Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

Ambliopia

Pembimbing:
dr. Siti Fatimah, Sp.M
Oleh:
Julia Erline
406151031

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA

RS SUMBER WARAS

PERIODE 20 Maret 22 April 2017

1
BAB I

PENDAHULUAN

Penglihatan merupakan salah satu indra penting bagi manusia yang berfungsi sebagai
indra penglihatan selain itu membantu dalam perkembangan identitas diri, kepandaian dan
keterampilan. Proses penglihatan mengalami perkembangan dimulai sejak bayi lahir. Terdapat
beberapa periode kritis untuk mencapai tingkat yang matang. Periode kritis pertama yang paling
menentukan ialah 6 bulan pertama kehidupan, kemudian sampai 2 tahun, berikutnya sampai 5
tahun. Sesudah 5 tahun masih ada perkembangan, tetapi sudah tidak begitu pesat lagi sampai usia
9 tahun. Selama masa ini sistem penglihatan peka terhadap faktor ambliopiogenik yaitu deprivasi
cahaya, kurang fokusnya alat optic dan strabismus. Hal ini dapat menyebabkan penurunan
ketajaman secara perlahan yang pada akhirnya menetap. 1,2

Ambliopia adalah keadaan berkurangnya tajam penglihatan tapi tidak disertai kelainan
organik pada mata dan tidak dapat diperbaiki dengan kaca mata. Ambliopia merupakan kelainan
fungsi penglihatan dan masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Penyebab
ambliopia terbanyak adalah strabismus. Insiden ambliopia pada tahun awal sebelum anak
sekolah lebih kurang 0,4 % per tahunnya. Dapat diasumsikan 2-3 % balita yang lahir tiap
tahunnya dapat kehilangan tajam penglihatan akibat ambliopia.2

Ampliopia dapat dicegah dan diobati khususnya bila dapat terdeteksi dini. Oleh karena
itu upaya yang sangat penting dalam penanggulangannya ialah dalam hal melakukan deteksi dini
kasus-kasus ambliopia dan langkah langkah pengobatan secara dini dan adekuat berdasarkan
hal diatas maka perlu diketahui cara diagnosis dini bagi penderita ambliopia.2

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Ambliopia berasal dari bahasa Yunani amblys yaitu kabur, dan ops adalah penglihatan.
Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal sesuai
dengan usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Ambliopia
dikenal juga dengan istilah lazy eye atau mata malas. Keadaan ini tidak berhubungan langsung
dengan kelainan struktur mata atau kelainan pada jalur visual posterior. Kurangnya tajam
penglihatan pada ambliopia tidak dapat dikoreksi dengan kaca mata dan tidak ditemukan kausa
organik pada pemeriksaan fisik mata. Pada kasus yang keadaannya baik dapat dikembalikan
fungsi penglihatan dengan pengobatan.1,3,4

2.2. Epidemiologi

Insiden ambliopia pada tahun awal sebelum anak sekolah lebih kurang 0,4 % per
tahunnya. Dapat diasumsikan 2-3 % balita yang lahir tiap tahunnya dapat kehilangan tajam
penglihatan akibat ambliopia.2

2.3. Klasifikasi

Klasifikasi ambliopia berdasarkan etiologi, yaitu:

a. Ambliopia Strabismik

Ambliopia yang terjadi akibat juling lama (biasanya juling ke dalam pada anak sebelum
penglihatan tetap). Ambliopia strabismik ini merupakan salah satu bentuk ambliopia yang paling
sering ditemukan dengan onset dini (usia <6 8 tahun). Pada ambliopia strabismik terjadi
supresi pada mata untuk mencegah gangguan penglihatan (diplopia), dimana kedudukan bola
mata tidak sejajar sehingga hanya satu mata yang diarahkan pada benda yang dilihat.1,2

Ambliopia strabismik terjadi pada sekitar 50% pasien dengan esotropia kongenital
(konstan tropia), tetapi sangat jarang pada pasien dengan strabismus intermiten (misal,

