Anda di halaman 1dari 16

A.

Definisi Polimer
Polimer merupakan molekul raksasa (makromolekul) yang merupakan
gabungan dari monomer - monomer. polimer mempunyai massa molekul
relatif yang sangat besar, yaitu sekitar 500-10.000 kali berat molekul unit
ulangnya. istilah polimer berasal dari bahasa yunani, polys = banyak dan
meros = bagian, yang berarti banyak bagian atau banyak monomer.
B. Klasifikasi polimer
Berdasarkan asal polimer:

Polimer alam: polimer yang tersedia secara alami di alam. Contoh:


karet alam (dari monomer-monomer 2-metil-1,3-butadiena/isoprena),
selulosa (dari monomer-monomer glukosa), protein (dari monomer-
monomer asam amino), amilum, asam nukleat.
Polimer sintetik: polimer buatan hasil sintetis indukstri/pabrikan.
Contoh: nilon (dari asam adipat dengan heksametilena), PVC (dari vinil
klorida), polietilena, poliester (dari diasil klorida dengan alkanadiol)

Berdasarkan jenis monomer:

Homopolimer: terbentuk dari monomer-monomer sejenis. Contoh:


polisterina, polipropilena, selulosa, PVC, teflon.
Kopolimer: terbentuk dari monomer-monomer yang tak sejenis.
Contoh: nilon 66, tetoron, dakron, protein (dari berbagai macam asam
amino), DNA (dari pentosa, basa nitrogen, dan asam fosfat), bakelit (dari
fenol dan formaldehida), melamin (dari urea dan formaldehida)

Berdasarkan penggunaan polimer:

Serat: polimer yang dimanfaatkan sebagai serat. Misalnya: untuk kain


dan benang. Contoh: poliester, nilon, dan dakron.
Plastik: polimer yang dimanfaatkan untuk plastik. Contoh: bakelit,
polietilena, PVC, polisterina, dan polipropilena.

Berdasarkan sifatnya terhadap panas:

Polimer termoplas/termoplastis: polimer yang melunak ketika


dipanaskan dan dapat kembali ke bentuk semula. Contoh: PVC, polietilena,
polipropilena
Polimer termosetting: polimer yang tidak melunak ketika dipanaskan
dan tidak dapat kembali ke bentuk semula. Contoh: melamin, selulosa
Reaksi Polimerisasi, Pembentukan Polimer, Adisi, Radikal Bebas, Ion, Kondensasi, Kimia
- Carothers, pakar kimia USA menggolongkan mekanisme polimerisasi ke dalam dua
golongan, yaitu polimerisasi adisi dan polimerisasi kondensasi. Polimerisasi adisi melibatkan
reaksi rantai. Penyebab reaksi rantai dapat berupa radikal bebas atau ion. Polimerisasi adisi
terjadi pada senyawa yang memiliki ikatan rangkap, seperti etena.

Polimerisasi kondensasi adalah reaksi dua molekul bergugus fungsi lebih dari satu
menghasilkan molekul besar dengan gugus fungsi yang juga lebih dari satu diikuti
penyingkiran molekul kecil.

a. Polimerisasi Adisi

Polimerisasi adisi terjadi dalam tiga tahap, yaitu pemicuan, perambatan, dan pengakhiran.
Oleh karena pembawa rantai dapat berupa ion atau radikal bebas maka polimerisasi adisi
digolongkan ke dalam polimerisasi radikal bebas dan polimerisasi ion.

1) Radikal Bebas

Radikal bebas biasanya dibentuk melalui penguraian zat kurang stabil dengan energi tertentu.
Radikal bebas menjadi pemicu pada polimerisasi. Zat pemicu berupa senyawa peroksida,
seperti dibenzoil peroksida dan azodiisobutironitril.

Jika radikal bebas dinyatakan dengan R dan molekul monomer dinyatakan


dengan CH2=CHX maka tahap pemicuan dapat digambarkan sebagai berikut.

R + H2C = CHX R CH2 CHX

Tahap perambatan adalah perpanjangan (elongasi) radikal bebas yang terbentuk pada tahap
pemicuan dengan monomer-monomer lain:

R CH2 CHX + CH2=CHX R CH2 CHX CH2 CHX

Tahap pengakhiran dapat terjadi dengan cara berikut.


atau melalui reaksi disproporsionasi:

Laju polimerisasi dapat dikendalikan dengan menggunakan zat penghambat (inhibitor) dan
pelambat (retarder). Penghambat bereaksi dengan radikal bebas ketika radikal bebas
terbentuk. Polimerisasi tidak akan berlanjut sebelum seluruh zat penghambat habis terpakai.

Kuinon dapat bertindak sebagai zat penghambat bagi banyak sistem polimerisasi sebab
kuinon bereaksi dengan radikal bebas menghasilkan radikal yang mantap akibat resonansi.
Radikal bebas yang mantap ini tidak dapat memicu polimerisasi lebih lanjut.

Zat pelambat yang biasa digunakan adalah gas oksigen. Gas ini kurang reaktif dibandingkan
dengan penghambat. Cara kerja zat pelambat adalah melalui persaingan dengan monomer
untuk bereaksi dengan radikal bebas sehingga laju polimerisasi menurun. Persamaannya:

2) Polimerisasi Ionik

Polimerisasi adisi dapat terjadi melalui mekanisme yang tidak melibatkan radikal bebas.
Dalam hal ini, pembawa rantai dapat berupa ion karbonium (polimerisasi kation) atau ion
karbanion (polimerisasi anion).

Dalam polimerisasi kation, monomer pembawa rantai adalah ion karbonium. Katalis untuk
reaksi ini adalah asam Lewis, seperti AlCl3, BF3, TiCl4, SnCl4, H2SO4, dan asam kuat lainnya.

Polimerisasi radikal bebas memerlukan energi atau suhu tinggi, sebaliknya polimerisasi
kation paling baik dilakukan pada suhu rendah.

Misalnya, polimerisasi 2metilpropena berlangsung optimum pada 100 oC dengan adanya


katalis BF3 atau AlCl3.

Polimerisasi kation terjadi pada monomer yang memiliki gugus yang mudah melepaskan
elektron. Dalam polimerisasi yang dikatalis oleh asam, tahap pemicuan dapat digambarkan
sebagai berikut.

HA adalah molekul asam, seperti HCl, H2SO4, dan HClO4. Pada tahap pemicuan, proton
dialihkan dari asam ke monomer sehingga menghasilkan ion karbonium (C+).

Tabel 1. Beberapa Singkatan Polimer


2) Polimerisasi Ionik

Polimerisasi adisi dapat terjadi melalui mekanisme yang tidak melibatkan radikal bebas.
Dalam hal ini, pembawa rantai dapat berupa ion karbonium (polimerisasi kation) atau ion
karbanion (polimerisasi anion).
Dalam polimerisasi kation, monomer pembawa rantai adalah ion karbonium. Katalis untuk
reaksi ini adalah asam Lewis, seperti AlCl3, BF3, TiCl4, SnCl4, H2SO4, dan asam kuat lainnya.

Polimerisasi radikal bebas memerlukan energi atau suhu tinggi, sebaliknya polimerisasi
kation paling baik dilakukan pada suhu rendah.

Misalnya, polimerisasi 2metilpropena berlangsung optimum pada 100 oC dengan adanya


katalis BF3 atau AlCl3.

Polimerisasi kation terjadi pada monomer yang memiliki gugus yang mudah melepaskan
elektron. Dalam polimerisasi yang dikatalis oleh asam, tahap pemicuan dapat digambarkan
sebagai berikut.

HA adalah molekul asam, seperti HCl, H2SO4, dan HClO4. Pada tahap pemicuan, proton
dialihkan dari asam ke monomer sehingga menghasilkan ion karbonium (C+).

Tabel 1. Beberapa Singkatan Polimer

Nomor Singkatan Polimer


1 PET Polyethyleneterephthalate
2 HDPE High density polyethylene
3 PVC Polyvinyl chloride
4 LDPE Low density polyethylene
5 PP Polypropylene
6 PS Polystyrene

Perambatan berupa adisi monomer terhadap ion karbonium, prosesnya hampir sama dengan
perambatan pada radikal bebas.
Pengakhiran rantai dapat terjadi melalui berbagai proses. Proses paling sederhana adalah
penggabungan ion karbonium dan anion pasangannya (disebut ion lawan).

Dalam polimerisasi anion, monomer pembawa rantai adalah suatu karbanion (C -). Dalam hal
ini, monomer pembawa rantai adalah yang memiliki gugus dengan keelektronegatifan tinggi,
seperti propenitril (akrilonitril), 2metilpropenoat (metil metakrilat), dan feniletena (stirena).

Seperti polimerisasi kation, reaksi polimerisasi anion optimum pada suhu rendah. Katalis
yang dapat dipakai adalah logam alkali, alkil, aril, dan amida logam alkali.

Contohnya adalah kalium amida (KNH2) yang dalam pelarut amonia cair dapat mempercepat
polimerisasi monomer CH2=CHX dalam amonia. Kalium amida akan terionisasi kuat
sehingga pemicuan dapat berlangsung seperti berikut.

Perambatan merupakan adisi monomer pada karbanion yang dihasilkan, yaitu:

Proses pengakhiran pada polimerisasi anion tidak begitu jelas seperti pada polimerisasi kation
sebab penggabungan rantai anion dengan ion lawan (K+) tidak terjadi. Namun demikian, jika
terdapat sedikit air, karbon dioksida, atau alkohol akan mengakhiri pertumbuhan rantai.

b. Polimerisasi Kondensasi

Polimerisasi kondensasi melibatkan penggabungan molekul kecil membentuk molekul besar


melalui reaksi kondensasi. Jika etanol dan asam asetat dipanaskan dengan sedikit asam sulfat
pekat, akan terbentuk ester etil asetat disertai penyingkiran molekul air. Reaksi esterifikasi
akan berhenti, sebab tidak ada gugus fungsi lagi yang dapat membentuk polimer.

