Anda di halaman 1dari 30

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cairan merupakan komposisi terbanyak pada tubuh bayi, sekitar 75% dari

berat badan bayi merupakan berat cairan tubuh. Kadar ini akan menurun dengan

berkembangnya usia. Cairan tubuh dibagi menjadi dua, cairan intraseluler dan

ekstraseluler. Pada anak anak 2/3 dari total cairan dalam tubuh merupakan

cairan intraseluler dan 1/3 lainnya merupakan cairan ekstraseluler. Hal lain yang

terkandung dalam cairan tubuh adalah adanya elektrolit elektrolit yang penting

untuk proses metabolisme tubuh. Kadar elektrolit berbeda antara cairan

intraseluler dan ekstraseluler, pada intraseluler elektrolit yang dominan adalah

kalium , sedangkan pada ekstraseluler yang dominan adalah natrium dan klorida.

Komposisi yang berbeda ini sangat penting untuk dijaga keseimbangannya agar

tidak terjadi gangguang dalam proses metabolisme sel didalam tubuh.

Anak anak sangat rentan terhadap keseimbangan cairan dalam tubuh,

gangguan cairan tubuh sedikit saja akan berdampak langsung pada proses

metabolisme anak, terutama pada keadaan keadaan khusus seperti BBLR,

neonates, atau dalam keadaan sakit. Pertukaran cairan pada bayi dan anak anak

sangat tinggi, hampir mencapai 25% dari total cairan tubuh, oleh karena itu jika

ada gangguan pada anak seperti adanya demam, muntah, diare atau penyakit yang

mengganggu intake cairan dan meningkatkan pengeluaran cairan, efeknya akan

terlihat lebih cepat pada anak anak ketimbang dengan orang dewasa, oleh karena

itu terapi cairan sangat penting pada anak anak.


Terapi cairan merupakan terapi yang umum yang dilakukan kepada setiap

pasien anak yang dirawat terutama untuk mencukupi kebutuhan cairan dan untuk

menstabilisasi keadaan hemodinamik1. Fungsi hemodinamik merupakan fungsi

pertama yang akan terganggu jika terdapat adanya gangguang keseimbangan

cairan pada anak anak. Konsep terapi cairan untuk menjaga agar volume cairan

tubuh tetap relative konstan dan komposisi elektrolit didalamnya tetap stabil agar

tubuh anak bisa bermetabolisme dengan baik, dengan artian bahwa jumlah asupan

cairan dan elektrolit yang masuk relatif sama dengan jumlah yang dikeluarkan.

Terapi cairan pada anak tidak semata mata diberikan tanpa ada pertimbangan,

terapi cairan yang diberikan harus berdasarkan fisiologi cairan tubuh dan

berdasarkan indikasi indikasi tertentu dalam pemilihan terapi cairan apa yang

akan berikan berdasarkan penyebab terjadinya gangguan dari keseimbangan

cairan maupun keseimbangan elektrolit dalam tubuh.

1.2 Batasan Masalah

Penulisan referat ini dibatasi pada pembahasan fisiologi cairan tubuh dan

terapi cairan pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami fisiologi

cairan tubuh dan terapi cairan pada anak.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan referat ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk

ke beberapa literatur.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip-Prinsip Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit


2.1.1 Total cairan tubuh, elektrolit, dan distribusinya

Cairan tubuh terbagi dalam dua kompartemen yaitu intraseluler dan

ekstraseluler. Ekstraseluler terbagi dalam ruang intersisial dan intravaskuler. Pada

fetus, ekstraseluler lebih banyak dari intraseluler, dan ekstraseluler menurun

seiring pertambahan usia. Cairan ekstraseluler menurun tajam setelah lahir,

sebagian besar karena postnatal diuresis, disamping karena peningkatan

pertumbuhan sel dan penurunan relative rata-rata pertumbuhan kolagen terhadap

otot selama awal kehidupan.(Adelman, Kecskes)

Tabel. Persentase total cairan tubuh, cairan intraseluler, dan cairan ekstraseluler
berdasarkan umur
Kompartemen Umur
Lahir Bulan Tahun
cairan tubuh 0 3 6 6 16
Total cairan 78% 75% 70% 65% 60%

tubuh
Cairan 33% 37,5% 40% 42,5% 40%

intraseluler
Cairan 45% 37,5% 30% 22,5% 20%

ekstraseluler
Dua ruang lain adalah ruang transcellular dan ruang slowly exchangeable.

Sebenarnya ini juga merupakan cairan ekstraseluler tetapi mempunyai

karakteristik tersendiri dan dalam keadaan normal tidak begitu penting. Cairan

slowly exchangeable berjumlah 8-10% berat badan, mengisi tulang-tulang rawan

dan jaringan ikat yang keras. Pertukaran tidak mudah terjadi sehingga tidak
mempengaruhi keseimbangan cairan. Cairan transcellular atau rongga ketiga

(extracorporeal) berasal dari pengangkutan aktif cairan ekstrasel melalui epitel

dan dianggap sebagai reservoir cairan ekstraseluler, seperti cairan serebrospinal,

cairan lumen usus, cairan bola mata, cairan getah bening, cairan intrapleura,

cairan peritoneal, dan cairan sinovial. Jumlahnya hanya 1-3% berat

badan.Adelman

Komposisi elektrolit dalam berbagai kompartemen tidak sama. Natrium

merupakan kation utama ekstraseluler dan aktif secara osmotik menjaga volume

intravaskuler dan intersisial. Kalium merupakan kation utama intraseluler,

sehingga berperanan menjaga osmolalitas intrasel dan memelihara volume sel.

