1
menjadi sulit ke berbagai daerah. Hal ini menyebabkan kesenjangan
kualitas kesehatan antara masyarakat di daerah ibukota provinsi dan di
daerah kepulauan lainnya.1,2
2
dokter Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura harus
menghasilkan dokter yang dapat dengan tenang dan cepat bisa
mengatasi kasus penyakit yang terjadi pada suasana dan tempat
seperti di atas laut.
Misalnya seorang pasien trauma yang memerlukan intubasi
mendesak. Seorang dokter biasa mungkin mengetahui prosedur
pemasangan intubasi dasar, tetapi selama ini dia bekerja di
lingkungan yang menyediakan peralatan medis sesuai dan dengan
suasana yang mendukung. Ketika bekerja di tempat yang jauh
berbeda dari lingkungan medis biasanya, seperti pada kapal di
tengah laut, seorang dokter pulau harus tetap tenang dan sigap
dalam mengatasi kasus tersebut dengan alat-alat seadanya yang
tersedia pada saat itu. Terlebih lagi jika tidak ada alat medis, dokter
tersebut diharapkan bisa menggunakan benda-benda yang tersedia
sebagai pengganti dalam melakukan prosedur intubasi. 5
3
Untuk kasus ini, penanganan sederhananya yaitu
menggunakan asam traneksamat untuk mencegah degradasi fibrin
oleh plasmin dan menstabilkan sumbat trombosit dengan
mengurangi konversi plasminogen di plasmin, yang bertanggung
jawab untuk fibrinolisis selama pembekuan darah. 11 Meskipun asam
traneksamat tidak dianjurkan untuk perdarahan saluran cerna atas,
penanganan tersebut dapat menurunkan angka kematian tanpa
secara signifikan meningkatkan risiko tromboemboli. 13 Dalam kasus
ini, penanganan awal tersebut dapat mengulur waktu bagi pasien
tersebut untuk dirujuk ke pusat kesehatan terdekat untuk penangan
lanjut yang bisa dilakukan.
Berbagai contoh lain seperti latihan resusitasi, pengetahuan
untuk menggunakan urin sebagai alternatif terapi sengatan ubur-
ubur, penanganan decompression sickness dengan menggunakan
terapi basah (penyelaman kembali ke kedalaman tertentu,
kemudian naik lagi secara perlahan-lahan sesuai standar
penyelaman), dan sebagainya.
Sebagai kesimpulan dokter pulau atau kedokteran maritim
membutuhkan keterampilan medis yang luas dan terapi yang
disesuaikan dengan lingkungan laut-pulau. Dokter pulau harus
sering dilatih untuk bekerja pada orientasi laut-pulau.
4
dengan wilayah perairan yang luas hingga > 6 juta km 2 dengan
populasi > 237 juta jiwa.14
Salah satu artikel penelitian yang pernah dibuat oleh
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura, yaitu Imas
Fatimah Rahadita Sekarlita, mengenai pemanfaatan salah satu
hasil alam yang melimpah dari Maluku yaitu spons laut sebagai
obat antimalaria.15
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2013, Insiden dan prevalensi tertinggi penyakit malaria terjadi
di Kawasan Timur Indonesia yaitu provinsi Papua (9,8% dan
23,3%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 19,4%), Papua Barat
(6,7% dan 28,6%), Sulawesi tengah (5,1% dan 12,5%) dan Maluku
(3,8% dan 10,7%).16 Dari data ini ditemukan bahwa Maluku
termasuk daerah endemis penyakit malaria.
Hal ini sangat ironis mengingat bahwa Maluku memiliki
begitu banyak hasil laut, salah satunya spons laut, yang
sebenarnya dapat digunakan sebagai obat antimalaria. Hanya saja
selama ini hal tersebut tidak dimanfaatkan karena lembaga
penelitian yang sepertinya kurang menggali lebih dalam potensi
sumber daya alam Maluku. Oleh karena itu Fakultas Kedokteran
Universitas Pattimura dapat berperan menjadi pusat
pengembangan penelitian berdasarkan sumber daya daerah
kepulauan Maluku untuk pemanfaatan dalam bidang medis.
Untuk penjelasan mengenai artikel tersebut, spons memiliki
sifat yang ideal yaitu dapat mengakumulasi logam berdasarkan
pola makan (filter feeder) dan juga memiliki kemampuan menyaring
80% kandungan partikel terlarut diperairan.15,17
Berdasarkan review riset diversitas biota laut dari perairan
Indonesia, mengindikasikan bahwa potensi biota laut Indonesia
sebagai penghasil senyawa antimalaria dan senyawa bioaktif lain
yang penting untuk pengembangan obat, sangatlah besar. Studi
tentang potensi Spons Xestospongia asal papua, atau spons
Haliclona dari ordo Haplosclenda dan famili Chalinidae telah
5
diperoleh senyawa alkaloid manzamine yang memiliki aktivitas
antimalaria paling baik.15,17,18
6
Demikian beberapa peran yang dapat dilakukan oleh Fakultas
Kedokteran Universitas Pattimura berdasarkan visi dan misinya dalam
mengembangkan kesehatan maritim, baik secara langsung dengan
pendidikan dokter dalam melakukan tindakan medis atau pelayanan
kesehatan bagi masyarakat maritim Maluku yang berorientasi laut-pulau,
ataupun melalui penelitian dengan menggali potensi sumber daya laut
Maluku yang dikenal berlimpah untuk dimanfaatkan dalam bidang medis,
ilmu kedokteran, atau bidang kesehatan secara umum.
7
Daftar Pustaka
8
12. Masjedizadeh AR, Hajiani E, Alavinejad P, Hashemi SJ, Shayesteh
AA, Jamshidian N. High dose versus low dose intravenous
pantoprazole in bleeding peptic ulcer: a randomized clinical trial.
Middle East J Dig Dis. 2014;6:13743.
13. Gluud LL, Klingenberg SL, Langholz SE. Systematic review:
tranexamic acid for upper gastrointestinal bleeding. Aliment
Pharmacol Ther. 2008;27:75258.
14. Balitbang KP. Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan
2013. Jakarta: Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan
Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan;
2013.
15. Sekarlita IFR. Membangun Peradaban Maritim Melalui Biotalautria:
Budidaya Spons Laut Sebagai Obat Antimalaria. Ambon: Fakultas
Kedokteran Universitas Pattimura; 2017.
16. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Hasil Riset
Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.
17. Murtihapsari CE. Potensi Penemuan Obat Antimalaria Baru Dari
Laut Indonesia. Squalen. 2010;5(3).
18. Murtihapsari, Apriani SP, Bertha M, Wiwied E, Puji BA, Ayu IL.
Isolation and Presence Of Antimalarial Activities Of Marine Sponge
Xestospongia sp. 2013. Indo.J. Chem, 2013;13(3):199-204.
19. Ang KKH, Holmes MJ, Higa T, Hammann MT, Kara UAK. In Vivo
Antimalarial Activity of the Beta-Carboline Alkaloid Manzamine A.
Antimicrob Agents Chemother. 2000;44(6):1645-9.
20. Sakai HT, Jefford CW, Bernardineli G. Manzamine A, a novel
antitumor alkaloid from sponge. J. Am. Chem. Soc. 1986;108:6404-
5.
21. Dahuri R. Optimalisasi Pengelolaan Sumberdaya Laut, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan. Batam: Konferensi
Nasional V Pesisir dan Pulau-Pulau kecil; 2006.
9
BLOK IKK MARET 2017
Oleh:
Leonardo Stevano Liesay
2015-83-022
Dosen Pengajar:
dr. Jacob Manuputty, MPH
10