Namun demikian, jika setiap molekul pereaksi mengandung dua atau lebih gugus fungsional
maka reaksi berikutnya boleh jadi terbentuk. Misalnya, reaksi antara dua monomer asam
heksanadioat (asam adipat) dan etana1,2diol (etilen glikol).
Dapat dilihat bahwa hasil reaksi masih mengandung dua gugus fungsional. Oleh karenanya,
reaksi berikutnya dengan monomer dapat terjadi, baik pada ujung hidroksil maupun pada
ujung karboksil.

Polimer yang terbentuk mengandung satuan berulang (OCH2CH2OOHCH(CH2)4CO).


Massa molekul bertambah secara bertahap dan waktu reaksi sangat lama jika diharapkan
massa molekul polimer yang terbentuk sangat besar. Jadi, polimerisasi kondensasi berbeda
dengan polimerisasi adisi.

Pada polimerisasi kondensasi tidak terjadi pengakhiran. Polimerisasi berlangsung terus


sampai tidak ada lagi gugus fungsi yang dapat membentuk polimer. Namun demikian, reaksi
polimerisasi dapat dikendalikan dengan mengubah suhu. Misalnya, reaksi dapat dihentikan
dengan cara didinginkan, tetapi polimerisasi dapat mulai lagi jika suhu dinaikkan.

Cara menghentikan reaksi yang lebih kekal adalah dengan menggunakan penghentian ujung.
Misalnya, penambahan sedikit asam asetat pada reaksi pertumbuhan polimer. Oleh karena
asam asetat bergugus fungsional tunggal, sekali asam itu bereaksi dengan ujung rantai yang
sedang tumbuh maka tidak akan terjadi lagi reaksi lebih lanjut. Jadi, polimerisasi yang sedang
berlangsung dapat dikendalikan.
(http://perpustakaancyber.blogspot.co.id/2013/10/reaksi-polimerisasi-pembentukan-
polimer.html)

Kinetika Reaksi
Reaksi polimerisasi digolongkan menjadi dua :
1. Reaksi polimerisasi berantai
Pada polimerisasi berantai suatu monomer teraktivasi M menyerang monomer yang lain dan
bergabung, kemudian akan menyerang monomer yang lain dan seterusnya. Monomer yang
digunakan bereaksi dengan lambat membentuk rantai polimer.
2. Reaksi polimerisasi bertahap.

Pada polimerisasi polimer tingkat tinggi terbentuk dengan cepat. Pada


polimerisasi bertahap untuk setiap dua monomer pada reaksi bercampur yang
bergabung pada suatu waktu dan kemudian tumbuh membentuk nilai rantai
yang segra terbentuk.
Reaksi polimerisasi berantai
Proses yang terjadi adalah :
1. Inisiasi
I 2 R r = k
i.[I]
M + R M
I cepat
I = inisiator
M
I = radikal monomerik
R = radikal inisiator yang terurai secara homolitik
r = laju reaksi inisiasi
= laju reaksi pembentukan radikal R

http://iqmal.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/iqmal-kinetika-08-kinetika-reaksi-
polimerisasi.pdf

DEGRADASI KIMIA

A. Pengertian
1. Degradasi
Degradasi adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian suatu senyawa
atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana secara
bertahap. Misalnya, pengurangan panjang polimer makromolekul atau
perubahan gula menjadi glukosa dan akhirnya membentuk alcohol.
Degradasi polimer dasarnya berkaitan dengan terjadinya perubahan sifat karena
ikatan rantai utama makromolekul. Pada polimer linear, reaksi tersebut
mengurangi massa molekul atau panjang rantainya. Sesuai dengan
penyebabnya, kerusakan atau degradasi polimer ada beberapa macam.
kerusakan termal (panas), fotodegradasi (cahaya), radiasi (energi tinggi), kimia,
biologi (biodegradasi) dan mekanis. Dalam artian peningkatan berat ukuran
molekul ikat silang dapat dianggap lawan degradasi.
Pada kerusakan termal (termokimia) ada peluang aditif, katalis atau pengotor,
turut bereaksi meskipun dari segi istilah seakan-akan tidak ada senyawa lain
yang tidak terlibat. Fotodegradasi polimer lazim melibatkan kromofor yang
menyerap daerah uv di bawah 400 nanometer. Radiasi energi tinggi misalnya
sinar X, gamma, atau partikel, tidak khas serapan. Segenap bagian molekul
dapat kena dampak, apabila bila didukung oleh faktor oksigen, aditif, kristalin,
atau pelarut tertentu. Degradasi mekanis dapat terjadi saat pemrosesan maupun
ketika produk digunakan oleh gaya geser, dampak benturan dan sebagainya.
Degradasi polimer menyebabkan terjadinya perubahan dalam sifat - kekuatan
tarik, warna, bentuk, dll - dari suatu polimer atau produk berbasis polimer di
bawah pengaruh dari satu atau lebih faktor-faktor lingkungan seperti panas,
cahaya atau bahan kimia. Perubahan-perubahan ini biasanya tidak diinginkan,
seperti perubahan selama penggunaan, cracking dan depolymerisation produk
atau, lebih jarang, diinginkan, seperti dalam biodegradasi atau sengaja
menurunkan berat molekul suatu polimer untuk daur ulang. Perubahan dalam
sifat sering disebut "penuaan".
Dalam sebuah produk jadi perubahan seperti itu harus dicegah atau ditunda.
Namun degradasi dapat berguna untuk daur ulang / penggunaan kembali limbah
polimer untuk mencegah atau mengurangi lingkungan pencemaran. Degradasi
juga dapat diinduksi dengan sengaja untuk membantu penentuan struktur.
Polimer molekul yang sangat besar (pada skala molekuler), dan mereka yang
unik dan berguna terutama properti akibat ukuran mereka. Kerugian dalam
panjang rantai menurunkan kekuatan tarik dan merupakan penyebab utama
pecah dini.

