Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada
otot masseter dan otot-otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman
berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikron. Kuman
ini berspora dan termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob.
Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di
ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang
bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada
pemanasan, pada suhu 65C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu
dikenal pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang
berarti dalam proses penyakit.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan makalah ini adalah:

1. Mengetahui Pengertian dari Tetanus


2. Mengetahui Etiologi
3. Mengetahui Patofisiologi dari Tetanus
4. Mengetahui Manifestasi Klinis
5. Mengetahui Komplikasi
6. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik
7. Mengetahui Penatalaksanaan
8. Mengetahui Pencegahan Tetanus
9. Mengetahui Askep Tetanus Pada Bayi dan Anak

BAB II

1
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh
clostridium tetani yang menghasilkan exotoksin.( Suryadi, SKp), dalam
buku Asuhan Keperawatan Pada Anak.

Tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah secara efektif


dengan cara imunisasi. Penyakit ini dapat terjadi pada setiap umur, dari
bayi(bayi baru lahir) sampai kakek-kakek. Penyebab penyakit tetanus ini
adalah kuman tetanus, yang seperti halnya dengan kuman difteria, dia
tidak akan masuk kedalam aliran darah, melainkan tetap berada ditempat
infeksinya. ( menurut Prof. Dr. dr. Sudigdo Sastroasmoro, Sp. AK), 2007.

Tetanus merupakan penyakit infeksi disebabkan oleh


mycobacterium titani yang berbentuk spora masuk kedalam luka terbuks,
berkembang biak secara anaerobik, dan membentuk toksin. Tetanus yang
khas terjadi pada usia anak adalah tetanus neonatorum. Tetanus
neonatorum dapat menimbulkan kematian karena terjadi kejang, sianosis
dan henti nafas. ( menurut Yupi Supartini, S. Kep, MSc), 2004

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah


penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani
yang menginfeksi atau mengkontaminasi pada luka tusuk/ traumatik yang
ditandai dengan gejala kekauan dan kejang otot. Tetanus yang sering
terjadi adalah tetanus neonatorum.

2.2 Patofisiologi

2
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti,
luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar,
luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel
membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan toksin kuat
dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme
otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Kemudian tetanolysin yang
tampaknya tidak significance. Exosotoksin yang dihasilkan akan mencapai
pada sistem saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem
vaskular. Kuman ini menjadi terikat pada sel saraf atau jaringan saraf dan
tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang
bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh arititoksin.
Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin, adalah pertama toksin
diabsorbi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawa ke
kornu anterior susunan saraf pusat. Kedua toksin diabsorbsi oleh susunan
limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam
susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang
menghasilkan otot-otot menjadi kering dan mudah sekali terserang. Masa
inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari. Kasus yang sering
terjadi adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonatus biasanya 5 sampai 14
hari.

2.2.1 Etiologi

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti,


luka tertusuk paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar,
luka yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme
multipel membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan
spasme otot, dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Virus ini tidak berbiak
dalam binatang laboratorium. Pada cairan dalam penderita, virus ini juga
ditemukan antobodi yang dibentuk tubuh dapat diukur dengan test ikatan
komplemen presipitas gel, netralisasi atau imunofluoresensi tidak langsung
terhadap antigen selaput yang disebabkan oleh virus.

3
2.2.2 Manifestasi Klinis
1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot
mastikatoris
2. Kaku kuduk sampai opistotonus (karenan ketegangan otot-otot
trunki)
3. Ketegangan pada otot dinding perut
4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin yang
terdapat dikornu anterior
5. Risus sardonikus karen spasme otot-otot muka (alis tertarik
keatas) sudut mulut tertarik keluar dan kebawah, bibir tertekan
kuat pada gigi.
6. Kesukaran menelan, gelisah, iritable, mudah dan sensitif pada
rangsangan eksternal, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering
merupakan gejala dini
7. Laringospasme dan tetani predisposisi untuk respiratori arrst,
atelektatis dan pneumonia. Demam biasanya tidak ada atau ada
tapi ringan. Bila ada demam kemungkinan prognosis buruk.
8. Tenderness pada otot-otot leher dan rahang.

2.2.3 Komplikasi
1. Spasme otot faring faring yang menyebabkan terkumpulnya
air didalam rongga mulut dan keadaan ini memungkinkan
terjadinya aspirasi serta dapat menyebabkan pneumonia
aspirasi.
2. Asfiksia
3. Atelektasis karena obstruksi sekret
4. Fraktur kompresi

2.2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada klien dengan tetanus meliputi:

4
1. Darah
- Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.
- BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
- Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan
predisposisi kejang kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).
2. Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan
adanya lesi.
3. EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui
tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktifitas kejang,
hasil biasanya normal
4. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas
terutama pada rahang
5. Pemeriksaan darah, kalsium dan posfat

5
2.2.5 PATWAY

6
2.3 Penatalaksanaan
2.3.1 Penatalaksanaan Terapeutik
1. Di rawat di ruangan perawatan intensif
2. Pemberian ATS 20.000 U secara IM didahului oleh uji kulit dan
mata.
3. Anti kejang dan penenang (venobarbital bila kejang hebat,
diazepam, largaktil)
4. Antibiotik (PP 50.000 U/kgbb/hari)
5. Diet tinggi kalori dan protein
6. Perawatan isolasi
7. Pemberian oksigen
8. Pemasangan NGT bila perlu
9. Intubasi dan trakeostomi bila indikasi
10. Pemberian terapi intravena bila indikasi

2.3.2 Penatalaksanaan Keperawatan


1. Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau
pemberian obat anti kejang.
2. Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S(Anti
Tetanus Serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari selama 2
hari.
3. Perawatan tali pusat
Tali pusat dibersihkan atau dikompres dengan alkohol 70% atau
bethadine 10%.
4. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering
dihisap.
5. Kebutuhsn nutrisi atau cairan
Akibat bayi tidak dapat menyusui dan keadaan lemah, untuk
memenuhi kebutuhan makannya perlu diberikan infus dengan
cairan glukosa 10%.

7
2.4 Pencegahan
Hal terpenting untuk pencegahan tetanus pada bayi adalah
perawatan tali pusat. Tali pusat harus dipotong secara steril, dan tidak
boleh memberikan atau membubuhkan ramuan apapun pada puntung tali
pusat. Kebiasaan sebagian dukun bayi untuk memberikan serbuk jamu
atau serbuk kopi pada puntung tali pusat adalah sangat berbahaya dan
sangat sering menyebabkan kematian. Oleh karena itu, pendekatan untuk
pencegahan tetanus pada bayi baru lahir ini diintensifkan dengan cara
memberi kursus kepada para dukun bayi agar merawat tali pusat secara
steril, dan tidak mengolesinya dengan ramuan-ramuan yang justru menjadi
tempat berkembangnya kuman tetanus.
Pemberian toksoid tetanus pada ibu hamil dimaksudkan untuk
mencegah tetanus pada bayi yang akan lahir. Pada anak besar yang dapat
menjadi tempat infeksi adalah congekan(infeksi telinga yang bernanah),
yang tidak diobati dengan baik, karena itu jangan anggap enteng
congekan. Ia dapat merupakan sumber infeksi yang sangat berbahaya.
Karena kuman tetanus tidak hidup pada suasana dengan oksigen yang
cukup, maka luka yang dapat menjadi sumber infeksi adalah luka yang
dalam, terutama yang kotor. Luka bakar yang luar dan yang tidak diobati
dengan memadai juga merupakan tempat berkembang biaknya kuman
tetanus.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

8
3.1 Pengkajian

3.1.1 Data Subjektif

1. Biodata/Identitas
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu
pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis
keperawatan (Marilynn E. Doenges et al, 1998).
1.1.1. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,
diagnosa medis.

2. Keluhan utama
Biasaya didapatkan suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat
kesadaran (Muttaqin, Arif. 2011)

3. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita sekarang:

Faktor riwayat penyakit sangat penting untuk diketahui untuk mengetahui


predisposisi penyebab sumber luka. Gejala yang timbul, mulainya
serangan, bertambah baik atau bertambah buruk, tindakan apa saja yang
sudah dilakukan, adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran
dihubungkan dengan toksin tetanus yang menginflamasi jaringan otak,
perubahan perilaku, dan semakin berkembangnya penyakit dapat terjadi
letargik, tidak responsif, dan koma.

Ada beberapa tahap dari serangan tetanus, yaitu:

-Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh


tubuh merupakan gejala awal penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi
kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami kesulitan menelan.
Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih
berlangsung.

Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah
(Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang
meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa

9
dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah,
sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus),
karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut. Selain itu, otot-otot perut pun
menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin
meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang.
(Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi
lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan.
Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena
berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan dari
langit-langit mulut menjadi terbatas.

Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka


terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah
adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa
rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar.
Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya,
kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung
lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering. Selain dapat
menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat
menyebabkansulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan
patah tulang belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat.
Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini, sehingga
beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas,
akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan
penderita tidak dapat menelan.

(selekta,kapita. 2010)

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai:

System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi


otot pernafasan.
System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan
perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 - 40Catau febris sampai ke
terminal 43 - 44C.
System neurologis : irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir),
kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan

10
urine output tidak ada/oliguria)
System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
System integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada
tempat luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului
trismus, spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis mata,
risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.
Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi
dan kejang umum. ( Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)
Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat trauma kepala, luka tusuk, luka kotor, adanya benda
asing dalam luka yang menyembuh, luka yang tertutup debu, luka
gores yang ringan kemudian menjadi bernanah, gigi berlubang dengan
benda yang kotor, dan caries gigi, menunjang berkembang biaknya
kuman yang menghasilkan endotoksin atau OMP yang dibersihkan
dengan kain yang kotor.
Adanya imunisasi yang tidak adekuat.
Riwayat kesehatan keluarga

Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang


aseptik.
Riwayat sosial

Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya.


Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana.


Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :

Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat


Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga

11
yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien.

Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana selera
makan anak? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari?
Pola Eliminasi:
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah?
Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.

BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak?


Bagaimana konsistensinya lunak, keras, cair atau berlendir?

Pola aktivitas dan latihan


Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur
jam berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur
siang?

3.1.2 Data Objektif


1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital: tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2. Pemeriksaan Khusus
Sistem pernafasan: dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot
pernafasan.
Sistem kardiovascular: disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan,
suhu tubuh awalnya 38 - 40C atau febris sampai ke terminal 43 -
44C.
Sistem neurologis: irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir),
kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.

12
Sistem perkemihan: retensi urin (distensi kandung kemih dan urin
output tidak ada/oliguria)
Sistem pencernaan: konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.
Sistem integumen dan muskuloskletal: nyeri kesemutan pada tempat
luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus,
spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus
sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.
Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan
kejang umum. (Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993)

3. Pemeriksaan Fisik
Pada klien tetanus biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari
normal 38-40 C berhubungan dengan proses inflamasi dan toksin tetanus
yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Bila disertai
peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan dengan peningkatan
laju metabolisme umum. Tekanan darah biasanya normal.

B1 (Breathing)

Inspeksi bila klien batuk, terdapat produksi sputum, sesak napas,


penggunaan otot bantu, dan peningkatan frekuensi pernapasan, disertai
dengan adanya ketidakefektifan bersihan jalan napas. Palpasi toraks
terdapat adanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi
napas tambahan ditandai dengan ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun.

B2 (Blood)

Pada sistem kardiovaskular terdapat renjatan (syok hipovolemik), tekanan


darah biasanya normal, peningkatan denyut jantung, adanya anemis karena
hancurnya eritrosit

B3 (Brain)

Tingkat kesadaran: compos mentis, pada tingkat lanjut kesadaran


mulai mengalami penurunan pada tingkat letargi, stuor, dan
semikomatosa. Jika klien mengalami koma maka penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran dan pemantauan
pemberian asuhan.
Fungsi Serebri (status mental): observasi penampilan dan tingkah laku,

13
gaya bicara, observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik pada
tahap lanjut akan mengalami perubahan
Sistem Motorik

Kekuatan otak menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada tahap


lanjut mengalami perubahan.

Pemeriksaan Refleks

Pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada


respon normal

Sistem Sensorik

Adanya perasaan raba dan nyeri normal, suhu normal, tidak ada perasaan
abnormal di permukaan tubuh.

B4 (Bladder)

Penurunan volume keluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi


dan curah jantung ke ginjal, adanya retensi urine karena kejang dan
sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.

B5 (Bowel)

Mual, muntah berhubungan dengan peningkatan produksi asam lambung,


pemenuhan nutrisi karena anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding
perut, dan spasme otot yang menyebabkan sulitnya BAB

B6 (Bone)

Adanya kejang sehingga mengganggu mobilitas klien dan menurunkan


aktivitas sehari-hari, kejang memberikan resiko pada fraktur vertebra pada
bayi, ketegangan, dan spasme otot pada abdomen (opistotonus).

(Muttaqin, Arif. 2011)

3.1.3 Data Penunjang


1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Serum Elektrolit : K, Na

14
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 144 meq/dl )

2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan


adanya lesi
3. EEG : Elektro Enselografi, teknik untuk menekan aktivitas listrik otak
melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,
hasil biasanya normal.
4. Albumin kurang dari 3,5 mg%
5. Pemeriksaan Gula Darah: Kuman tetanus tidak dapat mengfermentasikan
glukosa sehingga kadar glukosa darah meningkat.
6. Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia (gangguan irama
jantung) ventrikuler
7. WBC Count: Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/l

3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosis keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya sekret
dalam trachea, kemampuan batuk menurun, ditandai dengan sesak napas,
RR meningkat, retraksi ICS, ronkhi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif
disertai dengan sputum, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan:
AGD abnormal (asidosis respiratorik)
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) yang berhubungan dengan proses
inflamasi dan efek toksin (bakterimia) di jaringan otak ditandai dengan
demam, suhu tubuh meningkat menjadi 38-40 C, hiperhidrasi, sel darah
putih lebih dari 10.000/mm3
3. Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan (trismus) ditandai dengan intake kurang, makan
dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung,
dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin
kurang dari 3,5 mg%

15
4. Resiko cedera yang berhubungan dengan adanya kejang,
5. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit ditandai dengan klien
merasa cemas

3.3 Rencana asuhan keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret


dalam trakhea dan kemampuan batuk menurun ditandai dengan sesak
napas,RR meningkat, retraksi ICS, ronkhi, sianosis, dyspnea, batuk
tidak efektif disertai dengan sputum, hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukan: AGD abnormal (asidosis respiratorik)
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan bersihan
jalan nafas kembali efektif.

Kriteria hasil: secara subjektif sesak nafas (-), RR 16-20x/mnt. Tidak


menggunakan otot bantu nafas, retraksi ICS (-), ronkhi (-/-), sianosis (-),
dyspnea (-), AGD normal (pH=7.35-7,45; PCO2=35-45 mmHg,
PO2=80-100 mmHg)

Intervensi Rasional

Kaji fungsi paru, adanya bunyi Memantau dan mengatasi komplikasi


nafas tambahan, perubahan potensial. Penh=gkajian fungsi
irama, dan kedalaman, pernafasan dengan interval yang teratur
penggunaan otot-otot tambahan, adalah penting karena pernafasan yang
warna, dan kekentalan sputum tidak efektif dan adanya kegagalan,
karena adanya kelemahan/paralisis
pada otot=otot intercostal dan
diafragma yang berkembang dengan
cepat

Bebaskan jalan nafas dengan Peninggian kepala tempat tidur (semi


mengatur posisi kepala ekstensi fowler) memudahkan pernafasan,
atau semi fowler. meingkatkan ekspansi dada, dan

16
meningkatan batuk lebih efektif, dan
secara anatomi posisi kepala ekstensi
merupakan cara untuk meluruskan
rongga pernafasan sehingga proses
respirasi tetap berjalan lancar dengan
menyingkirkan pembuntuan jalan
nafas.