Kalium penting untuk membangkitkan sel-sel saraf dan otot, serta bertanggung

jawab terhadap kontraktilitas otot.Adelman

2.1.2 Regulasi input dan output cairan tubuh

Intake dirangsang oleh rasa haus sebagai respon kurang air (hipertonik)

melalui osmoreceptor di midhipotalamus, pankreas, dan vena porta hepatika.

Hipovolemi dan hipotensi juga dapat merangsang haus melalui baroreseptor di

atrium dan pembuluh darah besar, atau melalui peningkatan angiotensin II.

Gangguan rasa haus bisa terjadi pada gangguan psikologik, penyakit SSP,

hipokalemia, malnutrisi, dan gangguan renin angiotensin.Adelman

Pengeluaran air dapat berupa kehilangan cairan insensible (30%), air kemih

melalui ginjal (60%) dan sedikit cairan tinja (10%). Ini menggambarkan jumlah

yang harus diminum per hari untuk mempertahankan keseimbangan cairan.

Kehilangan insensible bisa melalui kulit (2/3) dan paru (1/3), tergantung faktor-
faktor yang mempengaruhi energy expenditureseperti luas permukaan tubuh, suhu

tubuh dan lingkungan, laju respirasi, dan kelembaban lingkungan. Ini berbeda

dengan kehilangan cairan melalui keringat (sensible waterand electrolyte losses)

yang biasanya terjadi bila suhu tubuh dan lingkungan meningkat, yang diatur oleh

sistem saraf otonom.Adelman, Souid, Ambalavanan

Pengeluaran urin penting untuk mengatur osmolalitas dan komposis cairan

ekstraseluler. Jumlah dan kadar urin dikendalikan olek aksis neurohipofisis-renal,

yaitu antidiuretic hormone (ADH). Produksi urin juga dipengaruhi oleh laju

filtrasi glomerulus, keadaan epitel tubulus ginjal, fungsi tiroid, dan kadar adrenal

steroid dalam plasma.Adelman

Pengeluaran ADH terjadi karena eksositosis sebagai reaksi rangsangan

hipotalamus. Sekresi ADH diatur oleh tekanan osmotik cairan ekstraseluler,

dipantau oleh vesikel dam nukleus supraoptikus sebagai osmoreseptor. Vesikel

membengkak bila osmolalitas cairan ektraseluler lebih rendah dari intraseluler,

mengerut apabila sebaliknya. Pengaruh utama ADH adalah meningkatkan

permeablitas duktus colligentus terhadap air. Air berdifusi keluar tubulus atas

pengaruh ADH, dan difusi tidak terjadi bila tidak ada ADH.Adelman

2.1.3 Regulasi distribusi cairan dan elektrolit di dalam tubuh

Cairan tubuh terdiri dari air, elektrolit, dan non elektrolit. Air sebagai

pelarut, elektrolit dan non elektrolit sebagai terlarut. Distribusi antar kompartemen

ditentukan oleh permeabilitas membran dan osmolal gradient. Walaupun demikian

keseimbangannya menganut hokum iso-osmolaritas, netralitas elektron dan

keseimbangan asam basa.Oh MS


Osmolalitas antar kompartemen dipertahankan seimbang meskipun kadar

zat terlarutnya berubah-ubah. Jumlah cairan intraseluler dipengaruhi oleh kadar

larutan ekstraseluler. Cairan intraseluler dipertahankan konstan oleh tekanan

osmotik di luar sel yang dibatasi membran yang permeabel terhadap air.

Peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler menyebabkan pengurangan air

intrasel atau sebaliknya. Fosfat anorganik dan protein (90% anion intraseluler)

tidak bebas, melewati membrane sel, sehingga berperan mempertahankan

osmolalitas intraseluler. Kalium dan magnesium merupakan kation utama

intraseluler dapat dengan bebas keluar masuk sel, tetapi karena anion intraseluler

relatif konstan dan harus menganut hukum netralitas elektron, maka kehilangan

kation intrasel akan diganti dengan kation ekstrasel. Untuk menghindari edema

intraseluler maka transport aktif melalui aktifitas Na-K-ATPase akan memompa

natrium keluar sel melawan chemical gradient dan electrical gradient. Dikatakan

juga bahwa perubahan nilai strong ion difference (selisih konsentrasi kation kuat

dan anion kuat) akan menyebabkan gangguan keseimbangan asam basa, begitu

juga sebaliknya.Oh MS, Stewart, Adelman

Osmolalitas cairan ekstrasel dapat bervariasi dengan mempengaruhi

konsentrasi solute atau kandungan air melalui regulasi ginjal. Pemeliharaan cairan

ekstraseluler terjadi karena keseimbngan pemasukan cairan, regulasi ginjal dan

tekanan onkotik (colloid osmotic) kapiler. Tekanan onkotik merupakan sebagian

kecil dari tekanan osmotik, dipengaruhi molekul-molekul besar seperti albumin

yang tak mudah melintasi pori kapiler. Selain permeabilitas kapiler dan colloid

osmotic pressure, jumlah cairan intersisial dipengaruhi tekanan hidrostatik kapiler

(hukum Starling). Air dari ruang intersisial dibawa oleh saluran limfe melalui
duktus thorasikus ke vena cava. Tidak ada hubungan antara osmolalitas dengan

volume cairan ekstraseluler. Hipo atau hiperosmolar dapat berhubungan dengan

volume yang kurang, normal, atau berlebih.Adelman, Oh MS

2.2 Jenis-Jenis Cairan

a) Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF).

Indikasi penggunaan antara lain untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel

pada pasien syok hipovolemik, kasus kasus perdarahan memerlukan cairan

kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali jumlah darah yang hilang )

ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit

volume intravaskuler.Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar

20-30 menit.7,9

b) Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma

substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan

yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang

menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam)

dalam ruang intravaskuler.Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk

resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau

pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang

banyak (misal luka bakar).Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat

menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan

pada cross match. Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

1. Koloid alami
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5 % ).

Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam

untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain

mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta

globulin.Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali

terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab

itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan

hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.

2. Koloid sintesis yaitu:

A. Dextran

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan

Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000

diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh

dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume

expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi

Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro

karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu

Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi

platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan

fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran

melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu

perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat

menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan

memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.1


B. Hydroxylethyl Starch (HES)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000,

rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30

mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan

dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64%

dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi

anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau

jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch)

mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga

1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.

Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar

dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka

Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada

penderita gawat.

C. Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat

molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.Ada 3

macam gelatin, yaitu:

a. Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

b. Urea linked gelatin

c. Oxypoly gelatin
2.3 Kebutuhan Cairan Tubuh dan Elektrolit pada Anak

Jumlah air yang dianjurkan untuk diberikan pada bayi penting, terutama

pada bayi muda dibandingkan dengan golongan umur selanjutnya, karena air

merupakan nutrien yang medium untuk nutrien yang lain. Oleh karena itu, intake

nutrien ditentukan oleh kadarnya dalam cairan dan jumlah cairan (termasuk air)

yang diberikan. Sebaliknya, air dapat diberikan tanpa bersama-sama dengan

nutrien yang lain. Menurut umur, dalam keadaan biasa, kebutuhan air rata-rata

bayi sebagai berikut.

Tabel Kebutuhan air pada bayi per kg berat badan

Umur Rata rata Kebutuhan Air / Kg

BB / 24 Jam
6 Bulan 130 -140 ml

9 Bulan 125 145 ml

1 Tahun 120 135 ml

Kebutuhan intake cairan berbeda-beda pada berbagai usia, berhubungan

dengan luasnya permukaan tubuh, kebutuhan metabolik dan berat badan.

Tabel. Kebutuhan intake cairan berdasarkan umur dan berat badan


No Umur BB (Kg) Kebutuhan Cairan
1 3 hari 3 250-300
2 1 tahun 9,5 1150-1300
3 2 tahun 11,8 1350-1500
4 6 tahun 20 1800-2000
5 10 tahun 28,7 2000-2500

Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit

tubuh antara lain :


a. Umur

Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan

berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant

dan anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding

usia dewasa. Sesuai aturan, air tubuh menurun dengan peningkatan usia.

Tabel Perubahan pada cairan tubuh total sesuai umur Umur


Umur Kilogram Berat Badan ( % )
Bayi Prematur 80
3 Bulan 70
6 Bulan 60
1 2 Tahun 59
11 16 Tahun 58

b. Iklim

Iklim yang panas membutuhan cairan tubuh yang lebih dari yang biasanya

terutama pada bayi dan anakMasa tumbuh kembang sehingga membutuhkan

cairan tubuh yang sesuai.

c. Kondisi Sakit

Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan

elektrolit tubuh,demam pada anak dan bayi

Menurut Insersible Water Loss ( IWL )

Anak 60 70 % BB

Bayi 75-90% BB

Usia Besar IWL (mg/kgBB/hari)


Bayi Lahir 30
Bayi 50 60
Anak anak 40
Rumus IWL :
IWL Anak : ( 30 Usia ( tahun ))cc/kg BB/hari
IWL Bayi : 30 50 cc/kg BB/ hari
Proposional Cairan Tubuh Pada Bayi dan Anak

Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Perubahan terjadi pada volume alr

tubuh totat volurne ekstraselular, dan votume cairan intraselular selama hansisi

dari kehdupan fetal ke pascanatal. Saat lahir, 73% dari berat badan total bayi

adalah cairan, dibandingkan dengan 58% pada dewasa. Bayi secara proporsional

memiliki rasio cairan ekstraselular yang lebih tinggi dbandingkan dengan orang

dewasa. Konsekuensinya, kadar natrium dan klorida tubuh total lebih tinggli dan

kadar kalium, magnesium, dan fosfat lebih rendah. Aspek yang sangat penting

dari keseimbangan cairan adalah hubungannya dengan sistem lain. Di samping

kecepatan pertukaran cairan sebanyak tujuh kali lebih cepat dbandingkan dengan

orang dewasa, lalu metabolism pada bayi dua kali lebih cepat terkait berat

badannya.Akibatnya, terbentuk dua ki lebih banyak asam yang mempercepat

terjadinya asidosis.

Kebutuhan cairan yang spesifik pada setiap usia adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan bayi baru lahir adalah 80 sampai 100 mL/kg/hari.

b. Kebutuhan bayi adalah 120 sampai 130 mL/kg/hari.

c. Kebutuhan anak usia 2 tahun adalah 115 sampai 125 mL/kg/hari.

d. Kebutuhan anak usia 6 tahun adalah 90 sampai 100 mL/kg/hari.

e. Kebutuhan remaja usia 15 tahun adalah 70 sampai 85 mL/kg/hari.

f. Kebutuhan remaja 18 belas tahun adalah 40 sampai 50 mL/kg/ hari.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit pada Anak
Anak memerlukan cairan dan elektrolit relatif lebih banyak dari pada

dewasa, karena:

Rerata metabolik yang tinggi.


Insensible loss yang tinggi (minute ventilation tinggi, rasio surface area :

volume
tinggi, epidermis pada bayi preterm masih imatur).
Kemampuan konsentrasi urin rendah

Kemampuan bayi mengekskresi air juga rendah karena immaturitas ginjal

(usia <1 tahun) dan sekresi ADH pada bayi cenderung lebih tinggi.1

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan dan elektrolit

pada anak, termasuk dalam hal faktor yang mengurangi kebutuhan cairan dan

faktor yang meningkatkan kebutuhan. Faktor-faktor yang mengurangi kebutuhan

cairan adalah:

a. Humidifikasi

Humidifikasi merupakan proses perpindahan cairan dari fase cair ke dalam

campuran gas yang terdiri dari udara dan uap air. Humidifikasi yang sering terjadi

pada manusia adalah pada saat respirasi, yang berguna untuk melembabkan udara

yang masuk ke dalam paru.2

b. Sekresi ADH tinggi

Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi keadaan osmolalitas plasma.

Peningkatan osmolalitas akan merangsang sekresi ADH di hipotalamus sehingga

cairan tubuh akan sedikit untuk disekresikan melalui ginjal. Pada syndrome of

inappropriate antidiuretic hormone (SIADH), hormone ADH akan selalu

dihasilkan walaupun ketika osmolalitas plasma tubuh menurun. Sehingga

pengenceran urin tidak ada, dan cairan tubuh yang berlebihan tidak bisa

dikeluarkan.2
c. Hipotermi

Ada berbagai cara kehilangan panas pada neonates dan anak, seperti

evaporasi (penguapan), konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada hipotermi

metabolism akan menurun dan produksi panas akan berkurang sehingga

pengeluaran cairan melalui keringat akan berkurang.3

d. Gagal ginjal

Pada gagal ginjal, terjadi penumpukan cairan akibat sulitnya cairan di dalam

tubuh untuk disekresikan melalui ginjal karena organ sekresi cairan utama tubuh

adalah ginjal.1

Faktor-faktor yang meningkatkan kebutuhan cairan adalah:

a. Aktifitas

Aktifitas akan meningkatkan metabolisme basal tubuh yang memerlukan

cairan tubuh untuk metabolisme utama dan peningkatan suhu tubuh.

Thermoregulasi akan berusaha untuk menurunkan suhu tubuh dengan

mengeluarkan keringat sebagai media untuk mengeluarkan panas3

b. Demam
c. Hiperventilasi

Udara saat proses ekspirasi terdiri dari uap air dan udara karena proses

dehumidifikasi, pada saat hiperventilasi akan meningkatkan udara ekspirasi

sehingga pengeluaran uap air dalam udara tersebut akan meningkat. Pada proses

dehumidifikasi membutuhkan cairan tubuh untuk proses tersebut sehingga secara

tidak langsung cairan tubuh akan semakin berkurang.1,2

2.5 Mengukur Intake dan Output Cairan pada Anak


2.5.1 Intake Cairan pada Anak

Jurnlah air yang dianjurkan untuk diberikan pada bayi penting, terutama

pada bayi muda dibandingkan dengan golongan umur selanjutnya, karena air

merupakan nutrien yang medium untuk nutrien yang lain. Oleh karena itu, intake

nutrien ditentukan oleh kadarnya dalam cairan dan jumlah cairan (termasuk air)

yang diberikan. Sebaliknya, air dapat diberikan tanpa bersama-sama dengan

nutrien yang lain. Menurut umur, dalam keadaan biasa, kebutuhan air rata-rata

bayi sebagai berikut.

Tabel Kebutuhan air pada bayi per kg berat badan

. Umur Rata rata Kebutuhan Air / Kg BB / 24 Jam


6 Bulan 130 -140 ml
9 Bulan 125 145 ml
1 Tahun 120 135 ml

Kebutuhan intake cairan berbeda-beda pada berbagai usia, berhubungan

dengan luasnya permukaan tubuh, kebutuhan metabolik dan berat badan.

Tabel. Kebutuhan intake cairan berdasarkan umur dan berat badan

No Umur BB (Kg) Kebutuhan Cairan


1 3 hari 3 250-300
2 1 tahun 9,5 1150-1300
3 2 tahun 11,8 1350-1500
4 6 tahun 20 1800-2000
5 10 tahun 28,7 2000-2500
6 14 tahun 45 2200-2700
7 18 tahun 54 2200-2700

2.5.2 Output Cairan pada Anak

Kehilangan caiaran tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :

a. Urine : Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus

urinarius merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi
normal output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml

per jam.

