Anda di halaman 1dari 13

A.

PENGERTIAN
Klamidia trakomatis adalah satu dari 4 spesies (termasuk klamidia puerorum, klamidia
psittaci, dan klamidia pneumonia) dalam genus Klamidia. Klamidia trakomatis dapat
dibedakan dalam 18 serovars (variasi serologis). Serovar A,B,Ba dan C dihubungkan dengan
trakoma (penyakit mata yang serius yang dapat menyebabkan kebutaan), serovars D-K
dihubungkan dengan infeksi saluran genital, dan L1-L2 dihubungkan dengan penyakit
Limfogranula venereum (LGV).

Gambar 1. Klamidia trachomatis

Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intaseluler yang menginfeksi urethra dan serviks.
Serviks adalah tempat yang paling sering terinfeksi dengan Klamidia trakomatis. Klamidia
bukan merupakan penyebab vaginitis, tetapi dapat mengerosi daerah serviks, sehingga dapat
menyebabkan keluarnya cairan mukopurulen. Cairan ini mungkin dianggap pasien berasal
dari vagina. Neonatus yang lahir dari wanita yang terinfeksi dengan Klamidia memiliki risiko
untuk terjadinya inclusion conjungtivitis saat persalinan. 25 sampai dengan 50% dari bayi
yang terpapar akan terkena konjungtivitis pada 2 minggu pertama setelah lahir, dan 10
sampai dengan 20 % akan berlanjut ke pneumonia dalam 3 sampai 4 bulan setelah lahir jika
tidak diobati dengan segera. Infeksi Klamidia pada awal kehamilan telah dihubungkan
dengan terjadinya persalinan prematur, ketuban pecah dini. Meningkatnya angka kejadian
late - onset endometritis yang terjadi setelah persalinan pervaginam, dan infeksi panggul
yang berat setelah operasi sesar dapat terjadi ketika infeksi Klamidia di diagnosis pada
pemeriksaan prenatal awal. 10 Pada wanita yang tidak hamil dapat menyebabkan
mukopurulen servisitis, endometitis, salpingitis akut, infertilitas, daa kehamilan ektopik.11
Faktor risiko untuk infeksi klamidia pada wanita hamil adalah usia dibawah 25 tahun,
riwayat penyakit menular seksual, partner seks multipel, dan partner seksual yang baru dalam
3 bulan terakhir.

Gambar 2. Infeksi Klamidia trachomatis pada jaringan serviks dan Tuba

B. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi klamidia trakomatis pada wanita seksual aktif termasuk
usia muda (usia 15-24 tahun), melakukan hubungan seksual pada usia muda, riwayat
infertilitas, memiliki lebih dari 1 partner seksual, adanya partner seks yang baru, tidak
menikah, ras kulit hitam, mempunyai riwayat atau sedang menderita penyakit menular
seksual, riwayat keguguran, riwayat infeksi saluran kemih, servikal ektopik, dan penggunaan
tidak teratur dari kontrasepsi barrier.

C. PATOFISIOLOGI

Klamidia adalah bakteri intra selular kecil yang membutuhkan sel - sel yang hidup untuk
bermultiplikasi. Kromosom bakteri klamidia terdiri dari lebih kurang 1 juta pasangan basa
dan memiliki kapasitas untuk mengkodekan lebih dari 600 protein. Ada 18 serotipe dari
klamidia trakomatis yang teridentifikasi. Serotipe D - K merupakan penyebab infeksi
menular seksual dan infeksi neonatal. Tidak ditemukan bukti kuat bahwa sindroma genital
spesifik atau manifestasi klinis, seperti PID, disebabkan oleh serotipe yang spesifik. Siklus
sel dari klamidia berbeda dari bakteria yamg lain. Endositosis membuat terjadinya formasi
inklusi intraselular yang terikat membran. Kemampuan dari klamidia untuk merubah dari
fase istirahat ke fase replikasi bentuk infeksius dalam sel penjamu meningkatkan kesulitan
dalam mengeliminasi mikroba ini. Bagaimanapun banyak yang belum dapat dimengerti
mengenai mekanisme spesifik kejadian dalam membran, perlekatan, dan endositosis,
multiplikasi dari organisme dalam sel, tansformasi dari metabolik inaktif badan retikulat
(RB) ke metabolik aktif replikatif badan elementer (EB), dan ekspresi dari antigen Klamidia
yang berbeda selama siklus sel.

Gambar 3. Siklus perkembangan Klamidia trachomatis


Siklus Perkembangan Klamidia, Badan Elemnter (EB) dibawa kedalam endosome dari sel

penjamu, kemudian endosome melebur (A), dan badan elementer berdifferensiasi menjadi

Badan Retikulat (RB) (B) Badan retikulat bereplikasi (C) dan menyebabkan membrane
endoplasmic untuk membesar sampai mengisi hampir semua rongga sitoplasme (D) Badan
Retikulat berubah menjadi badan elementer (E). Membran endoplasmic akan ruptur dan
melepas badan elementer kedalam sitoplasma sel penjamu atau melebur dengan membran

sitoplasma penjamu, dan badan elementer akan dikeluarkan ke lingkungan bebas (F).

Klamidia trakomatis memiliki genom yang sangat kecil, tetapi itu bukan berarti klamidia

tidak memiliki siklus perkembangan hidup yang kompleks, siklus ini terdiri dari dua bentuk:

EB, yang di disain untuk dapat bertahan diluar sel manusia dan untuk menginfeksi sel

manusia yang baru, dan RB yang lebih rentan sebagai bentuk pembelahan diri bakteria ini.

Dengan ukuran genom antara 1 Mbp dan banyak gen berperan dalam siklus perkembangan

ini, Klamidia harus berhemat untuk membatasi gen yang ingin mereka pertahankan. Karena

klamidia bereplikasi didalam sel penjamu, mungkin kita akan berpikir bahwa salah satu cara

untuk mengurangi ukuran genom adalah dengan menghilangkan gen yang mengkode protein
metabolik dan sistem biosintesis yang umurmya terdapat pada bakteri dari pada
menggunakan molekul penjamu. Bagian dalam dari sel manusia ini sangat kaya akan nutrisi,
sehingga RB tidak perlu membuat banyak asam amino dan komponen-komponen lain yang
biasanya dibutuhkan sel-sel yang hidup bebas. Meskipun klamidia trakomatis memiliki gen
yang sedikit untuk biosintesis asam amino, genom-genonmya memiliki gen-gen untuk
beberapa jalur pembangkit energi, termasuk glikolisis, jalur pentose phosphate, dan siklus
parsial TCA. Untuk beberapa lama, diyakini bahwa klamidia trakomatis adalah suatu parasit
adenosine triphosphate (ATP) yang tidak memiliki ATP dan harus mendapatkannya dari sel
penjamu. Hal ini telah diketahui salah, terutama untuk klamidia trakomatis. Spesies lain dari
klamidia mungkin parasit ATP, berdasarkan dari kurangnya gen untuk biosintesis.

Meskipun klamidia memiliki sitoplasmik tipe gram negatif dan membran luar, baik EB juga
RB tidak memiliki peptidoglikan. Bagaimana bakteria ini menghindari lisis? RB mungkin
dilindungi dalam beberapa hal dengan adanya osmolaritas yang tinggi dari bagian dalam sel
manusia. EB bagaimanapun, harus beradaptasi dengan kondisi osmolaritas yang rendah
diluar sel penjamu. Jawaban dari pertanyaan kenapa EB resisten terhadap lisis tampaknya
karena membran EB memiliki protein dengan persilangan multipel disulfida. Ini termasuk
protein yang dinamakan major outer membrane protein (MOMP), polymorphic outer
membrane protein (POMP), dan cysteine-rich proteins (CRP).

bertahun-bertahun setelah infeksi yang pertama. Belum dapat dimengerti bagaimana

mekanisme yang menjelaskan kenapa klamidia trakomatis menjadi persisten. Dibawah ini
dijelaskan mengenai mekanisme evasi imun dari klamidia trakomatis.

1. Pertahanan diluar sel pejamu dengan adanya protein permukaan seperti MOMP dan
protein membran yang bersifat polimorfik, akan mencegah terjadinya deteksi oleh
antibodi.
2. Pertahanan didalam sel pejamu dengan cara replikasi terjadi pada badan inklusi sehingga
membatasi paparan terhadap antibodi, inhibisi pelepasan sitokrom-C di mitokondria yang
dibutuhkan untuk apoptosis yang dimediasi oleh kaspase 9 sehingga menghambat
apoptosis dari sel pejamu yang terinfeksi. Selain itu adanya tyrosyl radical site pada
ribonukleotida reduktase bakteri kemungkinan berperan pada peningkatan resistensi
terhadap nitric oxide.
3. Sekresi tumor necrosis factor (TNF) oleh makrofag yang terinfeksi klamidia trakomatis
merangsang apoptosis dari sel T yang teraktivasi. Begitu pula sekresi dari klamidia
trakomatis protease di sitoplasma menghancurkan faktor tanskripsi yang dibutuhkan
untuk transkripsi dari major histocompability complex (MHC) yang menghambat
interferon- (IFN-) merangsang ekspresi molekul MHC kelas I dan II.
4. Klamidia trakomatis memiliki kemampuan untuk tetap berada dalam bentuk intaselular,
yang dapat disebabkan akibat pemberian antibiotika, defisiensi nutrisi atau sitokin
(seperti IFN-) atau setelah infeksi pada monosit. Adanya ekspresi dari gen yang
mengkode triptofan sintase dan represor, menghambat efek IFN-.

Infeksi kronik klamidia dapat memicu kerusakan tuba yang dari beberapa penelitian in vitro
diperkirakan dapat diakibatkan oleh:
1. Badan elementer Klamidia trakomatis yang terdapat pada semen pria yang terinfeksi
menularkan ke perempuan pasangan seksualnya.
2. Klamidia naik ke traktus reproduksi wanita dan menginfeksi sel epitel pada tuba falopii.
3. Didalam sel badan elementer berubah menjadi badan retikulat dan mulai untuk
bereplikasi.
4. Jalur apoptosis dihambat, yang menyebabkan sel yang terinfeksi dapat bertahan.
5. Ketika jumlah badan elementer mencapai tingkat densitas tertentu, maka badan elementer
tersebut akan terlepas dari sel epitel dan menginfeksi sel disebelahnya.
6. Badan elementer ekstaseluler akan mengaktivasi sistem imun berupa diproduksinya IFN-
, TNF- dan sitokin-sitokin proinflamasi lainnya.
7. Respon imun akan menurunkan jumlah badan elementer dan menghambat replikasi
intraseluler dari badan retikulat.
8. Interupsi replikasi badan retikulat menyebabkan klamidia tetap ada dalam bentuk
intaseluler sehingga dapat menimbulkan respon imun yang bersifat destrruksif. Pada
bentuk persisten ini, potein-60 (CHSP60) dilepaskan, yang dapat menyebabkan respon
inflamasi.
9. Ketika jumlah badan elementer berada di bawah kadar kritis tertentu maka aktivasi sistem
imun berhenti dan replikasi badan retikulat mulai kembali.
10. Perubahan siklus infeksi badan elementer dengan destruksi dari sel epitel baru dan
persisten dalam intaseluler dengan pelepasan CHSP60 menyebabkan pembentukkan
jaringan parut dan merusak patensi tuba falopii.

D. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik untuk infeksi klamidia pada perempuan dapat berupa sindroma urethral
akut, uretritis, bartolinitis, servisitis, infeksi saluran genital bagian atas (endometritis,
salfingo-oophoritis, atau penyakit radang panggul), perihepatitis (sindroma Fitz-Hugh-
Curtis), dan arthritis. Kehamilan ektopik juga dapat terjadi oleh karena infeksi klamidia, yang

biasanya didahului dengan penyakit radang panggul.15,21 Gejala tergantung dari lokasi
infeksinya. Infeksi dari urethra dan saluran genital bagian bawah dapat menyebabkan disuria,
duh vagina yang abnormal, atau perdarahan post koital. Pada saluran genital bagian atas
(endometritis, atau salphingitis, kehamilan ektopik) dapat menimbulkan gejala seperti
perdarahan rahim yang tidak teratur dan abdominal atau pelvic discomfort
Gambar 5. Infeksi klamidia trakomatis pada serviks

E. KOMPLIKASI

Meskipun umumnya orang yang menderita klamidia tidak menunjukkan gejala, manifestasi
paling sering pada penyakit ini adalah adanya suatu reaksi lokal peradangan pada mukosa
yang dihubungkan dengan keputihan, uretritis pada pria, dan urenitis / vaginitis / servisitis
pada wanita. Pada wanita dengan infeksi klamidia yang tidak diobati dapat menyebabkan
penyakit radang panggul, dengan sequealae termasuk infertilitas, kehamilan ektopik dan
radang panggul kronik.

Klamidia merupakan satu dari beberapa penyebab infeksi radang panggul dan infertilitas
pada wanita. Setiap episode tunggal dari penyakit radang panggul, risiko untuk terjadinya
infertilitas faktor tuba adalah 11%. Setiap episode berikut akan meningkatkan risiko 2 - 3 kali
lipat. Wanita yang memiliki riwayat penyakit radang panggul mengalami peningkatan risiko
untuk terjadinya kehamilan tuba sebesar 7 - l0 kali lipat. Pada l5% wanita yang menderita
infeksi radang panggul, nyeri abdomen yang kronik merupakan gejala klinik jangka panjang
yang banyak dihubungkan dengan adanya perlekatan pada ovarium dan tuba falopii di rongga

pelvis.23 Pada pasangan subfertil, infeksi klamidia bertanggung jawab untuk terjadinya
sekitar 50% infertilitas faktor tuba. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada
pasien - pasien dengan tes klamidia positif memiliki risiko untuk terjadinya infertilitas faktor
tuba, dan kehamilan ektopik lebih tinggi dibandingkan dengan pasien - pasien dengan tes
Klamidia negatif.

24,25,26 Dibeberapa penelitian,6,7,9 didapatkan kejadian infeksi klamidia pada pasien


dengan kehamilan ektopik terganggu sekitar 3-70%. Penelitian lain juga disebutkan infeksi
klamida dihubungkan dengan peningkatan risiko untuk terjadinya karsinoma serviks yang
invasive.

Sama halnya dengan infeksi menular seksual lain, infeksi pada ibu memiliki dampak
terhadap janin yang dapat tertular melalui jalan lahir. Pada infeksi oleh karena klamidia
trakomatis, dapat menyebabkan konjungtivitis dan pneumonia. Pada banyak kasus
konjunctivitis yang disebabkan oleh klamidia merupakan penyakit yang self limiting dan
tidak menimbulkan komplikasi jangka panjang pada mata. Keadaan ini benar pada jenis -
jenis klamidia yang ada di negara - negara maju, sedangkan di negara Negara berkembang,
seperti Nepal, ada beberapa jenis klamidia yang dapat menyebabkan kebutaan (trakoma).
Pneumonia pada neonatus yang disebabkan klamidia dapat menimbulkan dampak yang
serius. Untungnya bila pneumonia telah terdiagnosis lebih awal, pengobatan dengan
antibiotik efektif unhrk mengontrol infeksi.

Komplikasi dari infeksi klamidia adalah:

a) Nyeri panggul kronik

b) Infeksi radang panggul

c) Salpingitis
d) Abses tubo ovarium

e) Kehamilan ektopik

f) Infertilitas

g) Sindroma reiter, urethritis, konjungtivitis, dan arthritis.

F. PENUNJANG DIAGNOSA

Diagnosis berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.


Klamidia sukar dibedakan dengan gonorrhea karena gejala dari kedua penyakit ini sama dan
penyakit ini dapat timbul bersamaan meskipun jarang. Cara yang paling dipercaya untuk
mengetahui infeksi klamidia adalah melalui pemeriksaan laboratorium. Pada prinsipnya,
penegakan diagnosis infeksi klamidia trakomatis sama seperti infeksi mikroorganisme
lainnya, tetapi karena gejala serta gambaran klinis infeksi ini tidak khas, maka diperlukan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan tes yang sekarang tersedia termasuk kultur sel, deteksi
antigen, deteksi asam nukleat, pemeriksaan serologi.
A. PENGERTIAN
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah suatu teknik biokimia yang
terutama digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi kehadiran antibodi atau
antigen dalam suatu sampel. ELISA telah digunakan sebagai alat diagnostik dalam bidang
medis, patologi tumbuhan, dan juga berbagai bidang industri.
Penggunaan ELISA melibatkan setidaknya satu antibodi dengan spesifitas untuk antigen
tertentu. Sampel dengan jumlah antigen yang tidak diketahui diimobilisasi pada suatu
permukaan solid (biasanya berupa lempeng mikrotiter polistirene), baik yang non-
spesifik (melalui penyerapan pada permukaan) atau spesifik (melalui penangkapan oleh
antibodi lain yang spesifik untuk antigen yang sama, disebut sandwich ELISA).
Setelah antigen diimobilisasi, antibodi pendeteksi ditambahkan, membentuk kompleks
dengan antigen. Antibodi pendeteksi dapat berikatan juga dengan enzim, atau dapat
dideteksi secara langsung oleh antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim melalui
biokonjugasi. Di antara tiap tahap, plate harus dicuci dengan larutan deterjen lembut
untuk membuang kelebihan protein atau antibodi yang tidak terikat. Setelah tahap
pencucian terakhir, dalam plate ditambahkan substrat enzimatik untuk memproduksi
sinyal yang visibel, yang menunjukkan kuantitas antigen dalam sampel. Teknik ELISA
yang lama menggunakan substrat kromogenik, meskipun metode-metode terbaru
mengembangkan substrat fluorogenik yang jauh lebih sensitif.

B. APLIKASI ELISA
ELISA dapat mengevaluasi kehadiran antigen dan antibodi dalam suatu sampel,
karenanya merupakan metode yang sangat berguna untuk menentukan konsentrasi
antibodi dalam serum (seperti dalam tes HIV), dan juga untuk mendeteksi adanya
antigen. Metode ini juga bisa diaplikasikan dalam indiustri makanan untuk mendeteksi
allergen potensial dalam makanan seperti susu, kacang, walnut, almond, dan telur.
ELISA juga dapat digunakan dalam bidang toksikologi untuk uji pendugaan cepat pada
berbagai kelas obat.

C. TIPE ELISA
1. Indirect ELISA
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk menentukan konsentrasi
antibodi dalam serum adalah:
a. Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada
permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada
permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang
diketahui ini akan menetapkan kurva standar yang digunakan untuk
mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.
b. Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin
(BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter. Tahap ini
dikenal sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik
dari protein lain ke plate.
c. Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel
serum dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama
dengan yang digunakan untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam
tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus
sama dengan antigen standar.
d. Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji
dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen
terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain atau
protein yang terbloking.
e. Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi,
ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi
enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi
berkonjugasi dengan enzim.
f. Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak
terikat.
g. Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal
kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
h. Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/
elektrokimia lainnya.

Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim
yang tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal.
Kerugian utama dari metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya
non-spesifik, sehingga setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang plate
mikrotiter, sehingga konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi
dengan protein serum lain saat pengikatan pada permukaan lubang.

2. Sandwich ELISA (untuk ujian besok pelajari yang ini saja)


Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:
a. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi penangkap
b. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir

c. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate

d. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat

e. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan antigen

f. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan


berikatan dengan antibodi primer

g. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang

h. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/
berfluoresensi/ elektrokimia

i. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen

Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya menguji


sampel yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang
dikehendaki. Tanpa lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada
sampel (termasuk protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan
lempeng, menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi.

3. ELISA kompetitif
Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang telah dibahas
sebelumnya, yaitu:
a. Antibodi yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran antigennya

b. Komplek antigen-antibodi ini selanjutnya ditambahkan pada lubang yang telah


dilapisi antigen
c. Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin banyak antigen dalam
sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel
pada permukaan lubang, karena inilah disebut kompetisi

d. Ditambahkan antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi primer. Antibodi


sekunder ini berpasangan dengan enzim

e. Substrat ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi sinyal


kromogenik/ fluoresensi.

Dalam ELISA kompetitif, semakin tinggi konsentrasi antigen orisinal, semakin lemah
sinyal yang dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai