Anda di halaman 1dari 29

BAB I

ANATOMI DAN FISIOLOGI

I.1 ANATOMI
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian proksimal
uretra (uretra pars prostatika) dan berada di sebelah anterior rectum. Bentuknya sebesar buah
kenari, dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke
apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm, dengan tebal 2,5 cm.
Batas-batas prostat
a. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria, otot polos
berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
b. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma urogenitalis. Uretra
meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan anterior.
c. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis, dipisahkan dari
simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada cavum retropubica(cavum
retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan dengan permukaan posterior os pubis dan
ligamentum puboprostatica. Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan
merupakan kondensasi vascia pelvis.
d. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan anterior
ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia Denonvillier).
Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung bawah excavatio
rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah menuju corpus perinealis.
e. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator ani waktu
serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius menembus bagian
atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral
orificium utriculus prostaticus

1
Gambar 1. Kelenjar prostat dan uretra

Menurut klasifikasi Lowsley, prostat terdiri dari lima lobus: anterior, posterior, medial,
lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal, prostat terdiri atas 4 bagian utama:
1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini merupakan sepertiga
dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian
2,3, dan 4).
2. Zona perifer, yang merupakan 70% dari bagian prostat yang glandular, membentuk bagian
lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara skematik zona ini dapat digambarkan
seperti suatu corong yang bagian distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya
terbuka untuk menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluran-saluran dari
zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian distal.
3. Zona sentral, yang merupakan 25% dari bagian prostat yang glandular, dikenal sebagai
jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus ejakulatorius dengan apexnya pada
verumontanum dan basisnya pada leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada
uretra pars prostatika bagian distal. Zona sentral dan perifer ini membentuk suatu corong
yang berisikan segmen uretra proximal dan bagian ventralnya tidak lengkap tertutup
melainkan dihubungkan oleh stroma fibromuskular.
4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang terkecil (5%), terletak
tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang berbentuk silinder dan dibentuk oleh bagian

2
proximal uretra. Zona transisional dan kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang
disebut sebagai kelenjar preprostatik.

Gambar 2. Pembagian lobus prostat berdasarkan klasifikasi Lowsley

Gambar 3. Pembagian lobus prostat berdasarkan klasifikasi Mc Neal

3
Vaskularisasi prostat
Merupakan percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri
rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma, dan berakhir sebagai
jala-jala kapiler yang berkembang baik dalam lamina propria. Pembuluh vena mengikuti
jalannya arteri dan bermuara ke pleksus sekeliling kelenjar. Pleksus vena mencurahkan isinya ke
vena iliaca interna.
Pembuluh limfe mulai sebagai kapiler dalam stroma dan mengikuti pembuluh darah.
Limfe terutama dicurahkan ke nodus iliaka interna dan nodus sakralis. Persarafan prostat berasal
dari pleksus hipogastrikus inferior dan membentuk pleksus prostatikus. Prostat mendapat
persarafan terutama dari serabut saraf tidak bermielin. Beberapa serat ini berasal dari sel
ganglion otonom yang terletak di kapsula dan di stroma.

I.2 FISIOLOGI
Prostat merupakan sebuah organ fibromuskuler sebesar kemiri yang berfungsi sebagai
kelenjar aksesoris dan mengelilingi urethra pars prostatika. Kelenjar prostat merupakan kelenjar
yang terdiri atas jaringan kelenjar dinding uretra yang mulai menonjol pada masa pubertas.
Biasanya kelenjar prostat dapat tumbuh seumur hidup.
Selain mengandung jaringan kelenjar, kelenjar prostat banyak mengandung jaringan
fibrosa dan jaringan otot. Kelenjar ini ditembus oleh uretra dan kedua duktus ejakulatorius, dan
dikelilingi oleh suatu pleksus vena.

Fungsi sekresi
Prostat menghasilkan sekresi yang membentuk sebagian besar volume air mani. Sekresi
prostat adalah campuran putih susu gula sederhana (seperti fruktosa dan glukosa), enzim, dan
bahan kimia alkali. Gula disekresikan oleh fungsi prostat sebagai nutrisi untuk sperma karena
mereka masuk ke dalam tubuh perempuan untuk membuahi ovum. Enzim bekerja untuk
memecah protein dalam air mani setelah ejakulasi sel sperma bebas dari air mani kental. Bahan
kimia basa dalam sekresi prostat menetralisir sekresi vagina asam untuk kelangsungan hidup
sperma dalam tubuh wanita.

