Anda di halaman 1dari 7

Adalah suatu kenyataan bahwa minyak dan gas masih merupakan sumber energi

yang paling banyak dan paling mudah digunakan. Konsekwensinya pemakaian


minyak dan gas terus saja meningkat walaupun beberapa energi alternatif telah
tersedia. Menyadari hal ini, maka berbagai perusahaan migas di seluruh dunia
selalu mencari sumbersumber atau sumur-sumur minyak maupun ladang-
ladang minyak baru. Bersamaan dengan itu berbagai upaya terus dilakukan agar
cadangan minyak yang ada di reservoir dapat diproduksi sebanyak mungkin.

Terhadap sumur-sumur minyak yang baru ditemukan dilakukanlah pengeboran


untuk memproduksi minyak mentah (crude oil) dari perut bumi. Crude oil ini
kemudian diolah dan menghasilkan berbagai produk siap pakai seperti Solar,
Premium, Pertamax, Avtur, Avgas, dan sebagainya. Tahapan ini dikenal
sebagai Primary Recovery. Jadi pada tahap primary recovery, minyak dan/atau
gas dikeluarkan dari reservoir dengan pemompaan sampai batas optimal.

Pada saat tertentu minyak atau gas tidak lagi naik walaupun dipompa terus. Agar
pro-duksi tetap berjalan, dilakukanlah analisis terhadap sumur. Bila kandungan
migas masih ada di reservoir maka dilakukanlah injeksi fluida ke reservoir. Fluida
yang diinjeksikan bisa berupa gas atau air. Fluida tersebut dialirkan dengan
tekanan yang tinggi sehingga bisa mendorong minyak naik ketika dipompa.
Proses ini dikenal sebagai secondary recovery. Bila fluida yang diinjeksikan
adalah air maka istilah yang digunakan pada proses ini adalah waterflooding.
Sedangkan bila gas yang diinjeksikan maka disebut sebagai pressure
maintenance project.

Saat ini teknologi yang lebih banyak digunakan dalam secondary recovery
adalah water-flooding. Pertimbangannya antara lain karena harga gas yang
semakin mahal. Hasil yang diperoleh dari waterflooding bisa mencapai 38 sampai
dengan 43% dari cadangan yang tersedia di reservoir. Walaupun teknologi ini
cukup memberi hasil yang memuaskan namun tetap saja mempunyai
keterbatasan. Bila viskositas minyak cukup tinggi maka waterflooding tidak
mampu lagi untuk mendorong cadangan minyak tersebut. Akibatnya walaupun
dipompa maka minyak tersebut tidak dapat lagi disedot ke atas.

Untuk mengatasi kesulitan dengan tingginya viskositas minyak maka para ahli
perminyakan tidak kehabisan akal. Mereka terus berpikir dan mencari solusi
bagaimana caranya mengeluarkan minyak dan gas sebanyak mungkin dari
reservoir. Bagi para ahli perminyakan, selama kandungan minyak masih ada di
dalam perut bumi maka harus dicari cara untuk mengeluarkannya. Akhirnya
ditemukanlah teknologi baru yang dikenal dengan tertiary recovery atau lebih
populer dengan sebutan Enhanced Oil Recovery (EOR). EOR ini disebut sebagai
tertiary recovery karena merupakan tahapan ketiga dari recovery terhadap
sumur minyak. Tahap pertama atau primary recovery adalah pemompaan yang
dilakukan pertama kali dan recovery kedua atau secondary recovery adalah
pemompaan setelah dilakukan treatment terhadap reservoir yaitu dengan
menyuntikkan gas atau air yang disebut dengan waterflooding.
TEORI DAN PEMBAHASAN INJEKSI POLIMER

Injeksi Polimer

Injeksi polimer pada dasarnya merupakan injeksi air yang disempurnakan.


Penambahan polimer ke dalam air injeksi dimaksudkan untuk memperbaiki sifat
fluida pendesak, dengan harapan perolehan minyaknya akan lebih besar. Tetapi,
tidak semua kasus kegagalan (rendahnya perolehan minyak) dari injeksi air
dapat ditanggulangi dengan penambahan polimer. Bila penyebabnya adalah
harga perbandingan mobilitas yang kurang menguntungkan, tau heterogenitas
batuannya, maka injeksi polimer akan dapat menanggulanginya.

Meskipun demikian, ada satu persyaratan lain yang harus dipenuhi agar injeksi
polimer berhasil, yaitu kondisi reservoir yang sesuai. Pada tabel 5-1 diberikan
kriteria seleksi untuk penerapan injeksi polimer.

Karakteristik Polimer

Karakteristik polimer diantaranya terdiri dari kimiawi polimer, rheologi dan


ukuran polimer.

Kimiawi Polimer

Ada dua tipe dasar polimer yang saat ini banyak digunakan untuk EOR yaitu
polisakarida dan poliakrilamida. Jenis polisakarida yang digunakan dalam EOR
adalah xanthangum yang dihasilkan dari akuifitas bakteri xanthomonas
campetris.

Sedangkan molekul poliakrilamida terbentuk rantai panjang molekul-molekul


monomer akrilamid

Rheologi

Larutan polimer yang terdiri atas molekul-molekul raksasa merupakan fluida non
Newtonion, sehingga kelkuan alirannya terlalu kompleks untuk dinyatakan dalam
satu parameter, yaitu viskositas. Rheologi larutan meliputi :

Viscoelastisitas dan elaxation time

Aliran laminer

Mengalir dengan arus longitudinal


Dalam hubungannya dengan penurunan permeabililtas dikenal faktor resistensi
(R yang mengukur pengurangan mobilitas. Harga R dipengaruhi oleh konsentrasi
polimer. Secara matematis R dinyatakan sebagai berikut :

...........................................................................................(a)

Ukuran Polimer

Ukuran polimer dapat ditentukan secara matematis atau melakukan percobaan.


Flory (1953) merumuskan untuk polimer non-ionik :

...........................................................................................(b)

Sedangkan untuk polimer linier :

.............................................................................................(c)

dimana:

W = berat molekul polimer

= viscositas minyak intrinsik

s = radius putaran molekul polimer.

= viscositas larutan polimer.

s = viscositas pelarut.

c = konsentrasi polimer.

Mekanisme Pendesakan

Seperti halnya pada metode lainnya dalam proyek peningkatan perolehan


minyak, maka saat fluida diinjeksikan masuk ke dalam sumur dan kontak
pertama terjadi maka mekanisme mulai bekerja. Dengan adanya penambahan
sejumlah polimer ke dalam air, akan meningkatkan viskositas air sebagai fluida
pendesak, sehingga mobilitas air sendiri menjadi lebih kecil dari semula dengan
demikian mekanisme pendesakan menjadi lebih efektif.

Polimer ini berfungsi untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan invasi,


sehingga Sor yang terakumulasi dalam media pori yang lebih kecil akan dapat
lebih tersapu dan terdesak. Dalam usaha proyek polimer flooding ini
membutuhkan analisa dan kriteria yang tepat terhadap suatu reservoir, oleh
karena itu studi pendahuluan merupakan faktor yang penting.
Konsep Pendesakan

Suatu fluida yang terdapat di dalam reservoir apabila didesak oleh fluida lainnya,
maka akan terdapat suatu zona transisi atau zona campuran. Zona tersebut
mempunyai perubahan saturasi dari fluida pendesak dan fluida yang didesaknya
dengan jarak yang cukup jelas.

Zona transisi akan mempunyai perubahan saturasi fluida dengan variasi 100%
fluida pendesak sampai 100% fluida yang didesak. Bagian reservoir yang diisi
oleh fluida pendesak terus bertambah besar dan minyak yang terdesak terus
berkurang, karena sebagian mulai terproduksi dari sumur produksinya.

Pendesakan Tak Tercampur

Pendesakan tak tercampur (immicible displacement) adalah proses pendesakan


dengan menginjeksikan fluida yang mempunyai sifat tidak mencampur dengan
fluida reservoir .

Apabila fluida pendesak bersifat tidak membasahi, maka akan terbentuk suatu
bidang antar permukaan, antara fluida yang membasahi dan fluida yang bersifat
tidak membasahi. Fluida injeksi harus melalui bidang antar muka tersebut supaya
dapat masuk ke reservoir, untuk itu diperlukan suatu gradien tekanan
pendesakan (displacement pressure). Pada lubang pori-pori yang kecil saja
gradien tekanan yang diperlukan sangat besar, terutama pada lubang bor.
Dengan demikian, pada umumnya injeksi fluida yang bersifat tidak membasahi
akan lebih efisien jika digunakan pada daerah yang mempunyai lubang pori-pori
yang besar.

Apabila fluida pendesak bersifat membasahi, maka gradien tekanan pendesakan


tidak mutlak diperlukan. Proses pendesakan akan terus berlangsung selama
fluida yang didesak masih terus mengalir hingga dicapai suatu keadaan dimana
fluida yang didesak akan merupakan fasa tidak kontinyu dan mempunyai harga
permeabilitas efektif mendekati harga nol yang sudah dapat mengalir lagi.

Proses pendesakan oleh fluida membasahi lebih efisien jika dibandingkan dengan
pendesakan oleh fluida yang tidak membasahi. Hal ini terjadi karena adanya efek
kapiler, gradien saturasi di belakang front, zona transisi yang sempit dan saturasi
fluida yang diinjeksi lebih sempit.

Apabila fluida pendesak lebih viscous daripada fluida yang didesak (seperti air
mendesak gas atau minyak ringan) dan perbedaan porositas yang terdapat pada
batuan reservoir tidak begitu banyak, maka bidang front akan lebih jelas
nampak. Jadi semua fluida yang didesak, baik gas ataupun minyak akan mengalir
di depan front sedangkan di belakang front hanya terdapat saturasi sisa dari
fluida-fluida yang didesak tersebut.
Apabila air yang merupakan fluida pendesak kurang viscous jika dibandingkan
dengan fluida yang didesak (misalnya minyak yang sangat berat) atau
terdapatnya suatu perbedaan porositas yang sangat besar pada reservoir
tersebut, maka zona transisinya akan semakin besar dan bidang front antara
fluida pendesak dengan fluida yang didesak tidak tampak dengan jelas. Di
samping itu suatu penerobosan fluida pendesak lebih mungkin terjadi, sehingga
akan meninggalkan residu fluida yang didesak oleh minyak

Pelaksanaan Di Lapangan

Pelaksanaan operasi injeksi polimer di lapangan pada garis besarnya dibagi


menjadi dua, yaitu sistem pencampuran polimer dan sistem injeksi polimer.

Sistem Pencampuran Polimer

Pencampuran polimer umumnya dilakukan di dalam fasilitas pencampur seperti


ditunjukkan pada gambar 3.38. Bagian utama dari peralatan ini adalah
pencampur (mixer) polimer kering, yang mengukur butiran dan serbuk polimer di
dalam pengatur aliran air untuk memberikan dispersi yang seragam. Persiapan
ini menyebabkan polimer kontak dengan aliran air yang berputar (swirling
stream) didalam alat funnel-shaped. Jenis merk dagang perawatan tersebut itu
adalah GACO dan Dow mixer. Laju feed polimer untuk pencampuran diatur
dengan sebuah speed feed anger. Laju alir perlu diatur untuk memberikan
kebutuhan percampuran di dalam funnel. Air yang tersisa setelah tercapai
konsentrasi polimer yang diinginkan dimasukkan ke dalam pencampur sebagi
aliran by pass yang bercampur dengan dispersi polimer dibagian bawah alat
pencampur (mixer).

Perlakuan terhadap polimer kering yang disimpan di dalam feed hopper


umumnya dilakukan dengan salah satu jarak sebagai berikut. Dalam skala
operasi kecil, karung-karung seberat 50 pounds polimer dimasukkan ke dalam
feed hoper atau ke dalam storage bin dan dialirkan ke feed hoper secara
pneumatik (pompa angin).

Karena laju larutan polimer yang berkonsentrasi tinggi begitu lambat, dibutuhkan
tangki-tangki pencampur yang relatif besar di bagian bawah. Tangki-tangki ini
biasanya di isi dengan nitrogen untuk mengeluarkan oxigen yang berasal dari
udara. Ini juga adalah tempat yang biasanya untuk memasukkan pemakan
oksigen (oxygen scavenger) atau biosida bila dirasa diperlukan. Polimer yang
telah tercampur dalam tangki diinjeksikan secara langsung dengan
menggunakan pompa jenis positive displacement. Jika dikhawatirkan akan terjadi
penyumbatan permukaan (face plugging) di sumur injeksi, well head cartridge
filter bisa digunakan untuk memastikan polimer yang telah diinjeksikan tidak
terdapat penggumpalan gel dari polimer dengan konsentrasi tinggi.
Persiapan larutan polimer dari polimer emulsi atau dari persediaan tidak begitu
kompleks. Hanya dibutuhkan pengukuran air dan penambahan zat-zat kimia.
Cairan polimer seringkali dapat disempurnakan dengan mixer statis atau mixer
in-line tanpa memakai tangki pencampur yang besar. Konsentrasi polimer yang
tinggi disimpan di dalam sebuah tangki dengan menggunakan pompa dengan
ukuran untuk mengontrol kecepatan polimer yang masuk ke dalam mixer.