2. Degradasi Kimia
Degradasi kimia adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian komponen
suatu polimer karena reaksi dengan polimer sekitarnya berupa tindakan atau
proses penyederhanaan atau meruntuhkan sebuah molekul menjadi lebih
sederhana (kecil) baik secara alami maupun buatan.
Degradasi atau penguraian kimia kerangka polimer-polimer vinil yang tersusun
dari rantai-rantai karbon yang tidak mengandung gugus-gugus fungsional selain
ikatan rangkap dua polimer-polimer diena pada prinsipnya terbatas pada reaksi
oksidasi.
Polimer-polimer terurai sangat lambat oleh oksigen dan reaksinya bersifat
otokatalitik. Reaksi dapat dipercepat oleh penerapan panas atau sinar atau oleh
hadirnya beberapa zat kotor yang mengkatalis proses oksidasi tersebut.
Polimer-polimer tak jenuh mengalami penguraian oksidatif jauh lebih cepat oleh
proses-proses radikal bebas yang rumit, yang melibatkan zat antara peroksida
dan hidroperoksida. Polimer-polimer tak jenuh juga sangat mudah menerima
serangan ozon. Penguraian polimer melalui ozonolisis untuk memperbaiki
ketahanan ozon dengan cara menempatkan sebagian alkena yang diperlukan
untuk ikat silang sedemikian rupa sehingga pemutusan ikatan oksidatif tidak
menyebabkan berkurangnya berat molekul.

B. Ciri-ciri Polimer yang mengalami degradasi kimia


Adapun ciri-ciri polimer yang mengalami degradasi kimia yaitu terjadi perubahan
yang bersifat kimia pada polimer, selain itu juga terjadi perubahan sifat fisik dan
mekanik pada polimer.
Perubahan yang bersifat kimia yaitu terjadi perubahan rantai polimer dan ikatan
polimer. Perubahan fisik terlihat pada terjadinya perubahan warna polimer,
timbulnya retakan pada polimer, polimer bersifat lebih rapuh, dan timbulnya bau
air mineral kemasan.
Perubahan sifat mekaniknya meliputi kekuatan tarik, kekuatan kompresif
(tekanan), kekuatan fleksur (patahan), kekuatan impak (menahan pukulan tiba-
tiba), kelelahan, dan kekerasan.

C. Contoh Degradasi kimia


1. Degradasi Kimia Negatif
a. Hidrolisis
Nilon peka terhadap degradasi oleh asam, proses yang dikenal sebagai hidrolisis,
dan nilon cetakan akan retak ketika diserang oleh asam kuat. Sebagai contoh,
permukaan fraktur konektor bahan bakar menunjukkan pertumbuhan progresif
retak dari serangan asam (Ch) ke titik puncak terakhir (C) dari polimer. Masalah
ini dikenal sebagai stres korosi retak, dan dalam hal ini disebabkan oleh hidrolisis
dari polimer. Itu adalah reaksi sebaliknya sintesis polimer:

b. Fluoroelastomer
Degradasi kimia dari fluoroelastomer, FKM (Viton A), dalam situasi alkaline
(10% NaOH, 80 C). Optical microscope dan analisis SEM mengungkapkan
bahwa degradasi dimulai dengan kekasaran permukaan sejak tahap awal
paparan (misalnya, 1 minggu) dan akhirnya menyebabkan keretakan pada
permukaan setelah kontak yang terlalu lama. Pada awalnya tingkat degradasi
terutama terbatas pada daerah permukaan (beberapa nanometer) tapi dengan
pencahayaan lebih lama (misalnya, 12 minggu) itu meluas sampai ke bawah
daerah bawah permukaan fluoroelastomer. Tingkat degradasi permukaan ini
ditemukan untuk menjadi cukup kuat untuk mempengaruhi sifat mekanik
massal. Mekanisme molekuler dari degradasi kimia permukaan yang ditentukan
menggunakan analisis permukaan (XPS dan ATR-FTIR) di mana degradasi awal
ditemukan untuk melanjutkan melalui dehydrofluorination. Ini mengarah pada
pembentukan ikatan ganda pada tulang punggung karet yang mempercepat
degradasi lebih jauh dengan pencahayaan lebih lama. Selain itu, salib-link situs
dari sampel karet yang terbuka juga ditemukan untuk rentan terhadap serangan
hidrolitik kimia di bawah lingkungan yang diteliti terbukti dengan penurunan
kepadatan lintas link dan fraksi gel (%).
c. Klor-Induced Cracking
Gas yang sangat reaktif diantaranya adalah klorin, yang akan menyerang
polimer rentan seperti resin asetal dan polybutylene pipa. Ada banyak contoh
seperti pipa dan alat kelengkapan asetal gagal dalam properti di Amerika Serikat
sebagai akibat klorin-induced cracking. Pada dasarnya serangan gas bagian
sensitif dari rantai molekul (terutama sekunder, tersier atau allylic atom karbon),
oksidasi rantai rantai dan akhirnya menyebabkan perpecahan. Akar penyebab
adalah sisa-sisa klorin dalam pasokan air, ditambahkan untuk tindakan anti-
bakteri, serangan terjadi bahkan pada bagian per juta jejak gas yang larut. Klorin
menyerang bagian lemah dari suatu produk, dan dalam kasus sebuah resin
asetal persimpangan dalam sistem pasokan air, itu adalah akar benang yang
diserang pertama, menyebabkan retak rapuh untuk tumbuh. Perubahan warna
pada permukaan fraktur disebabkan oleh pengendapan karbonat dari air keras
pasokan, sehingga sendi sudah dalam kondisi kritis selama berbulan-bulan.
Masalah-masalah di AS juga terjadi untuk polybutylene pipa, dan menyebabkan
materi yang dikeluarkan dari pasar, meskipun masih digunakan di tempat lain di
dunia.

serangan klorin resin asetal pipa gabungan

d. Degradasi Karet oleh Ozon


Salah satu contoh umum dari degradasi dibantu kimia adalah degradasi karet
oleh partikel ozon. Ozon adalah molekul atmosfer alami yang dihasilkan oleh
pengeluaran muatan listrik atau melalui reaksi oksigen dengan radiasi matahari.
Ozon juga diproduksi dengan polutan atmosfer bereaksi dengan ultraviolet
Radiasi. Untuk reaksi terjadi, hanya konsentrasi ozon harus serendah 3-5 bagian
per seratus juta (pphm) dan ketika konsentrasi ini dicapai, suatu reaksi terjadi
pada lapisan permukaan tipis (5 x10-7 meter) dari bahan . Molekul ozon bereaksi
dengan karet yang dalam banyak kasus tak jenuh (mengandung ikatan rangkap),
namun reaksi akan tetap terjadi dalam polimer jenuh (yang hanya mengandung
ikatan tunggal). Ketika reaksi terjadi, pemotongan dari rantai polimer (melanggar
ikatan kovalen ganda) terjadi membentuk pembusukan produk:
Pemotongan rantai meningkat dengan kehadiran aktif Hidrogen molekul
(misalnya, dalam air) serta asam dan alkohol. Bersamaan dengan jenis reaksi,
lintas menghubungkan dan samping formasi cabang juga terjadi oleh aktivasi
ikatan ganda dan ini membuat bahan karet lebih rapuh. Karena peningkatan
kerapuhan karena reaksi kimia, bentuk retakan di daerah-daerah yang tinggi
stres. Sebagai propagasi retakan ini meningkat, permukaan baru dibuka untuk
degradasi terjadi.

e. Degradasi Poli Vinil Chloride (PVC)


Degradasi juga dapat terjadi sebagai akibat dari pembentukan, dan kemudian
kerusakan ikatan ganda, seperti solvolysis dalam PVC (Peacock). Solvolysis
terjadi bila ikatan Karbon-X, dengan X mewakili halogen, rusak. Ini terjadi pada
PVC di keberadaan asam spesies. Atom Hidrogen aktif akan menghapus atom
Klor dari polimer molekul, membentuk asam klorida (HCl). HCl dihasilkan dapat
mengakibatkan dechlorination atom Karbon yang berdekatan. The dechlorinated
Karbon atom kemudian cenderung untuk membentuk ikatan ganda, yang dapat
diserang dan dirusak oleh ozon, seperti karet degradasi dijelaskan di atas.

f. Degradasi Polyester
Degradasi poliester dapat terjadi tanpa kehadiran asam katalis yang
menyebabkan degradasi PVC. Selama hidrolisis air yang bertindak sebagai
katalis reaktif bukan asam. Ini menyebabkan degradasi terutama pada suhu dan
tekanan tinggi selama pemrosesan.
Dalam proses ini molekul air akan menyerang CO-ikatan ester, memecah polimer
setengah. Molekul air akan terdisosiasi, dengan satu atom hidrogen membentuk
kelompok asam karboksilat pada atom karbon dengan oksigen berikatan ganda,
sedangkan sisanya membentuk atom alkohol di ujung rantai yang lain. Produk
reaktif ini dapat juga menyebabkan degradasi lebih lanjut dari rantai polimer.
Pemotongan rantai ini rata-rata menurunkan berat molekul dari polimer,
menurunnya jumlah dan kekuatan ikatan antarmolekul serta tingkat keterlibatan.
Ini akan meningkatkan mobilitas rantai, menurunnya kekuatan polimer dan
meningkatkan deformasi pada tegangan rendah.