3
eksotropia intermiten) atau pada pasien strabismus yang disertai penyakit lain (misal, Duanes
sindrom) karena mereka dapat mengkompensasi dengan cara memalingkan wajah saat melihat.
Ambliopia strabismik dapat menjadi berat dan pada beberapa kasus visusnya 20/200 bahkan bisa
lebih buruk.3,4

b. Ambliopia Anisometropia

Ambliopia anisometropia merupakan jenis ambliopia terbanyak kedua setelah ambliopia


strabismus. Ambliopia anisometropia berkembang ketika terjadi kelainan refraksi yang tidak
sama pada kedua mata yang menyebabkan bayangan pada satu retina tidak fokus secara
berkesinambungan. Kondisi ini sebagian dihasilkan dari efek langsung bayangan kabur pada
perkembangan tajam penglihatan pada mata yang dipengaruhi dan sebagian dari kompetisi
interocular atau hambatan yang sama (tapi tidak perlu identik) bertanggungjawab untuk
ambliopia strabismus. Secara relatif hiperopia derajat ringan atau anisometropia astigmat (1-2 D)
dapat memicu ambliopia ringan. Anisometropia miopia ringan (kurang dari -3 D) biasanya tidak
menyebabkan ambliopia, tapi miopia tinggi unilateral (-6 D atau lebih) sering menyebabkan
ambliopia berat.3 Bila gangguan penglihatan amat sangat besar, sering didapat bukti adanya
malformasi atau perubahan degeneratif pada mata ametropa yang menyebabkan kerusakan
fungsional atau menambah faktor ambliopiogenik.5

c. Ambliopia Isometropia

Ambliopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi, yang
ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri. Walaupun telah dikoreksi dengan baik,
tidak langsung memberi hasil penglihatan normal. Tajam penglihatan membaik setelah koreksi
lensa dipakai selama suatu periode waktu (beberapa bulan). Khas untuk ambliopa tipe ini yaitu
hilangnya penglihatan ringan yang dapat diatasi dengan terapi penglihatan, karena interaksi
abnormal binokular bukan merupakan faktor penyebab, tetapi akibat bayangan retina yang
kabur.5

d. Ambliopia deprivasi

Ambliopia deprivasi dahulu disebut dengan ambliopia ex anopsia atau ambliopia nirpakai
yang disebabkan oleh obstruksi visual aksis. Penyebab terbanyak adalah katarak kongenital atau

4
katarak didapat dini yang menyebabkan penurunan pembentukan bayangan dan akhirnya
menimbulkan ambliopa. Insiden ambliopia deprivasi paling jarang terjadi tetapi paling merusak
dan paling sulit diobati. Kehilangan penglihatan ambliopia akibat hasil dari oklusi unilateral
aksis visual cenderung lebih buruk daripada yang dihasilkan dari deprivasi bilateral dengan
derajat yang sama karena efek interokular menambahkan pengaruh perkembangan langsung
degradasi bayangan berat. Bahkan pada kasus bilateral, ketajaman penglihatan dapat 20/200 atau
lebih buruk. Pada anak yang lebih kecil dari 6 tahun, densitas katarak kongenital yang menempati
daerah sentral, 3 mm atau lebih dianggap dapat menyebabkan ambliopia berat.1,3,4

2.4. Patofisiologi

Ambliopia dapat terjadi dengan dua mekanisme, yaitu nirpakai (non-use) dan supresi.
Ambliopia nirpakai terjadi akibat elemen visual retino-kortikal tidak dipergunakan pada saat
masa kritis perkembangan penglihatan.6 Sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat
dan terutama interaksi kompetitif antar jalur penglihatan di kedua mata pada visual korteks untuk
berkembang hingga dewasa.3 Bayi sudah dapat melihat sewaktu lahir, tapi mereka harus belajar
bagaimana menggunakan mata mereka. Mereka harus belajar bagaimana untuk fokus dan
bagaimana cara menggunakan kedua mata bersamaan.7 Gangguan penglihatan yang disebabkan
oleh hal apa pun, kongenital atau didapat, selama periode kritis perkembangan (pada manusia,
mungkin berlangsung sampai usia 8 tahun) akan menghambat pembentukan penglihatan normal
pada mata yang sakit.8 Gangguan tersebut dapat menyebabkan kehilangan pengenalan bentuk,
interaksi binocular abnormal, atau keduanya, sehingga terjadi penurunan tajam penglihatan
unilateral atau bilateral.8
Ambliopia supresi terjadi pada tingkat kortikal dimana terdapat skotoma absolut pada
penglihatan binokular untuk mencegah diplopia pada mata yang juling, atau hambatan binokular
pada bayangan retina yang tidak jelas. Supresi tidak berhubungan dengan masa perkembangan
penglihatan.6 Supresi merupakan suatu proses otak yang mengabaikan bagian bayangan
tertentu yang diterima oleh mata yang berdeviasi sehingga pasien dapat menghindari diplopia.1
Mekanisme neurofisiologi penyebab ambliopia masih belum jelas, namun studi
eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada binatang dan percobaan laboratorium
pada manusia dengan ambliopia teah memberikan beberapa masukan, pada binatang percobaan
menunjukkan gangguan sistem penglihatan fungsi neuron yang dalam/besar yang diakibatkan