4
Fungsi Ejakulasi
Prostat berisi duktus ejakulatorius yang melepaskan sperma saat ejakulasi. Duktus
ejakulatorius terbuka untuk memungkinkan air mani untuk lulus dari duktus deferens ke uretra
dan akhirnya keluar dari tubuh. Selama orgasme, jaringan otot polos dalam kontrak prostat dalam
rangka mendorong air mani melalui uretra.

Fungsi Urinasi
Urine dilepaskan dari kandung kemih dilakukan oleh uretra ke luar tubuh. Dalam kondisi
normal, urin dalam uretra melewati prostat tanpa komplikasi apapun. Prostat membesar secara
perlahan sepanjang hidup manusia, berpotensi menyebabkan pembatasan atau penyumbatan
uretra pada saat seorang pria mencapai lima puluhan atau enam puluhan. Prostat membesar dapat
menyebabkan kesulitan buang air kecil atau bahkan akhirnya ketidakmampuan untuk buang air
kecil.

5
BAB II
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

II. 1 DEFINISI
Hiperplasia adenomatosa dari kelenjar periuretral prostat yang yang terjadi pada laki-laki
berusia 50 tahun yang menyebabkan sumbatan traktus urinarius dengan menekan uretra.

II. 2 EPIDEMIOLOGI
Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang ditemukan sebelum usia
40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai
pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.
Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hiperplasi.
Prevalensi yang pasti di Indonesia belum diketahui tetapi berdasarkan kepustakaan luar
negeri diperkirakan semenjak umur 50 tahun 20%-30% penderita akan memerlukan pengobatan
untuk prostat hiperplasia. Yang jelas prevalensi sangat tergantung pada golongan umur.
Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini,
dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopoik yang kemudian bermanifestasi menjadi
kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian baru manifes dengan gejala klinik.
Berdasarkan angka autopsi perubahan mikroskopik pada prostat sudah dapat ditemukan
pada usia 30 40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini terus berkembang akan terjadi
perubahan patologi anatomi. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada
usia 80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan gejala dan
tanda klinik.

II. 3 ETIOLOGI
Belum diketahui secara pasti, saat ini terdapat beberapa hipotesis yang diduga sebagai
penyebab timbulnya hyperplasia prostat antara lain :
1. Teori hormonal
Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan kastrasi maka tidak terjadi BPH,
juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan kastrasi. Selain androgen (testosterone/ DHT),
estrogen juga berperan untuk terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan

6
keseimbangan hormonal, yaitu antara hormone testosterone dan hormone estrogen, karena
produksi testosterone menurun dan terjadi konversi testosterone menjadi estrogen pada jaringan
adipose di perifer dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan
merangsang terjadinya hyperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosterone
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang berperan
untuk perkembangan stroma.
Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi relative testosterone dan estrogen akan
menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan
terjadinya pembesaran prostat. Dari berbagai percobaan dan penemuan klinis, dapat diperoleh
kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal hormone gonadotropin hipofise akan menyebabkan
produksi hormone androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat.
Dengan makin bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler
(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal
ini mengakibatkan hormone gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormone estrogen
oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologist, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral
sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap
estrogen.

2. Teori growth factor


Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Terdapat empat pepetic growth factor yaitu: basic transforming growth factor, transforming
growth 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth factor.

3. Teori peningkatan lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati

4. Teori sel
Seperti organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa berada
dalam keadaan keseimbangan steady state, antara pertumbuhan sel dan sel yang mati,
keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosterone tertentu dalam jaringan prostat yang
dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi. Pada keadaan tertentu jumlah sel
stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi lebih cepat.

7
Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi atau proliferasi
sel stroma dan sel epitel kelenjar peruretral prostat menjadi berlebihan.

5. Teori Dihidrotestosteron (DHT)


Testosterone yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari kelenjar
adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh globulin menjadi sex
hormone binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam keadaan testosterone bebas.
Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam target sel yaitu sel prostat melewati
membrane sel langsung masuk ke dalam sitoplasma, di dalam sel, testosterone direduksi oleh
enzim 5 alpha reductase menjadi 5 dihidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor
sitoplasma menjadi hormone receptor complex.
Kemudian hormone receptor complex ini mengalami transformasi reseptor, menjadi
nuclear receptor yang masuk ke dalam inti yang kemudian melekat pada chromatin dan
menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini akan menyebabkan sintese protein menyebabkan
terjadinya pertumbuhan kelenjar prostat.

1. Teori reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada kelenjar
periuretral (zona transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding kemudian bercabang
yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik. Persamaan epiteleal budding dan
glandular morphogenesis yang terjadi pada embrio dengan perkembangan prostat ini,
menimbulkan perkiraan adanya reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan
pada tingkat embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya.

Selain teori-teori diatas masih banyak lagi teori yang menerangkan tentang penyebab
terjadinya BPH seperti: teori tumor jinak, teori rasial dan faktor sosial, teori infeksi dari zat-zat
yang belum diketahui, teori yang berhubungan dengan aktifitas hubungan seks, teori peningkatan
kolesterol, dan Zn yang kesemuanya tersebut masih belum jelas hubungan sebab akibatnya.

8
II.4 PATOFISIOLOGI
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat
bergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan
dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5 reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar
prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan mengahmbat
aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intracesikel. Untuk dapat
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi
yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan strukutr
pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah
atau lowe urinary tract symtom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala postatimus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali
pada kedua muara ureter. Tekanan padakedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik
urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus
akan mengakibatkan hiroureter hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh
adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot
polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot
polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.

9
Hyperplasia
prostat

Penyempitan lumen uretra


posterior

Peningkatan tekanan
intravesikal

Buli-buli Ginjal dan Ureter


Hipertrofi otot Refluks vesiko
detrusor ureter
Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Pionefrosis
Gagal ginjal

Bagan pengaruh hyperplasia prostat pada saluran kemih

Hidronefrosis

Hidroureter

Hipertofi otot detrusor

Benigna prostat hiperplasi

Gambar 5.Penyulit hyperplasia prostat pada saluraan kemih

Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat
normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2 : 1, maka pada BPH rasio stromanya
meningkat menjadi 4 : 1. Hal ini menyebabkan pada BPG terjadi peningkatan tonus otot polos
prostat bila dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan
obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik
sebagai penyebab obstrusi prostat

II.5 GAMBARAN KLINIS

10
Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi dan iritasi. Gejala dan tanda obstruksi
saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan miksi, miksi terputus, menetes
pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah, dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala
iritasi disebabkan hipersensitivitas otot detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia,
miksi sulit ditahan, dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena otot detrusor gagal berkontraksi
dengan cukup kuat atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala
iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat
menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipeun
belum penuh.

IPSS (International Prostate Scoring System)

Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis

11
Derajat Colok dubur Sisa volume urin
I Penonjolan prostat, batas atas mudah < 50 ml
diraba
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat 50-100 ml
dicapai
III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml
IV Retensi urin total

II.6 PEMERIKSAAN FISIK


Pada BPH, terdapat beberapa kelainan yang bisa didapatkan pada saat pemeriksaan fisik.
Pada abdomen dapat dilakukan palpasi bimanual ginjal. Bila ginjal teraba, dapat dicurigai adanya
hidronefrosis karena stasis urine. Bila penderita merasakan nyeri pada saat ditekan agak kuat,
mungkin terdapat pielonefritis. Pada pemeriksaan daerah suprasimfisis, pada inspeksi akan
terlihat penonjolan apabila penderita dalam keadaan retensio urine. Pada palpasi dapat ditemukan
adanya ballotemen dan penderita akan terasa ingin kencing pada saat penekanan. Bila diperkusi,
dapat diketahui adanya retensio urin atau tidak.
Pemeriksaan fisik lain yang dapat dilakukan adalah rectal toucher (colok dubur). Sebelum
dilakukan rectal toucher penderita diharuskan untuk miksi terlebih dahulu. Bila terdapat retensio
urin maka RT sebaiknya dikerjakan setelah buli-buli dikosongkan dengan kateter. RT dapat
memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rectum, kelainan lain seperti benjolan di
dalam rectum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur, harus diperhatikan konsistensi
prostat (pada BPH konsistensinya kenyal), adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah
batas atas, sulcus mediana dan sulcus lateralis teraba. Pada karsinoma prostat, prostat teraba
keras atau teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras daripada sekitarnya atau adakah
prostat asimetri dengan bagian yang lebih keras. Dengan colok dubur dapat pula diketahui
adanya batu prostat jika didapatkan krepitasi.

II.7 PEMERIKSAAN PENCITRAAN


Dengan pemeriksaan radiologic, seperti foto polos perut dan pielografi intravena dapat
diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan, misalnya batu saluran kemih, hidronefrosis, atau
divertikulum kandung kemih. Kalau dibuat foto setelah miksi, dapat dilihan sisa urin.
Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar kandung kemih.
Secara tidak langsung, pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar buli- buli pada

12
gambaran sistogram tampak terangkat atau ujung distal ureter membelok ke atas berbentuk
seperti mata kail. Apabila fungsi ginjal buruk sehingga ekskresi ginjal kurang baik atau penderita
sudah dipasang kateter menetap, dapat dilakukan sistogram retrograde.
Ultrasonografi dapat dilakukan transabdominal atau transrektal ( transrectal
ultrasonography, TRUS). Selain untuk mengetahui pembesaran prostat, pemeriksaan
Ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urin, dan keadaan
patologi lain seperti divertikulum, tumor, dan batu. Dengan ultrasonografi transrektal, dapat
diukur besar prostat untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar prostat dapat pula
dilakuikan dengan ultrasonografi suprapubik. CT scan atau MRI jarang dilakukan.
Pemeriksaan sistografi dilakukan apalabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau
pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria. Pemeriksaan untuk ini dapat member
gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber pendarahan dari atas bila
darah datang dari muara ureter, atau batu radiolusen di dalam vesika. Selain itu, sistoskopi dapat
juga memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra parts
prostatika dan melihan penonjolan prostat ke dalam uretra.

II.8 PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik. Kadang-kadang
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang membutuhkan terapi
medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah:
a. Memperbaiki keluhan miksi
b. Meningkatkan kualitas hidup
c. Mengurangi obstruksi intravesika
d. Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal
e. Mengurangi volume residu urine setelah miksi
f. Mencegah progrefitas penyakit
Hal ini dapat dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi
yang kurang invasif.

13
Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimal


Watchful Penghambat Prostatektomi terbuka TUMT
waiting adrenergi TUBD
k
Stent uretra
Penghambat Endourologi
reduktese TUNA


Fisioterapi 1. TURP
Hormonal
2. TUIP
3. TULP
Elektovaporasi

Penatalaksanaan Benigna Prostat Hiperplasia

Riwayat
Pemeriksaan fisik & DRE
Urinalisa
PSA (meningkat/tidak)

Indeks gejala Retensi urinaria+gejala yang


AUA berhubungan dg BPH
Hematuria persistent
Batu buli
Infeksi saluran urinaria
berulang
Insufisiensi renal
Gejala ringan Gejala sedang
(AUA7)/
tdk ada

14
Tes diagnostic
Uroflow
Residu urin postvoid
Operasi

Pilihan terapi

Terapi non-invasif Terapi invasif

Tes diagnostic
Pressure flow
Watchful waiting Terapi medis Uretrosistoskopi
USG prostat

Terapi minimal invasif Operasi

Penatalaksaan Berdasarkan Nilai Indeks Gejala Benigna Prostat Hiperplasia

Penatalaksanaan Nilai indeks gejala BPH Efek samping


Wactfull waiting Gejala hilang/timbul Risiko kecil , dapat terjadi retensi
urinaria
Penatalaksanaan medis
Alpha-blockers Sedang 6-8 Gaster/usus halus-11%
Hidung berair-11%
Sakit kepala-12%
Menggigil-15%
5 alpha-reductase inhibitors Ringan 3-4 Masalah ereksi-8%
Kehilangan hasrat sex-5%
Berkurangnya semen-4%
Terapi kombinasi Sedang 6-7 Kombinasi
Terapi invasi minimal

