Anda di halaman 1dari 7

AISKI Indonesia sebagai penghasil buah kelapa terbesar di

dunia dengan produksi mencapai 15 miliar butir per tahun, belum


banyak memanfaatkan sabut kelapa sebagai komoditas bernilai
ekonomi tinggi. Sedikitnya Rp 13 triliun potensi pendapatan hilang
percuma dari sabut kelapa karena dibuang atau dibakar petani
terutama pada musim kemarau. Asosiasi Industri Sabut Kelapa
Indonesia (AISKI) memperkirakan, Indonesia kehilangan potensi
pendapatan dari sabut kelapa mencapai Rp13 triliun per tahun. Angka
ini diperoleh dari perhitungan jumlah produksi buah kelapa Indonesai
yang mencapai 15 miliar butir per tahun, dan baru dapat diolah sekitar
480 juta butir atau 3,2 persen per tahun. Setiap butir sabut kelapa rata-
rata menghasilkan serat sabut kelapa atau dalam perdagangan
internasional disebut coco fiber sebanyak 0,15 kilogram, dan serbuk
sabut kelapa atau coco peat sebanyak 0,39 kilogram. Harga penjualan
coco fiber di pasar dalam negeri berkisar Rp 2.000 - Rp 2.500 per
kilogram, dan coco peat berkisar Rp 1.000 - Rp 1.500 per kilogram.
Demikian diungkapkan Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan
AISKI, Ady Indra Pawennari, usai melakukan pertemuan dengan
beberapa importir coco fiber dan coco peat asal China, Singapura, dan
Malaysia di Sungai Guntung, Kecamatan Kateman, Kabupaten
Indragiri Hilir, Riau, Sabtu (10/11/2012). "Ini fakta yang sangat
memprihatinkan. Kita kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp13
triliun per tahun dari sabut kelapa yang dibakar dan dibuang oleh
masyarakt. Semua ini terjadi karena ketidakberdayaan dan kurangnya
pengetahuan mereka, akan manfaat sabut kelapa. Karena itu,
pemerintah harus bergerak dan AISKI siap diajak kerjasama,"
ujarnya. Menurut Ady, sabut kelapa pada sebagian masyarakat pesisir
Indonesia adalah sampah yang harus dimusnahkan, dibuang dan
dibakar pada saat musim kemarau. Namun demikian, di tangan orang-
orang kreatif, sabut kelapa yang tidak berguna tersebut dapat diolah
menjadi bahan industri yang bernilai ekonomi tinggi. "Di negara-
negara maju, coco fiber banyak digunakan sebagai pengganti busa
dan bahan sintetis lainnya. Misalnya, untuk bahan baku industri
spring bed, matras, sofa, bantal, jok mobil, karpet dan tali. Sementara
coco peat lebih banyak digunakan sebagai media tanam pengganti
tanah dan pupuk organik," jelasnya. Dengan jumlah penduduk 250
juta jiwa, Indonesia sebetulnya merupakan pasar potensial untuk
penjualan produk berbahan baku sabut kelapa, seperti penggunaan
coco fiber pada spring bed, kasur, bantal, sofa, jok motor, dan tali.
Sedangkan coco peat dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk
meningkatkan produktivitas tanaman holtikultura. Berdasarkan
catatan AISKI, Indonesia walaupun merupakan negara penghasil buah
kelapa terbesar di dunia, namun belum banyak berperan dalam pangsa
pasar ekspor raw material sabut kelapa untuk kebutuhan dunia.
Indonesia hanya mampu memasok sabut kelapa sekitar 10 persen dari
kebutuhan dunia. Sementara Srilanka dan India memasok di atas 40
persen.