Sistim Injeksi Polimer

Injeksi fluida ke dalam reservoir melalui beberapa sumur umumnya dilakukan


dengan memakai sistim manifold. Gambar 3.39. menggambarkan sistim yang
sederhana. Karena umumnya digunakan pompa positive displacement untuk
menginjeksikan fluida ke dalam reservoir, laju aliran volumetris totoal dapat
dikontrol untuk melihat program injeksi secara keseluruhan. Tanpa alat
pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif dapat ditentukan
dengan flow resistance (daya tahan aliran) dalam masing-masing sumur injeksi.
Untuk mengimbangi injeksi yang terkontrol, dibutuhkan jenis kontrol aliran pada
masing-masing sumur. Dalam beberapa kasus, jika fluida yang diinjeksikan
adalah air atau slug tercampur (miscible slug), throttling valve sederhanadapat
untuk mengatur aliran fluida. Jika sejumlah sumur menerima fluida dari satu
pompa dalam jumlah besar, alat-alat pengontrol tersebut menjadi tidak stabil
karena seluruh sistim saling berhubungan. Perubahan sedikit saja dari alat
throttling (katup penyumbat) pada satu sumur menyebabkan perubahan aliran di
semua sumur yang lain karena laju alir total tetap konstan. Namun sistim ini
tetap bekerja jika cukup monitoring terhadap laju injeksi pada masing-masing
sumur.

Injeksi polimer polycrylamide memerlukan larutan khusus dalam masalah


pengontrolan laju injeksi. Polimer-polimer tersebut rentan terhadap penurunan
shear pada saat melewati throttling valve. Cara yang umumya digunakan untuk
mengontrol rate (kecepatan) adalah penempatan tubing panjang dengan
diameter relatif kecil. Karena polimer-polimer sedikit sensitif terhadap viscous
shear daripada viscoelastic shear di dalam pipa orifice atau peralatan yang
serupa, tubing-tubing tersebut menyempurnakan sasaran (tujuan) kontrol aliran
tanpa menurunkan kualitas polimer.

Diameter tubing dihitung berdasarkan shear rate untuk laju alir yang diinginkan,
sedangkan panjang coil (tubing) dihitung berdasarkan tekanan yang harus
dihilangkan sebelum memasukkan wellhead.

Perilaku Reservoir Setelah Diinjeksikan Polimer

Bila karakteristik reservoir telah cocok untuk injeksi polimer, diharapkan perilaku
reservoir setelah injeksi polimer mempunyai hasil yang baik. Dari data-data di
lapangan yang telah berhasil dilakukan injeksi kimia dapat menggambarkan
perilaku reservoir setelah injeksi kimia.
Perolehan minyak tambahan yang dapat diharapkan dari injeksi polimer adalah
kira-kira sebesar 5% dari residual oil reserves. Sedangkan untuk sumur-sumur
produksi reservoir minyak dengan solution gas drive, perolehan minyak
bertambah kira-kira 25%. Dan untuk sumur-sumur produksi dengan water drive,
injeksi gas atau gravity drainage perolehan minyak yang dapat dihasilkan sekitar
15 %. Perolehan minyak ini lebih besar daripada menggunakan injeksi air
konvensional.

Laju produksi minyak bertambah dari awal dilakukannya proses injeksi polimer.
Water cut dari sumur produksi dapat diturunkan, sedangkan WOR (water oil ratio)
berkurang dengan banyak selama proses injeksi polimer sekitar 66% dari OOIP
(original oil in place).

KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:

Injeksi polimer merupakan penyempurnaan dari injeksi air.

Karakteristik polimer sangat berpengaruh dalam mencapai pola injeksi yang


baik.

Untuk meningkatkan pola injeksi yang baik maka mekanisme pendesak harus di
jalankan secara efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai