Anda di halaman 1dari 18

MODUL

PRAKTIKUM HIDROLIKA

LABORATORIUM HIDROLIKA, HIDROLOGI DAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK UIR
2023

Uni ver si ta s Isla m Ria u |0


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas sega limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan panduan praktikum untuk
praktikum Hidrolika dengan baik dan sesuai jadwal.

Mekanika fluida telah berkembang sebagai suatu disiplin analitik dari aplikasi
hukum-hukum klasik dari statika, dinamika dan termodinamika untuk situasi dimana cairan
dapat dianggap sebagai suatu media yang berkesinambungan. Buku Pedoman Praktikum
Mekanika Fluida & Hidrolika ini disusun untuk menjadi acuan praktikum Mekanika Fluida
& Hidrolika bagi mahasiswa/I Teknik Sipil Universitas Islam Riau (UIR).

Penulis menyadari bahwa modul ini masih banyak kekurangan dalam penulisan,
penyusu-nan ataupun penyajian materi. Untuk itu Penulis mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca, sebagai bahan penyempurnaan penyusunan modul berikutnya. Semoga modul
ini bisa memberikan hal yang bermanfaat bagi pembacanya.

Pekanbaru, Desember 2023

Tim Penyusun

Uni ver si ta s Isla m Ria u |1


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I OSBORNE REYNOLDS ............................................................................ 1
BAB II TUMBUKAN PANCARAN FLUIDA .......................................................
BAB III OPEN CHANNEL ...................................................................................
BAB IV ALIRAN MELALUI LUBANG ...............................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................

Uni ver si ta s Isla m Ria u |2


BAB I
OSBORNE REYNOLDS

1.1 Maksud dan Tujuan


1. Mengamati jenis-jenis aliran fluida
2. Menentukan bilangan Reynolds berdasarkan debit
3. Mencari hubungan antara bilangan Reynolds dengan jenis aliran
4. Mengamati profil parabolik dari aliran laminer

1.2 Alat yang Digunakan


1. Pesawat Osborne Reynolds
2. Tinta
3. Gelas ukur
4. Stopwatch
5. Termometer

1.3 Teori Dasar


Alat ini merupakan tiruan alat yang dipakai oleh Prof. Osborne Reynold (ahli fisika
inggris 1842-1912) untuk mengamati sifat-sifat aliran fluida di dalam pipa yang bisa dibedakan
menjadi :
a. Aliran laminer
b. Aliran turbulen
c. Aliran transisi
Aliran laminer adalah kondisi aliran dengan garis-garis aliran mengikuti jalur yang sejajar,
sehingga tidak terjadi percampuran antara bidang-bidang geser didalam fluida, sedangkan aliran
turbulen merupakan kondisi aliran dengan garis-garis aliran yang saling bersilang sehingga terjadi
percampuran antara bidang-bidang geser di dalam fluida. Salah satu kriteria yang menunjukkan
tingkat turbulensi aliran adalah bidang Reynolds (Re) yang didefinisikan sebagai perbandingan
antara kecepatan aliran rata-rata (U), diameter karakteristik pipa (D), dan viskositas kinetik fluida
(v).

Bila bilangan Reynolds dari aliran fluida tertentu dalam suatu pipa nilainya kuran g dari ±
2000, maka aliran yang terjadi adalah aliran laminer, sedangkan bila lebih dari ± 4000, maka aliran
yang terjadi adalah aliran turbulen.
Apabila suatu fluida dialirkan diantara batas-batas yang tetap, maka hambatan terhadap
gerakan aliran akan mempunyai nilai terbesar pada permukaan-permukaan batasnya. Hal tersebut
akan menyebabkan terjadinya perlambatan kecepatan partikel fluida pada permukaan batas,
sehingga akan membentuk suatu profil kecepatan pada aliran laminer yang berbentuk parabola
bisa melalui percobaan ini.
Bilangan Reynolds (Re) telah dikenal luas sebagai kriteria penentuan kondisi aliran cairan.
Bilangan Re ini diperoleh dari hasil perbandingan antara gaya inersia dan gaya kekentalan (Viscous

Uni ver si ta s Isla m Ria u |3


force) dalam suatu cairan. Bilangan ini dapat digunakan untuk menentukan keadaan transisi dari
aliran laminer ke aliran turbulen.
Untuk aliran pada pipa :
a. Re laminer < 2000
b. Re transisi = 2000 – 4000
c. Re turbulen > 4000

1.4 Prosedur Percobaan


1. Alat diatur hingga kedudukan mendatar, semua pipa pemberi dan pembuang
dihubungkan.
2. Reservoir diisi dengan zat warna (tinta), dan turunkan injektor berwarna hingga
ujungnya mencapai mulut inlet bagian atas.
3. Bukalah katup pemasukan dan biarkan memasuki tangki penenang. Usahakan
tercapainya muka air yang konstan dengn membuang kelebihan air lewat pipa
pembuang sebelah atas.
4. Diamkan air selama 5 menit dan ukur temperatur air dengan memasukkan
termometer kedalamnya.
5. Bukalah katup pengontrol aliran sedikit demi sedikit dan aturlah katup jarum
pengontrol zat warna sampai tercapai aliran lambat dengan zat warna terlihat jelas.
6. Tentukan besarnya debit yang lewat dengan menampung aliran yang lewat pipa
pembung selama selang waktu tertentu ke dalam gelas ukur.
7. Ulangi prosedur di atas untuk debit Q yang berubah-ubah dari kecil kebesar hingga
tercapai aliran kritik dan aliran turbulen.
8. Kerjakan kebalikan dari proses tersebut diatas untuk debit yang berubah-ubah dari
besar ke kecil hingga tercapai aliran kritik dan aliran laminer.
9. Untuk mengamati prifil kecepatan, turunkan injektor zat warna kedalam mulut
inlet, dan dalam keadaan tidak ada aliran bukalah katup jarum dari reservoir zat
warna dan teteskan zat warna dalam air. Bukalah katup pengontrol aliran dan
amati tetesan zat warna tersebut.
10. Pada setiap akhir percobaan temperatur diukur kembali.
11. Gambarlah grafik hubungan antara kecepatan aliran (v) dan bilangan Reynolds
(Re).

Uni ver si ta s Isla m Ria u |4


BAB II
TUMBUKAN PANCARAN FLUIDA

2.1 Maksud dan Tujuan


1. Menentukan besarnya gaya yang dihasilkan oleh pancaran air pada plat datar dan
cekung
2. Membandingkan besarnya gaya pancaran dan besarnya momentum antara plat
datar dan plat cekung

2.2 Alat yang Digunakan


1. Plat Datar
2. Plat Cekung
3. Alat pancaran fluida satu set
4. Beban
5. Gelas Ukur
6. Stopwatch

2.3 Teori Dasar


Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengubah energi potensial menjadi energi kinetik,
salah satunya adalah dengan memanfaatkan tekanan potensial untuk menghasilkan kecepatan tinggi
dengan demikian akan menjadi energi kinetik. Sistem ini digunakan pada turbin PLTA, dengan cara
pancaran air diarahkan pada baling-baling roda turbin yang berputar oleh adanya gaya pada baling-
baling akibat perubahan momentum yang terjadi pada ssat pancaran tersebut menumbik plat.
Pada percobaan ini gaya yang dihasilkan oleh pancaran air yang menumbuk pelat dapat
diukur dan dibandingkan besarnya aliran momentum.

Gambar 2.1 Pancaran Fluida

Dengan memperhatikan gambar di atas, pancaran yang dihasilkan sebesar W (kg/det)


mengalir dengan kecepatan V0 (m/det). Oleh plat dibelokkan sehingga fluida mempunyai kecepatan
V1 (m/det) pada arah β terhadap sumbu X. Perubahan-perubahan elevasi dan tekanan piezometrik
pancaran yang mungkin terjadi mulai saat tertumbuknya pelat sampai saat pancaran meninggalkan
pelat diabaikan.

Uni ver si ta s Isla m Ria u |5


Besarnya momentum yang masuk ke alat adalah :
W . V0 (kgm/det2)…………………………………… dalam arah sumbu X

Besarnya momentum pada saat menumbuk pelat adalah :


W . V1 (kgm/det2)

Besarnya momentum pada saat meninggalkan pelat adalah :


W . V1 . cos β (kgm/det)…………………….… dalam arah sumbu Y

Gaya pada pancaran fluida arah sumbu X besarnya sama dengan perubahan momentum
pada arah sumbu X, yaitu :
F = W . V1 . cos β - W . V0 ……………………… (kgm/det2) = Newton

Gaya (F) pada pelat pada arah sumbu X adalah besarnya sama dan berlawanan arah dengan
gaya tersebut sehingga :
F = W . (V0 . V1 cos β) ……………………….…… Newton

Untuk pelat datar β = 900, sehingga cos 90 = 0


Fdatar = W . V0 ………. ……………………….…… Newton

Untuk pelat cekung β = 1800, sehingga cos 180 = -1


Fcekung = W . ( V0 + V1 ) ……..……………….…… Newton

Disebabkan karena perubahan tekanan piezometrik dan elevasi diabaikan maka harga
maksimum V1 = V0 ( tidak ada kehilangan energi ).
Dengan demikian gaya maksimum yang munkin terjadi pada pelat cekung adalah :
Fcekung = 2 . W . V0 …………..……………….…… Newton

Sehingga pelat cekung dua kali lebih besar gayanya dari pelat datar.

2.4 Prosedur Percobaan


1. Alat pancaran diletakkan pada daerah yang datar dan tuas diatur pada posisi
seimbang dengan beban geser pada posisi nol.
2. Meletakkan pemberat pada jarak ditentukan oleh asisten, kemudian air dimasukkan
lewat katup pipa suplai.
3. Ukurlah air yang keluar oleh pancaran selama beberapa detik.
4. Ulangi percobaan dengan debit yang berbeda.
5. Ulangi percobaan pada plat cekung.

Uni ver si ta s Isla m Ria u |6


BAB III
OPEN CHANNEL

3.1 Ambang Lebar


3.1.1 Maksud dan Tujuan
1. Menentukan koefisien debit (Cd)
2. Mengamati profil muka air peluapan diatas ambang lebar
3. Menetukan hubungan Cd vs Hw/L dan Cw vsHw/P
4. Menentukan batas modular bendung / ambang (y3 – P) / Hw

3.1.2 Alat yang Digunakan


1. Satu set model saluran terbuka
2. Model ambang lebar
3. Point gauge
4. Level gauge
5. Mistar
6. Gelas ukur
7. Ember
8. Plastisin
9. Stopwatch

3.1.3 Teori Dasar

Gambar 3.1 Aliran diatas Ambang Lebar

Uni ver si ta s Isla m Ria u |7


Pada gambar ditas ditunjukkan profil aliran pada ambang lebar yang digunakan pada
saluran terbuka untuk mengendalikan tinggi muka air di bagian hulu dan untuk mengukur debet
air.
Alat ukur ambang lebar adalah bangunan yang berfungsi untuk mengukur debit yang
dipakai di saluran dimana kehilangan tinggi energi merupakan hal pokok yang menjadi bahan
pertimbangan. Bangunan ini biasanya ditempatkan di awal saluran primer, pada titik cabang
saluran besar dan tepat di hilir pintu sorong pada titik masuk petak tersier.
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh ambang lebar :
1. Bentuk hidrolis luwes dan sederhana
2. Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal
3. Benda-benda hanyut bisa dilewatkan dengan mudah
4. Eksploitasi mudah
Kekurangan-kekurangan yang dimiliki oleh ambang lebar :
1. Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja
2. Agar pengukuran teliti, aliran tidak boleh tenggelam
Pada saat debit besar (banjir) dan muka air hilir menenggelamkan ambang, maka
ambang tersebut tidak lagi berfungsi sebagai alat ukur debit. Batas tinggi aliran diatas mercu
yang tidak lagi memiliki kondisi energi minimum ditentukan oleh perbandingan tinggi muka
air hilir dan hulu, diukur dari bidang datum yang melalui mercu tersebut. Perbandingan ini
dikenal sebagai batas modular bendung.
Bila suatu ambang bermercu lebar bekerja sebagai suatu pengendali, maka debit yang
lewat tersebut dapat diperkirakan berdasar keadaan pengaliran kritis dengan garis aliran sejajar
sebagai berikut :

Dengan anggapan bahwa kehilangan energi akibat turbulensi dan viskositas fluida
diabaikan maka persamaan Bernoulli dapat berlaku, sehingga :

Dalam praktek asumsi garis aliran sejajar dan distribusi tekanan hidrostatik tidak
berlaku, kedalaman air diatas ambang tidak sama dengan kedalaman kritis walaupun terjadi
kondisi energi minimum. Selain itu terjadi pula kehilangan energi akibat turbulensi dan
viskositas fluidanya. Dengan memasukkan faktor-faktor tersebut kedalam koefisien Cw, maka
persamaan (1.2) menjadi :

Uni ver si ta s Isla m Ria u |8


Koefisien Cw merupakan fungsi dari Hw, bentuk ambang hulu dan kekerasan mercu
ambang.

𝐻𝑤
Untuk 0.2 < < 0.6 maka nilai Cw berkisar antara 0.93 – 1.0
𝐿

Dalam kondisi Emin maka

3.1.4 Prosedur Percobaan


1. Mengukur dimensi sekat ambang lebar.
2. Pada model saluran terbuka pasanglah sekat ambang lebar dan tempelkan plastisin
pada bagian samping sekat.
3. Memutar katup pompa dengan jumlah putaran yang ditetapkan asisten. Kemudian
pompa air dihidupkan sehingga air mengalir kedalam saluran.
4. Menunggu sampai keadaan air menjadi stabil, kemudian mengukur tinggi muka air
sebelum ambang (YO), tinggi muka air di atas ambang (hw) pada bagian hulu saluran
dengan menggunakan point gauge. Kemudian ukur tinggi muka air sebelum ambang
pada setiap jarak 5 cm sampai pada keadaan stabill.
5. Mengukur jarak dari depan ambang hingga sebelum loncatan (L1) dan jarak antara
sebelum loncatan dan setelah loncatan (L2).
6. Sedangkan pada bagian hilir ukur tinggi muka air sebelum loncatan (Y1) dan sesudah
loncatan (Y2), kemudian pada setiap jarak 5 cm sebelum loncatan ukur tinggi muka
air sampai keadaan tingginya stabil dengan menggunakan level gauge
7. Menghitung volume air yang keluar dari saluran dengan menggunakan gelas ukur
sebanyak 3 kali dengan waktu yang ditetapkan asisten
8. Mengubah debit air dengan memutar katup pompa, kemudian lakukan kembali point
nomor 4 sampai point 7
9. Buat sketsa aliran fluida untuk tiap keadaan.

Uni ver si ta s Isla m Ria u |9


3.2 Pintu Sorong
3.2.1 Maksud dan Tujuan
1. Mendemonstrasikan aliran melalui pintu sorong
2. Menunjukkan bahwa pintu sorong dapat digunakan sebagai alat ukur dan pengatur
debit

3.2.2 Alat yang Digunakan


1. Multi purpose teaching flume
2. Pintu sorong / Sluice gate
Merupakan tiruan pintu air yang banyak dijumpai di saluran-saluran irigasi. Model
pintu air ini dibuat dari baja tahan karat (Stainless steel). Lebar pintu ini disesuaikan
dengan lebar model saluran yang ada. Pintu sorong ini berfungsi untuk mengukur
maupun untuk mengatur debit aliran. Besarnya debit yang dialirkan merupakan
fungsi dari kedalaman air di hulu maupun di hilir pintu serta tinggi bukaan pintu
tersebut.
3. Point gauge
4. Level gauge
5. Mistar
6. Gelas ukur
7. Stopwatch

3.2.3 Teori Dasar


Pintu sorong merupakan salah satu konstruksi pengukur dari pengatur debit. Pada pintu
sorong ini prinsip konversi energi dan momentum dapat diterapkan. Persamaaan Bernoulli
hanya dapat diterapkan apabila kekurangan energi dapat diabaikan atau sudah diketahui.

Gambar 3.2 Aliran dibawah Pintu sorong

Dimana :
Q = debit aliran
Yg = tinggi bukaan

U n i v e r s i t a s I s l a m R i a u | 10
Ho = tinggi tekanan total di hulu =
Yo = kedalam air di hulu
H1 = tinggi tekanan total di hilir =
Y1 = kedalaman air di hilir

Debit aliran yang terjadi pada pintu sorong pada kondisi aliran air bebas dihitung
menggunakan formula sebagai berikut :

Dimana :
Q = Debit aliran
Cd = Koefisien debit
B = Lebar pintu
G = Percepatan gravitasi
Yg = Tinggi bukaan pintu
Y˳ = Tinggi air di hulu pintu sorong

3.2.4 Prosedur Percobaan


1. Atur kedudukan saluran hingga dasar saluran menjadi datar/horizontal
2. Pasang pintu sorong pada saluran, dan jagalah agar kondisi ini tetap vertical
3. Alirkan air ke dalam saluran terbuka dan ukur debitnya
4. Atur harga Yg antara 10 mm dan 60 mm, misal diambil harga Yg = 20 mm kemudian
ukurlah Y1 dan Y2
5. Ubahlah debit dengan memutar kran dan amati pengaliran yang terjadi
6. Hitung tinggi Y0, Y1, Y2, L1, dan L2.
7. Ulangi percobaan untuk debit yang lain.
8. Berdasarkan formula (3.1), tentukan besarnya koefisien debit pada pintu sorong untuk
kondisi aliran bebas.
9. Hitung harga H0 dan H1, kemudian bandingkan hasilnya.

U n i v e r s i t a s I s l a m R i a u | 11
3.3 Gaya-gaya pada Pintu Sorong
3.3.1 Maksud dan Tujuan
Menunjukkan gaya yang bekerja pada pintu sorong

3.3.2 Alat yang Digunakan


1. Satu set model terbuka
2. Model pintu sorong
3. Point gauge
4. Level gauge
5. Mistar
6. Gelas Ukur
7. Stopwatch

3.3.3 Teori Dasar


Pada gambar di bawah ini dapat dilihat mengenai gaya yang bekerja pada pintu.

Gambar 3.3 Gaya-gaya yang Bekerja Pada Pintu Sorong

Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa gaya resultan yang terjadi pada pintu sorong
adalah sebagai berikut:

Gaya pada pintu yang melawan gaya hidrostatis adalah :

U n i v e r s i t a s I s l a m R i a u | 12
Dimana :
Fg = resultan gaya dorong pada pintu sorong (non hidrostatis)
FH = resultan gaya dorong akibat gaya hidrostatis
Q = debit aliran
P = rapat massa fluida
g = percepatan gravitasi bumi
b = lebar pintu sorong
Yg = tinggi bukaan pintu
YO = kedalaman air di hulu pintu
Y1 = kedalaman air di hilir pintu

3.3.4 Prosedur Percobaan


1. Ukur lebar pintu sorong.
2. Pasang pintu sorong pada saluran, kurang lebih pada tengah-tengah saluran.
3. Supaya hasil pengukuran lebih akurat, maka rongga antara pintu dengan dinding
saluran sebaiknya diberi plastisin.
4. Pasang point gauge atau hook gauge pada hulu pintu dan hilir pintu.
5. Sebagai datum pengukuran adalah dasar saluran.
6. Bukalah pintu sorong setinggi 2 cm dari dasar.
7. Dengan perlahan-lahan aliran air hingga YO mencapai 20 cm (ukurlah dengan point
gauge di hulu pintu).
8. Dengan YO pada ketinggian ini, ukurlah debit aliran yang terjadi.
9. Ukur ketinggian Y1 di hilir pintu.
10. Naikkan bukaan pintu setinggi 1 cm dari posisi semula.
11. Atur ketinggian air di hulu agar tetap setinggi 20 cm dengan mengubah debit aliran.
12. Catatlah debit aliran yang terjadi dan tinggi Y.
13. Hitung besarnya gaya pada pintu sorong akibat gaya hidrostatis maupun gaya akibat
aliran.
14. Gambarkan grafik hubungan antara Fg / FH dengan Yg / YO.

U n i v e r s i t a s I s l a m R i a u | 13
BAB VI
ALIRAN MELALUI LUBANG

4.1 Maksud dan Tujuan


1. Mempelajari perilaku aliran melalui lubang
2. Mempelajari hubungan rumus teoritis dan hasil pengukuran
3. Mencari besarnya koefisien pengaliran (Cd)

4.2 Alat yang Digunakan


1. Meja Hidrolika
2. Kertas grafik
3. Perangkat alat percobaan berupa peraga aliran melalui lubang
4. Stopwatch
5. Gelas ukur
6. Jangka Sorong

4.3 Teori Dasar


Partikel zat cair yang mengalir melalui lubang berasal dari segala arah. Karena zat cair
mempunyai kekentalan maka beberapa partikel yang mempunyai lintasan membelok akan
mengalami kehilangan tenaga. Setelah melewati lubang pancaran air mengalami kontraksi,
yang ditunjukkan oleh penguncupan aliran. Kontraksi maksimum terjadi pada suatu tampang
sedikit disebelah hilir lubang, dimana pancaran kurang lebih horizontal. Tampang dengan
kontraksi maksimum tersebut dikenal dengan vena kontrakta.

Gambar 4.1 Vena Kontraka


Pada aliran zat cair melalui lubang terjadi kehilangan tenaga menyebabkan beberapa
parameter aliran akan lebih kecil dibanding pada aliran zat cair ideal yang dapat ditunjukkan
oleh beberapa koefisien, yaitu koefisien kontraksi, kecepatan, dan debit. Koefisien kontraksi
(Cc) adalah perbandingan antara luas tampang aliran pada vena kontrakta (ac) dan luas lubang
(a) yang sama dengan tampang aliran zat cair ideal.
Koefien kontraksi tergantung pada tinggi energi, bentuk dan ukuran lubang, dan nilai
reratanya adalah sekitar Cc = 0,64. Perbandingan antara kecepatan nyata. Perbandingan antara
kecepaatan nyata aliran pada vena kontrakta (ac) dan kecepatan teoritis (V) dikenal dengan
koefisien kecepatan (Cv). Nilai koefisien kecepatan tergantung pada bentuk dari sisi lubang
(lubang tajam atau dibulatkan dan tinggi energi). Nilai rerata dari koefisien kecepatan adalah
Cv = 0,97

U n i v e r s i t a s I s l a m R i a u | 14
Kecepatan aliran melalui lubang (orifice) dapat dinyatakan sebagai berikut :
V = Cv. 2.g.h
Sedangkan dari percobaan ini harga Cv diperoleh dari hubungan :
X
Cv =
2 h.Y
dimana :
V = kecepatan aliran yang melewati lubang.
Cv = koefisien kecepatan.
g = Gravitasi
h = tinggi air terhadap lubang
X = jarak horizontal pancaran air dari bidang vena contracta.
Y = jarak vertikal pancaran air.
Titik nol ( 0 ) untuk pengukuran sumbu X, diambil dari bidang vena contracta, demikian
juga dengan luas penampang yang dipakai adalah luas penampang pada bidang vena contracta,
dimana hubungan antara luas penampang lubang (AP) dengan luas bidang vena contacta (AV)
dinyatakan sebagai berikut :
A v = Cc.Ap
dimana Cc adalah nilai koefisien kontraksi
Selain koefisien kecepatan (Cv) pada aliran melalui lubang dikenal juga dengan istilah
koefisien Cd, yaitu perbandingan antara debit yang sebenarnya dengan debit teoritis.

Q = Cd.A. 2.g.h
(aliran dengan tekanan tetap)

T =
2.A T
(
. h1 − h 2 )
Cd.A. 2.g
(aliran dengan tekanan berubah)
Dimana :
Q = besarnya debit aliran yang melalui lubang.
Cd = koefisien debit
A = luas penampang lubang
g = percepatan gravitasi
h = tinggi air terhadap lubang
T = waktu pengosongan tabung / tangki ( t2 - t1 )
AT = luas tangki utama
h1 = tinggi air pada waktu t1
h2 = tinggi air pada waktu t2

4.4 Prosedur Percobaan


1. Menempatkan alat pada saluran tepi hidrolika. Pipa aliran masuk dihubungkan
dengan suplai hidrolika pipa lentur dari pipa pelimpah diarahkan ke tangki air
meja hidrolika.
2. Mengatur kaki penyangga sehingga alat terletak horizontal dan arah aliran diatur
juga sedemikian rupa sehingga menjadi sebidang dengan jajaran jarum pengukur.

U n i v e r s i t a s I s l a m R i a u | 15
3. Menyelipkan selembar kertas pada papan dibelakang jajaran jarum dan semua
jarum dinaikkan untuk membebaskan lintasan air yang menyembur. Digunakan
lempeng berlubang berdiameter 3 mm.
4. Menaikkan pipa pelimpah dan katup pengatup aliran dibuka air dialirkan masuk
kedalam tangki utama. Tinggi air pada tangki utama dimulai dari 400 mm, 380
mm, dan 360 mm
5. Mengatur katup pengatur aliran sedemikian rupa, hingga air persis melimpah
lewat pipa pelimpah dan tidak ada gelombang pada permukaan tangki utama.
6. Mencatat tinggi tekanan tangki utama.
7. Mengatur posisi 8 jarum sampai tidak menyentuh air yang melintas untuk
mendapatkan bentuk lintasan aliran yang menyembur. Dan memberi tanda posisi
ujung atas jarum pada kertas grafik.
8. Mengulangi percobaan untuk setiap perbedaan tinggi tekanan pada tangki utama.
Dimulai dari 400 mm, 380 mm, dan 360 mm.
9. Menentukan letak X dan Y dari setiap titik percobaan baik saat D = 3 mm.

U n i v e r s i t a s I s l a m R i a u | 16
DAFTAR PUSTAKA

Armfield. Instruction Manual Hydraulics Bench and Accessories. March: 1985.


A. Soedrajat. S. Mekanika Fluida dan Hidrolika. Nova: 1986.

Chow V.T. Open Channel Hydraulics. Mc. Graw Hill: 1959.


Horace King. Hand Book of Hydraulics. Mc. Graw Hill: 1963.

Jonas M K Doke, Endang P. Tachyan, Y.P. Pangaribuan. Hidrolika Teknik. Erlangga: 1985.
Laboratorium Hidrolika Teknik Sipil. 2021. Modul Praktikum Hidrolika. Riau: Fakultas
Teknik UIR

Yuwono Nur. Hidrolika I. Hanindita Yogyakarta: 1982.

U n i v e r s i t a s I s l a m R i a u | 17

Anda mungkin juga menyukai