pipa bahan bakar rusak konektor

2. Degradasi Kimia Positif


a. Solvolisis atau daur ulang PET secara kimia (Sintesis dibenzil tereftalat melalui
depolimerisasi plastik poli(etilena tereftalate) sebagai alternatif daur ulang
plastik bekas).
Plastik poli(etilena tereftalat) (PET) telah menjadi kebutuhan yang penting bagi
kehidupan manusia. Bahan ini biasanya dimanfaatkan sebagai fiber dan
pengemas. Disamping itu juga menjadi bagian pokok pada komponen eksterior
dan interior bodi mobil. Komponen plastik banyak menawarkan banyak
keuntungan dibanding bahan lain seperti baja, paduan logam nonferro, keramik
dan gelas. Plastik bobotnya ringan, yang menyebabkan komponen lebih ringan,
mobil lebih ringan. Plastik dapat dicetak dengan mudah menjadi bentuk yang
rumit. Banyak produk plastik, khususnya yang digunakan untuk pengemas,
memiliki periode pemakaian yang pendek dan segera dibuang. Karena ada
sebagian daerah yang kekurangan lahan untuk penimbunan, suatu usaha
pemberian insentif untuk pendaur ulang limbah telah diberikan untuk
mengurangi limbah yang ditimbun. Sedangkan produk kertas sekitar 20% dan
wadah aluminium 30% telah didaur ulang, hanya 1 % plastik buangan yang
didaur ulang. Terdapat beberapa faktor yang memberikan sumbangan terhadap
kecilnya daur ulang plastik saat ini. Harga plastik daur ulang tidak kompetitif
dibandingkan plastik asli yang dibuat dari petrokimia. Faktor kontribusi lain
melibatkan problem pemilahan (sorting) produk limbah plastik menjadi katagori
yang bervariasi. Jika pemilahan ini tidak dilakukan, produk yang dibuat dari
campuran plastik yang digunakan akan rendah mutunya.

b. Degradasi Nylon
Nylon merupakan salah satu polimer yang banyak ditemukan. Selain jelas
digunakan dalam industri tekstil untuk pakaian dan karpet, banyak nilon
digunakan untuk membuat ban tali - struktur bagian dalam ban kendaraan di
bawah karet.
Serat juga digunakan dalam tali, dan nilon dapat dicampakkan ke dalam bentuk
padat untuk roda gigi dan bantalan di mesin, misalnya.
Perusahaan kimia raksasa dari Amerika Serikat, Du Pont, berhasil
mengembangkan teknologi baru daur ulang untuk Nylon, yakni dengan
menggunakan teknologi ammonolysis. Pilot plant untuk melakukan riset daur
ulang Nylon, ternyata jauh sebelumnya telah dibangun di wilayah Ontario,
tepatnya di kota Kingston, Kanada, demikian Du Pont menjelaskan. Pihak Du Pont
sendiri bahkan telah mengadakan riset dan pengembangan proses ammonolysis
pada fasilitas riset tersebut selama bertahun-tahun.
Dan terakhir, sebelum mengaplikasikannya secara luas, Du Pont merasa perlu
untuk mengadakan test kelayakan terutama dari sudut pandang ekonomis
metoda baru tersebut. Untuk itulah, pada tahun 2000 ini, Du Pont juga telah
menyelesaikan pembangunan sarana yang lebih besar di kota Maitland yang
juga terletak di wilayah Ontario. Sarana demonstrasi daur ulang Nylon dalam
skala besar ini, sebenarnya juga dimaksudkan untuk memberikan sarana
penilaian bagi khalayak industri secara luas terhadap metoda baru tadi. Dan
tentu saja sekaligus sebagai sarana promosi Du Pont yang jitu.
Metoda ammonolysis ini adalah metoda yang murni hasil riset milik Du Pont
sendiri. Nylon yang beredar di pasaran adalah Nylon PA6 dan Nylon PA66. Namun
kenyataannya selama ini, metoda daur ulang kimiawi untuk masing-masing jenis
Nylon adalah saling berlainan. Sehingga sebelum masing-masing didaur ulang,
diperlukan proses pemisahan di antara kedua jenis Nylon tersebut. Apalagi untuk
jenis bahan seperti karpet Nylon (yang biasanya terbuat dari campuran Nylon
PA6 dan PA66), tidak ada metoda kimiawi yang bisa dipakai untuk mendaur-
ulangnya. Dan biasanya, bahan-bahan Nylon yang tidak bisa dipisahkan seperti
ini, tidak didaur-ulang, bahkan sebagian besar ditimbun di dalam tanah begitu
saja.
Proses ammonolysis yang ditemukan Du Pont, adalah teknologi degradasi
polimer yang berlaku untuk kedua jenis Nylon, PA6 dan PA66. Disinilah letak
perbedaannya. Jadi ketika Nylon yang akan didaur ulang dikumpulkan, tidak
diperlukan lagi proses pemisahan Nylon PA6 dan PA66. Metoda kimiawi daur
ulang seperti ini adalah metoda pertama di dunia, yang sangat dinanti-nantikan
kehadirannya, terutama pada era ISO 14000 seperti sekarang ini. Hasil daur
ulang Nylon dengan proses ammonolysis terbukti menunjukkan kualitas yang
serupa. Kualitas bahan yang homogen ini memungkinkan dan memudahkan
pemasaran kembali hasil daur ulang Nylon. Ini penting artinya dari sudut
pandang ekonomis. Namun yang jauh lebih penting lagi, proses daur ulang ini
sangat besar artinya bagi pelestarian lingkungan hidup, karena tidak perlu lagi
penimbunan berbagai jenis Nylon ke dalam tanah.

D. Cara dan Proses Degradasi PET


Sampel yang digunakan adalah botol minuman ringan sebagai sumber PET.
Prosedur sintesis dibenzil tereftalat dilakukan sebagai berikut bahwa Plastik PET
dari botol minuman ringan seberat 3,057 g yang telah dipotong-potong
dimasukkan ke dalam labu alas bulat 100 ml yang telah berisi batang magnet
yang dilapisi teflon, 30 ml benzyl alkohol, dan 0,601 g zink asetat. Setelah
condenser pendingin air dipasang, campuran diaduk dan direfluks selama 20, 24,
dan 28 jam. Campuran hasil dicuci dengan air terdistilasi 100 ml dan air
didekantasi dari campuran. Setelah penambahan 50 ml metanol ke dalam
campuran hasil, lalu didinginkan dalam ice bath untuk menghasilkan kristal putih
dibenzil tereftalat belum murni yang dikumpulkan melalui filtrasi isap. Produk ini
dilarutkan dalam 100 ml metanol panas dan filtrasi panas dilakukan untuk
menghilangkan pengotor yang tak larut. Filtrat diuapkan hingga tinggal separo
pada hot plate dan dibiarkan mendingin pelan-pelan sampai temperatur kamar.
Setelah pendinginan lanjut dalam ice bath, produk yang telah dianggap murni
dikumpulkan melalui filtrasi isap dan dibiarkan sampai kering di udara. Data titik
leleh zat hasil sintesis dibandingkan dengan data literatur (titik leleh dibenzil
tereftalat, DBT 96,5 97oC). Jika titik leleh DBT hasil sintesis sama atau
mendekati data ini maka dapat dikatakan sudah cukup murni. Dari spektra FTIR
akan diketahui puncak khas seperti gugus C=O, C=C, C-H alifatik, dan C-H
aromatik ulur, sedang dari RMN 1H dapat diketahui jumlah proton metilen dan
aromatik serta multiplisitasnya. Kromatografi lapis tipis diperlukan untuk
mengetahui fraksi molekul yang ada dalam zat hasil sintesis.
Sintesis dibenzil tereftalat dilakukan melalui degradasi poli(etilena tereftalat)
secara refluks dalam benzil alkohol pada temperatur 145-150 oC selama 20, 24,
dan 28 jam menggunakan katalis zink asetat. Hasil degradasi dimurnikan dengan
rekristalisasi dalam metanol dan kemudian titik leleh, spektra FTIR, RMN 1H, dan
pemisahan secara TLC ditentukan. Titik leleh produk degradasi selama 28 jam
adalah 98-99oC. Berdasarkan spektra FTIR diketahui senyawa hasil degradasi
memiliki gugus OH dari benzil alkohol pengotor (3431,1 cm-1), C=O (1716,5 cm-
1), C-O (1272,9 cm-1), CHalifatik (sekitar 2950 cm-1), dan aromatik (sekitar 3050
cm-1), benzen monosubstitusi (727,1 dan 696,3 cm-1), dan benzen disubstitusi
(383,8 cm-1), sedangkan pada spektra RMN 1H menunjukkan pergeseran kimia
pada 8,2 ppm (s, 10H aromatik monosubstitusi), 7,5 ppm (s, 9 H yaitu 4 H
aromatik disubstitusi dan 5 H aromatik benzil alkohol), 5,4 ppm(s, 1 H yang
berikatan dengan O pada benzil alkohol), 4,8 ppm (s, 4 H metilen), dan 2,9 ppm
(s, 7 H dari pengotor lain). Pada lempeng TLC terlihat noktah tunggal pada hasil
degradasi selama 28 jam, yang dapat menunjukkan senyawa tunggal.
Berdasarkan hasil karakterisasi ini dapat disimpulkan bahwa senyawa hasil
degradasi adalah dibenzil tereftalat yang masih mengandung benzil alkohol dan
pengotor lain.
Sintesis dibenzil tereftalat (DBT) berhasil dibuat melalui degradasi PET secara
refluks dalam benzil alkohol dalam kondisi reaksi yaitu, temperature 145-150oC,
waktu 28 jam, dan tekanan atmosfer. Dibenzil tereftalat tersebut berupa kristal
berwarna putih dengan titik leleh 98 99oC.

E. Perlindungan terhadap Degradasi Kimia


Kedua hambatan fisik dan kimia dapat digunakan untuk melindungi polimer dari
degradasi dibantu secara kimiawi. Penghalang fisik harus memberikan
perlindungan terus-menerus, tidak boleh bereaksi dengan polimer lingkungan,
harus fleksibel sehingga dapat terjadi peregangan dan juga harus mampu untuk
menumbuhkan (setelah memakai proses). Penghalang kimia harus sangat reaktif
dengan lingkungan sekitar polimer sehingga penghalang bereaksi dengan
kondisi lingkungan daripada polimer itu sendiri. Penghalang ini melibatkan
penambahan bahan ke dalam campuran polimer selama fabrikasi dari polimer.
Karena ini, tambahan penghalang harus memiliki kelarutan yang cocok, harus
secara ekonomi layak dan harus tidak menghambat proses produksi. Untuk
penghalang harus diaktifkan, penambahan harus berdifusi ke permukaan dan
jadi cocok difusivitas juga diperlukan. Ada empat teori tentang bagaimana
hambatan jenis ini melindungi bahan polimer:

Penstabil
Cahaya terhalang-amina penstabil (Hals) menstabilkan terhadap pelapukan oleh
pemulungan radikal bebas yang dihasilkan oleh foto-oksidasi matriks polimer.
UV-absorbers stabil terhadap pelapukan dengan menyerap sinar ultraviolet dan
mengubahnya menjadi panas. Antioksidan menstabilkan polimer dengan
menghentikan reaksi berantai karena adsorpsi sinar UV dari sinar matahari.
Reaksi berantai yang dimulai oleh foto-oksidasi mengarah pada penghentian
silang dari polimer dan degradasi milik polimer.

(http://yoza-fitriadi.blogspot.co.id/2011/01/tugas-kimia-polimer-degradasi-
kimia.html)
Proses fabrikasi bahan polimer

Proses Pembuatan
A. Proses Injection Molding
Termoplastik dalam bentuk butiran atau bubuk ditampung dalam sebuah hopper
kemudian turun ke dalam barrel secara otomatis (karena gaya gravitasi) dimana ia dilelehkan
oleh pemanas yang terdapat di dinding barrel dan oleh gesekan akibat perputaran sekrup
injeksi. Plastik yang sudah meleleh diinjeksikan oleh sekrup injeksi (yang juga berfungsi
sebagai plunger) melalui nozzle ke dalam cetakan yang didinginkan oleh air. Produk yang
sudah dingin dan mengeras dikeluarkan dari cetakan oleh pendorong hidraulik yang tertanam
dalam rumah cetkan selanjutnya diambil oleh manusia atau menggunakan robot. Pada saat
proses pendinginan produk secara bersamaan di dalam barrel terjadi proses pelelehan plastik
sehingga begitu produk dikeluarkan dari cetakan dan cetakan menutup, plastik leleh bisa
langsung diinjeksikan.
B. Proses Ekstrusi
Ekstrusi adalah proses untuk membuat benda dengan penampang tetap. Keuntungan dari
proses ekstrusi adalah bisa membuat benda dengan penampang yang rumit, bisa memproses
bahan yang rapuh karena pada proses ekstrusi hanya bekerja tegangan tekan, sedangkan
tegangan tarik tidak ada sama sekali. Aluminium, tembaga, kuningan, baja dan plastik adalah
contoh bahan yang paling banyak diproses dengan ekstrusi. Contoh barang dari baja yang
dibuat dengan proses ekstrusi adalah rel kereta api. Khusus untuk ekstrusi plastik proses
pemanasan dan pelunakan bahan baku terjadi di dalam barrel akibat adaya pemanas dan
gesekan antar material akibat putaran screw.
Variasi dari ekstrusi plastik
1. blown film
2. flat film and sheet
3. ekstrusi pipa
4. ekstrusi profil
5. pemintalan benang
6. pelapisan kabel

C. Proses Thermoforming
Thermoforming adalah proses pembentukan lembaran plastik termoset dengan cara
pemanasan kemudian diikuti pembentukan dengan cara pengisapan atau penekanan ke rongga
mold. Plastik termoset tidak bisa diproses secara thermoforming karena pemanasan tidak bisa
melunakkan termoset akibat rantai tulang belakang molekulnya saling bersilangan. Contoh
produk yang diproses secara thermoforming adalah nampan biskuit dan es krim.
D. Proses Blow Molding
Blow molding adalah proses manufaktur plastik untuk membuat produk-produk
berongga (botol) dimana parison yang dihasilkan dari proses ekstrusi dikembangkan dalam
cetakan oleh tekanan gas. Pada dasarnya blow molding adalah pengembangan dari proses
ekstrusi pipa dengan penambahan mekanisme cetakan dan peniupan.
http://terasept.blogspot.co.id/2013/06/proses-pengolahan-plastik.html

Anda mungkin juga menyukai