Pemeriksaan fisik:

-Auskultasi mendengar suara -Ronchi menunjukan adanya gangguan


nafas (adakah ronchi, dyspnea, pernafasan akibat atas cairan atau
sianosis) tiap 2 4 jam sekali. . secret yang menutupi sebagian dari
saluran pernafasan sehingga perlu
dikeluarkan untuk mengoptimalkan
jalan nafas.

-Dyspnea, sianosis merupakan tanda


terjadinya gangguan nafas disertai
dengan kerja jantung yang menurun
timbul tacikardi dan capillary reffil
time yang memanjang/lama.

-Ajarkan cara batuk efektif . -Klien berada pada resiko tinggi bila
tidak dapat batuk efektif untuk
membersihkan jalan nafas dan
mengalami kesulitan dalam menelan,
yang dapat menyebabkan aspirasi
saliva, dan mencetuskan gagal nafas
akut. ----Terapi fisik dada membant

17
meningkatkan batuk lebih efektif

-Lakukan fisioterapi dada; fibrasi


dada.

Penuhi hidrasi cairan via oral Pemenuhan cairan dapat mengencerkan


seperti minum air putih dan mukus yang kental dan dapat
pertahankan intake cairan membantu pemenuhan cairan yang
2500ml/hari dapat banyak keluar dari tubuh.

Lakukan penghisapan lendir Pengisapan mungkin diperlukan untuk


dijalan nafas mempertahankan kepatenan jalan nafas
menjadi bersih

Berikan oksigen sesuai klinis Pemenuhan oksigen terutama pada


klien tetanus dengan laju metabolisme
yang tinggi

Kolaborasi dalam pemberian Obat mukolitik dapat mengencerkan


obat pengencer secret secret yang kental sehingga mudah
(mukolotik). Rasional : obat mengeluarkan dan mencegah
mukolitik dapat mengencerkan kekentalan
secret yang kental sehingga
mudah mengeluarkan dan
mencegah kekentalan.

2. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses inflamasi


dan efek toksin di jaringan otak ditandai dengan demam, suhu tubuh
meningkat menjadi 38-40 C, hiperhidrasi sel darah putih lebih dari
10.000/m3

18
Tujuan: dalam waktu 3x24 jam perawatan suhu tubuh menurun

Kriteria hasil : suhu tubuh normal 36-37C, hasil laboratorium sel


darah putih (leukosit) antara 5000-10.000/mm3

Intervensi Rasional

Monitor suhu tubuh klien. Peningkatan suhu tubuh menjadi


stimulus rangsang kejang pada klien
tetanus.

Berikan hidrasi atau minum Cairan-cairan membantu menyegarkan


yang adekuat. badan dan merupakan kompresi badan
dari demam.

Lakukan tindakan teknik aseptic Rasional: perawatan luka


dan antiseptic pada perawatan mengeleminasi kemungkinan toksin
luka. yang masih berada disekitar luka.
Beri kompres dingin di kepala Memberikan respons dingin pada pusat
dan aksila bila tidak terjadi pengtur panas dan pada pembuluh darah
eksternal rangsangan kejang besar dan salah satu cara untuk
menurunkan suhu tubuh dengan cara
proses konduksi

Pertahankan bedrest total selama Mengurangi peningkatan proses


fase akut metabolisme umum yang terjadi pada
klien tetanus.

Kolaborasi Obat-obatan antibacterial dapat


mempunyai spectrum untuk mengobati
-Pemberian obat antibiotik,
bakteri gram positif, atau bakteri gram
antipiretik, antibacterial, ATS
negative, antipiretik bekerja sebagai
proses termoregulasi untuk
mengantisipasi panas dan ATS dapat
mengurangi dampak toksin terutama

19
jaringan otak dan anti mikroba dapat
mengurangi inflamasi sekunder dari
toksin.

- Hasil pemeriksaan leukosit yang


-Pemeriksaan laboratorium meningkat lebih dari 100.000/mm3
leukosit. mengidentifikasikan adanya infeksi dan
atau untuk mengikuti perkembangan
pengobatan yang diprogramkan.

3. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan,
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil : Tidak adanya tanda malnutrisi, BB normal, intake


adekuat, hasil pemeriksaan albumin 3,5-5mg%

Intervensi Rasionalisasi

Kaji kemampuan klien dalam Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan
menelan,batuk, dan adanya sekret. dari otot pengunyah sehingga klien
mengalami kesuliatan menelan dan kadang
timbul reflex balik atau teresedak.

Berikan pengertian tentang Agar termotivasi untuk memenuhi kebutuhan


pentingnya nutrisi bagi tubuh. nutrisi.

Auskultasi bowel sound, amati Fungsi gastrointestinaltergantung pula pada


penurunan atau hiperteaktivitas suara kerusakn otak, bowel sound menentukan
bowel. respons feeding atau terjadinya komplikasi
misalnya illeus.

Timbang berat badan sesuai indikasi. Untuk mengevaluasi efektivitas dari asupan
maknan.

20
Beri makan dengan cara meninggikan Menurunkan risiko regurgitasi atau aspirasi.
kepala.

Kolaboratif : Makanan cair, lunak, atau bubur kasar dapat


menurunkan resiko tersedak.
a. Pemberian diit TKTP cair, lunak
atau bubur kasar.
b. Pemberian carian per IV line

Bila klien sering kejang berikan Pemenuhan nutrisi dengan langsung


makanan lewat NGT. memasukkan ke lambung akan menurunkan
risiko regurgitasi atau aspirasi.

Pertahankan lingkungan yang tenang Membuat klien merasa amn sehingga


dan anjurkan keluarga atau orang asupan dapat dipertahankan.
terdekat untuk memberikan makanan
pada klien.

4. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan serangan kejang


Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam perawatan klien bebas dari
cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadran.

Kriteria hasil : klien tidak mengalami cidera apabila kejang berulang


ada.

Intervensi Rasionalisasi

Monitor kejang pada tangan, Gambaran tribalitas sistem saraf pusat


kaki, mulut (trismus), kuduk memerlukan evaluasi yang sesuai
(epistotonus), dinding perut, dengan intervensi yang tepat untuk
tulang belakang mencegah terjadinya komplikasi.

Persiapan lingkungan yang aman Pagar tempat tidur melindungi klien


seperti batasan ranjang, papan terjatuh dari tempat tidur bila kejang
pengaman, dan alat suction terjadi dan adanya bantalanpada pagar
selalu berada dekat klien dan tempat tidur dapat menurunkan resiko
lindungi klien dari cedera cedera saat klien kejang.

21
dengan menggunakan bantalan
pada pagar tempat tidur

Pertahankan bedrest total selama Mengurangi resiko jatuh/terluka jika


fase akut. vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.

Kolaborasi pemberian terapi; Untuk mencegah atau mengurangi


diazepam, phenobarbital. kejang. Catatan: phenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius depresi dan
sedasi.

Pada saat terjadi kejang:

Intervensi Rasionalisasi

-Selama serangan kejang, jaga -Pada saat terjadi kejang, pakaian klien
privasi klien dapat tersingkap, sehingga perlu dijaga
privasinya

-Lindungi kepala dengan


bantalan, singkirkan semua -pada saat kejang barang-barang yang
parabot yang dapat mencederai ada di sekitar klien yang mengalami
klien serangan kejang, dapat mencederai
klien

-Masukkan spatel lidah yang


diberi bantalan (kapas dibungkus -Pada saat kejang lidah dapat tergigit.
dengan kassa) diletakkan di Memasukkan spatel akan mencegah
antara gigi-gigi lidah dapat tergigit.

-Jangan memaksa membuka -Tindakan ini dapat menyebabkan


rahang yang terkatup pada fraktur pada rahang
keadaan spasme untuk
memasukkan sesuatu

-Pada saat serangan kejang, -Tindakan ini memungkinkan lidah


miringkan klien dengan kepala jatuh ke depan, dan memudahkan
fleksi ke depan pengeluaran saliva dan mukus. Jika

22
disediakan pengisap, gunakan ( jika
perlu untuk membersihkan sekret)

3. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit, kemungkinan


kejang berulang.
Tujuan : Kecemasan hilang atau berkurang

Kriteria hasil : Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasin


penyebab atau faktor yang memengaruhinya, dan menyatakan ansietas
berkurang/hilang.

Intervensi Rasionalisasi

Kaji tanda verbal dan Reksi verbal/nonverbal dapat menunjukan rasa


nonverbal kecemasan, agitasi, marah, dan gelisah.
dampingi klien dan lakukan
tindakan bila menunjukan
perilaku merusak.

Jelaskan sebab terjadinya Memberikan dasar konsep agar klien kooperatif


kejang. terhadap tindakan untuk mengurangi kejang.

Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkat rasa marah,


menurunkan kerja sama dan mungkin
memperlambat penyembuhan.

Mulai melakukan tindakan Mengurangi ransangan eksternal yang tidak


untuk mengurangi kecemasan. perlu.
Beri lingkungan yang tenang
dan suasana penuh istirahat.

Tingkat kontrol sensasi klien. Kontrol sensai klien (dan dalam menurunkan
ketakutan) dengan cara memberikan informasi
tentang keadaan klien, menekankan pada
penghargaan terhadap sumber-sumber koping
(pertahanan diri), yang positif, membantu
latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan

23
dan memberikan respons balik yang positif.

Orientasi klien terhadap Orientasi dapat menurunkan kecemasan.


prosedur rutin dan aktivitas
yang diharapkan.

Berikan kesempatan kepada Dapat menghilangkan ketegangan terhadap


klien untuk mengungkapan kekhawatiran yang tidak diekspresikan.
asietasnya.

Berikan privasi untuk klien dan Memberi waktu untuk mengekspresikan


orang terdekat. perasaan, menghilangkan cemas, dan perilaku
adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman
yang dipilih klien melayani aktivitas dan
pengalihan (misalnya membaca) akan
menurukan perasaan terisolasi.

24
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman
Clostridium tetani yang menginfeksi atau mengkontaminasi pada luka tusuk/
traumatik yang ditandai dengan gejala kekauan dan kejang otot. Tetanus yang
sering terjadi adalah tetanus neonatorum.

Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti, luka tertusuk
paku, pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan
pada bayi dapat melalui tali pusat. Organisme multipel membentuk dua toksin
yaitu tetanospasmin yang merupakan toksin kuat dan atau neurotropik yang
dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan mempengaruhi sistem
saraf pusat.

4.2 Saran

25
1. Diharapkan kepada mahasiswa dapat menambah wawasan dan
pengetahuan khususnya dengan masalah keperawatan tentang penyakit
Tetanus Neonatrium dan juga dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari hari.
2. Bagi perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan pada bayi
dengan penyakit tetanus neonatrium harus lebih memperhatikan dan tahu
pada bagian bagian mana saja dari asuhan keperawatan pada bayi yang
perlu di tekankan.

26
DAFTAR PUSTAKA

Sastroasmoro, Sudigdo. 2007. Membina Tumbuh Kembang Bayi dan Balita. Jakarta: Badan
Penerbit Ilmu Kedokteran Anak.
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: EGC

27

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab 1 HDR
    Bab 1 HDR
    Dokumen4 halaman
    Bab 1 HDR
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    Belum ada peringkat
  • KMB Ca Paru Yes
    KMB Ca Paru Yes
    Dokumen30 halaman
    KMB Ca Paru Yes
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    Belum ada peringkat
  • Pemberian Obat
    Pemberian Obat
    Dokumen39 halaman
    Pemberian Obat
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    100% (1)
  • Bilas Lambung
    Bilas Lambung
    Dokumen2 halaman
    Bilas Lambung
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    Belum ada peringkat
  • Bilas Lambung
    Bilas Lambung
    Dokumen2 halaman
    Bilas Lambung
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    Belum ada peringkat
  • Makalah Hipertensi
    Makalah Hipertensi
    Dokumen15 halaman
    Makalah Hipertensi
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    Belum ada peringkat
  • Pemberian Obat
    Pemberian Obat
    Dokumen39 halaman
    Pemberian Obat
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    100% (1)
  • Etika Pergaulan
    Etika Pergaulan
    Dokumen39 halaman
    Etika Pergaulan
    Putu Fiona Bhagawanti Utami
    100% (1)