Setiap makhluk hidup di bumi tak tak dapat terpisahkan dengan air. Salah satu sumber
kehidupan terpenting di dunia ini yang menjadi faktor penentuan kehidupan manusia adalah
air, dan kebanyakan industri tidak akan dapat berjalan tanpa adanya air. Permintaan air
minum di Negara Indonesia pun selalu meningkat seiring dengan meningkatnya angka
populasi penduduk dan meningkatnya kebutuhan air di bidang industri (Mohajit, 2010).
Keberadaan air di muka bumi ini sangatlah berlimpah, seperti air tanah, danau, sungai, lautan,
hingga yang terbesar ialah samudera. Namun, tidak seluruhnya sumber air tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai kebutuhan hidup manusia. Salah satu jenis air permukaan yang banyak
dimanfaatkan di Indonesia adalah air sungai. Hal ini karena di Indonesia banyak terdapat
sungai besar yang dapat digunakan sebagai sumber baku untuk air minum.
Air menjadi sangat vital karena air bersih merupakan salah satu kebutuhan yang sangat
mendasar bagi manusia karena diperlukan terus-menerus untuk kegiatan sehari-harinya untuk
bertahan hidup. Ketersediaan air bersih ini harus mencukupi baik dari segi kualitas, kuantitas,
maupun kontinuitas (Yuniati, 2014). Dibutuhkan sebuah pengolahan air terlebih dahulu, agar
air tidak menyebabkan penyakit, dan air tersebut hendaknya diusahakan memenuhi
persyaratan-persyaratan kesehatan, setidak-tidaknya diusahakan mendekati persyaratan yang
tercantum dalam Permenkes No 907/MENKES/SK/VII/2002., Peraturan Pemerintah No. 82
tahun 2001, Peraturan Menteri Kesehatan No 416 Tahun 1990 dan Permenkes RI
No.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum. Air yang sehat harus
mempunyai persyaratan secara fisik, kimia dan bakteriologis (Notoatmodjo, 2003).
Pengolahan air merupakan sebuah proses untuk menghilangkan zat pencemar yang berasal
dari sumber air baku, seperti pengolahan secara fisik, kimia, dan biologi untuk menghilangkan
zat pencemar fisik, kimia, maupun biologi. Tujuan utama dari pengolahan air adalah untuk
memulihkan air yang tercemar dan membuatnya aman untuk dikonsumsi oleh manusia,
dengan menghilangkan dan membunuh bakteri patogen serta menghilangkan rasa, bau, warna,
logam terlarut yang berlebih, dan pencemar lainnya (Mohammed dkk., 2012).
Beberapa padatan tersuspensi ini dapat langsung menggendap karena gaya gravitasi. Partikel
ini tidak mengalami perubahan bentuk, ukuran, maupun berat selama menjalani proses
pengendapan atau disebut juga partikel mandiri (discrete particle). Namun beberapa juga ada
yang sulit mengendap yang tersuspensi dalam air berupa partikel bebas dan koloid dengan
-7 -1
ukuran sangat kecil yaitu 10 mm-10 mm. Karena dimensinya inilah maka partikel tidak
dapat diendapkan secara langsung. Maka dari itu, butuh adanya teknologi agar padatan
tersuspensi tersebut dapat cepat mengendap, yaitu proses koagulasi dengan penambahan
koagulan agar partikel koloid berinteraksi membentuk partikel flok yang lebih besar, sehingga
dapat dilihat bagaimana partikel koloid/flok tersebut mengendap, yaitu dengan melihat
konsentrasi suspended solid pada beberapa titik berbeda dalam kurun waktu tertentu
(pengendapan tipe II). Pemilihan koagulan dan dosis koagulan yang tepat dapat dilakukan
dengan jar test. Data yang diperoleh nantinya dapat digunakan sebagai data input
perancangan unit prasedimentasi dan unit sedimentasi.
Selain metode sedimentasi konvensional, pada praktiknya, sebagai upaya untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan, seringkali digunakan plate settler. Plate settler merupakan peralatan
pengendapan multi settler, sebagai pengembangan dari bak sedimentasi konvensional yang
telah dibangun sebelumnya. Bila plate settler ditambahkan pada bak sedimentasi maka dapat
menambah kapasitas dan memperbaiki kualitas effluen. Oleh karena itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk membandingkan efisiensi penyisihan TSS dan turbidity, bak sedimentasi
dengan atau tanpa plate settler.