5
pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat kehilangan kemampuan
dalam menanggapi rangsangan pada satu atau kedua mata, dan sel yang masih reponsif fungsinya
akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi pada neuron badan genikulatum lateral.
Keterlibatan retina masih belum dapat disimpulkan.3

2.5. Manifestasi Klinis


Tanda pada mata dengan ambliopia adalah berkurangnya pengihatan satu mata,
menurunnya tajam penglihatan terutama pada fenomena crowding, hilangnya sensitivitas
kontras, mata mudah mengalami fiksasi eksentrik, adanya anisokoria, tidak mempengaruhi
penglihatan warna, biasanya daya akomodasi menurun, ERG dan EEG penderita ambliopia
selalu normal yang berarti tidak terdapat kelainan organik pada retina maupun korteks serebri.1

2.6. Diagnosis
Anamnesis
Bila menemui pasien ambliopia, ada 4 pertanyaan penting yang harus kita tanyakan dan
harus dijawab dengan lengkap, yaitu:9
1. Kapan pertama kali dijumpai kelainan ambliogenik? (seperti strabismus, anisometropia,
dll)
2. Kapan penatalaksanaan pertama kali dilakukan?
3. Terdiri dari apa saja penatalaksanaan itu?
4. Bagaimana kedisiplinan pasien terhadap penatalaksanaan itu?
Jawaban dari keempat pertanyaan tersebut akan membantu kita dalam membuat prognosisnya.
Jelek s/d sedang Sedang s/d baik Baik s/d sempurna
Onset anomaly Lahir s/d usia 2 2 s/d 4 tahun 4 s/d 7 tahun
amblyiogenik tahun
Onset terapi minus >3 tahun 1 s/d 3 tahun <1 tahun
onset anomaly
Bentuk dan Koreksi optik Koreksi optik dan Koreksi optik
keberhasilan dari kemajuan VA patching, kemajuan penuh, patching,
terapi awal (visual acuty) VA (visual acuty) kemajuan VA
minimal sedang (moderate) signifikan.
Latihan akomodasi,

6
koordinasi mata-
tangan dan fiksasi
adanya stereopsis
dan alternasi
Kepatuhan Tidak s/d kurang Lumayan s/d Cukup/sangat patuh
sedang
Faktor primer yang berhubungan dengan prognosis ambliopia 5

Sebagai tambahan, penting juga ditanyakan riwayat keluarga yang menderita strabismus
atau kelainan mata lainnya, karena hal tersebut merupakan predisposisi seorang anak menderita
ambliopia. Strabismus dijumpai sekitar 4% dari keseluruhan populasi. Frekuensi strabismus yang
diwariskan berkisar antara 22% - 66%. Frekuensi esotropia diantara saudara sekandung,
dimana pada orang tua tidak dijumpai kelainan tersebut, adalah 15%. Jika salah satu orang
tuanya esotropia, frekuensi meningkat hingga 40%.10
Pemeriksaan fisik
Pemerikaan Visus
Penderita ambliopia kurang mampu untuk membaca bentuk / huruf yang rapat dan
mengenali pola apa yang dibentuk oleh gambar atau huruf tersebut. Tajam penglihatan yang
dinilai dengan cara konvensional, yang berdasar kepada kedua fungsi tadi, selalu abnormal.
Telah diketahui bahwa penderita ambliopia sulit untuk mengidentifikasi huruf yang tersusun
linear (sebaris) dibandingkan dengan huruf yang terisolasi akibat turunnya kemampuan
penglihatan kontras, maka dapat kita lakukan dengan masking, hal ini disebut Crowding
Phenomenon.1
Terkadang mata ambliopia memiliki ketajaman penglihatan 20/20 (6/6) pada huruf di
chart yang terisolasi dengan masking, namun ketajaman visus turun hingga 20/100 (6/30) bila
ada interaksi bentuk (countour interaction) ketika masking dihilangkan. Perbedaan yang besar ini
terkadang muncul juga sewaktu pasien yang sedang diobati kontrol, dimana tajam
penglihatannya jauh lebih baik pada huruf isolasi daripada huruf linear. Oleh karena itu,
ambliopia belum dikatakan sembuh hingga tajam penglihatan linear kembali normal.9
Menentukan tajam penglihatan mata ambliopia pada anak adalah pemeriksaan yang
paling penting. Walaupun untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang dapat dipercaya sulit pada

7
pasien anak anak, tapi untungnya penatalaksanaan ambliopia sangat efektif dan efisien pada
anak anak.9,10
Anak yang sudah mengetahui huruf balok dapat di tes dengan kartu Snellen standar.
Untuk Non-verbal Snellen, yang banyak digunakan adalah tes E dan tes HOTV. Tes lain
adalah dengan simbol LEA. Bentuk ini mudah bagi anak usia 1 tahun, dan mirip dengan
konfigurasi huruf Snellen. Caranya sama dengan tes HOTV.
Bila pada pemeriksaan visus subjektif dicurigai menderita ambliopia, perlu dilakukan
pemeriksaan visus objektif untuk memastikan secara objektif gangguan refraktif dan koreksinya.
Pemeriksaan visus objektif yaitu dengan Retinoskop.9,10

Simbol LEA dan HOTV Chart

Snellen Chart

8
Retinoskopi
Menentukan sifat fiksasi
Pada pasien ambliopia, sifat fiksasi haruslah ditentukan. Penglihatan sentral terletak pada
foveal; pada fiksasi eksentrik, yang digunakan untuk melihat adalah daerah retina parafoveal
hal ini sering dijumpai pada pasien dengan strabismik ambliopia daripada anisometropik
ambliopia. Fiksasi eksentrik ditandai dengan tajam penglihatan 20/200 (6/60) atau lebih buruk
lagi. Tidak cukup kiranya menentukan sifat fiksasi hanya pada posisi refleks cahaya korneal.
Fiksasi didiagnosis dengan menggunakan visuskop dan dapat didokumentasi dengan kamera
fundus Zeiss. Tes lain dapat dengan tes tutup alternat untuk fiksasi eksentrik bilateral.9,10

Visuskop
Visuskop adalah oftalmoskop yang telah dimodifikasi yang memproyeksikan target
fiksasi ke fundus. Mata yang tidak diuji ditutup. Pemeriksa memproyeksikan target fiksasi ke
dekat makula, dan pasien mengarahkan pandagannya ke tanda bintik hitam.9,10
Posisi tanda asterisk di fundus pasien dicatat. Pengujian ini diulang beberapa kali untuk
menentukan ukuran daerah fiksasi eksentrik. Pada fiksasi sentral, tanda asterisk terletak di fovea.
Pada fiksasi eksentrik, mata akan bergeser sehingga asterisk bergerak ke daerah ekstrafoveal dari
fiksasi retina.9,10
Alternate Cover Test untuk Fiksasi Eksentrik Bilateral
Fiksasi eksentrik bilateral adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai dan terjadi pada
pasien pasien dengan ambliopia bilateral dan dalam hal ini pada penyakit makula bilateral
dalam jangka lama. Misalnya bila kedua mata ekstropia atau esotropia, maka bila mata

9
kontralateral ditutup, mata yang satunya tetap pada posisi semula, tidak ada usaha untuk refiksasi
bayangan. Tes visuskop akan menunjukkan adanya fiksasi eksentrik pada kedua mata.9,10
Tes Penglihatan Stereoskopik
Tes stereoskopik dapat mendeteksi adanya gangguan penglihatan stereoskopik
(stereopsis). Pada penderita ambliopia unilateral, dapat ditemukan disparitas penglihatan
stereoskopik pada uji stereoskopik sebab penderita ambliopia unilateral hanya mengandalkan
salah satu matanya untuk melihat, sehingga kemampuan stereopsisnya berkurang. Studi
menunjukkan tes stereoskopik memiliki spesifitas yang tinggi dalam mendeteksi ambliopia pada
anak. Beberapa variasi tes stereo yang dapat dilakukan yaitu tes TNO, Titmus, Randot, dan
Frisby.9

TNO Stereotest Titmus Stereotest

Randot Stereotest Frisby Stereotest

2.7. Penatalaksanaan

10
Koreksi refraksi
Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka dapat diterapi
dengan kacamata atau lensa kontak. Ukuran kaca mata untuk mata ambliopia diberi dengan
koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. Bila dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa
kontak merupakan pilihan, karena bila memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya
(estetika) buruk. kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung menurun,
sehingga ia tidak dapat mengompensasi hipermetrop yang tidak dikoreksi seperti pada mata anak
normal. Koreksi aphakia pada anak dilakukan sesegera mungkin untuk menghindarkan
terjadinya ambliopia deprivasi. Ambliopia anisometropik dan ambliopia isometropik akan sangat
membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan.9,10

Oklusi dan degradasi optikal


1. Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang
keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau paruh waktu
(part-time).10
Oklusi full time
Oklusi full- time pada mata yang lebih baik yaitu oklusi yang diberikan setiap saat
kecuali 1 jam waktu terjaga. Hal ini sangat penting dalam pentalaksanaan ambliopia dengan cara
penggunaan mata yang rusak. Biasanya penutup mata yang digunakan adalah penutup adhesif
yang tersedia secara komersial.9,10
Ada suatu aturan/standar yang mengatakan full-time patching diberikan selama 1 minggu
setiap tahun, misalnya penderita ambliopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus memakai full-
time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya
ambliopia pada mata yang baik.

Oklusi part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil sama dengan
oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari derajat ambliopia.

11
Ambliopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan full-time
patching dibanding part-time. Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan
ambliopia berat (tajam penglihatan antara 20/100=6/30 dan 20/400=6/120), full-time patching
memberi efek sama dengan penutupan selama 6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2
jam/hari menunjukkan kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching 6 jam/hari
pada ambliopia sedang/moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100) pasien usia 3-7
tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan aktivitas melihat dekat selama 1 jam/hari.
Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam
penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing-masing mata. Hasil ini tidak selalu
dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap
diteruskan.9,10

2. Degradasi Optik
Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan menurunkan kualitas
penglihatan (degradasi optik) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari mata
yang ambliopia, sering juga disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya atropine
tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik
sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat.9,10
ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan patching
untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS juga
memperlihatkan bahwa pemberian atropine pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan
tajam penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok anak
usia 3 7 tahun dengan ambliopia sedang. Ada juga studi terbaru yang membandingkan atropine
dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7 tahun, menunjukkan atropine merupakan pilihan
efektif.10
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu tidak
mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk
menggagalkan metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi.10
Metode pilihan lain dengan prinsip yang sama adalah dengan memberikan lensa positif
dengan ukuran tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping
farmakologik atropine. 8

12
Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada pasien dengan
mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi tidak mengganggu
kemampuan penglihatan binokular.8

2.9. Prognosis
Prognosis tergantung dari :
Jenis Ambliopia : Pasien dengan anisometropia tinggi dan pasien dengan kelainan
organik, prognosisnya paling buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik prognosisnya
paling baik.
Usia dimana penatalaksanaan dimulai: Semakin muda pasien maka prognosis semakin
baik.
Dalamnya ambliopia pada saat terapi dimulai : Semakin bagus tajam penglihatan awal
pada mata ambliopia, maka prognosisnya juga semakin baik

DAFTAR PUSTAKA

13
1. Ilyas, Prof. Dr. H. Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.

2. Press L, Coats D. 2004. Amblyopia. Harley Pediatric Ophtalmology fifth. Edition.


Philadelphia, Pennsylvania.

3. American Academy Ophtalmology. 2006. Pediatric Ophtalmology. San Fransisco.

4. Wright, Kenneth W, et.al. 2006. Handbook of Pediatric Ophtalmology and Strabismus.


Springer: New York.

5. Amblyopia in Common Eye Conditions Disorders and Diseases. Available at:


http://www.middleseweye.com/eye_conditions.htm.

6. Cole AE, etc. 2012. Amblyopia. Sanfransisco, Amerika.

7. Amblyopia : Treat Lazy Eye in early childhood. Available at :


http://www.eyesite.ca/english/public-information/eye-
conditions/pdfs/amblyopia.pdf#search=amblyopia

8. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2009. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta : EGC.

9. Rouse MW et al. Care of the Patient with Amblyopia. In: Optometric Clinical Practice
Guideline. American Optometric Association, 1994.

10. Webber AL, Wood J. Amblyopia: prevalence, natural history, functional effects and
treatment; A Review. Clinical and Experimental Optometry, 2005.

14

Anda mungkin juga menyukai