Anda di halaman 1dari 14

Norma adalah aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap,

dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di lingkungan kehidupannya.
Dari sudut pandang umum sampai seberapa jauh tekanan norma diberlakukan oleh
masyarakat,norma dapat di bedakan menjadi 5 yaitu,Norma sosial,Norma hukum,Norma
sopan santun,Norma agama,dan Norma moral ke limanya ini sangat bermakna dalam
kehidupan kita sehari hari,dan juga berperan penting dalam mengatur segala sesuatu
perundang undangan di indonesia.Khususnya hukum di Indonesia.
hukum :
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia
agar tingkah laku manusia dapat terkontrol, hukum adalah aspek terpenting dalam
pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan, hukum mempunyai tugas untuk
menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Norma kesopanan

Adapun norma kesopanan yang hidup di masyarakat, sehingga kita bersikap sopan dan
santun untuk menghargai sesama. Berikut adalah contoh norma kesopanan.
Mengucapkan salam ketika bertemu dengan orang lain dan memberi senyum.
Berjalan pelan dan menundukkan kepala saat lewat didepan orang tua.
Membuang sampah pada tempatnya
3. Norma hukum
Selanjutnya ada norma hukum yang dijadikan sebagai pedoman masyarakat dalam
menjalankan hukum yang berlaku, norma hukum bersifat tegas dan memaksa, dimana semua
orang harus mematuhinya tanpa terkecuali.
Mematuhi aturan lau lintas
Memnuhi semua persyaratan menjadi pengendara motor atau mobil yang baik
Mempunyai kartu identitas sebagai salah satu syarat warga negara yang baik
4. Norma kesusilaan
Sedangkan di poin ke empat kita memiliki norma kesusilaan, norma kesusialaan tinggal
dimasyarakat dan bila ada yang melanggar norma ini akan dikucilkan dari masyarakat.
Berikut adalah contoh norma kesusilaan.
Menghargai dan menghormati hak dan kewajiban orang lain.
Menghormati mereka yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda.
Berkata dan bertindak jujur dalam masyarakat.
5. Norma adat
Dan yang terkhir adalah norma adat, norma yang masih berlaku dimasyarakat mengenai
aturan adat tertentu, berikut adalah contoh norma adat.
Melakukan upacara adat yang biasa dilakukan.
Menghargai kegiatan adat yang dijalankan.
Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (manusia/badan
hukum) dan yang dapat menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subjek
hukum.
Di dalam kehidupan nyata keseharian perihal subyek hukum menjadi seolah tak berbatas
tegas dengan obyek hukum. Subyek hukum merupakan pendukung hak dan kewajiban dalam
satu kesatuan, yang artinya dimana ada hak maka disana ada kewajiban demikian sebaliknya,
namun kenyataannya seringkali terlihat dan terdengar bahwa ada orang-orang yang dengan
sengaja mengubah status manusia yang semula subyek hukum menjadi obyek hukum,
misalnya orang yang dipekerjakan dengan tidak memperoleh gaji bahkan disekap tanpa
memperoleh hak-hak dasar seperti beribadah, makan dan minum (berada dibawah kekuasaan
orang lain tanpa memiliki hak yang semestinya dimiliki).
Demikian juga halnya dengan aktivitas menjual manusia dengan segala cara, bentuk dan
motivasi (ini termasuk menurunkan derajat manusia yang semula subyek hukum menjadi
obyek hukum). Lebih memprihatinkan lagi adalah jika ada orang-orang yang secara sadar
memperdagangkan atau menawarkan dirinya sendiri. Bukankah ini semua berarti telah
mengubah kedudukan makhluk yang semula diangkat dan dimuliakan oleh Tuhan Penguasa
semesta menjadi makhluk yang sangat rendah dan hina yaitu sederajat dengan obyek hukum
lain seperti benda pada umumnya dan binatang.
Pengertian hukum bisnis
Hukum bisnis merupakan suatu perangkat hukum yang mengatur tatacara dan pelaksanaan
suatu urusan atau kegiatan perdagangan, industri, ataupun keuangan yang berhubungan
dengan pertukaran barang dan jasa, kegiatan produksi maupun kegiatan menempatkan uang
yang dilakukan oleh para entrepeneur dengan usaha dan motif tertentu dimana sudah
mempertimbangkan segala resiko yang mungkin terjadi.
Hukum tertulis adalah hukum yang telah ditulis dan di cantumkan dalam peraturan
perundang-undangan Negara baik yang dikodifikasi ataupun yang tidak dikodifikasi.
Contoh hukum Tertulis : hukum perdata tertulis dalam KUH Perdata, hukum pidana dituliskan
dalam KUHPidana.
Hukum tertulis yang dikodifikasikan maksudnya yaitu hukum tata Negara yang sudah
dubukukan pada lembaran Negara dan sudah diumumkan/ di undangkan. Jika hukum tersebut
dikodifikasikan maka kelebihannya yaitu adanya kepastian hukum, adanya kekuasaan hukum
dan adanya penyederhanaan hukum. Sedangkan Kekurangannya yaitu bergeraknya hukum
menjadi lambat tidak mampu dengan cepat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju.
Untuk Hukum yang tidak dikodifikasi sebaliknya.
Contoh hukum tertulis yang dikodifikasikan yaitu KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana).
Contoh hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan yaitu PP (Peraturan Pemerintah), UU
(Undang-Undang), Kepres (Keputusan Presiden).
Hukum tertulis juga bisa diartikan sebagai sebuah ketentuan atau kaidah tentang aturan yang
dituangkan dalam bentuk formal yang tersusun secara sistematis. Hukum yang dapat men
Hukum tidak tertulis adalah Hukum yang hidup dan tumbuh dalam kehidupan masyarakat/
adat atau dalam praktik ketatanegaraan/ konverasi.
Hukum tidak tertulis merupakan kebalikan dari Hukum Tertulis. Hukum tidak tertulis yaitu
hukum yang tidak dituangkan/ dicantumkan dalam peraturan Perundang-undangan. Hukum
tidak tertulis merupakan hukum yang hidup/ berjalan dan tumbuh dalam kehidupan
masyarakat/ adat atau dalam praktik ketatanegaraan/ konversi.
Contoh Hukum Tidak Tertulis: Hukum adat yang tidak ditulis/ tidak dicantumkan dalam
perundang-undangan namun peraturannya sudah tertanam dan dipatuhi oleh daerah
tertentu/ adat tertentu sehingga menjadi sebuah pedoman dalan tata pelaksanaan kehidupan
bermasyarakat.
Hukum tidak tertulis merupakan hukum yang dianggap tidak bisa konsisten, dikarenakan
hukum tidak tertulis peraturannya dapat berubah sewaktu-waktu sesuai keadaan dan
kepentingan yang menghendakinya.

Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) adalah hak eksklusif Yang diberikan suatu peraturan kepada
seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Secara sederhana HAKI mencakup
Hak Cipta, Hak Paten Dan Hak Merk. Namun jika dilihat lebih rinci HAKI merupakan bagian
dari benda (Saidin : 1995), yaitu benda tidak berwujud (benda imateriil).
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) termasuk dalam bagian hak atas benda tak berwujud
(seperti Paten, merek, Dan hak cipta). Hak Atas Kekayaan Intelektual sifatnya berwujud,
berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra, keterampilan dan sebagainya
yang tidak mempunyai bentuk tertentu.
Pembajakan Musik Bunuh Kreativitas Anak Bangsa

Dewi Widya Ningrum detikinet


Jakarta Pembajakan di bidang musik dan lagu makin memprihatinkan, terlebih saat ini
semakin mudah mendistribusikan lagu lewat internet. Bahkan penegakan hukum UU Hak
Cipta (HaKI) masih jauh dari yang diharapkan. Di lain sisi, setiap pemilik hak cipta berhak
mendapatkan perlindungan untuk setiap karyanya.
Persoalan inilah yang coba diangkat menjadi bahan perbincangan hangat dalam diskusi
Pelanggaran Hak Cipta dan Penyebarluasan Musik MP3 melalui Internet di Gedung AHU
Departemen Hukum dan HAM, Jumat (25/4/2008).
Hadir dalam diskusi tersebut, Ketua Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Penata Musik
Rekaman Indonesia (PAPPRI), Dharma Oratmangun. Menurutnya, tata niaga industri musik di
Indonesia sudah sangat primitif. Bayangkan saja, lagu seorang kepala negara saja yaitu
Presiden Bambang Susilo Yudhoyono (SBY) tidak bisa dijaga oleh institusi hukum. Bagaimana
dengan yang lain? jelas Dharma memberikan contoh.
Mewakili PAPPRI, Dharma mengaku sudah mengadakan pertemuan dengan SBY dan
membicarakan masalah pembajakan musik ini. SBY sendiri, lanjut Dharma, sangat concern
dengan kasus pembajakan musik dan sudah memerintahkan PAPPRI untuk melakukan kajian-
kajian mengenai masalah ini, termasuk tentang UU HaKI.
PAPPRI juga mendesak agar pemerintah mengatur dan segera melakukan restrukturisasi tata
niaga industri musik di Indonesia. Pasalnya, ada beberapa kalangan industri musik yang tidak
mau transparan dalam pemberian royalti. Hal ini dikarenakan sistem kontrolnya tidak jalan.
Parahnya lagi, ada industri yang tidak mau dikontrol. Padahal jelas-jelas mereka juga
dirugikan. Kalau begini terus, lama-lama industri musik bisa mati, ujarnya.
Kerugian terbesar yang ditimbulkan dalam pembajakan musik, menurut Dharma, adalah
matinya budaya kreativitas dalam industri musik Indonesia yang tidak bisa diukur nilainya.

Tetapi apakah HAKI itu? Empat jenis utama dari HAKI adalah:
\Hak Cipta (copyright)
Hak cipta adalah hak dari pembuat sebuah ciptaan terhadap ciptaannya dan salinannya.
Pembuat sebuah ciptaan memiliki hak penuh terhadap ciptaannya tersebut serta salinan dari
ciptaannya tersebut. Hak-hak tersebut misalnya adalah hak-hak untuk membuat salinan dari
ciptaannya tersebut, hak untuk membuat produk derivatif, dan hak-hak untuk menyerahkan
hak-hak tersebut ke pihak lain. Hak cipta berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat.
Hak cipta tidak perlu didaftarkan terlebih dahulu.

Paten (Patent)

Berbeda dengan hak cipta yang melindungi sebuah karya, paten melindungi sebuah ide,
bukan ekspresi dari ide tersebut. Pada hak cipta, seseorang lain berhak membuat karya lain
yang fungsinya sama asalkan tidak dibuat berdasarkan karya orang lain yang memiliki hak
cipta. Sedangkan pada paten, seseorang tidak berhak untuk membuat sebuah karya yang
cara bekerjanya sama dengan sebuah ide yang dipatenkan.

Merk Dagang (Trademark)

Merk dagang digunakan oleh pebisnis untuk mengidentifikasikan sebuah produk atau layanan.
Merk dagang meliputi nama produk atau layanan, beserta logo, simbol, gambar yang
menyertai produk atau layanan tersebut.

Contoh merk dagang misalnya adalah Kentucky Fried Chicken. Yang disebut merk dagang
adalah urut-urutan kata-kata tersebut beserta variasinya (misalnya KFC), dan logo dari
produk tersebut. Jika ada produk lain yang sama atau mirip, misalnya Ayam Goreng
Kentucky, maka itu adalah termasuk sebuah pelanggaran merk dagang.

