan putaran motor dan debit terhadap
head dan efficiency pompa.
3. Menganalisis pengaruh perbedaan rangkaian pompa terhadap head dan
debit.
Di mana:
Q = Debit (m3/s)
V = Volume (m3)
t = Waktu (s)
2. Menghitung Total Head
H = (z2-z1) + (h2-h1) ........................................................................ (10.2)
PENDAHULUAN
Sistem kendali merupakan alat yang umum untuk mengontrol suatu proses
di sebuah industri. Dalam sistem kendali terdapat beberapa istilah umum yang
sering digunakan, diantaranya set point, manipulated variable, disturbance,
control variable.
Di Industri, terdapa empat besaran utama yang perlu diukur dan
dikendalikan yaitu kecepatan alir fluida (flow), tekanan (pressure), ketinggian
fluida (level), dan temperatur (temperature).
Secara umum dua cara untuk memastikan besaran-besaran tersebut tetap
pada nilai reference/set point yang diharapkan. Pertama, dengan melakukan
pengendalian secara manual. Misalkan pada sebuah tangki, terdapat saluran untuk
mengeluarkan air, serta saluran untuk menyuplai tangki dengan air. Operator yang
bertugas akan membaca level ketinggian cairan dari sigHT glass yang terpasang
untuk mengukur level air. Dari informasi level, ia kemudian mengatur besar
bukaan keran (manual katup) untuk mengatur aliran. Jika level sudah lebih tinggi
dari set point yang diharapkan, maka operator akan mengecilkan bukaan keran,
dan sebaliknya jika temperatur lebih rendah dari set point maka operator akan
meningkatkan bukaan keran. Cara kedua adalah dengan melakukan pengendalian
secara otomatis maupun menggunakan controller.
Di industri, pengendalian secara otomatis lebih sering digunakan karena
responnya lebih cepat, lebih presisi, meminimalkan faktor kelalaian, dan
mengurangi resiko kecelakaan operator.
b. Metode Tuning
Tuning merupakan proses penyesuaian parameter pengedalian PID
agar controller mampu merespon perubahan dalam sistem secara optimum
serta menghasilkan output sesuai nilai yang diinginkan. Terdapat dua
metode tuning yang umum digunakan, yaitu Reaction Curve dan Ultimate
Period.
P+I+D PB = 0.5 (R1 x L) to 0.8 (R1 x L) IAT = 2.0L to 2.5L DAT = 0.3L to 0.5L
Nilai ultimate period (Pc, dalam menit) yang tepat diperoleh saat
sistem berosilasi secara stabil dengan amplitudo konstan. Jika osilasi
berangsur-angsur hilang, maka nilai P (proportional band) harus
diturunkan. Sebaliknya jika osilasi sedikit demi sedikit meningkat maka
P harus dinaikkan sampai amplitudo tetap konstan.
B Integral (I) e PD
6. Jelaskan prinsip dari metode tuning reaction curve dan ultimate period.
11.1 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja level control.
2. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja level control secara inflow
3. Mahasiswa mampu menganalisis perbedaan prinsip level control sistem
automatic dan sistem manual
4. Mahasiswa mampu memahami pengaruh penggunaan on/off pada level
control process dan PID
5. Mahasiswa mampu menentukan range PID yang sesuai pada level control
process menggunakan metode tunning
Overflow
Process Vessel
Inflow
CV 3
Solenoid CV 1 / inlet
Pump
Drain Valve
Orifice
Secondary Outlet Main outlet
P + I Controller
1. Pilih ikon diagram untuk menampilkan diagram proses dan klik
Power On pada control. Jika indikator level pada diagram proses tidak
bernilai 0 mm pada saat tangki kosong (tangki atas) maka klik zero.
11.5 REFERENSI
1. Armfield. 2015. Instruction Manual Level Control Process.
2. Douglas O.J. deSa. 2001. Instrumentation Fundamentals for Process
Control. USA: Taylor & Francis.
3. Stephanopoulos, G. 1984. Chemical Process Controll: An Introduction to
Theory and Practice. New Jersey: PTR. Prentice-Hall.
12.1 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja level control.
2. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja level control secara outflow.
3. Mahasiswa mampu menganalisis perbedaan prinsip level control sistem
automatic dan sistem manual.
4. Mahasiswa mampu memahami pengaruh penggunaan on/off pada level
control process dan PID.
5. Mahasiswa mampu menentukan range PID yang sesuai pada level control
process menggunakan metode tuning.
Overflow
Process Vessel
Inflow
CV 3
Solenoid CV 1 / inlet
Pump
Drain Valve
Orifice
Secondary Outlet Main outlet
2. Klik PID Box pada diagram proses, atur Proportional Band menjadi
200%, Integral Time dan Derivation Time menjadi 0
P + I Controller
1. Pilih ikon diagram untuk menampilkan diagram proses dan klik
Power On pada control. Jika indikator level pada diagram proses
tidak bernilai 0 mm pada saat tangki kosong (tangki atas) maka klik
zero.
2. Klik PID Box pada diagram proses, atur Proportional Band sesuai
dengan nilai yang terbaik pada percobaan sebelumnya, Integral Time
menjadi 100 s, dan Derivation Time menjadi 0
12.5 REFERENSI
1. Armfield. 2015. Instruction Manual Level Control Process.
2. Douglas O.J. deSa. 2001. Instrumentation Fundamentals for Process
Control. USA: Taylor & Francis.
3. Stephanopoulos, G. 1984. Chemical Process Controll: An Introduction to
Theory and Practice. New Jersey: PTR. Prentice-Hall.
13.1 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja pressure control.
2. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja pressure control secara
intflow
3. Mahasiswa mampu menganalisis perbedaan prinsip pressure control
sistem automatic dan sistem manual
4. Mahasiswa mampu memahami pengaruh penggunaan on/off pada
pressure control process dan PID
5. Mahasiswa mampu menentukan range PID yang sesuai pada pressure
control process menggunakan metode tunning
Inflow
CV 3
CV 4
CV 2
CV 1
Secondary outlet
Pump
Darin valve
Orifice
Solenoid Main outlet
Sistem Kendali
1. ManualPastikan katup CV2 terbuka penuh dan katup ventilasi CV4
tertutup.
2. Atur kecepatan pompa sedemikian rupa sehingga tekanan di dalam tangki
tetap konstan pada 0.2 bar
3. Pilih ikon Go untuk memulai pencatatan data
9. Amati respon yan terjadi di saat menuju set point dan beberapa titik di
set point.
10. Ubah set point menjadi 0.7 bar dan amati respon yang terjadi.
• Menggunakan PID
P only Controller
1. Pilih ikon diagram untuk menampilkan diagram proses dan klik
Power On pada control. Jika indikator level pada diagram proses tidak
bernilai 0 mm pada saat tangki kosong (tangki atas) maka klik zero.
13.5 REFERENSI
1. Armfield. 2015. Instruction Manual Pressure Control Process.
2. Douglas O.J. deSa. 2001. Instrumentation Fundamentals for Process
Control. USA: Taylor & Francis.
3. Stephanopoulos, G. 1984. Chemical Process Controll: An Introduction to
Theory and Practice. New Jersey: PTR. Prentice-Hall.
14.1 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja pressure control.
2. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja pressure control secara
outflow
3. Mahasiswa mampu menganalisis perbedaan prinsip pressure control
sistem automatic dan sistem manual
4. Mahasiswa mampu memahami pengaruh penggunaan on/off pada
pressure control process dan PID
5. Mahasiswa mampu menentukan range PID yang sesuai pada pressure
control process menggunakan metode tunning
Inflow
CV 3
CV 4
CV 2
CV 1
Secondary outlet
Pump
Darin valve
Orifice
Solenoid Main outlet
• Menggunakan PID
P only Controller
1. Pilih ikon diagram untuk menampilkan diagram proses dan klik Power
On pada control. Jika indikator level pada diagram proses tidak bernilai
0 mm pada saat tangki kosong (tangki atas) maka klik zero.
P + I Controller
1. Pilih ikon diagram untuk menampilkan diagram proses dan klik Power
On pada control. Jika indikator level pada diagram proses tidak bernilai 0
mm pada saat tangki kosong (tangki atas) maka klik zero.
14.5 REFERENSI
1. Armfield. 2015. Instruction Manual Pressure Control Process.
2. Douglas O.J. deSa. 2001. Instrumentation Fundamentals for Process
Control. USA: Taylor & Francis.
3. Stephanopoulos, G. 1984. Chemical Process Controll: An Introduction to
Theory and Practice. New Jersey: PTR. Prentice-Hall.
PENDAHULUAN
Heat Exchanger merupakan peralatan yang digunakan untuk melakukan
proses pertukaran energi kalor (pemanasan atau pendinginan) antara fluida yang
mempunyai temperatur berbeda. Prinsip kerja heat exchanger adalah perpindahan
panas secara tidak langsung dari fluida panas ke fluida dingin yang dipisahkan
oleh dinding (tanpa disertai perpindahan massa). Fluida panas yang dipakai dapat
berupa steam, air panas, serta suatu cairan atau gas dengan temperatur yang lebih
tinggi. Sedangkan fluida dingin yang digunakan dapat berupa air pendingin
(cooling water), refrigerant, maupun cairan atau gas dengan temperatur yang
lebih rendah.
Berdasarkan pada arah aliran fluida pertukaran panas dapat dibedakan menjadi:
• Aliran searah (cocurrent/parallel flow)
• Aliran berlawanan arah (Countercurrent)
Untuk perhitungan pada Bab 5 dan 6, gunakan data dalam tabel 15a dan 15b
berikut:
Tabel 15a. Specific heat capacity of water (Cp Kj/kg oK).
15.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja Plate heat exchanger.
2. Menganalisis perpindahan panas aliran berlawanan arah
(countercurrent).
3. Menghitung overall efficiency (η), LMTD dan overall heat transfer
coefficient (U).
4. Temperature Efficiency
• Temperature efficiency for hot fluid
T −T
𝜂ℎ = T1 −T2 𝑥 100 (%) (5.7)
1 3
𝜂ℎ + 𝜂𝑐
𝜂𝑚 = 𝑥 100 (%) (5.9)
2
Di mana:
∆t1 = T2 − T3 (℃)
∆t 2 = T1 − T4 (℃)
6. Overall Heat Transfer Coefficient
• Heat Transmission area
𝐴 = 𝑁 𝑥 𝑎(𝑚2 ) (5.11)
a = Proyeksi area perpindahan panas dari setiap lempeng (0.008 m2)
N = Jumlah pelat dengan cairan panas dan dingin di sisi yang
berlawanan (tanpa dimensi)
• Overall Heat Transfer Coefficient (U)
𝑄 = 𝑈 𝑥 𝐴 𝑥 ∆𝑡𝑙𝑚 (5.12)
16.1 TUJUAN
1. Memahami prinsip kerja Plate Heat Exchanger.
2. Menganalisis perpindahan panas aliran searah arah (cocurrent).
3. Menghitung overall efficiency (η), LMTD dan overall heat transfer
coefficient (U).
Gambar 16.13 Tampilan ikon pada diagram proses HT32 plate exchanger.
1. Perubahan Temperatur
Perubahan hot fluid temperature dan cold fluid temperature secara umum
dapat ditulis:
∆Tℎ𝑜𝑡 = T1 − T2 (℃ ) (6.1)
∆T𝑐𝑜𝑙𝑑 = T4 − T3 (℃ ) (6.2)
2. Transfer panas
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑓𝑜𝑟 ℎ𝑜𝑡 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑 (Q e ) = qmh x Cph x (T1 − T2 ) (W) (6.3)
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑓𝑜𝑟 𝑐𝑜𝑙𝑑 𝑓𝑙𝑢𝑖𝑑 (Q a ) = qmc x Cpc x (T4 − T3 ) (W) (6.4)
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑙𝑜𝑠𝑡 (Q f ) = (Q e − Q a ) (W) (6.5)
Q
η = Qa x 100% (6.6)
e
4. Temperature Efficiency
• Temperature efficiency for hot fluid
T1 −T2
𝜂ℎ = 𝑥 100 (%) (6.7)
T1 −T3
𝜂ℎ + 𝜂𝑐
𝜂𝑚 = 2
𝑥 100 (%) (6.9)
Di mana:
∆t1 = T2 − T3 (℃)
∆t 2 = T1 − T4 (℃)
6. Overall Heat Transfer Coefficient
• Heat Transmission area
𝐴 = 𝑁 𝑥 𝑎(𝑚2 ) ( 6.11)
a = Proyeksi area perpindahan panas dari setiap lempeng (0.008 m2)
N = Jumlah pelat dengan cairan panas dan dingin di sisi yang
berlawanan
(tanpa dimensi)
• Overall Heat Transfer Coefficient (U)
𝑄 = 𝑈 𝑥 𝐴 𝑥 ∆𝑡𝑙𝑚 (6.12)
PENDAHULUAN
Distilasi merupakan suatu proses pemisahan suatu feed berfasa liquid
yang terdiri dari dua atau lebih komponen menjadi produk distilat (overhead) dan
bottom dengan komposisi yang berbeda dari feed. Distilasi didasarkan atas
perbedaan volatilitas relatif atau titik didih antar komponen. Semakin besar
perbedaan volatilitas relatif antar komponen, maka semakin mudah untuk
dipisahkan menggunakan distilasi. Proses ini membutuhkan panas untuk
mendidihkan feed dan memproduksi fasa vapor yang akan dikontakkan dengan
fasa liquid secara countercurrent dalam kolom berisi packing atau tray. Karena
perbedaan volatilitas relatif, fasa vapor kaya akan komponen dengan fraksi ringan
sedangkan fasa liquid kaya akan komponen dengan fraksi berat.
Distilasi Batch
Pada proses distilasi batch, feed yang akan dipisahkan dimasukkan ke
dalam labu yang selanjutnya dipanaskan hingga mendidih. Selama proses
berjalan, uap yang terbentuk akan diembunkan secara kontinyu oleh kondesor
untuk memperoleh produk distilat. Salah satu ciri dari distilasi batch ialah
komposisi feed dan distilat yang selalu berubah setiap waktu (unsteady state).
Distilasi batch biasanya digunakan untuk operasi dengan kapasitas kecil.
Persamaan Fenske
Untuk menentukan jumlah theoretical stage (N) pada saat total reflux
(McCabe, 1993):
Keterangan:
𝑥𝐷 : fraksi mol ligHT key di distilat
𝑥𝐵 : fraksi mol ligHT key di bottom
𝛼𝐴𝐵 : geometric average relative volatility kedua komponen (pada suhu distilat dan
bottom)
Metode McCabe-Thiele
atau
R = L/D : reflux ratio
3) Membuat garis feed (q-line). Kemiringan garis bergantung pada fasa dari
feed.
TUGAS
1. Lampirkan data kesetimbangan untuk ethanol-air pada 1 atm. Gambarkan
dalam bentuk grafik menggunakan Ms.excel/milimeter block.
2. Jelaskan prinsip dasar proses distilasi.
3. Sebutkan minimal 3 contoh aplikasi batch distillation di industri.
4. Jelaskan bagian-bagian utama dari suatu kolom distilasi beserta fungsinya.
5. Jelaskan definisi ligHT key dan heavy key. Tentukan ligHT key dan heavy
key untuk percobaan ini.
6. Jelaskan perbedaan antara minimum reflux, constant reflux ratio, dan total
reflux.
7. Jelaskan cara penentuan theoretical stage dengan metode Mc.Cabe-Thiele.
Dalam proses distilasi sering digunakan refluks. Hal ini dimaksudkan agar
proses distilasi lebih optimal sehingga dapat menghasilkan produk dengan
kemurnian yang lebih tinggi. Reflux adalah hasil kondensasi yang dialirkan
kembali ke kolom distilasi untuk dipisahkan pemurnian lebih lanjut. Dalam proses
distilasi ada suatu kondisi dimana seluruh hasil kondensasi dikembalikan ke
dalam kolom distilasi sebagai reflux, kondisi ini disebut total reflux.
17.1 TUJUAN
1. Menentukan komposisi produk distilat dan bottom dengan menggunakan
metode refraktometri.
2. Menentukan overall column efficiency.
3. Menentukan jumlah stage teoritis dengan menggunakan metode grafis
Mc Cabe-Thiele dan metode matematis Fenske.
0
0,05
0,10
0,20
0,25
0,50
0,75
1
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
17.5 REFERENSI
1 Elettronica V. 2016. Batch Distilation Pilot Plant.
2 Seader, J. D., Ernest J. Henley, and D. Keith Roper. 2011. Separation
Process Principles Chemical and Biochemical, 3rd Edition. America:
John Wiley & Sons, Inc.
3 McCabe. 1993. Unit Operation of Chemical Engineering, 5th Edition.
New York: McGraw-Hill.
4 Henry Z.K. 1992. Distilation Design. New York: McGraw-Hill.
5 Henry Z.K. 1990. Distilation Operation. New York: McGraw-Hill.
6 Reklaitis G.V. 1983. Introduction To Material and Energy Balances.
Willey.
Dalam proses distilasi sering digunakan refluks. Hal ini dimaksudkan agar
proses distilasi lebih optimal sehingga dapat menghasilkan produk dengan
kemurnian yang lebih tinggi. Reflux adalah hasil kondensasi yang dialirkan
kembali ke kolom distilasi untuk dipisahkan pemurnian lebih lanjut. Pada proses
distilasi menggunakan konstan relux diatur sedemikian rupa sehingga hasil
kondensasi ada yang di kembalikan ke kolom dan ada yang di tamping pada
tangka sebagai hasil atau distilat.
18.1. TUJUAN
1. Menentukan komposisi produk distilat dan bottom dengan menggunakan
metode refraktometri.
2. Menentukan column efficiency.
3. Menentukan jumlah stage teoritis dengan menggunakan metode grafis
Mc.Cabe-Thiele dan metode matematis Fenske.
0
0,05
0,10
0,20
0,25
0,50
0,75
1
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
55
• Tray Column
Liquid yang terdistribusi di bagian atas tray bertemu dengan aliran gas
yang mengalir ke atas melalui lubang-lubang pada tray, sehingga terjadi
perpindahan massa. Liquid kemudian turun ke tray berikutnya melalui
downcomer berdasarkan gaya gravitasi. Laju alir liquid, luas area tray,
dan downcomer perlu diperhitungkan dengan baik untuk mencegah
terjadinya flooding pada kolom. Beberapa jenis tray yang sering
digunakan antara lain sieve tray, valve tray, dan bubble-cap tray.
Acak Terstruktur
TUGAS
1. Jelaskan prinsip kerja dan bagian-bagian dari unit kolom absorbsi.
2. Jelaskan pengertian dari flooding.
3. Jelaskan perbedaan dari tray dan packed column.
4. Jenis kolom apakah yang digunakan dalam eksperimen ini? Jelaskan alasan
pemilihan jenis kolom tersebut.
5. Jenis packing apakah yang digunakan dalam eksperimen ini? Jelaskan
alasan pemilihan jenis packing tersebut.
6. Jelaskan prinsip dan cara perhitungan untuk metode titrasi.
1. Pastikan katup kontrol aliran gas V1 dan V2, nyalakan pompa air dan
sesuaikan laju alir air 4 l/mnt dengan mengatur katup V10.
2. Nyalakan kompresor dan atur katup kontrol V2 untuk menghasilkan
aliran udara 55 l/mnt
3. Buka katup pengatur tekanan dengan hati-hati pada tabung Karbon
Dioksida, dan atur katup V1 sehingga laju alirnya 5 l/mnt.
4. Setelah 5 menit operasi, amati konsentrasi CO2 pada konsol.
Konsentrasi saluran masuk diperoleh dengan menekan bagian atas (I)
dari sakelar dan saluran keluar pembacaan konsentrasi diperoleh
dengan menekan area bawah (II).
20.1 TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja kolom absorbsi untuk sistem
CO2-air.
2. Mahasiswa dapat membandingkan pengaruh penambahan NaOH
terhadap penyerapan CO2
3. Mahasiswa mampu menganalisis kandungan CO2 dalam larutan NaOH
4. Mahasiswa mampu memahami transfer massa pada kolom absorbs
5. Mahasiswa dapat menentukan koefisien transfer massa pada percobaan
kolom absorbsi
2. Langkah Kerja
Percobaan ini sama dengan langkah kerja percobaan A Bab 10.
Sampel gas di inlet dan outlet, harus diambil seperti langkah kerja
percobaan A Bab 9. Komposisi cair secara perlahan berubah seiring
penyerapan CO2 yang terjadi, kondisi konstan hanya dapat
diperkirakan dengan mengambil sampel denan tenggat waktu yang
dekat.
Sehingga, setelah 5 menit cairan dan gas yang bersirkulasi pada laju
yang telah ditentukan sebelumnya, sehingga data yang harus ambil:
• Aliran Gas
20.6 REFERENSI
1. Armfield. 2015. Gas Absorption Column.
2. Brown, G.G. 1950. Unit Operation. New York: John Wiley & Sons,
Inc.
3. Ludwig, Ernest.E. 1979. Applied Process Design for Chemical and
Petrochemical Plants, 2nd Edition. Houston Texas: Gulf Publishing
Company.
4. Perry, RH.1984. Chemical Engineering Handbook, 6th Edition.
Singapore: McGraw-Hill.
5. Treyball, RG.1981. Mass Transfer Operation, 3rd Edition. McGraw-
Hill.