Anda di halaman 1dari 12

PANDUAN PENYUSUNAN CLINICAL PATHWAYS

BAB I
DEFINISI

Clinical pathway (CP, alur klinis) memiliki banyak sinonim, yakni care pathway, care map,
integrated care pathways, multidisciplinary pathways of care, pathways of care, collaborative
care pathways.
Clinical Pathways (CP) adalah suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum
setiap langkah yang diberikan kepada pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan asuhan
keperawatan yang berbasis bukti dengan hasil yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu
selama di rumah sakit

1
BAB II

RUANG LINGKUP

CP dibuat untuk memberikan rincian apa yang harus dilakukan pada kondisi klinis
tertentu. CP memberikan rencana tata laksana hari demi hari dengan standar pelayanan yang
dianggap sesuai. Pelayanan dalam CP bersifat multidisiplin sehingga semua pihak yang terlibat
dalam pelayanan (dokter/dokter gigi, perawat, fisioterapist, dll) dapat menggunakan format yang
sama. Kelebihan format ini adalah perkembangan pasien dapat dimonitor setiap hari, baik
intervensi maupun outcome-nya. Oleh karenanya CP paling layak dibuat untuk penyakit atau
kondisi klinis yang bersifat multidisiplin, dan perjalanan klinisnya dapat diprediksi (pada
setidaknya 70% kasus). Bila dalam perjalanan klinis ditemukan hal-hal yang menyimpang, ini
harus dicatat sebagai varian yang harus dinilai lebih lanjut.

Perjalanan klinis dan outcome penyakit yang dibuat dalam CP dapat tidak sesuai dengan harapan
karena:

a memang sifat penyakit pada individu tertentu,

b terapi tidak diberikan sesuai dengan ketentuan,

c pasien tidak mentoleransi obat, atau

d terdapat ko-morbiditas.

Apa pun yang terjadi harus dilakukan evaluasi dan dokter memberikan intervensi sesuai dengan
keadaan pasien.

Apakah untuk semua jenis penyakit perlu dibuat CP?

Jawabnya adalah tidak. Pada umumnya di suatu rumah sakit umum hanya 30 persen pasien yang
dirawat dengan menggunakan CP. Selebihnya pasien dirawat dengan prosedur biasa (usual care).
CP hanya efektif dan efisien apabila dilaksanakan untuk penyakit atau kondisi kesehatan yang
perjalanannya predictable, khususnya bila memerlukan perawatan multidisiplin.

Apakah CP dibuat untuk memperoleh rincian biaya?

Tidak. CP mungkin dapat menjadikan biaya perawatan menjadi lebih murah untuk kualitas yang
sama atau lebih baik dibanding dengan perawatan standar. Data CP juga dapat menjadi masukan
untuk program lain yang menyangkut pembiayaan, misalnya diagnostic related group (DRG).
Namun CP tidak dibuat untuk memperoleh rincian biaya perawatan, dengan konsekuensi
dibuatnya secara dipaksakan CP untuk semua jenis penyakit.

Dapatkah CP dibuat untuk kelainan atau penyakit lain?

Ide pembuatan CP adalah membuat standardisasi pemeriksaan dan perawatan pasien yang
memililiki pola tertentu. Bila perjalanan klinis suatu penyakit sangat bervariasi, tentu sulit untuk
2
membuat standar pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan hari demi hari.

Namun demikian tidak tertutup kemungkinan untuk membuat CP bagi penyakit apa pun, namun
dengan catatan:

ditetapkan kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas,

b bila pasien sudah dirawat dengan CP namun ternyata mengalami komplikasi atau
terdapat ko-morbiditas tertentu, maka pasien tersebut harus dikeluarkan dari CP
dan dirawat dengan perawatan biasa.

Berikut adalah contoh CP untuk diare pada bayi dan anak, yang secara keseluruhan perjalanan
penyakitnya sangat bervariasi; namun dengan kriteria tertentu yang ketat dapat dibuat CP-nya.
Keputusan untuk membuat CP pada kasus-kasus seperti ini harus mempertimbangkan efektivitas,
sumber daya, dan waktu yang diperlukan.

Contoh: CP untuk diare akut pada bayi dan anak

Kriteria inklusi (pasien harus memenuhi semua yang tersebut di bawah ini)

i Usia lebih 1 bulan dan kurang dari 5 tahun

ii Menderita diare akut tanpa komplikasi

iii Perkiraan derajat dehidrasi <10%

iv Tidak ada penyakit penyerta atau riwayat penyakit berbahaya

v Tidak ada indikasi akut abdomen

Kriteria eksklusi (pasien dengan satu atau lebih keadaan ini):

i Terdapat ko-morbiditas bermakna (neurologis, metabolik, penyakit jantung bawaan,


inflammatory bowel disease, etc)

ii Pasien dengan imunokompromais

iii Muntah, atau nyeri perut tanpa diare

iv Diare >5 hari

Pasien harus dikeluarkan dari CP (dan dirawat dengan perawatan biasa) bila selama perawatan
salah satu dari hal-hal berikut terjadi:

i Tidak terdapat perbaikan klinis dalam waktu 48 jam

ii Terdapat muntah empedu dengan nyeri perut

iii Diagnosis awal diragukan

iv Tinja berdarah

3
Format CP untuk pemberi jasa dan pasien

CP adalah dokumen tertulis. Terdapat pelbagai jenis format CP yang tergantung pada jenis
penyakit atau masalah serta kesepakatan para profesional. Namun pada umumnya format CP
berupa tabel yang kolomnya merupakan waktu (hari, jam), sedangkan barisnya merupakan
obervasi / pemeriksaan / tindakan / intervensi yang diperlukan. Format CP dapat amat rumit dan
rinci (misalnya pemberian obat setiap 6 jam dengan dosis tertentu; bila ini melibatkan banyak
obat maka menjadi amat rumit). Ruang yang tersedia untuk mencatat hal-hal yang diperlukan
juga dapat amat terbatas, lebih-lebih format yang sama diisi oleh semua profesi yang terlbat
dalam perawatan, karena sifat multidisiplin CP.

CP yang baik juga seyogianya dilengkapi dengan format untuk pasien dan keluarga, sehingga
pihak pasien dan keluarga dapat melakukan kontrol terhadap apa yang seharusnya diperoleh dan
apa yang tidak. Versi untuk pasien ini mencakup:

Penyakit atau keadaan yang dihadapi

Dokter dan petugas lain yang terlibat dalam pelayanan

Perawatan yang seharusnya diperoleh dan kapan harus diperoleh

Rencana lama perawatan

Rencana pemulangan pasien (kriteria, apa yang harus dilakukan di rumah)

4
BAB III

TATA LAKSANA

Prinsip prinsip dalam menyusun Clinical Pathways

Dalam membuat Clinical Pathways penanganan kasus pasien rawat inap di rumah sakit harus
bersifat:
a. Seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan harus secara terpadu/integrasi dan
berorientasi fokus terhadap pasien (Patient Focused Care) serta berkesinambungan
(continuous of care)
b. Melibatkan seluruh profesi (dokter, perawat/bidan, penata, laboratoris dan farmasis)
c. Dalam batasan waktu yang telah ditentukan sesuai dengan keadaan perjalanan penyakit
pasien dan dicatat dalam bentuk periode harian (untuk kasus rawat inap) atau jam (untuk
kasus gawat darurat di unit emergensi).
d. Pencatatan CP seluruh kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pasien secara terpadu
dan berkesinambungan tersebut dalam bentuk dokumen yang merupakan bagian dari
Rekam Medis.
e. Setiap penyimpangan langkah dalam penerapan CP dicatat sebagai varians dan dilakukan
kajian analisis dalam bentuk audit.
f. Varians tersebut dapat karena kondisi perjalanan penyakit, penyakit penyerta atau
komplikasi maupun kesalahan medis (medical errors).
g. Varians tersebut dipergunakan sebagai salah satu parameter dalam rangka
mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan.

Clinical Pathways tersebut dapat merupakan suatu Standar Prosedur Operasional yang
merangkum:
a. Profesi medis: Standar Pelayanan Medis dari setiap Kelompok Staf Medis/Staf Medis
Fungsional (SMF) klinis dan penunjang.
b. Profesi keperawatan: Asuhan Keperawatan
c. Profesi farmasi: Unit Dose Daily dan Stop Ordering
d. Alur Pelayanan Pasien Rawat Inap dan Operasi dari Sistem Kelompok Staf Medis/Staf
Medis Fungsional (SMF), Instalasi dan Sistem Manajemen Rumah Sakit.

Langkah langkah dalam menyusun Format Clinical Pathways yang harus diperhatikan:
1. Komponen yang harus dicakup sebagaimana definisi dari Clinical Pathways
2. Manfaatkan data yang telah ada di lapangan rumah sakit dan kondisi setempat seperti
data Laporan RL2 (Data Keadaan Morbiditas Pasien) yang dibuat setiap rumah sakit
berdasarkan Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan dan Penyajian Data Rumah Sakit20
dan sensus harian untuk:
a. Penetapan judul/topik Clinical Pathways yang akan dibuat.
b. Penetapan lama hari rawat.

5
3. Untuk variabel tindakan dan obat obatan mengacu kepada Standar Pelayanan Medis,
Standar Prosedur Operasional dan Daftar Standar Formularium yang telah ada di rumah
sakit setempat, Bila perlu standar standar tersebut dapat dilakukan revisi sesuai
kesepakatan setempat.
4. Pergunakan Buku ICD 10 untuk hal kodefikasi diagnosis dan ICD 9 CM untuk hal
tindakan prosedur sesuai dengan profesi/SMF masing masing.

Persiapan dalam penyusunan Clinical Pathways

Agar dalam menyusun Clinical Pathways terarah dan mencapai sasaran serta efisien waktu, maka
diperlukan kerjasama dan koordinasi antar profesi di SMF, Instalasi Rawat Inap (mulai dari
gawat darurat, ruangan rawat inap, ruangan tindakan, instalasi bedah, ICU/PICU/NICU) dan
sarana penunjang (instalasi gizi, farmasi, rekam medik, akuntasi keuangan, radiologi dan
sebagainya).
1. Profesi Medis mempersiapkan Standar Pelayanan Medis (SPM/SPO) sesuai dengan
bidang keahliannya. Profesi Medis dari setiap divisi berdasarkan data dari rekam medis
diatas mempersiapkan SPM/SPO, bila belum ada dapat menyusun dulu SPM/SPOnya
sesuai kesepakatan.
2. Profesi Rekam Medis/Koder mempersiapkan buku ICD 10 dan ICD 9 CM, Laporan
RL1 sampai dengan 6 (terutama RL2). Profesi Rekam Medis membuat daftar 5 - 10
penyakit utama dan tersering dari setiap divisi SMF/Instalasi dengan kode ICD 10 serta
rerata lama hari rawat
3. berdasarkan data laporan morbiditas RL2.
4. Profesi Perawat mempersiapkan Asuhan Keperawatan.
5. Profesi Farmasi mempersiapkan Daftar Formularium, sistem unit dose dan stop
ordering.
6. Profesi Akuntasi/Keuangan mempersiapkan Daftar Tarif rumah sakit.

Setiap varians yang didapatkan akan dilakukan tindak lanjut dalam bentuk pelaksanaan audit
medis sebagaimana yang dianjurkan dalam Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 dan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011.

Peran Clinical Pathways dalam Mutu di Rumah Sakit


Secara ringkas berbagai manfaat dari implementasi Clinical Pathways sebagai instrumen
pelayanan berfokus kepada pasien (patient-focused care), terintegrasi, berkesinambungan dari
pasien masuk dirawat sampai pulang sembuh (continuous care), jelas akan dokter/perawat
penanggung jawab pasien (duty of care), utilitas pemeriksaan penunjang, penggunaan obat
obatan termasuk antibiotika, prosedur tindakan operasi, antisipasi kemungkinan terjadinya
medical errors (laten dan aktif, nyaris terjadi maupun kejadian tidak diharapkan/KTD) dan
pencegahan kemungkinan cedera (harms) serta infeksi nosokomial dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety), mendeteksi dini titik titik potensial berisiko selama proses layanan

6
perawatan pasien (tracers methodology) dalam rangka manajemen risiko (risks management),
rencana pemulangan pasien (patient discharge) , upaya peningkatan mutu layanan
berkesinambungan (continuous quality improvement) baik dengan pendekatan tehnik TOC
(Theory of Constraints) untuk sistem maupun individu profesi, penulusuran kinerja
(performance) individu profesi maupun kelompok (team-work) sebagaimana dalam Gambar
berikut :

Secara langsung dengan Clinical Pathways dapat menilai pengelolaan obat dan bahan habis
pakai (drugs and laboratory reagents management) yang efisien melalui kebijakan unit daily
dosage, stop ordering, monitoring efek samping obat (MESO), klasifikasi penggunaan obat yang
bersifat fast-moving, slowmoving dan stagnan sehingga penumpukan obat/reagens di
depo/gudang obat instalasi farmasi dapat dicegah sebagaimana dalam Gambar berikut.

