Stigma Diskriminasi Adha
Stigma Diskriminasi Adha
Disusun Oleh :
1. Endang Widianingsih (030216A042)
2. Erie Swastika (030216A043)
3. Eva Aprillia (030216A044)
4. Farida Puput F.S. (030216A045)
5. Fatimah Nur Rahma (030216A046)
Dosen Pengampu :
Sundari
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, jumlah kasus anak dengan Human Immunodeficiency
Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) memperlihatkan
kecenderungan yang semakin meningkat. Sampai dengan Maret 2010, jumlah
kasus AIDS anak berusia di bawah 15 tahun dilaporkan mencapai 576 kasus,
sedangkan untuk umur 15 19 tahun mencapai 637 kasus (Muhaimin, 2011).
Tantangan lain bagi kesehatan anak dan perempuan di Indonesia
adalah epidemi HIV, yang merupakan salah satu tercepat perkembangannya
di Asia. Hampir 10 orang meninggal karena AIDS setiap hari, dan di tahun
2008 diperkirakan sekitar 200.000 anak dan remaja hidup dengan HIV,
dimana tujuh orang anak terinfeksi HIV setiap harinya (Unicef, 2012).
Hal tersebut disebabkan oleh proporsi orang dengan HIV/AIDS
(ODHA) perempuan, yang semakin meningkat, pada tahun 2007 (20%).
Proporsi perempuan di antara kasus-kasus HIV baru telah meningkat dari 34
persen pada tahun 2008 menjadi 44 persen pada tahun 2011(Muhaimin,
2011).
Kota Semarang, prevalensi pengidap HIV meningkat sejak tahun
2005-2008 mencapai 674 orang, sedangkan pengidap AIDS mencapai 96
orang. Dari jumlah tersebut 18 penderita diantaranya meninggal dunia.
Jumlah pengidap AIDS di kota Semarang juga ikut naik, terdapat 11 pengidap
pada tahun 2005, 25 pengidap pada tahun 2006, 33 pengidap pada tahun 2007
dan 15 pengidap tahun 2008. Bertambahnya jumlah penderita tersebut
mengindikasikan bahwa warga yang berisiko terkena HIV AIDS mulai
terbuka untuk mengikuti berbagai tes pemeriksaan penyakit ini (Dinkes,
2008).
Secara kesuluruhan, pada tahun 2015 jumlah penderita HIV/AIDS di
Kota Semarang mencapai 706 kasus. Dengan angka paling banyak pada ibu
rumah tangga yakni 199 kasus. Laki-laki dengan 189 kasus dan pekerja seks
komersial 152 kasus. Tahun 2015 mengalami peningkatan, karena tahun
2014 terdapat 249 kasus.
Program Manager LSM Graha Mitra Semarang, Dian Sulistianto
mengatakan jika data dari tahun 2011- 2015 lalu, di Semarang Utara
ditemukan 74 kasus HIV/AIDS,Semarang Barat, 71 kasus, Tembalang dan
Pedurungan 55 kasus,sementara Semarang Timur, 51 kasus. Lebih parahnya
kasus tersebut menyerang usia produktif antara 21-50 tahun.
Diperkirakan sekitar 35% anak akan terinfeksi HIV dari ibu yang
positif menderita HIV/AIDS. Selain itu, banyak anak-anak yang dilahirkan
oleh ibu penderita HIV/AIDS tidak mendapatkan: pengobatan/perawatan
yang mereka butuhkan, antiretroviral dan antibiotik, gizi yang cukup, air dan
sanitasi yang bersih dan aman. Stigma dan diskriminasi pada ODHA juga
memperburuk kondisi anak. Mereka juga bisa kehilangan kesempatan
pendidikan karena keuangan keluarga yang memburuk dan biaya pendidikan
yang tinggi. Anak-anak tersebut tentu saja akan mempunyai harapan hidup
yang lebih pendek dan kualitas hidup (KH) yang rendah daripada anak-anak
seusia mereka yang tidak menderita HIV/AIDS (Muhaimin, 2011).
Anak yang didiagnosis HIV juga akan menyebabkan terjadinya
trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi
masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang,dan sebagainya
dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak (Nurs dan Kurniwan,
2013:161 dalam Huriati 2014:126).
Berdasarkan uraian masalah tersebut maka, perlu dilakukan
pembahasan tentang penularan HIV/AIDS pada Anak, sehingga untuk
meredam kecenderungan diperlukan komitmen dan koordinasi yang lebih
baik. Semua pihak perlu mengambil peran dalam aksi global menanggulangi
HIV dan AIDS sebagai upaya promotif dan preventif.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menyusun rencana advokasi terhadap isu yang berada
di sekitar.
2. Mahasiswa mampu melakukan advokasi terhadap isu yang berada di
sekitar.
3. Mahasiswa mendapatkan gambaran dan berperan aktif dalam pelaksanaan
advokasi kesehatan.
4. Mahasiswa mampu mengurangi stigma dan diskriminasi masyarakat pada
anak dengan HIV/AIDS.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Advokasi
Menurut Hopkins (1990) advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi
kebijakan publik, melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif.
Dengan kata lain advokasi adalah upaya atau proses untuk memperoleh
komitmen, yang dilakukan secara persuasif dengan menggunakan informasi
yang akurat dan tepat (Notoatmodjo, 2010).
Sementara menurut Efendi dan Makhfudli (2009), advokasi yaitu
pendekatan pimpinan dengan tujuan untuk mengembangkan kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan. Hasil yang diharapkan adalah kebijakan dan
peraturan-peraturan yang mendukung untuk mempengaruhi terciptanya
perilaku hidup bersih dan sehat, serta adanya dukungan dana dan sumber
daya lainnya.
B. Kerangka Isu
Isu Advokasi yang terdapat disekitar dan belum mendapatkan perhatian yang
cukup baik adalah mengenai stigma dan diskriminasi masyarakat tentang
anak dengan HIV/AIDS yang berdampak pada psikologis dan tidak
terpenuhinya hak anak. Berikut kerangka isu stigma anak dengan HIV/AIDS:
Tabel 2.1 Isu Stigma dan Diskriminasi Terhadap Anak dengan HIV/AIDS
Nilai
Kriteria untuk memilih isu-isu
T S R
Isu tersebut mempengaruhi banyak orang
Isu tsb mempunyai pengaruh yang besar terhadap
program kesehatan
Isu tersebut sesuai dengan misi/mandat organisasi
anda
Isu tersebut sesui dengan tujuan pembangunan
berwawasan kesehatan
Isu tersebut dapat dipertanggungjaawabkan dengan
intervensi advokasi
Isu tersebut dapat memobilasasi secara besar para
mitra dan pihak berwenang lainnya
Total nilai 4 2
C. Tujuan Advokasi
Tujuan dilakukan advokasi stigma anak dengan HIV/AIDS, yaitu:
1. Mengurangi stigma sosial dan diskriminasi terhadap anak dengan
HIV/AIDS di Kabupaten Semarang dengan cara memberikan pengetahuan
kepada masyarakat mengenai HIV/AIDS.
2. Menjalin kerjasama dengan lembaga kesehatan seperti dinas kesehatan
agar membangun rumah singgah supaya hak anak terpenuhi, misalnya
dengan pengadaan pembelajaran di rumah singgah (home schooling)
sehingga mereka mendapat pendidikan yang layak.
3. Melakukan kerjasama dengan Puskesmas, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) dan masyarakat dalam meningkatkan peran untuk mengikuti
sosialisasi dan pemeriksaan vct.
4. Tersedianya organisasi/pendamping sebagai reminder (pengingat) untuk
konsumsi obat ARV (Antiretroviral).
5. Terlaksananya tindak lanjut dan evaluasi follow up kegiatan.
D. Sasaran Advokasi
1. Sasaran Primer
a) Kepala Puskesmas yang ada di Kabupaten Semarang.
b) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.
c) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
2. Sasaran Sekunder
Bidan Desa, Perangkat Desa, Tokoh Masyarakat
a) Tujuan:
1) Meningkatkan pengetahuan mengenai HIV/AIDS.
2) Melakukan sosialisasi yang tepat dan efektif.
3) Penerima advokasi dapat berperan aktif dalam kegiatan.
b) Upaya tersebut antara lain dapat dilakukan melalui:
1) Pengamatan situasi/latar belakang masalah sosial budaya setempat.
2) Cara/teknik pelatihan menggunakan cara belajar orang dewasa,
antara lain menggali informasi dari para peserta pelatihan tentang
HIV/AIDS dan kebutuhan anak.
E. Tempat Advokasi
Advokasi akan dilakukan di wilayah Kabupaten Semarang dan pemusatan
pada 5 kecamatan Semarang Utara, Semarang Barat, Tembalang, Pedurungan
dan disusul Semarang Timur.
F. Langkah-langkah Advokasi
Langkah-langkah Advokasi yang akan dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. Analisis masalah dan perumusan posisi(positioning).
2. Analisis stakeholders terhadap pengambil keputusan, sekutu dan teman
kelompok yang menolak (lawan).
3. Membuat pesan Advokasi.
4. Melaksanakan kegiatan Advokasi.
G. Bentuk kegiatan Advokasi
1. Lobi politik 5. Negosiasi
2. Penyuluhan 6. Petisi/resolusi
3. Debat 7. Mobilisasi
4. Dialog 8. Penggunaan media massa
H. Indikator Hasil Advokasi
1. Adanya peningkatan pengetahuan sasaran setelah penyuluhan.
2. Pembentukan rumah singgah anak HIV/AIDS.
3. Peningkatan intensitas penyuluhan dan pelatihan khususnya tentang
HIV/AIDS dan kebutuhan ADHA.
4. Adanya partisipasi masyarakat dalam membantu pem
5. enuhan kebutuhan ADHA.
I. Bentuk Kebijakan Advokasi
1. Pembuatan pohon pemikiran dan harapan.
Advokator menyampaikan harapan-harapan besar serta pengadaan
kegiatan sehingga ada keikutsertaan dan kepedulian masyarakat. Pada
kegiatan, advokator melakukan diskusi masalah untuk membuka
pemikiran masyarakat atau harapan yang ingin dilakukan dalam
mengurangi stigma dan diskriminasi anak dengan HIV/AIDS (ADHA).
Hal ini dapat dilakukan dengan cara seperti pembuatan pohon harapan atau
pohon diskusi masalah.
2. Mengajak bermain peran.
Dalam bermain peran, dibutuhkan kerjasama yang baik. Pada saat bermain
peran, fasilitator dapat merekam video dan melakukan dokumentasi
sebagai bukti kegiatan. Tidak hanya itu, di akhir sesi fasilitator dapat
mengunggah video ke media sosial untuk menarik perhatian orang lain
sebagai pesan komunikasi tentang stigma dan diskriminasi anak dengan
HIV/AIDS. Video juga dapat diperlihatkan di lembaga terkait sebagai
bukti kegiatan yang telah dilakukan.
3. Pembentukan kerjasama dengan pihak lain
Dengan adanya kegiatan yang telah kita lakukan di masyarakat dan sudah
ada perubahan pemikiran serta tindakan akan membuat ketertarikan bagi
pihak lain untuk menjalin hubungan kerjasama sebagai bentuk
kepeduliaan. Dengan adanya kerjasama yang baik, tidak hanya stigma dan
diskriminasi ADHA berkurang, melainkan psikologis, ekonomi ODHA
dapat mengalami peningkatan. Derajat kesehatan pun akan meningkat
karena angka kesakitan dan kematian menurun. Hal ini karena angka
HIV/AIDS dapat mempengaruhi siklus kehidupan.
J. Pesan
1. Sisi HIV/AIDS
Advokasi adalah serangkaian kegiatan strategis
untuk mempengaruhi berbagai pihak (multi stakeholder) sehingga tercipta
perubahan kebijakan atau norma sosial yang memberikan manfaat
terhadap kelompok marjinal (kelompok yang dirugikan secara struktural).
Secara ringkas, advokasi bertujuan untuk merubah kebijakan, anggaran
dan norma sosial (masyarakat).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak yang didiagnosis HIV juga akan menyebabkan terjadinya
trauma emosi yang mendalam bagi keluarganya. Mengurangi stigma sosial
dan diskriminasi terhadap anak dengan HIV/AIDS adalah cara agar mereka
merasa bahwa orang lain juga peduli terhadap keadaannya dan memotivasi
mereka untuk menjalani kehidupannya dengan lebih baik.
Menurut Hopkins (1990) advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi
kebijakan publik, melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif.
Dengan pengadaan advokasi ini diharapkan terdapat kebijakan sesuai dengan
harapan serta upaya atau proses untuk memperoleh komitmen, yang
dilakukan secara persuasif dengan menggunakan informasi yang akurat dan
tepat.
B. Saran
1. Saran kepada Lembaga Kesehatan dan LSM
a. Diharapkan terjadi peningkatan kualitas terhadap penanganan ADHA.
b. Diharapkan ada kejelasan dan tindak tegas dalam kebijakan sebagai
bentuk perlindungan serta kepedulian terhadap ADHA.
2. Saran kepada Masyarakat
a. Dengan adanya sosialisasi, diharapkan stigma dan diskriminasi pada
ADHA dapat berkurang.
b. Diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan
sosialisasi ADHA.
3. Saran kepada ODHA
a. Diharapkan orang tua dengan HIV/AIDS lebih memberikan kasih
sayang kepada anaknya untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya.
b. Diharapkan orang tau mau melakukan pemeriksaan dan pengobatan
rutin.
DAFTAR PUSTAKA
Asia Pacific Council of AIDS Service Organizations. 2009. Advokasi HIB dari
Akar Rumput ke Atas. Surabaya: Yayasan GAYa Nusantara
Huriati. 2014. HIV/AIDS pada Anak. Sulesana Vol. 9 No. 2 hal 126-131
Katili, M. I., dkk. 2012. Sikap dan Tindakan Ibu dengan HIV/AIDS Terhadap
Stigma dan Diskriminasi Masyarakat di Kota Semarang LINK Vol. 8 No.
1 hal 215-220
Kemenkes. 2014. Situasi dan Analisis HIV/AIDS. Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementrian Kesehatan