Usia Volume Urine ( ml/kg BB/hari )


Bayi Lahir 10 90
Bayi 80 90
Anak anak 50

b. Paru paru IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit, Melalui kulit dengan

mekanisme difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh

melalui proses ini adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses

respirasi atau suhu tubuh meningkat maka IWL dapat meningkat.

c. Keringat : Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang

panas, respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya

ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan

syaraf simpatis pada kulit.

d. Feces : Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari,

yang diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar

(kolon).

e. Kulit: Rata rata 500 600 dari kehilangan cairan tuhuh.Pada bayi lahir

dengan BB rendah, khususnya dengan BB kurang dari 1 kg, cenderung

mengalami kehilangan cairan tubuh yang sangat cepat karena berbagai factor

termasuk luas permukaan kulit yang lebih besar dan peningkatan kandungan

air kulit. Penggunaan penghangat radian akan secara bermakna meningkatan

kehilangan cairan tak kasat mata pada bayi.

2.6 Gangguan dalam Pemenuhan Cairan Tubuh


Volume intravaskular yang cukup sangat penting untuk kelangsungan hidup,

baik kekurangan maupun kelebihan cairan tubuh dapat menyebabkan morbiditas

ataupun mortalitas yang signifikan. (nelson) Keseimbangan cairan ekstraseluler

dijaga oleh kation utama ekstraselular yaitu natrium. Anion utama juga

dibutuhkan yaitu klorida, namun untuk memudahkan, keseimbangan natrium

dianggap sebagai regulator utama status volume tubuh karena baik natrium

maupun klorida biasanya berubah secara proporsional mengingat jumlah

kebutuhan yang sama dari anion maupun kation.(PGD)


Hipovolemia terjadi ketika cairan yang hilang dari ekstraseluler melebihi

cairan yang menggantikannya. Penyebab kehilangan cairan yang paling banyak

pada anak-anak adalah kehilangan melalui saluran cerna (diare dan muntah),

selain itu dapat juga melalui kulit (demam, keringat yang berlebihan pada pasien

fibrosis kistik atau setelah olahraga berat, dan luka bakar), dan melalui urin

(glukosuria, terapi diuretik, uropati obstruktif, penyakit intersisial, neurogenik,

dan diabetes insipidus nefrogenik). Tubuh akan mencoba mempertahankan

keseimbangan air dan mineral dengan memindahkan cairan dari kompartemen

intraseluler ke ruang ekstraseluler dan memicu retensi urin melalui sekresi

hormon antideuretik (ADH). Dalam menanggapi kekurangan cairan, sel-sel

reseptor di hipotalamus akan menyusut, menyebabkan pesan hormonal untuk

minum dan meningkatkan asupan garam. Ketika air dan garam tidak memadai

dalam penggantian cairan dan mineral yang hilang, volume sirkulasi efektif akan

berkurang sehingga dapat berefek pada berkurangnya perfusi jaringan dan organ.

Hipovolemia yang terjadi pada anak akan mengarah pada keadaan dehidrasi.

(jurnal)
Dehidrasi dapat terjadi akibat kehilangan air dan natrium. Bila natrium yang

hilang bersama air konsentrasinya lebih tinggi dari kadar natrium cairan

ekstraseluler, maka akan terjadi dehidrasi hipo-osmotik. Bila jumlah natrium

dalam air yang hilang kurang lebih sama makan terjadi dehidrasi iso-osmotik, dan

bila kehilangan natrium lebih rendah daripada air maka akan terjadi dehidrasi

hipo-osmotik.(PGD) Dehidrasi akibat kurangnya asupan natrium jarang terjadi

kecuali pada anak-anak yang lalai dalam pemberian asupan, pada daerah yang

dilanda kelaparan, atau pilihan diet cairan yang tidak adekuat pada anak-anak

yang tidak dapat diberikan makanan padat. Kehilangan natrium melalui saluran

kemih dapat terjadi pada berbagai keadaan penyakit ginjal, dari gangguan

displasia renal atau tubular, seperti sindroma Bartter. Pada neonatus, terutama

dengan kelahiran prematur memiliki gangguan dalam mempertahankan natrium.

Kehilangan natrium ginjal secara iatrogenik dapat berlangsung selama mendapat

terapi diuretik. Kehilangan natrium melalui ginjal juga terjadiakibat dari

kegagalan sistem regulasi normal pada ginjal. Pada anak-anak yang paling sering

terjadi yaitu akibat dari tidak adanya aldosteron pada anak-anak dengan

hiperplasia adrenal kongenital disebabkan oleh kurangnya enzim 21-hidroksilase

sehingga terjadi kehilangan natrium. (nelson)

Gejala klinis dehidrasi dipengaruhi oleh berat ringannya kehilangan cairan

dan kadar natrium cairan ekstraseluler. Tanda yang dapat dijumpai antara lain,

berat badan turun, turgor kulit menurun, ubun-ubun cekung, mata cekung, mukosa

kering, nadi cepat dan tekanan darah turun, serta jumlah urin sedikit dan pekat.

Laboratorium menunjukkan kenaikan hematokrit dan kenaikan berat jenis urin.

(PGD)
Gangguan dalam keseimbangan cairan tubuh sering disertai dengan

gangguan elektrolit. Gangguan elektrolit yang dapat terjadi diantaranya:

a. Hiponatremia

Hiponatremia adalah jika kadar natrium serum <130 mEq/L. Tujuan awal

dalam mengobati hiponatremia adalah koreksi kekurangan volume intravaskular

dengan cairan isotonik (Nacl atau ringer lactatat). (nelson)

Hiponatremia dapat disebabkan oleh kelebihan air atau kehilangan natrium

yang lebih besar daripada kehilangan air. Terdapat tiga keadaan hiponatremia

berdasar status volume cairan tubuh yang dapat dibedakan berdasar kadar natrium

urin. Tata laksana hiponatremia harus disesuaikan dengan penyebabnya . (PGD)

b. Hipernatremia

Biasanya disebabkan karena defisiensi air relatif (kadar natrium >150

mEq/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat kehilangan cairan dengan kadar natrium

yang lebih rendah dari kadar natrium serum. Hipernatremia sebenarnya hampir

tidak pernah terjadi pada pasien dengan sistem pengaturan osmolaritas serum

yang normal. Anak dengan dehidrasi hiperosmotik biasanya iritabel, kulit lembab,
dan disertai penurunan turgor tidak nyata. Rehidrasi pada dehidrasi hiperosmotik

harus dilakukan dengan perlahan, kecuali bila simptomatik atau kadar natrium

serum >180 mEq/L. (PGD)

c. Hipokalemia

Beberapa keadaan yang menyebabkan hipokalemia (kadar kalium <3,5

mEq/L):

Redistribusi: terapi insulin, anabolisme, refeeding syndrome.


d. Kehilangan melalui ginjal yaitu Aldosteron, Diuretik, Asidosis tubular

renal, Kehilangan cairan di luar ginjal:


e. Hiperkalemia

Beberapa keadaan yang menyebabkan hiperkalemia (kadar kalium >5,5 mEq/L):

a. Pemberian kalium yang berlebihan.


b. - Perpindahan kalium.
c. Hiperglikemia, katabolisme (hemolisis, sindrom lisis tumor), asidosis.
d. - Ekskresi melalui ginjal berkurang
e. Diuretik hemat kalium (aldactone), gagal ginjal, hipoaldosteronisme (bisa
f. karena ACE inhibitors, tacrolimus, siklosporin, inhibitor prostaglandin,

heparin).
g. Gejala klinis hiperkalemia berupa kelemahan sampai kelumpuhan otot,
h. parestesia, penurunan refleks, perubahan gambaran elektrokardiogram (tall-

T),
i. bila berat bisa terjadi fibrilasi ventrikel dan henti jantung. (PGD)

2.7 Tindakan untuk Mengatasi Gangguan dalam Pemenuhan Cairan dan

Elektrolit pada Anak

2.7.1. Gangguan kebutuhan cairan

Kebutuhan cairan perhari

Air adalah komponen penting dalam pemeliharaan terapi cairan, karena setiap hari

tubuh akan kehilangan cairan.kehilangan cairan dapat terjadi melalui urin dan

tinja serta yang tidak dapat diukur seperti pada kulit dan paru. Tujuan dari
maintenance cairan adalah : mencegah dehidrasi, mencegah gangguan elektrolit,

mencegah ketoasidosis, dan mencegah degradasi protein (nelson textbook)

Tata laksana penggantian cairan dan elektrolit

A. Perkiraan kehilangan cairan (status dehidrasi)

Menentukan kehilangan cairan, memerlukan pemantauan klinis dari persentase

dehidrasi dan persentase berat badan pasien, seorang anak yang memiliki berat

badan 10 kg dan dengan dehidrasi 10%, memiliki 1 liter kehilangan cairan

( nelson)

Gejala klinis dehidrasi ( nelson)

Gejala klinis Dehidrasi ringan Dehidrasi sedang Dehidrasi berat


Penurunan berat < 3% pada bayi, dan 5-10% pada bayi, dan >10% pada bayi, dan

badan <3% pada anak yang 3-6% pada anak yang >6% pada anak yang

lebih tua lebih tua lebih tua


Nadi Normal atau pulsasi takikardi Pulsasi nadi cepat dan

meningkat lemah atau tidak

teraba. Menurunnya

tekanan darah
Urin Urin output menurun Sedikit atau tidak ada Tidak ada urin output

urin output
Fisik Fisik dalam batas Irritable atau lethargi, Mata dan ubun-ubun

normal mata dan ubun-ubun sangat cekung, tidak

cekung, penurunan ada air mata,

produksi air mata, membrane mukosa

mukosa mulut kering, sangat kering, turgor

turgor kulit lambat, kulit sangat lambat,

CRT>1,5 detik, pucat CRT > 3 detik, dingin


dan dingin dan mottled, lemah

dan penurunan

kesadaran

Anak dengan dehidrasi membutuhkan penanganan cepat untuk memastikan

perfusi masih memadai. Fase resusitasi ini membutuhkan pemulihan yang cepat

dan dapat diberikan larutan isotonis, seperti Nacl atau ringer laktat. Anak biasanya

diberikan bolus cairan 20 mL/kg BB dari cairan isotonik selama 20 menit. Anak

dengan dehidrasi berat mungkin memerlukan bolus cairan cepat. Pada anak

dengan kemungkinan alkalosis metabolik, Ringer laktat tidak boleh digunakan

karna akan memperburuk kondisi alkalosis. Koloid, seperti darah, 5% albumin,

dan plasma, jarang dibutuhkan untuk bolus cairan. Awal fase resusitasi dan

rehidrasi selesai jika anak volume intravaskular yang membaik. Tandanya adalah

anak menunjukkan perbaikan klinis, denyut jantung yang normal, normalisasi

tekanan darah, peningkatan perfusi, urin output normal, dan melewati fase kritis.

