Pada saat tertentu minyak atau gas tidak lagi naik walaupun dipompa terus. Agar
pro-duksi tetap berjalan, dilakukanlah analisis terhadap sumur. Bila kandungan
migas masih ada di reservoir maka dilakukanlah injeksi fluida ke reservoir. Fluida
yang diinjeksikan bisa berupa gas atau air. Fluida tersebut dialirkan dengan
tekanan yang tinggi sehingga bisa mendorong minyak naik ketika dipompa.
Proses ini dikenal sebagai secondary recovery. Bila fluida yang diinjeksikan
adalah air maka istilah yang digunakan pada proses ini adalah waterflooding.
Sedangkan bila gas yang diinjeksikan maka disebut sebagai pressure
maintenance project.
Saat ini teknologi yang lebih banyak digunakan dalam secondary recovery
adalah water-flooding. Pertimbangannya antara lain karena harga gas yang
semakin mahal. Hasil yang diperoleh dari waterflooding bisa mencapai 38 sampai
dengan 43% dari cadangan yang tersedia di reservoir. Walaupun teknologi ini
cukup memberi hasil yang memuaskan namun tetap saja mempunyai
keterbatasan. Bila viskositas minyak cukup tinggi maka waterflooding tidak
mampu lagi untuk mendorong cadangan minyak tersebut. Akibatnya walaupun
dipompa maka minyak tersebut tidak dapat lagi disedot ke atas.
Untuk mengatasi kesulitan dengan tingginya viskositas minyak maka para ahli
perminyakan tidak kehabisan akal. Mereka terus berpikir dan mencari solusi
bagaimana caranya mengeluarkan minyak dan gas sebanyak mungkin dari
reservoir. Bagi para ahli perminyakan, selama kandungan minyak masih ada di
dalam perut bumi maka harus dicari cara untuk mengeluarkannya. Akhirnya
ditemukanlah teknologi baru yang dikenal dengan tertiary recovery atau lebih
populer dengan sebutan Enhanced Oil Recovery (EOR). EOR ini disebut sebagai
tertiary recovery karena merupakan tahapan ketiga dari recovery terhadap
sumur minyak. Tahap pertama atau primary recovery adalah pemompaan yang
dilakukan pertama kali dan recovery kedua atau secondary recovery adalah
pemompaan setelah dilakukan treatment terhadap reservoir yaitu dengan
menyuntikkan gas atau air yang disebut dengan waterflooding.
TEORI DAN PEMBAHASAN INJEKSI POLIMER
Injeksi Polimer
Meskipun demikian, ada satu persyaratan lain yang harus dipenuhi agar injeksi
polimer berhasil, yaitu kondisi reservoir yang sesuai. Pada tabel 5-1 diberikan
kriteria seleksi untuk penerapan injeksi polimer.
Karakteristik Polimer
Kimiawi Polimer
Ada dua tipe dasar polimer yang saat ini banyak digunakan untuk EOR yaitu
polisakarida dan poliakrilamida. Jenis polisakarida yang digunakan dalam EOR
adalah xanthangum yang dihasilkan dari akuifitas bakteri xanthomonas
campetris.
Rheologi
Larutan polimer yang terdiri atas molekul-molekul raksasa merupakan fluida non
Newtonion, sehingga kelkuan alirannya terlalu kompleks untuk dinyatakan dalam
satu parameter, yaitu viskositas. Rheologi larutan meliputi :
Aliran laminer
...........................................................................................(a)
Ukuran Polimer
...........................................................................................(b)
.............................................................................................(c)
dimana:
s = viscositas pelarut.
c = konsentrasi polimer.
Mekanisme Pendesakan
Suatu fluida yang terdapat di dalam reservoir apabila didesak oleh fluida lainnya,
maka akan terdapat suatu zona transisi atau zona campuran. Zona tersebut
mempunyai perubahan saturasi dari fluida pendesak dan fluida yang didesaknya
dengan jarak yang cukup jelas.
Zona transisi akan mempunyai perubahan saturasi fluida dengan variasi 100%
fluida pendesak sampai 100% fluida yang didesak. Bagian reservoir yang diisi
oleh fluida pendesak terus bertambah besar dan minyak yang terdesak terus
berkurang, karena sebagian mulai terproduksi dari sumur produksinya.
Apabila fluida pendesak bersifat tidak membasahi, maka akan terbentuk suatu
bidang antar permukaan, antara fluida yang membasahi dan fluida yang bersifat
tidak membasahi. Fluida injeksi harus melalui bidang antar muka tersebut supaya
dapat masuk ke reservoir, untuk itu diperlukan suatu gradien tekanan
pendesakan (displacement pressure). Pada lubang pori-pori yang kecil saja
gradien tekanan yang diperlukan sangat besar, terutama pada lubang bor.