15
Transuretral microwave heat Sedang-berat 9-11 Urgensi/frekuensi-28-74%
Infeksi-9%
Prosedur kedua dibutuhkan-10-
16%
TUNA Sedang 9 Urgensi/frekuensi-31%
Infeksi-17%
Prosedur kedua dibutuhkan-23%
Operasi
TURP, laser & operasi Berat 14-20 Retensi urinaria-1-21%
sejenis Urgensi&frekuensi-6-99%
Gangguan ereksi-3-13%
Operasi terbuka Berat Inkontinensia 6%

a. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapat terapi namun
hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya,
misalnya:
Jangan mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam
Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat)
Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin
Kurangi makanan pedas dan asin
Jangan menahan kencing terlalu lama.

Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya keluhannya apakah
menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan pemeriksaan
laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada
sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan terapi yang lain.

16
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk :
Mengurangi resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa blocker)
Mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara menurunkan kadar
hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase.
o Penghambat reseptor adrenergik
o Penghambat 5 reduktase
o Fitofarmaka
1) Penghambat reseptor adrenergik
Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu
untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH. Efek
samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax), alfuzosin
(Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin) atau doxazosin
(Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan mengakibatkan
perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat.

Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

Lokasi Reseptor 1-Adrenergik (1-ARs)

17
2) Penghambat 5 reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)
dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 reduktase di dalam sel prostat.
Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat
menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada DHT, sehingga
obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12
bulan.

Contoh obat penghambat 5 reduktase berdasarkan tipenya :


Avodart (dutasteride) - pada tipe 1 dan 2 5ARI
Proscar(finasteride) - hanya pada tipe 2 5ARI

3) Fitofarmaka

18
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki
gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif
yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai :
Antiestrogen
Antiandrogen
Menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG)
Inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF)
Mengacaukan metabolism prostaglandin
Efek anti inflamasi
Menurunkan outflow resistance dan memperkecil volume prostat.
Di antara fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa
repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

c. Terapi Invasif Minimal


Diperuntukkan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan

1) Microwave transurethral.
Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang menggunakan gelombang
mikro untuk memanaskan dan menghancurkan jaringan prostat yang berlebih. Dalam
prosedur yang disebut microwave thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat
mengirim gelombang mikro melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih
untuk setidaknya 111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran
kemih selama prosedur.
Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara rawat jalan
tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan disfungsi ereksi atau
inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak menyembuhkan BPH, tapi mengurangi
gejala frekuensi kencing, urgensi, tegang, dan intermitensi.

19
Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi.


Pada pada tahun 1996, FDA menyetujui transurethral jarum ablasi invasif
minimal (TUNA) sistem untuk pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy
radio frekuensi tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang
membesar. Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA
meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping yang lebih sedikit
jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari prostat (TURP).

Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

3) Thermotherapy dengan air

20
Terapi ini menggunakan air panas untuk menghancurkan jaringan kelebihan
dalam prostat. Sebuah kateter mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra
sehingga balon pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu
air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya. Sistem ini
memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar jaringan dalam uretra dan
kandung kemih dilindungi. Jaringan yang hancur keluar melalui urin

Thermotherapy dengan Air

4) Intra-Prostatic Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah
proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika.
Stent temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan
tidak mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan
logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini, pasien
masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak
enak di daerah penis.

21
Intra-Prostatic Stent

d. Bedah
1) Operasi transurethral.
Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan
anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui uretra.
Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan untuk 90
persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP, alat yang disebut
resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu panjang sekitar 12 inci
dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk mengendalikan cairan irigasi, dan loop
listrik yang memotong jaringan dan segel pembuluh darah.
Cairan irigan yang dipakai adalah aquades, kerugian dari aquades adalah sifatnya
yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan menyebabkan
hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindrom TURP.
Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan tekanan darah meningkat dan
terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak dan
jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam dan haru smemasang
sistostomi terlebih dauhlu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air
ke sistemik.
Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat resectoscope untuk
menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu waktu. Potongan-potongan
jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan kemudian dibuang keluar pada akhir
operasi. Prosedur transurethral kurang traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan
memerlukan waktu pemulihan lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin

22
TURP adalah ejakulasi retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir
mundur ke dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.

Berbagai Penyulit TURP, Selama maupun Setelah Pembedahan


Selama operasi Pasca bedah dini Pasca bedah lanjut
Perdarahan Perdarahan Inkontinensi
Sindrom TURP Infeksi lokal/sistemik Dinsfungsi ereksi
Perforasi Ejakulasi retrograde
Striktur uretra

(a)

(b)

(c)
Gambar (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika pasca TURP

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP), prosedur ini melebar
urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher kandung kemih, di mana terdapat

23
kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa
ada pembesaran lobus medius dan pada pasen yang umurnya masih muda.

Prosedur Trans Uretral Incision Prostat (TUIP)

2) Open surgery
Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat
digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat digunakan. Open
surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat membesar (>100 gram), ketika ada
komplikasi, atau ketika kandung kemih telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi
terbuka dilakukan melalui pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik
infravesikal (Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%),
impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher buli-buli
(305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.

3) Operasi laser

24
Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan pada suhu
yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser menimbulkan lebih sedikit
komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.
Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
(kecuali paad Ho:YAG coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah
yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah
operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser melalui uretra
ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian memberikan beberapa
semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60 detik. Energi laser menghancurkan
jaringan prostat dan menyebabkan penyusutan.

Operasi Laser pada Prostat

a) Interstitial laser coagulation


Tidak seperti prosedur laser lain, koagulasi laser interstisial tempat ujung probe
serat optik langsung ke jaringan prostat untuk menghancurkannya.

Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP)

25
PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara sama
dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dengan
mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporasi kelenjar
prostat. Teknik ini cukup aman tidak menimbulkan perdarahan pada saat operasi.
Namun teknik ini hanya diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50
gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Potoselectif vaporisasi prostat

e. Kontrol berkala
Watchfull waiting
Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui apakah terdapat
perbaikan klinis
Pengobatan penghambat 5-reduktase
Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6
Pengobatan penghambat 5-adrenegik
Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan melakukan
pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi
Terapi invasive minimal
Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan penilaian skor
miksi, juga diperiksa kultur urin

26
Pembedahan
Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan penyulit.

II.9 PENCEGAHAN
Perubahan gaya hidup
Hindari merokok
Kurangi atau hentikan alcohol dan kafein
Meningkatkkan makanan kaya lycopene (tomat), selenium (makanan laut), vitamin E,
isoflavonoid (produk kedelai) dan menghindari makanan berlemak
Upayakan agar kandung kemih tidak penuh (kencing dalam posisi duduk lebih efektif
daripada berdiri)
Minum sedikit tetapi terus-menerus daripada jumlah besar sekaligus
Hindari minum saat mau tidur
Hindari parasimpatitolitik misalnya dekongestan dan antihistamin
Jangan menahan keinginan kencing
Tidak boleh stress
Hindari dingin
Berolahraga secara teratur

II.10 KOMPLIKASI
Complications related to bladder outlet obstruction (BOO) secondary to BPH include the
following:
Urinary retention
Renal insufficiency
Recurrent urinary tract infections
Gross hematuria
Bladder calculi
Renal failure or uremia (rare in current practice)

II.11 PROGNOSIS
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi padat tiap individu
walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki
prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian,

27
kanker prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH
yang telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi
penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Sabiston, David C. Hipertrofi Prostat Benigna, Buku Ajar Bedah bagian 2, Jakarta : EGC,
1994.

28
Rahardjo D. Pembesaran Prostat Jinak; Beberapa Perkembangan Cara Pengobatan,
Jakarta : Kuliah Staf Subbagian Urologi Bagian Bedah FK UI R.S. Dr. Cipto
Mangunkusumo, 1993.
Taylor T. [Online] ; 1999 - 2014 [cited 2014 October 31]. Available from:
http://www.innerbody.com/image_repmov/repo09-new4.html
Arthur C. Guyton, M. D. and John E. Hall; alihbahasa, Irawati; editor Rachman L. Y,
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed. 11, 2011 Jakarta:EGC
Junquueira LC, Carneiro J, Kelley R O. Histologi Dasar. Ed.8. 1998. Jakarta : EGC
Purnomo,B Basuki. Dasar-Dasar Urologi. Ed.3. 2011. Jakarta : Sagung Seto

29

Anda mungkin juga menyukai