Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Asma memiliki tingkat kefatalan yang rendah namun kasusnya cukup banyak
di negara dengan pendapatan menegah kebawah, penelitian yang dilakukan
oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan 235 juta penduduk
dunia menderita asma dan jumlahnya diperkirakan akan bertambah lebih dari
100 juta pada tahun 2025 ( Katerin, 2014).

Masalah lingkungan fisik adalah semakin besarnya polusi yang terjadi


lingkungan indoor dan outdoor, serta perbedaan cara hidup yang
kemungkinan ditunjang dari sosioekonomi individu. Komponen kondisi
lingkungan rumah lingkungan yang dapat memperngaruhi serangan asma
seperti keberadaan debu, bahan dan desain dari fasilitas perabotan rumah
tangga yang digunakan, memelihara binatang yang berbulu, dan adanya
keluarga yang merokok dirumah.

Tanda dan gejala asma yang biasa sering muncul adalah mengi, peningkatan
frekuensi pernafasan, hyperventilation, hyperinflasi, fluktuasi kadar CO2.
Hyperventilation yang diikuti dengan kecemasan merupakan gejala yang
sering ditemukan pada penderita asma, sehingga mengakibatkan
bronkokontriksi jalan nafas (Holloway, 2007)

Angka morbiditas yang di akibatkan oleh asma semakin meningkat oleh setiap
tahunnya, sehingga tujuan dari pengobatan asma yakni mengontrol asma yang
ditunjukan oleh fungsi pulmonar yang kembali normal maupun mendekati
normal, mempertahankan level aktivitas normal, dan meminimalkan
kebutuhan beta2 agoinst inhalers dari gejala asma asthma yang diberikan 2
kali seminggu dipantau secara adekuat (CER 71, 2014). 2007)

Penyempitan saluran pernafasan yang disebabkan oleh meningkatnya respon


trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan seperti cuaca dingin,
bulu binatang, serbuk sari, dan debu rumah tangga. Salah satu dari penyakit
Asma Bronkhial yang erat hubungannya dengan kebutuhan oksigenasi karena
asma merupakan penyakit dimana saluran nafas mengalami penyempitan.
Sehingga pasien yang menderita asma akan merasakan sesak nafas diikuti
dada terasa tertekan, dispnea dan batuk terutama pada malam hari atau dini
pada saat suhu lingkungan dingin ( Naga, 2012).

Pravalensi kejadian penyakit asma di Indonesia mencapai 4,5% dari 1.027.763


jiwa, sedangkan pravelensi kasus asma bronkhial di Jawa Tengah mengalami
kenaikan yaitu dari 0,42% pada tahun 2012 menjadi 2,1% pada tahun 2013.
Data dari Dinas Kesehatan Jawa Tengah pada tahun 2013 angka kejadian
penyakit asma di wilayah Kota Magelang sebanyak 4,6% , di kabupaten
Magelang mencapai 4,5% ( RIKESDAS, 2013)

Serangan asma merupakan kondisi kegawatan pada pernafasan yang


memerlukan penanganan awal secara fisik maupun supportif, karena apabila
kondisi tidak tertangani dengan baik akan mengakibatkan kegagalan nafas
sebagai salah satu proses vital kehidupan ( Musliha, 2010).
Berbagai komplikasi menurut Mutaqqin (2008) yang mungkin timbul adalah
pneumothorax, emfisema, atelektasis, gagal nafas dan bronkhitis. Asma
bronkhial merupakan penyakit autoimun hanya dapat dicegah angka
kekambuhannya dan mencegah terjangkitnya.