Dengan demikian, pada umumnya injeksi fluida yang bersifat tidak membasahi
akan lebih efisien jika digunakan pada daerah yang mempunyai lubang pori-pori
yang besar.
Proses pendesakan oleh fluida membasahi lebih efisien jika dibandingkan dengan
pendesakan oleh fluida yang tidak membasahi. Hal ini terjadi karena adanya efek
kapiler, gradien saturasi di belakang front, zona transisi yang sempit dan saturasi
fluida yang diinjeksi lebih sempit.
Apabila fluida pendesak lebih viscous daripada fluida yang didesak (seperti air
mendesak gas atau minyak ringan) dan perbedaan porositas yang terdapat pada
batuan reservoir tidak begitu banyak, maka bidang front akan lebih jelas
nampak. Jadi semua fluida yang didesak, baik gas ataupun minyak akan mengalir
di depan front sedangkan di belakang front hanya terdapat saturasi sisa dari
fluida-fluida yang didesak tersebut.
Apabila air yang merupakan fluida pendesak kurang viscous jika dibandingkan
dengan fluida yang didesak (misalnya minyak yang sangat berat) atau
terdapatnya suatu perbedaan porositas yang sangat besar pada reservoir
tersebut, maka zona transisinya akan semakin besar dan bidang front antara
fluida pendesak dengan fluida yang didesak tidak tampak dengan jelas. Di
samping itu suatu penerobosan fluida pendesak lebih mungkin terjadi, sehingga
akan meninggalkan residu fluida yang didesak oleh minyak
Pelaksanaan Di Lapangan
Karena laju larutan polimer yang berkonsentrasi tinggi begitu lambat, dibutuhkan
tangki-tangki pencampur yang relatif besar di bagian bawah. Tangki-tangki ini
biasanya di isi dengan nitrogen untuk mengeluarkan oxigen yang berasal dari
udara. Ini juga adalah tempat yang biasanya untuk memasukkan pemakan
oksigen (oxygen scavenger) atau biosida bila dirasa diperlukan. Polimer yang
telah tercampur dalam tangki diinjeksikan secara langsung dengan
menggunakan pompa jenis positive displacement. Jika dikhawatirkan akan terjadi
penyumbatan permukaan (face plugging) di sumur injeksi, well head cartridge
filter bisa digunakan untuk memastikan polimer yang telah diinjeksikan tidak
terdapat penggumpalan gel dari polimer dengan konsentrasi tinggi.
Persiapan larutan polimer dari polimer emulsi atau dari persediaan tidak begitu
kompleks. Hanya dibutuhkan pengukuran air dan penambahan zat-zat kimia.
Cairan polimer seringkali dapat disempurnakan dengan mixer statis atau mixer
in-line tanpa memakai tangki pencampur yang besar. Konsentrasi polimer yang
tinggi disimpan di dalam sebuah tangki dengan menggunakan pompa dengan
ukuran untuk mengontrol kecepatan polimer yang masuk ke dalam mixer.
Diameter tubing dihitung berdasarkan shear rate untuk laju alir yang diinginkan,
sedangkan panjang coil (tubing) dihitung berdasarkan tekanan yang harus
dihilangkan sebelum memasukkan wellhead.
Bila karakteristik reservoir telah cocok untuk injeksi polimer, diharapkan perilaku
reservoir setelah injeksi polimer mempunyai hasil yang baik. Dari data-data di
lapangan yang telah berhasil dilakukan injeksi kimia dapat menggambarkan
perilaku reservoir setelah injeksi kimia.
Perolehan minyak tambahan yang dapat diharapkan dari injeksi polimer adalah
kira-kira sebesar 5% dari residual oil reserves. Sedangkan untuk sumur-sumur
produksi reservoir minyak dengan solution gas drive, perolehan minyak
bertambah kira-kira 25%. Dan untuk sumur-sumur produksi dengan water drive,
injeksi gas atau gravity drainage perolehan minyak yang dapat dihasilkan sekitar
15 %. Perolehan minyak ini lebih besar daripada menggunakan injeksi air
konvensional.
Laju produksi minyak bertambah dari awal dilakukannya proses injeksi polimer.
Water cut dari sumur produksi dapat diturunkan, sedangkan WOR (water oil ratio)
berkurang dengan banyak selama proses injeksi polimer sekitar 66% dari OOIP
(original oil in place).
KESIMPULAN
Untuk meningkatkan pola injeksi yang baik maka mekanisme pendesak harus di
jalankan secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA