A. JUDUL
B. LATAR BELAKANG
Antibiotika, yang pertama kali ditemukan oleh Paul Ehlrich pada 1910,
sampai saat ini masih menjadi obat andalan dalam penanganan kasus-kasus penyakit
infeksi. Antibiotik sendiri merupakan suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh
berbagai jasad renik mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan aktinomises yang
dapat berkhasiat untuk menghentikan pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme
lainnya (Subronto dan Tjahajati, 2001).
adalah Cefepime dan terkadang dokter juga meresepkan antibiotik lain seperti
Cefazolin, Cefoperazone, dan Ciprofloxacin dan prafelensi yang banyak timbul di
bangsal bedah RSUD Padang panjang adalah apendisitis.
C. PERUMUSAN MASALAH
2. Apakah regimen dosis dan cara pemberian antibiotik di bangsal bedah RSUD
Padang Panjang sudah sesuai standar terapi?
D. TUJUAN
3. Sebagai salah satu sumber informasi bagi Rumah Sakit dan Fakultas Farmasi
Universitas Andalas tentang cara pencegahan terjadinya resistensi penggunaan
injeksi antibiotik.
4
F. KEGUNAAN
3. Memberikan informasi kepada pihak Rumah Sakit dan pihak Fakultas Farmasi
Universitas Andalas tentang salah satu cara pencegahan terjadinya resistensi
penggunaan antibiotik injeksi di RSUD Padang Panjang.
G. TINJAUAN PUSTAKA
G.1 Antibiotik
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik
dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. namun dalam praktek
sehari-hari anti mikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba
(misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan antibiotik (Setiabudy,
2007).
Gejala demam yang merupakan salah satu gejala sistemik dari infeksi paling
umum tetapi tidak dapat dijadikan indikator utama dalam pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik berdasarkan adanya demam tidak bijaksana karena:
1. Demam dapat disebabkan oleh infeksi virus pemberian antibiotik untuk proses
penyembuahan tidak lazim.
2. Demam dapat juga terjadi sendirinya tanpa infeksi jadi pemberian antibiotik tidak
tepat dalam hal ini.
3. Pemberian antibiotik yang tidak pada tempatnya dapat merugikan pasien dan dapat
menimbulkan resistensi (Setiabudy, 2007).
a. Informasi tentang spectrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman
terhadap antibiotik.
d. Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman.
(KEMENKES, 2011).
Kemudian dalam menilai ongkos tidak cukup hanya memperhitungkan harga satuan
obat tetapi harus pula memperhatikan lama terapi yang diberikan .
Pada infeksi berat seringkali harus segera diberikan antibiotik sementara hasil
pemeriksaan mikrobiologik belum diperoleh. Pemilihan ini harus didasarkan pada
pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang paling
mungkin serta antibiotik terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotik yang
didasarkan pada luas spektrum kerjanya, tidak dibenarkan karena hasil terapi tidak
lebih unggul daripada hasil terapi dengan antibiotik berspektrum sempit, sedangkan
superinfeksi lebih sering terjadi dengan antibiotik berspektrum luas. Kecuali pada
pasien sepsis, antibiotik spektrum luas perlu diberikan sampai hasil culture and
sensitivity test keluar. Penyebab kegagalan terapi selain kepekaan mikroba terhadap
antibiotik adalah akibat dosis yang kurang, lama terapi yang tidak sesuai, kesalahan
dalam menetapkan etiologi, faktor farmakokinetik, pilihan antibiotik yang kurang
tepat dan faktor pasien (Setiabudy, 2007).
Pada pola ini antimikroba akan menghasilkan daya bunuh maksimal pada
konsentrasi dipertahankan dalam waktu yang lama diatas kadar hambat minimal
mikroba dalam darah. Yang termasuk dalam pola ini adalah antibiotik golongan
penisilin, sepalosporin, linezoid dan eritromisin. Untuk mendapatkan efektivitas
klinis yang maksimal obat ini diberikan secara infus berkelanjutan atau dapat juga
diberikan dengan infus berkala (intermittent infusion) tetapi dibagi dalam beberapa
kali pemberian perhari.