Penyakit asma dapat mengakibatkan penurunan jumlah udara yang dapat


diinduksi oleh kontraksi otot polos, penebalan pada dinding jalan nafas serta
terdapat sekresi berlebih dalam jalan nafas yang merupakan hasil dari respon
berlebih pada alergen (Jeffrey M.C, 2012). Inflamasi kronik pada jalan nafas
yang disebabkan oleh hiperresponsisivitas jalan nafas, edema mukosa dan
produksi mucus berlebih. Inflamasi ini biasanya kambuh dengan tanda pada
episode asthma seperti batuk, dada sesak, wheezing dan dyspnea ( Smeltzer,
2012).
Asma bronkhial pada dasarnya dapat dicegah tergantung individu yang
menghadapi ataupun menyikapi penyakitnya, mulai dari pengobatan rutin
yang ia lakukan hingga kesadaran setiap individu akan kesehatannya
( Rengganis,2008). Pengobatan untuk asma dibedakan atas dua macam yaitu
pengobatan secara farmakologis yakni pengobatan jangka panjang dan
pengobatan cepat atau quick relief sebagai pereda gejala yang dikombinasikan
sesuai kebutuhan (Brunner and Suddarths, 2010). Bentuk pengobatan
nonfarmakologi adalah pengobatan komplementer yang meliputi breathing
technique ( teknik pernafasan), acupunture, exercise therapy, psychological
therapies, manual therapies , therapy pernafasan (NAC, 2006)

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas penulis tertarik mengangkat


kasus ini untuk karya tulis ilmiah, dengan judul Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas di Wilayah Kabupaten
Magelang dapat dilakukan tindakan nonfarmakologi menggunakan terapi
pernafasan.

1.2 Tujuan Karya Tulis Ilmiah


1.2.1 Tujuan Umum
Mampu mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Ketidakefektifan Bersihan jalan Nafas di Wilayah Kabupaten Magelang
dengan menggunakan tindakan nonfarmakologi melalui tanaman obat
keluarga dan menggunakan terapi pernafasan.

1.2.2 Tujuan Khusus


1.2.2.1 Mampu mengidentifikasi pengkajian keperawatan yang tepat pada klien
dengan asma bronkhial.
1.2.2.2 Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan asma
bronkhial.
1.2.2.3 Mampu merumuskan rencana tindakan asuhan keperawatan yang tepat
sesuai dengan diagnosa yang muncu pada klien.
1.2.2.4 Mampu merumuskan metode tindakan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun pada klien dengan asma bronkhial.
1.2.2.5 Mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan terhadap tindakan yang
telah dilakukan sesuai dengan rencana tindakan asuhan keperawatan pada
klien dengan asma bronkhial.
1.2.2.6 Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan yang telah dilakukan
pada klien Asma Bronkhial di wilayah kabupaten Magelang.

1.3 Pengumpulan Data


1.3.1 Observasi

Penulis melakukan pengamatan dan pemeriksaan fisik pada klien di wilayah


kabupaten Magelang secara langsung mengenai perkembangan kesehatan selama
klien mendapat asuhan keperatwatan.

1.3.2 Wawancara

Penulis melakukan pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung
kepada klien dan keluarga yang tinggal bersama klien.

1.3.3 Dokumentasi

Penulis melakukan pengkajian dengan mencatat hal-hal yang berkaitan dengan


masalah yang ada pada klien sesuai dengan kondisi klien yang aktual.

1.3.4 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pada tahap pengkajian dilakukan pemeriksaan fisik yang mengacu pada format
pengkajian sesuai standart akademik, sedangkan untuk mendapatkan data
pemeriksaan penunjang berupa hasil pemeriksaan laboraturium dan foto rontgen,
penulis menggunkan catatan yang ada dalam status pasien.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah


1.4.1 Bagi Penulis

Penulis dapat mengaplikasikan teori keperawatan kedalam pelayanan kesehatan


rumah sakit yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pasien dengan asma
bronkhial.

1.4.2 Bagi Institusi Keperawatan


Menjadi bahan informasi baru untuk mahasiswa keperawatan dalam kegiatan
proses belajar mengajar pada pasien asma bronkhial.

1.4.3 Bagi Institusi Rumah Sakit

Bagi institusi rumah sakit dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran dalam
meningkatkan asuhan keperawatan pada klien dengan asma bronkhial.

1.4.4 Bagi Peneliti lain

Penelitian ini dapat menadi pengalaman belajar dalam meningkatkan pengetahuan


dan skill penelitian dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien asma
bronkhial saat terjadi serangan.

1.4.5 Bagi Klien dengan Asma dan Keluarga

Sebagai pengetahuan dalam upaya pencegahan terjadinya serangan di rumah dan


memberikan dukungan secara fisik maupun psikologis pada klien saat terjadi
serangan asma di rumah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Asma


2.1.1 Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif, intermitten, reversible dimana
trachea dan bronci berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu
( Musliha, 2010). Secara klinis Asma adalah suatu serangan dengan sesak yang
disertai dengan suara nafas mengi (wheezing/wheeze), yang dapat timbul
sewaktu-waktu dan dapat hilang kembali (sempurna ataupun hanya sebagian),
baik secara spontan maupun hanya dengan obat-obatan tertentu/sifat reversibilitas
(Danusantoso, 2011). Asma merupakan gangguan radang kronik saluran nafas,
saluran nafas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga
apabila terangsang oleh faktor risiko tertentu, jalan nafas menjadi tersumbat dan
aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan
meningkatnya proses radang ( Almazini, 2012).

2.1.2 Klasifikasi Asma


Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
1. Asma Bronkhial
adalah inflamasi abnormal bersifat kronik pada saluran nafas yang
menyebabkan hipersensitif bronkus terhadap berbagai rangsangan yang
ditandai dengan gejala berulang seperti menggigil, batuk, sesak nafas, dan
berat di dada, biasanya terjadi pada malam atau dini hari yang bersifat
reversible baik dengan atau tanpa pengobatan (Menurut Kemenkes, 2008).
Penderita Asma Bronkhial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap
rangsangan dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap, dan bahan
lain penyebab alergi. Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga
gangguan asma bisa datang secara tiba-tiba. Jika tidak mendapatkan
pertolongan secepatnya, risiko kematian bisa datang. Gangguan Asma
Bronkhial juga bisa muncul lantaran adanya radang yang mengakibatkan
penyempitan saluran pernafasan bagian bawah. Penyempitan ini akibat
berkerutnya otot polos saluran pernafasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendiri yang berlebih. (Sylvia A.price, 2006)
2. Asma Kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak nafas yang hebat.
Kejadian ini disebut noctural paroxymul dyspneu. Biasanya terjadi pada
saat penderita sedang tidur. (Sylvia A.price, 2006)

2.1.3 Etiologi Asma


Menurut Wijaya (2006) berdasarkan penyebabnya asma terbagi menjadi dua, yaitu
:
1. Faktor Ekstrinsik ( Asma Imunologik / asma alergi )
a. Reaksi antigen-antibodi
b. Inhalasi alergen (debu n, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
2. Faktor Intrinsik ( Asma non imunologi / asma non alergi)
a. Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
b. Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
c. Iritan : kimia, cat, dinding, bensin, asap obat nyamuk
d. Polusi udara : CO2, asap rokok, parfum
e. Emosional : takut, cemas, dan tegang
Asma disebabkan oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik, secara intrinsik asma bisa
disebabkan oleh infeksi ( virus influenza, pneumoni mycoplasmal), fisik ( cuaca
dingin, perubahan tenperatur), iritan seperti zat kimia, polusi udara (CO2, asap
rokok, parfum) faktor emosional ( takut, cemas, dan tegang) juga aktivitas yang
berlebihan. Secara ekstrinsik/imunologik asma bisa disebabkan oleh reaksi
antigen-antibodi dan inhalasi alergen (debu,serbuk, bulu binatang) (Danusantoso,
2011)

2.1.4 Manifestasi Klinis


Ada beberapa manifestasi klinis yang menunjukan seseorang terkena Asma
Bronkhial yaitu serangan yang ditandai dengan batuk, mengi, dan sesak nafas.
Gejala yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot nafas tambahan dan
takikardi akan muncul di awal serangan (Djojodibroto, 2009). Serangan asma
biasana bermula dengan batuk dan sesak nafas disertai dengan pernafasan yang
lambat, mengi. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang apabila dibandingkan
dengan inspirasi, yang mendorongklien untuk duduk tegak dan menggunakan
otot-otot aksesoris pernafasan. Jalan nafas yang mengalami penyempitan
menyebabkan dispnea. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap
hipoksia dan gejala-gejala retensi karbondioksida, berkeringat, serta takikardi
(Wijaya, 2013)

Anda mungkin juga menyukai