PENDAHULUAN
Foto Rontgen:
1.8. Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl (2,2-2,5
mmol/L) dan menghilangkan gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Dan
penatalaksanaan Hipokalsemia dibedakan menjadi 2 bagian yaitu penatalaksanaan pada
kondisi akut dan kronis. Pada kondisi akut, dimana pasien datang dengan kejang, penurunan
kesadaran, spasme otot. Walaupun Apabila terjadi hipokalsemia yang terjadi bersifat ringan
(7-8 mg/dl) maka penatalaksanaan hipokalsemia harus dilakuakan secara agresif dengan
kalsium glukonas intravena. Kalsium glukonas intravena diberikan sebagai berikut, 1 sampai
2 ampul (90 180 elemental calcium) dilarutkan dalam 50 100 mL larutan dextrose 5%
yang kemudian diberikan dalam 10 menit.
Pada kondisi hipokalsemia kronik dimana pasien hanya mengeluhkan gejala ringan atau
bahkan tanpa gejala klinis dapat diberikan preparat kalsium vitamin D per oral. Beberapa
jenis preparat kalsium terdapat dipasaran, dimana kalsiun karbonat paling banyak digunakan.
Preparat kalsium karbonat mengandung 40% elemental calcium dengan harga relatif murah
sedangkan kalsium sitrat mengandung 21%, kalsium laktat 13%, kalsium glukonat 9%
elemental calcium. Selain preparat tablet juga terdapat preparat cair, seperti kalsium
glubionat yang mengandung 230 mg elemental calcium dalam 10 ml, serta kalsium karbonat
cair dosis preparat kalsium dimulai dari 1-3 gram elemental calcium yang terbagi dalam 3-4
dosis bersama makan. Target koreksi hipokalsemia disini adalah :
a) Terkontrolnya gejala klinis
b) Mempertahankan konsentrasi kalsium serum pada kisaran normalnya (8-8,5 mg/dl)
c) Jumlah kalsium urin dalam 24 jam dibawah 300 mg/24jam
d) Produk kalsiuum fosfat dibawah 55.
Secara khusus pada hipoparatiroid dibutuhkan pemberian vitamin D atau analog vitamin
D kalsitriol, sebuah vitamin D dalam bentuk aktif dan kerja cepat sehingga digunakan
sebagai terapi inisial.pada kondisi hipoparatiroid, terapi ideal adalah mengganti hormon
tersebut. Auto dan Xenotranplantasi jaringan kelenjar paratiroid telah dikerjakan pada saat
paratiroidektomi untuk mempertahankan fungsinya. Metode tersebut memberikan tingkat
kesuksesan yang bervariasi. Marwah etal dalam sebuah kohort perpektif menyimpulkan
bahwa auto transplantasi minimal 1 kelenjar paratiroid secara rutin secara bermakna
mengurangi insiden hipoparatiroid. Preparat hormon PTH (1-34 PTH teriparatide) juga telah
dicoba sebagai terapi pengganti.dalam beberapa penelitian termasuk uji klinis terbatas selam
3 tahun dosis PTH sekali sampai dua kali sehari subkutan mampu menormalkan konsentrasi
kalsium serum setara kalsitriol, tetapi mempunyai kelebihan ekskresi kalsium urin normal.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus
memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising, hembusan angin yang tiba-tiba,
cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis
mungkin dibutuhkan bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami
gangguan pernafasan.
Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau
Hytakerol), atau ergokalsiferol (vitamin D2) atau koolekalsiferpol (vitamin D3) biasanya
diperlukan dan akan meningkatkan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
1.9. Komplikasi
a) Tetany dapat menyebabkan saluran napas terblokir, membutuhkan tracheostomy
b) Pertumbuhan terhambat, cacat gigi, dan perkembangan mental lambat dapat terjadi jika
Hipoparatiroidisme berkembang di masa kecil.
c) Pengobatan yang berlebihan dengan vitamin D dan kalsium dapat menyebabkan
hypercalcemia (kalsium darah tinggi) dan terkadang mengganggu fungsi ginjal.
d) Ada peningkatan risiko anemia pernisiosa , penyakit Addison's , katarak pembangunan,
dan itu penyakit Parkinson
1.10. Prognosis
Hipoparatiroidisme memiliki prognosis yang baik jika di diagnosis secara dini. Apabila
tidak, dapat terjadikomplikasi seperti spasme otot akut yang bisa menyebabkan gangguan
pada pernafasan, kelainan sistem otot, ligamen dan saraf, pertumbuhan yang terhambat,
malformasi gigi dan retardasi mental pada anak.
1.11. WOC
Hipoparatiroid
Penurunan kalsium serum Hipokalsemi
Otot jantung
cardiac arithmia
penurunan cardiac output
Intoleran aktivitas
Otot polos
peningkatan peristaltic usus
diare
Otot rangka
kontraksi tetani
Otot pernafasan
Tidak efektifnya jalan nafas
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Biodata klien
a) Identitas klien
Nama : Tn.X
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tani
Suku bangsa : sunda
Agama : islam
Alamat: Kp. Sawah lega RT.01 RW.01 Ds. Ngamplang Kec. Cilawu
Tanggal masuk : 25 september 2013
Tanggal pengkajian : 25 september 2013
b) Identitas penanggung jawab
Nama : Tn.J
Umur : 46 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : buruh
Agama : islam
Suku bangsa : sunda
Hub dengan klien : Adik kandung
Alamat : cilawu
2. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Tn. X usia 58 tahun datang ke rumah sakit pada tangggal 25 september 2013 dengan
keluhan mengalami kejang.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh sakit kepala, sulit nafas saat kejang, kejang/kekakuan dirasakan pada
muka, terkadang pada tangan dan kaki,Tn. X sering mengalami kejang 1 bulan
terakhir.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Menurut penuturan klien, Pernah melakukan operasi pembedahan pada leher.
d) Pemeriksaan kesehatan keluarga
Menurut penuturan klien, tidak ada keluarga yang mengalami penyakit
yang sama dengan klien.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Kesadaran : compos metis
b) Penampilan umum: lemas
c) Tanda-tanda vital
Tekanan darah :90/80 mmHg
Nadi : 88x / menit
Respirasi : 20x / menit
Suhu : 37C
d) B1 (Sistem Pernafasan): Sulit napas (Bronkospasme/spasme laring), suara napas
stridor.
e) B2 (Sistem Kardiovaskuler): Hipotensi 90/80 mmHg
f) B3 (Sistem Persyarafan): Sakit Kepala
g) B4 (Sistem Perkemihan): hiperfosfatemia 6,0 mg/dl
h) B5 (Sistem Pencernaan): Sulit menelan, disfagia
i) B6(Sistem Integumen dan Muskuloskeletal): Kejang otot di muka, tangan dan kaki,
Tanda Chvosteks atau Trousseaus, kulit kering atau bersisik, rambut jarang-jarang,
kaku pada ekstremitas.
4. Pemeriksaan Penunjang:
a) Laboratorium : kalsium dalam serum rendah yaitu -5 mg/dL (normalnya 8.510.5
mg/dl).
b) Kadar fosfat dalam darah ), kadar fosfat 6.0 mg/dL (normalnya 2.5-4.5 mg/dL).
Analisa data
No Dx NOC NIC
Pola nafas kembali efektif.
1 Kriteria Hasil: 1. Kaji upaya pernapasan dan kualitas suara
setiap 2 jam
Pola nafas efektif. 2. Auskultasi untuk mendengarkan stridor
RR 16-20 kali permenit laring tiap 4 jam
3. Baringkan pasien untuk mengoptimalkan
TTV dalam batas normal. bersihan jalan napas pertahankan dalam
posisi alamiah
Ekspansi paru mengembang. 4. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan
latihan batuk
5. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan
kebutuhan.(kolaborasi)
4 Klien tidak mengalami cedera. 1. Pantau tanda-tanda vital dan reflek tiap 2
Kriteria Hasil: jam sampai 4 jam.
2. Pantau fungsi jantung secara terus
reflek normal menerus/gambaran EKG.
tanda vital stabil 3. Bila pasien dalam tirah baring berikan
bantalan pada tempat tidur
4. Bila aktivitas kejang terjadi ketika pasien
bangun dari tempat tidur,bantu pasien
untuk berjalan,bantu pasien dalam
menangani kejang dan reorientasikan bila
perlu.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam
menangani gejala dini dengan
memberikan dan memantau efektifitas
cairan parenteral dan kalsium.
3.4. Implementasi
3.5. Evaluasi
O:
A : masalah teratasi.
P : intervensi dihentikan
O:
A : masalah teratasi.
P : intervensi dihentikan
O:
reflek normal
tanda vital stabil
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Hipoparatiroid adalah penurunan produksi hormone paratiroid akibat hipofungsi kelenjar
paratiroid. Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya hipoparatiroid ini diantaranya
adalah paratiroiditis autoimun dan juga karena tindakan pembedahan yang menyebabkan
kelenjar paratiroid mengalami kerusakan. Sehingga terjadi kekurangan hormone paratiroid.
Dan hal ini menyebabkan terrjadinya hipokalsemia dan juga hiperfosfatemia. Karena fungsi
kelenjar paratiroid adalah menyeimbangkan produksi kalsium dan juga fosfat. Efek dari
hipokalsemia ini diantaranya terjadinya tetanus atau peningkatan tonus otot yang menyeluruh
sehingga muncul kejang, kram otot, spasme laring dan bronkospasme yang bisa
mengakibatkan pasien sesak dan muncul masalah keperawatan pola nafas tidak efektif.
kemudian efek kejang tadi bisa menyebabkan resiko tinggi cidera karena pasien tidak sadar.
Ada beberapa penatalaksanaan yang bisa dilakukan yaitu dengan menangani hipokalsemia
dan hipoparatiroidnya.
Untuk Hipokalsemia akut bisa diatasi dengan pemberian kalsium glukonas intravena.
Kalsium glukonas intravena diberikan sebagai berikut, 1 sampai 2 ampul (90 180 elemental
calcium) dilarutkan dalam 50 100 mL larutan dextrose 5% yang kemudian diberikan dalam
10 menit. Sedangkan hipokalsemia kronik dengan diberikan preparat kalsium vitamin D per
oral.
Untuk gejala hipoparatiroid bisa dengan terapi ideal yaitu mengganti hormon tersebut.
Auto dan Xenotranplantasi jaringan kelenjar paratiroid telah dikerjakan pada saat
paratiroidektomi untuk mempertahankan fungsinya. Metode tersebut memberikan tingkat
kesuksesan yang bervariasi. Preparat hormon PTH (1-34 PTH teriparatide) juga telah dicoba
sebagai terapi pengganti.dalam beberapa penelitian termasuk uji klinis terbatas selam 3 tahun
dosis PTH sekali sampai dua kali sehari subkutan mampu menormalkan konsentrasi kalsium
serum setara kalsitriol, tetapi mempunyai kelebihan ekskresi kalsium urin normal.
4.2. Saran
Kelenjar paratiroid adalah suatu organ dalam sistem endokrin yang berfungsi mensekresi
parathormon (PTH), senyawa tersebut membantu memelihara keseimbangan dari kalsium
dan phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu hormon paratiroid penting sekali dalam
pengaturan kadar kalsium dalam tubuh seseorang.
Oleh karena begitu pentingnya fungsi hormon paratiroid itu, penanganan medis yang
tepat, serta asuhan keperawatan yang segera sangat dibutuhkan untuk menangani pasien
dengan kelaiana hipoparatiroid. Karena efek penundaan penanganan dapat berakibat
buruknya prognosis dan kemungkinan berkembangnya berbagai komplikasi
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Ed.8.Jakarta: EGC.