Copy the BEST Traders and Make Money : http://ow.ly/KNICZ

Seorang pekerja mengumpulkan sabut kelapa untuk selanjutnya


dibawa ke industri pengolahan sabut kelapa. Teknologi pengolahan
sabut kelapa kini banyak dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan
rumah tangga, termasuk teknologi untuk BiTumMan, atau media
tanam untuk kegiatan revegetasi lahan pasca tambang. Asosiasi
Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) memperkirakan, Indonesia
kehilangan potensi pendapatan dari sabut kelapa mencapai Rp13
triliun per tahun. Angka ini diperoleh dari perhitungan jumlah
produksi buah kelapa Indonesai yang mencapai 15 miliar butir per
tahun, dan baru dapat diolah sekitar 480 juta butir atau 3,2 persen per
tahun. Setiap butir sabut kelapa rata-rata menghasilkan serat sabut
kelapa atau dalam perdagangan internasional disebut coco fiber
sebanyak 0,15 kilogram, dan serbuk sabut kelapa atau coco peat
sebanyak 0,39 kilogram. Harga penjualan coco fiber di pasar dalam
negeri berkisar Rp 2.000 - Rp 2.500 per kilogram, dan coco peat
berkisar Rp 1.000 - Rp 1.500 per kilogram. Demikian diungkapkan
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan AISKI, Ady Indra
Pawennari, usai melakukan pertemuan dengan beberapa importir coco
fiber dan coco peat asal China, Singapura, dan Malaysia di Sungai
Guntung, Kecamatan Kateman, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, Sabtu
(10/11/2012). "Ini fakta yang sangat memprihatinkan. Kita kehilangan
potensi pendapatan sekitar Rp13 triliun per tahun dari sabut kelapa
yang dibakar dan dibuang oleh masyarakt. Semua ini terjadi karena
ketidakberdayaan dan kurangnya pengetahuan mereka, akan manfaat
sabut kelapa. Karena itu, pemerintah harus bergerak dan AISKI siap
diajak kerjasama," ujarnya. Menurut Ady, sabut kelapa pada sebagian
masyarakat pesisir Indonesia adalah sampah yang harus dimusnahkan,
dibuang dan dibakar pada saat musim kemarau. Namun demikian, di
tangan orang-orang kreatif, sabut kelapa yang tidak berguna tersebut
dapat diolah menjadi bahan industri yang bernilai ekonomi tinggi. "Di
negara-negara maju, coco fiber banyak digunakan sebagai pengganti
busa dan bahan sintetis lainnya. Misalnya, untuk bahan baku industri
spring bed, matras, sofa, bantal, jok mobil, karpet dan tali. Sementara
coco peat lebih banyak digunakan sebagai media tanam pengganti
tanah dan pupuk organik," jelasnya. Dengan jumlah penduduk 250
juta jiwa, Indonesia sebetulnya merupakan pasar potensial untuk
penjualan produk berbahan baku sabut kelapa, seperti penggunaan
coco fiber pada spring bed, kasur, bantal, sofa, jok motor, dan tali.
Sedangkan coco peat dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk
meningkatkan produktivitas tanaman holtikultura. Berdasarkan
catatan AISKI, Indonesia walaupun merupakan negara penghasil buah
kelapa terbesar di dunia, namun belum banyak berperan dalam pangsa
pasar ekspor raw material sabut kelapa untuk kebutuhan dunia.
Indonesia hanya mampu memasok sabut kelapa sekitar 10 persen dari
kebutuhan dunia. Sementara Srilanka dan India memasok di atas 40
persen. dikutip dari
:http://www.tribunnews.com/2012/11/11/indonesia-bisa-kehilangan-
rp-13-triliun-karena-sabut-kelapa

Copy the BEST Traders and Make Money : http://ow.ly/KNICZ

AISKI Usulkan Inhil dan Pariaman Percontohan Industri Sabut


Kelapa Adalah Kabupaten Inhil, Riau dan Parimaan, Sumbar
diusulkan AISKI sebagai daerah pengembangan industri sabut kelapa.
Jika berhasil, daerah lain menyusul. Riauterkini-JAKARTA Asosiasi
Industri Sabut Kelapa Indonesia (AISKI) mengusulkan agar Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menetapkan
Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) di Provinsi Riau dan Pariaman di
Provinsi Sumatera Barat sebagai daerah percontohan pengembangan
industri sabut kelapa nasional. Pertimbangannya, kedua daerah ini
merupakan lumbung sabut kelapa, namun pemanfaatannya masih
sangat kecil. Usulan tersebut disampaikan AISKI dalam sebuah
presentasi potensi sabut kelapa Indonesia di ruang kerja Direktur
Penanggulangan Kemiskinan Bappenas, Rudy S Prawiradinata di
Jakarta, pekan lalu. Sebelumnya, usulan yang sama juga disampaikan
kepada Kepala Pusat Data dan Informasi Perencanaan Pembangunan
Bappenas, Oktorialdi dan Direktur Pemberdayaan Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (UKM) Bappenas, Adhi Putra Alfian.
Delegasi AISKI yang hadir dalam presentasi tersebut adalah Ketua
Umum AISKI, Efli Ramli didampingi Sekretaris Jenderal AISKI, Fitri
Nurhastuti, serta Ketua AISKI Riau, Ady Indra Pawennari dan Ketua
Bidang Ekonomi dan Bisnis, Vinolita. Insya Allah, tanggal 27
September mendatang, kita presentasi lagi di Bappenas yang akan
dihadiri sejumlah kementerian dan lembaga terkait. Kita berharap,
masalah sabut kelapa ini mendapat perhatian serius oleh pemerintah.
Sehingga kesejahteraan rakyat, khususnya petani kelapa yang selama
ini menjadi jargon penguasa, bisa menjadi kenyataan, ungkap Ketua
Umum AISKI, Efli Ramli dalam siaran persnya yang diterima
Riauterkini, Senin (24/9/2012). Sebetulnya, kata Efli, landasan hukum
untuk pengembangan industri sabut kelapa ini sudah ada. Namun,
implementasinya belum berjalan. Landasan hukumnya ada di
Perpres Nomor 28 tahun 2008 mengenai kebijakan industri nasional
yang mengamanatkan pengembangan 6 kluster industri prioritas
termasuk di dalamnya pengembangan industri agro diantaranya
industri olahan kelapa dan hasil sampingnya, jelasnya. Ketika
ditanya kenapa memilih Kabupaten Indragiri Hilir dan Pariaman
sebagai daerah prioritas pengembangan industri sabut kelapa nasional,
Efli menjelaskan, selain karena data potensinya terbesar di Indonesia,
daerah ini juga belum banyak tersentuh kue pembangunan.
Bayangkan, daerah ini penduduknya banyak yang miskin, tapi tiap
hari membakar sabut kelapa. Itu artinya, tiap hari mereka membakar
uang. Ini terjadi karena ketidakberdayaan dan ketidaktahuan mereka
akan manfaat sabut kelapa. Contoh, di Indragiri Hilir itu ada pabrik
pengolahan buah kelapa dengan kapasitas 1 juta butir per hari.
Mereka hanya ambil daging dan tempurung kelapanya. Sementara
sabutnya dibuang dan dibakar, katanya. Ketua AISKI Riau, Ady
Indra Pawennari menambahkan, kabupaten Indragiri Hilir merupakan
penghasil buah kelapa terbesar di Indonesia. Setiap tahun, daerah ini
menghasilkan sekitar 4 miliar butir sabut kelapa. Namun, yang diolah
menjadi komoditas bernilai ekonomi masih di bawah 1 persen.
Provinsi Riau, khususnya Kabupaten Indragiri Hilir, sangat jauh
tertinggal jika dibandingkan dengan daerah penghasil buah kelapa
lainnya di Indonesia. Bayangkan, Lampung yang berada pada
peringkat kesembilan penghasil buah kelapa terbesar di Indonesia
memiliki sekitar 40 pabrik sabut kelapa. Tapi, Riau hanya punya 6
pabrik. Itu pun sudah ada 4 pabrik yang tutup, tambahnya.
Sebagaimana diketahui, setiap butir sabut kelapa menghasilkan serat
sabut kelapa (coco fiber) sebanyak 25 persen atau 0,15 kilogram dan
serbuk sabut kelapa (coco peat) sebanyak 65 atau 0,39 kilogram.
Coco fiber dalam perdagangan internasional banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku industri spring bed, matras, jok mobil, karpet,
sofa, tali dan lain-lain. Sementara coco peat lebih banyak
dimanfaatkan sebagai media tanam dan bahan bakar. Harga penjualan
coco fiber di pasaran internasional sekitar USD 300 USD 400 per
ton. Sedangkan coco peat berkisar USD 185 USD 220 per ton.
Tahun 2012 ini, harga penjualan coco fiber sudah tiga kali mengalami
penurunan, mulai dari harga USD 400 per ton turun menjadi USD 300
per ton.***(rls) sumber : http://www.riauterkini.com/usaha.php?
arr=51244#.UGAS-f2OOeM.facebook

Copy the BEST Traders and Make Money : http://ow.ly/KNICZ

Dia sosok pengusaha muda yang ulet, suka dengan tantangan dan
tidak kenal menyerah. Nama pria yang pernah malang melintang di
dunia jurnalistik ini, melejit dengan menganut falsafah burung.
Baginya, sabut kelapa adalah sampah yang bernilai emas. Jika tidak
diolah, ia adalah sampah yang harus dimusnahkan. Tapi, jika sudah
diolah, maka ia adalah emas yang dapat menopang ekonomi keluarga
Copy the BEST Traders and Make Money : http://ow.ly/KNICZ

Sudah bukan rahasia umum lagi, bahwa kelapa merupakan tanaman


yang mulai dari ujung daun sampai kepada akarnya berguna. Banyak
diantara kita sebenarnya "buta" terhadap potensi yang bisa kita buat
terhadap buah kelapa. Dari sabutnya saja, kita bisa buat beberapa
diversifikasi produk, yang antara lain; Cocotail (tali tambang),
Cocofiber, Cocopeat (media tanam sebagai penahan air), Cococoir,
Cocopot, Cocomesh (jaring), dan masih banyak lagi. Dalam istilah
lain bisa disebut Coir Peat, Coir Husk Chips, Grow Bags, Coir
Fiber, Coir Needled Felt, Coir Composites, Coir Garden Articles,
Coir Geo Textiles, Coir Ecolawn, Coir/ Coco Logs or Geo Rolls,
Coir Wall Garden.

Sebagai info, sepengetahuan saya Lampung adalah daerah terbanyak


yang sudah melakukan ekspor khususnya ke negeri china. Setidaknya
4,600 ton tiap bulannya di ekspor ke negri tirai bambu. Dengan
transaksi setiap ton antara US $ 96.2, dan itu telah berlangsung
selama 2 tahun (http://matanews.com/2009/09/13/lampung-ekspor-
sabut-kelapa). Begitu juga dengan daerah Kulonprogo, Banjarnegara,
Kebumen mereka beromba-lomba membuat produk sabut kelapa
sesuai dengan permintaan pembeli.

Sekarang ini, mungkin di wilayah sikitar anda banyak orang yang


begitu saja membuang sabut kelapa. Mereka tidak menyadari bahwa
Sabut itu sebenarnya adalah emas yang terpendam. Malah ada di
beberapa daerah, mereka rela mengeluarkan uang hanya sekedar
meminta jasa orang lain untuk membuang sabut kelapanya. Karena
apa mereka begitu? karena mereka tidak tahu dan tidak mengerti.

Saat ini, saya pun sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk


memproduksi sabut kelapa sehingga lebih bernilai. Insyaallah bulan
depan sudah bisa running, untuk masalah pemasaran sudah ada
beberapa pengusaha yang sudah menjalin komunikasi yang intensif.
Bagi kawan-kawan yang ingin tahu lebih tentang bisnis ini, sebisa
mungkin akan saya bantu.

Target saya adalah bagaimana kita menjual Bahan Jadi (lokal maupun
ekspor) sehingga akan ada nilai tambah dari sekedar menjual Bahan
Setengah Jadi/ bahan Baku saja.
Saya yakin, pengusaha Indonesia bisa untuk itu. Semua itu tergantung
pada kita, pada cara berpikir kita.

Meminjam pepatah dari Gerakan Saemoul Undong-Korsel :


" Dua tangan itu lebih baik daripada satu tangan "

Rizal NF Sulaeman
Diposkan oleh Rizal N F Sulaeman di 09.37 30 komentar:

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Akad Sharf
    Akad Sharf
    Dokumen11 halaman
    Akad Sharf
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen6 halaman
    Bab I
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Media Dalam Komunikasi Kesehatan
    Media Dalam Komunikasi Kesehatan
    Dokumen9 halaman
    Media Dalam Komunikasi Kesehatan
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Rangkuman Akad Salam Dan Istishna'
    Rangkuman Akad Salam Dan Istishna'
    Dokumen7 halaman
    Rangkuman Akad Salam Dan Istishna'
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Resume Akad Mudharabah
    Resume Akad Mudharabah
    Dokumen10 halaman
    Resume Akad Mudharabah
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Fiqih Zakat
    Fiqih Zakat
    Dokumen17 halaman
    Fiqih Zakat
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Resume Akad Mudharabah
    Resume Akad Mudharabah
    Dokumen10 halaman
    Resume Akad Mudharabah
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat
  • Resume Akad Mudharabah
    Resume Akad Mudharabah
    Dokumen10 halaman
    Resume Akad Mudharabah
    Wirda Khumairah
    Belum ada peringkat