G. 2.1 Cefepime
9
Rekonstitusi
Rekonstitusi vial untuk infus IV dengan 0,9% natrium klorida, 5 atau 10%
dextrosa, (1/6) natrium M laktat, 5% dektrosa dan 0,9% natrium klorida, laktat ringer
dan 5% injeksi dektrosa. Rekonstitusi vial mengandung 500 mg, 1 g, atau 2 g
cefepime dengan 5, 10, atau 10 mL salah satu larutan IV ini masing-masing diberikan
larutan mengandung sekitar 100, atau 160 mg /ml , dan kemudian encerkan dengan
dosis yang tepat dalam larutan IV yang kompatibel. Kemudian untuk pemberian
lanjutan berikan infus IV setelah sekitar 30 menit
Dosis
Kontraindikasi
G. 2. 2 Cefazolin
Pemberian bisa dilakukan melalui infusi IV atau infusi IM. Rekonstitusi vial
mengandung 500 mg atau 1 g cefazolin ditambahkan 2 atau 2,5 mL pelarut masing-
masingnya, yang dimana setiap larutan masing-masingnya mengandung API (Aqua
Pro Injeksi) sekitar 225 atau 330 mg / mL. Kemudian encerkan larutan dalam 50-100
mL larutan IV yang kompatibel. Rekonstitusi mengandung 1 atau 2 g cefazolin dan
50 mL injeksi dekstrosa dilakukan di ruang terpisah. Larutan injeksi premixed
(sebelum pencampuran) tersedia secara komersial (dengan keadaan beku) pada suhu
kamar (25 C) atau di bawah pendingin (5 C); tidak bisa mencair dengan cara
merendamnya dalam bak air atau dengan paparan radiasi gelombang mikro. Sebuah
endapan mungkin telah terbentuk di injeksi beku, tetapi harus larut dengan sedikit
atau tanpa agitasi setelah mencapai suhu kamar. Buang larutan injeksi jika larutan
mengembun atau mengandung endapan tidak larut atau jika segel wadah yang tidak
12
utuh atau kebocoran ditemukan. Jangan gunakan dalam koneksi seri dengan wadah
plastik lainnya, karena penggunaan tersebut bisa mengakibatkan emboli udara dari
udara sisa yang diambil dari wadah utama sebelum pemberian cairan dari wadah
sekunder selesai. (AHFS, 2011)
Untuk pasien Pedeatric infeksi ringan sampai berat diberikan melalui IV atau
IM. Anak-anak dengan usia lebih dari 1 bulan usia diberikan dosis 25-50 mg/kg
sehari dalam 3 atau 4 dosis terbagi. Untuk Infeksi parah diberikan memalui IV dan
untuk anak-anak dengan usia diatas 1 bulan diberika dosis 50-100 mg/kg sehari
dalam 3 atau 4 dosis terbagi.
Kontraindikasi
2. Pasien yang dikenal hipersensitif terhadap jagung atau produk jagung. (AHFS,
2011).
G. 2.3 Cefoperazone
dan keamanan, mengevaluasi pola asli kerentanan bakteri, dan menilai hubungan
kerentanan terhadap efikasi klinis.
Rekonstitusi
oleh filtrasi glomerulus. Sampai dengan 30% dari dosis diekskresikan tidak berubah
dalam urin dalam waktu 12 sampai 24 jam, proporsi ini dapat ditingkatkan pada
pasien dengan penyakit hati atau empedu. (British Pharmacopoeia, 2009).
Efek samping
G. 2.4 Ciprofloxacin
16
Rekonstitusi
Pengenceran
dalam 0,9% injeksi natrium klorida atau 5% dextrose injeksi untuk memberikan
solusi yang mengandung 0,5-2 mg / mL. (AHFS, 2011).
Rute Pemberian
Injeksi IV
Dosis
I. METODE PELAKSANAAN
Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan di Bangsal
Bedah RSUD Padang Panjang (Oktober 2015 - Desember 2015).
Sampel yang dipilih adalah rekam medik pasien yang menerima terapi
injeksi antibiotik sepalosporin generasi ketiga, di Bangsal Bedah RSUD
Padang Panjang.
I.2.3.Pengambilan Data
A. Data yang diambil adalah data rekam medik pasien, data laboratorium
pendukung catatan dokter/perawat di bangsal, serta pengamatan terhadap
respon klinis pasien di Bangsal Bedah RSUD Padang Panjang.
Data rekam medik:
a. Nama, umur, jenis kelamin, berat.
b. Keluhan pasien
c. Jenis obat dan dosis yang diterima pasien
19
J. JADWAL KEGIATAN
No Bulan ke
21
Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Persiapan / Pelaksanaan
Penelitian
2 Pengolahan Data
3 Penulisan Skripsi/makalah
Seminar
6 Ujian Akhir
DAFTAR PUSTAKA
BNF. 2009. British National Formulary. BMJ Group and Rps Publishing Volume 57.
McEvoy & Gerald. 2008. AHFS Drugs Information. USA: American Societyof health
system pharmacists.
Rao, TV. MD. 2011. Learning Resources for Medical Microbiologist in Developing
World. Diagnostic Microbiology Laboratory
Selected Articles From Treatment Guidelines With Updates from The Medical Letter,
2005.Handbook of Antimicrobial Therapy 17th Edition.New York: The Medical
Letter, inc.1000 main street New Rochelle 10801-7537.