7
Sedangkan akan manfaat Clinical Pathways untuk pihak pasien, profesi dan rumah sakit selaku
institusi layanan kesehatan publik secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 9 dan untuk pihak
penyandang dana/biaya dari asuransi kesehatan dan pemerintah (pusat/daerah) sebagaimana
dalam Gambar dibawah ini :

8
Manfaat Clinical Pathways dalam Akreditasi Rumah Sakit
Konsep. konstruksi maupun model implementasi Clinical Pathways secara tidak langsung
sebagaimana diutarakan diatas bahwa:
Clinical Pathways sebagai instrumen pelayanan berfokus kepada pasien (patient-focused
care), terintegrasi, berkesinambungan dari pasien masuk dirawat sampai pulang sembuh
(continuous care), jelas akan dokter/perawat penanggung jawab pasien (duty of care),
utilitas pemeriksaan penunjang, penggunaan obat obatan termasuk antibiotika, prosedur
tindakan operasi, antisipasi kemungkinan terjadinya medical errors (laten dan aktif,
nyaris terjadi maupun kejadian tidak diharapkan/KTD) dan pencegahan kemungkinan
cedera (harms) serta infeksi nosokomial dalam rangka keselamatan pasien (patient
safety), mendeteksi dini titik titik potensial berisiko selama proses layanan perawatan
pasien (tracers methodology) dalam rangka manajemen risiko (risks management),
rencana pemulangan pasien (patient discharge) , upaya peningkatan mutu layanan
berkesinambungan (continuous quality improvement) baik dengan pendekatan tehnik
TOC (Theory of Constraints) untuk sistem maupun individu profesi, penulusuran kinerja
(performance) individu profesi maupun kelompok (team-work).
Merupakan suatu rangkaian sistem yang dapat dipergunakan sebagai instrumen untuk
memenuhi persyaratan penilaian Akreditasi dari Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS)
versi baru maupun dari Joint Commission International for Hospital (JCI) versi 2011
untuk standar standar dalam Section I. Patient Centered Standard maupun dalam Section
II.

9
Kesimpulan:
Dari uraian singkat diatas dengan hanya selembar Clinical Pathways - merupakan suatu
instrumen yang komprehensif merangkum secara terpadu bidang pelayanan, pendidikan dan
penelitian maupun akreditasi serta sekaligus memenuhi seluruh tiga tujuan dari Undang Undang
RI Nomor 29 Tahun 2004 dan empat tujuan Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009.
Bahkan bila dilaksanakan Clinical Pathways secara konsisten dimana akan didapatkan data data
cost-weight, casemix index dan base-rate secara lengkap (untuk micro-system) akan dapat
disusun suatu National Health Accounts sehingga Universal Coverage akan lebih mudah tercipta
dan Undang Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 untuk bidang kesehatan terwujud (secara macro-
system).

10
BAB IV

DOKUMENTASI

Dokumentasi terkait clinical pathway di rumah sakit meliputi :

Dokumen rapat penentuan clinical pathway


Dokumen clinical pathway yang berlaku
Analisis implementasi clinical pathway
Dokumen perubahan clinical pathway

DAFTAR PUSTAKA

11
Firmanda D, Pratiwi Andayani, Nuraini Irma Susanti, Srie Enggar KD dkk. Clinical
Pathways Kesehatan Anak dalam rangka implementasi Sistem DRGs Casemix di RS
Fatmawati, Jakarta 2006.
ICH topic E6 (R1), 2006. Guideline for Good Clinical Practice. European Medicines
Agency. Didownload dari www.emea.eu.int pada 1 oktober 2010
EPA, 2007. Guidance for Preparing Standard Operating Procedures (SOPs). United
States Environmental Protection Agency. Didownload dari www.epa.gov/quality pada 1
oktober 2010.
Kepkonsil No. 18, 2006. Penyelenggaraan praktek kedokteran yang baik di Indonesia.
Edisi pertama. Editor Muhammad Mulyohadi Ali, Kresna Adam, Tini Hadad, Adriyati
Rafly. Konsil Kedokteran Indonesia:Jakarta selatan.
Joanne Ashton. 2008. Monitoring the Quality of Hospital Care. QAP Health Managers
Guide. Didownload dari www.qaproject.org pada 1 oktober 2010
RAC Publication, QKIT, Quality Toolkit, 2001.

12

Anda mungkin juga menyukai