NIM : J310150142
2017
ABSTRAK
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah telah mewajibkan manusia untuk berbuat baik. Oleh
karena itu, jika kita menyembelih maka sembelihlah dengan yang
baik dan hendaklah menajamkan pisau dan memberi kelapangan
bagi hewan yang akan disembelih. Dalam hal ini Islam telah
memberikan aturan dan tata cara menyembelih (Aziz, 2008).
Islam menganjurkan agar hewan yang akan disembelih
diperlakukan dengan baik dan disenangkan hatinya. Kalau perlu diberi
makan dahulu, tidak disiksa, dan dimandikan supaya bersih. Aturan ini
berlaku untuk semua hewan yang akan disembelih, baik sapi, kambing,
domba, unta maupun hewan-hewan halal lainnya. Oleh karena itu
Islam melarang perlakuan buruk terhadap binatang sembelihan.
Misalnya saja disiksa sebelum disembelih, tidak diberi makan atau
dipukul. Perlakuan buruk itu selain menyiksa binatang tersebut juga
bisa menyebabkan menjadi stres. Secara ilmiah, ketika hewan yang
akan disembelih mengalami stres, maka darah tidak akan keluar
dengan tuntas dan mutu daging yang dihasilkan juga kurang bagus
(Woro, 2016).
Islam memerintahkan untuk berlaku baik dalam menyembelih,
dimana alat yang digunakan harus benar-benar tajam dan tidak
menyiksa hewan sebelum disembelih dan juga harus menyebut
nama Allah (Qardhawi, 2011). Penyembelihan hewan harus sesuai
dengan tuntunan Islam. Jika tidak, maka akan berdampak kepada
daging yang akan dikonsumsi oleh masyarakat tentang kehalalan
makanan tersebut.
Daging sapi merupakan makanan yang lazim dimakan di
setiap negara, karena sama-sama kita ketahui bahwa di dalam
daging sapi banyak terkandung segala macam kebaikan bagi tubuh.
Tapi apa jadinya bila yang kita konsumsi merupakan daging
gelonggongan.
Berdasarkan masalah di atas, penulis ingin mengetahui lebih
dalam pandangan Islam mengenai daging sapi yang diberi minum
sebanyak-banyaknya sebelum disembelih dan bagaimana
kandungan gizinya. Maka hal inilah yang akan dibahas dalam
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Islam mengenai kasus daging sapi
gelonggong?
2. Bagaimana kandungan gizi pada daging sapi gelonggong?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pandangan Islam mengenai kasus daging sapi
gelonggong.
2. Untuk mengetahui kandungan gizi yang terdapat pada daging
sapi gelonggong.
D. Manfaat
Memberikan pemahaman kepada khalayak mengenai daging sapi
gelonggong apakah layak dikonsumsi atau tidak serta mengetahui
pandangan Islam mengenai daging sapi gelonggong itu sendiri.
BAB II
LANDASAN TEORI
Secara garis besar, hewan yang dimakan ini dibagi menjadi dua
yakni ada hewan yang boleh atau halal dikonsumsi dan ada hewan yang
tidak boleh atau haram dikonsumsi. Hewan yang boleh dikonsumsi ada
yang boleh dikonsumsi (halal dimakan) tanpa harus disembelih misalnya
jenis ikan dan belalang, tetapi ada yang harus disembelih dengan tata
cara tertentu untuk mencapai kehalalannya dimakan. Apabila hewan-
hewan jenis ini mati dengan sendirinya misalnya karena sakit atau semula
hidup tetapi dimatikan dengan tata cara tertentu yang tidak sesuai
dengan tuntunan Islam, maka hewan tersebut berubah statusnya menjadi
bangkai yang tidak diperkenankan dikonsumsi (Nurjannah, 2006).
Istilah gelonggongan (diambil dari bahasa Jawa, glonggong) yang
dikaitkan dengan produk daging (biasanya sapi), dipakai untuk daging
yang dijual setelah melalui proses yang tidak wajar. Sapi atau hewan
potong lainnya diminumkan air (secara paksa) dalam jumlah besar
dengan maksud meningkatkan berat daging, hal ini dilakukan beberapa
jam sebelum penyembelihan. Hasilnya setelah hewan dipotong bobot
dagingnya akan lebih tinggi dan dengan demikian harga jualnya lebih
tinggi. Dalam waktu singkat, namun cukup lama untuk penjualan, bobot
daging akan menyusut secara drastis setelah airnya keluar (Woro, 2016).
Daging gelonggongan memiliki ciri yang sangat mirip dengan daging PSE (pale, soft
and exudates). Daging jenis ini akan sangat sukar untuk diolah. Hal ini karena daya ikat air
dari daging ini sangat rendah. Banyak protein daging yang hilang pada daging ini. Pada
pengolahan protein berfungsi sebagai rangka bangun atau biasa disebut dengan matrik.
Apabila matrik atau rangka bangun ini kurang atau bahkan tidak ada maka makanan itu tidak
akan jadi secara baik. Selain tidak mengandung protein lagi, daging gelonggongan akan
mudah ditempati oleh bakteri, virus, mikroba, dan hewan bersel satu seperti protozoa, yang
apabila masih tetap dikonsumsi akan menimbulkan banyak penyakit (Handayani, 2013).
Proses gelonggong dilakukan dengan memasukkan air melalui mulut sapi dengan
selang dan arus air yang cukup tinggi. Dengan demikian sapi dipaksa untuk minum sebanyak-
banyaknya. Kadang sapi tersebut dipaksa bertumpu pada kaki belakang, sementara dua kaki
depannya diangkat pada tempat yang lebih tinggi. Dengan demikian posisi sapi menjadi
seperti berdiri dengan dua kaki belakang. Dalam posisi ini proses pemasukan air berlangsung
lebih cepat dan lebih banyak bakso (Kementerian Agama, 2010).
Secara kasat mata dapat dilihat bahwa daging hasil gelonggongan tersebut lebih
lembek, teksturnya lebih lunak dan becek atau berair. Sedangkan daging biasa memiliki
tekstur yang lebih kenyal dan kering, tanpa ada air yang tersimpan di dalam daging tersebut
(Kementerian Agama, 2010).
BAB III
HASIL PENEMUAN
ANALISIS HASIL
Orang-orang jahiliah dahulu suka memotong kelasa unta (bahasa Jawa, punuk)
dan jembel kambing dalam keadaan hidup. Cara semacam itu adalah menyiksa
binatang. Oleh karena itu Rasulullah s.a.w. kemudian menghalangi maksud mereka dan
mengharamkan memanfaatkan binatang dengan cara semacam itu. Maka kata Nabi:
"Daging yang dipotong dari binatang dalam keadaan hidup, berarti bangkai."
(Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi dan Hakim) (Handayani, 2013). Sama seperti sapi
yang digelonggong, cara tersebut juga menyiksa sapi terlebih dahulu sebelum
disembelih, maka haram hukumnya karena telah menjadi bangkai.
PENUTUP
A. Simpulan
Islam menghendaki umatnya untuk memakan makanan yang halal dan baik. Yang
halal dan baik ini haruslah makanan yang bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda
lain yang mengganggu, merugikan, serta membahayakan kesehatan manusia. Sedangkan
ketika kita memakan daging gelonggongan keadaan daging tidaklah lagi baik untuk
dikonsumsi. Selain kekhawatiran sebelum disembelih daging tersebut sudah menjadi
bangkai, sehingga daging gelonggongan haram hukumnya.