TAUFIQ ISMAIL Kami telah dihalau api dan hama Kami telah dihujani abu dan batu Ada sesuatu yang rasanya mulai Allah lepas Ampuni dosa-dosa kami dari tangan dan meluncur lewat sela-sela jari Beri kami kearifan membaca kita Seribu tanda-tanda Ada sesuatu yang mulanya Karena ada sesuatu yang rasanya tak begitu jelas mulai lepas dari tangan tapi kini kita mulai merindukannya dan meluncur lewat sela-sela jari Kita saksikan udara Karena ada sesuatu yang mulanya abu-abu warnanya tak begitu jelas Kita saksikan air danau tapi kini kami yang semakin surut jadinya mulai Burung-burung kecil merindukannya. tak lagi berkicau pagi hari 1982 Hutan kehilangan ranting Ranting kehilangan daun Daun kehilangan dahan Dahan kehilangan hutan Kita saksikan zat asam didesak asam arang dan karbon dioksid itu menggilas paru-paru Kita saksikan Gunung memompa abu Abu membawa batu Batu membawa lindu Lindu membawa longsor Longsor membawa air Air membawa banjir Banjir membawa air air mata Kita telah saksikan seribu tanda- tanda Bisakah kita membaca tanda- tanda? Allah Blues untuk Bonnie dan sia-sia. W.S Rendra Marah terhina Kota Bostron lusuh dan layu dan sia-sia. kerna angin santer, udara jelek, dan malam larut yang celaka. Di dalam caf itu Angin bertalu-talu di alun-alun Boston. seorang penyanyi Negro tua Bersuit-suit di menara gereja-gereja. bergitar dan bernyanyi. Sehingga malam koyak moyak. Hampir-hampir tanpa penonton. Si Negro menghentakkan kakinya Cuma tujuh pasang laki dan wanita Menyanyikan kutuk dan serapah. berdusta dan bercintaan di dalam gelap Giginya putih berkilatan mengepulkan asap rokok kelabu, meringis dalam dendam. seperti tungku-tungku yang menjengkelkan. Bagai batu lumutan wajahnya kotor, basah dan tua Ia bernyanyi. Suaranya dalam. Maka waktu bagaikan air bah Lagu dan kata ia kawinkan melanda sukmanya yang lelah. Lagu beranak seratus makna. Sedang di tengah-tengah itu semua Georgia. Georgia yang jauh. ia rasakan sentakan yang hebat Di sana gubug-gubug kaum Negro. pada kakinya. Atap-atap yang bocor. Kaget Cacing tanah dan pellagra hampir-hampir tak percaya Georgia yang jauh disebut dalam nyanyinya. ia merasa encok yang pertama Orang-orang berhenti bicara. menyerang lututnya. Dalam caf tak ada suara. Kecuali angin menggetarkan kaca jendela. Menuruti adat pertunjukan Georgia. dengan kalem ia menahan kaget. Dengan mata terpejam Pelan-pelan duduk di kursi si Negro menegur sepi. Seperti guci retak Dan sepi menjawab di toko tukang loak. dengan sebuah tendangan jitu Baru setelah menarik napas panjang tepat di perutnya. ia kembali bernyanyi. Maka dalam blingsatan Georgia. ia bertingkah bagai gorilla. Georgia yang jauh disebut dalam nyanyinya. Gorilla tua yang bongkok Istrinya masih di sana meraung-raung. setia tapi merana Sembari jari-jari galak di gitarnya Anak-anak Negro bermain di selokan mencakar dan mencakar tak krasan sekolah. menggaruki rasa gatal di sukmanya. Yang tua-tua jadi pemabuk dan pembual banyak hutangnya. Georgia. Dan di hari Minggu Tak ada lagi tamu baru. mereka pergi ke gereja yang khusus untuk Negro Udara di luar jekut. Di sana bernyanyi Anginnya tambah santer. terpesona pada harapan akherat Dan di hotel kerna di dunia mereka tak berdaya. menunggu ranjang yang dingin. Serentak dilihat muka majikan caf jadi kecut Georgia. lantaran malam yang bangkrut Lumpur yang lekat di sepatu. Negro itu menengadah. Gubug-gubug yang kurang jendela. Lehernya tegang. Duka dan dunia Matanya kering dan merah sama-sama telah tua menatap ke surga. Sorga dan neraka Dan surga. keduanya usang pula. melemparkan sebuah jala Dan Georgia? yang menyergap tubuhnya Ya, Tuhan Setelah begitu jauh melarikan diri, Bagai ikan hitam masih juga Georgia menguntitnya. ia menggelepar dalam jala Jumpalitan