Jika volume intravaskular memadai, rencanakan terapi cairan untuk 24 jam

berikutnya. Pendekatan umum diuraikan pada :

Gambar x: : Manajemen dehidrasi cairan


Dengan peringatan bahwa ada pendekatan berbeda untuk mengoreksi dehidrasi.

Dalam dehidrasi isonatremi atau hiponatremi, seluruh kekurangan cairan dikoreksi

lebih dari 24 jam. Untuk meyakinkan bahwa volume intravaskular baik, pasien

menerima tambahan bolus 20-mL / kg dari cairan isotonik lebih dari 2 jam. Total

cairan yang dibutuhkan anak adalah maintenance ditambah defisit. Volume cairan

isotonik yang diterima pasien, dikurangi dengan ini. Monitoring pada terapi cairan

adalah :

Gambar x : monitoring terapi cairan

Langkah-langkah memperkirakan kehilangan cairan (Buku ajar pediatric gawat

darurat):

1. Perubahan berat badan

Perubahan berat badan yang cepat menggambarkan perubahan cairan tubuh total.

Berat badan diperlukan untuk menentukan banyaknya cairan pengganti yang

dibutuhkan.

2. Anamnesis:

o Kehilangan cairan: muntah, diare, perdarahan, luka bakar, drainase bedah

(seberapa banyak dan/atau seberapa sering).


o Masukan cairan: jenis cairan, jumlah cairan, dan evaluasi.

o Produksi urin.

3. Pemeriksaan fisis: status mental, nadi, frekuensi nadi, tekanan darah, berat

badan, membran mukosa, turgor kulit, warna kulit, perabaan perifer, dan waktu

pengisian kapiler.

4. Laboratorium: kimia serum, hematokrit, urinalisis lengkap.

B. Pemberian cairan intravena

Pemberian cairan intravena harus memperhatikan jenis cairan, jumlah cairan, dan

kecepatan pemberian cairan.

1. Jenis cairan

Pada keadaan syok, untuk memperbaiki volume sirkulasi efektif, apapun jenis

dehidrasinya (iso-osmotik, hipo-osmotik, maupun hiperosmotik) cairan awal yang

seharusnya diberikan adalah cairan isotonis. Cairan kristaloid yang dapat

digunakan adalah Ringers Lactat, Ringers Asetat, dan NaCl 0,9%. Setelah syok

teratasi, pemilihan jenis cairan tergantung pada jenis dehidrasi.

2. Jumlah cairan

Untuk memperbaiki volume sirkulasi efektif diberikan 10-20 ml/kgBB dalam 10-

30 menit. Evaluasi perbaikan klinis meliputi status mental, tanda vital, dan

produksi urin. Bila setelah pemberian cairan 60 mL/kgBB syok belum teratasi,

dilanjutkan dengan melakukan pemantauan secara invasif.

3. Pemberian cairan pada keadaan dehidrasi tanpa syok atau setelah syok teratasi.

Bila pemberian cairan peroral tidak memungkinkan, kebutuhan cairan diberikan

secara intravena dengan mempertimbangkan:

Defisit air maupun elektrolit


Kehilangan cairan yang masih berlangsung: volume dan komposisi

elektrolit.
Kebutuhan rumatan

Nilai defisit dapat dihitung berdasar:

Berat badan sebelum dehidrasi Berat badan sekarang atau Berat x % dehidrasi

Kurangi cairan resusitasi

2.7.2 Tatalaksana Gangguan Elektrolit

a. Hiponatremia

Hiponatremia simptomatik biasanya terjadi pada kadar natrium <120 mEq/L

dengan gejala klinis berupa penurunan kesadaran atau kejang. Koreksi cepat

menggunakan salin hipertonis (NaCL 3%) dengan kecepatan 1-2 mEq/L/jam

(tidak melebihi 3 mEq/L/jam atau 6 ml/kgBB/jam) hingga gejala klinis hilang.

Pada umumnya gejala klinis hilang setelah kenaikan natrium sebesar 5-10 mEq/L

atau kadar natrium 125 mEq/L. Koreksi selanjutnya dilakukan secara lambat

dengan cairan isotonis. Total kenaikan perhari tidak melebihi 10-15 mEq/L. Salin

hipertonis tidak digunakan pada hiponatremia asimptomatik. Defisit natrium dapat

dihitung berdasarkan rumus:

Total body water (L) x [ Kadar Na diharapkan (mEq/L) Kadar Na saat ini (mEq/L)]
Biasanya kadar natrium yang digunakan dalam rumus ini adalah 135

mEq/L. Pada keadaan hipervolemia, jumlah air yang perlu dikeluarkan untuk

mencapai kadar natrium yang diharapkan dapat dihitung berdasarkan rumus:

[1-(Na terukur/Na diharapkan)] x TBW


Kecepatan koreksi yang dianjurkan adalah 1 mEq/L/jam. Restriksi cairan

dilakukan dengan pemberian cairan rumat sesuai IWL (membuat balans negatif)

dengan memperhatikan hemodinamik.

b. Hipernatremia

Rehidrasi pada dehidrasi hiperosmotik harus dilakukan dengan perlahan,

kecuali bila simptomatik atau kadar natrium serum >180 mEq/L. Pada keadaan ini

dibutuhkan penurunan kadar natrium hingga 175-180 mEq/L dengan cepat. Bila

terdapat syok, maka pemberian cairan kristaloid isotonik dengan cepat untuk

mengatasi syok tetap dibutuhkan.

Selanjutnya cairan rehidrasi harus diberikan dengan memperhitungkan free

water deficit sesuai rumus:

Untuk rumus ini biasanya digunakan kadar natrium 145 mEq/L. Terdapat

tiga keadaan hipernatremia berdasar status volume cairan tubuh yang dapat

dibedakan berdasar kadar natrium urin. Tata laksana hipernatremia harus

disesuaikan dengan penyebabnya( nelson, buku ajar pediatric) :


Gambar x. tatalaksana hipernatremia

c. Hipokalemia

Pada hipokalemia simptomatik, koreksi kalium dilakukan dengan pemberian

kalium 0,25 mEq/kg/jam (maksimum 1 mEq/kg/jam) secara intravena. Pemberian

secara perifer dilakukan dengan konsentrasi 1 mEq/10 mL untuk menghindari

iritasi pembuluh darah. Bila menggunakan akses sentral, dapat digunakan

konsentrasi yang lebih tinggi (1 mEq/5 mL) untuk membatasi jumlah volume.

Koreksi kalium dengan cepat harus dilakukan dengan pemantauan

elektrokardiogram. Bila dilakukan koreksi 1 mEq/kg/jam, evaluasi kadar kalium

harus dilakukan setiap jam, hingga kadar kalium mencapai 3 mEq/L. Selanjutnya

dilakukan koreksi perlahan. Pada hipokalemia asimptomatik, bila pasien

mendapat obat yang menyebabkan kehilangan kalium atau pada pasien yang

dilakukan pengisapan lendir secara berkala, kehilangan kalium harus

diperhitungkan ke dalam kebutuhan rumat. Koreksi kalium peroral diberikan

dengan dosis 0,5-1 mEq/kg/dosis (maksimal 40 mEq/dosis), 2 kali perhari.


d. Hiperkalemia

Pada hiperkalemia simptomatik, untuk mengatasi aritmia diperlukan

pemberian kalsium glukonas 60-100 mg/kg iv atau kalsium klorida 20-25 mg/kg

iv pelan (tidak lebih dari 100 mg/menit). Tiap 1 gram kalsium glukonas 10%

mengandung 4,5 mEq kalsium elemental, sedangkan tiap satu gram kalsium

klorida 10% mengandung 13,5 mEq kalsium elemental. Bila perlu tambahkan

nebulizer salbutamol intravena 4-5 g/kgBB dalam 20 menit dan dapat diulang

setelah 2 jam. Alkalinisasi dilakukan dengan pemberian natrium bikarbonat 1-2

mEq/ kg iv bolus perlahan. Pemberian natrium bikarbonat tidak boleh dicampur

atau dalam satu jalur dengan kalsium karena dapat menimbulkan presipitasi. Jika

jalur intravena hanya tersedia satu, maka kalsium diberikan lebih dahulu.

Pemberian glukosa dengan dosis 1 g/kgBB dan insulin (rapid insuline) 0,2 U/g

glukosa secara intravena diberikan dalam 15-30 menit. Jumlah yang sama dapat

diulang dalam 1 jam. Biasanya digunakan dekstrosa 25%. Chelating agent,

Sodium polystyrene sulfonate (Kayexalate) oral, diberikan melalui pipa

nasogastrik atau rektal 1-2 g/kg berat badan dalam larutan sorbitol atau dekstrosa.

Bila diberikan rektal konsentrasinya tidak boleh lebih dari 20%. Pemberian secara

oral lebih efektif. Bila cara di atas tidak berhasil, dilakukan transfusi tukar atau

dialisis. Loop diuretik dan/atau tiazid dapat diberikan pada kasus tanpa gagal

ginjal. Tata laksana hiperkalemia asimptomatik dilakukan dengan mengurangi

asupan kalium, mengobati penyakit yang mendasari, dan dilusi dengan pemberian

cairan bebas kalium.


DAFTAR PUSTAKA

Pudjiadi AH, Latief A. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat: Cairan dan Elektrolit.

Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2008. hlm 26-39.

Kliegman RM, Stanton BF, St. Geme III JW, Schor NF, Behrman RE. Nelson

Textbook of Pediatric: Fluid and Electrolyte Disorders. Twentieth Edition, Vol 1.

Philadelphia: Elsevier Inc; 2016. Pg 346 91.

Power KS. Dehydration: Isonatremic, Hyponatremic, and Hypernatremic

Reconition and Management. J Pediatrics in Review. 2015 July; 36 (7): 274-85.

Anda mungkin juga menyukai