Berbeda dengan HAKI lainnya, merk dagang dapat digunakan oleh pihak lain selain pemilik
merk dagang tersebut, selama merk dagang tersebut digunakan untuk mereferensikan
layanan atau produk yang bersangkutan. Sebagai contoh, sebuah artikel yang membahas KFC
dapat saja menyebutkan Kentucky Fried Chicken di artikelnya, selama perkataan itu
menyebut produk dari KFC yang sebenarnya.

Merk dagang diberlakukan setelah pertama kali penggunaan merk dagang tersebut atau
setelah registrasi. Merk dagang berlaku pada negara tempat pertama kali merk dagang
tersebut digunakan atau didaftarkan. Tetapi ada beberapa perjanjian yang memfasilitasi
penggunaan merk dagang di negara lain. Misalnya adalah sistem Madrid.

Sama seperti HAKI lainnya, merk dagang dapat diserahkan kepada pihak lain, sebagian atau
seluruhnya. Contoh yang umum adalah mekanisme franchise. Pada franchise, salah satu
kesepakatan adalah penggunaan nama merk dagang dari usaha lain yang sudah terlebih
dahulu sukses.

Rahasia Dagang (Trade Secret)

Berbeda dari jenis HAKI lainnya, rahasia dagang tidak dipublikasikan ke publik. Sesuai
namanya, rahasia dagang bersifat rahasia. Rahasia dagang dilindungi selama informasi
tersebut tidak dibocorkan oleh pemilik rahasia dagang.
Contoh dari rahasia dagang adalah resep minuman Coca Cola. Untuk beberapa tahun, hanya
Coca Cola yang memiliki informasi resep tersebut. Perusahaan lain tidak berhak untuk
mendapatkan resep tersebut, misalnya denga// n membayar pegawai dari Coca Cola.

Cara yang legal untuk mendapatkan resep tersebut adalah dengan cara rekayasa balik
(reverse engineering). Sebagai contoh, hal ini dilakukan oleh kompetitor Coca Cola dengan
menganalisis kandungan dari minuman Coca Cola. Hal ini masih legal dan dibenarkan oleh
hukum. Oleh karena itu saat ini ada minuman yang rasanya mirip dengan Coca Cola, semisal
Pepsi atau RC Cola.

Contoh lainnya adalah kode sumber (source code) dari Microsoft Windows. Windows memiliki
banyak kompetitor yang mencoba meniru Windows, misalnya proyek Wine yang bertujuan
untuk dapat menjalankan aplikasi Windows pada lingkungan sistem operasi Linux. Pada suatu
saat, kode sumber Windows pernah secara tidak sengaja tersebar ke Internet. Karena kode
sumber Windows adalah sebuah rahasia dagang, maka proyek Wine tetap tidak
diperkenankan untuk melihat atau menggunakan kode sumber Windows yang bocor tersebu

Plagiat adalah penjiplakan atau pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain
dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dsb) sendiri, misal
menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri; jiplakan.
4
Plagiat juga mempunyai arti sebagai perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja
dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya
ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak
lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat
dan memadai.
5
Pelaku plagiat disebut Plagiator, sedangkan sifat pelaku untuk memplagiat disebut
Plagiarisme.

Sejak 1997 pemerintah Indonesia telah menetapkan tiga UU di bidang HaKI.


Pertama, UU No.12 tahun 1997 jo UU No.7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta. Kedua,
UU No. 13 Tahun 1997 jo UU No.6 Tahun 1989 tentang Paten. Ketiga, UU No.14 jtahun
1997 jo UU NO.19 Tahun 1992 tentang Merek.

Saat ini, pemerintah juga tengah membahas tiga RUU yang berkaitan dengan HaKI, yaitu RUU
tentang Desain Industri, Ruu tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan RUU tentang
Rahasia Dagang, plus RUU tentang Perlindungan Varietas Tanaman.

Belum dikenal

Cita Prawinda Priapantja, Ketua Umum Masyarakat HaKI menyatakan, tiga RUU mengenai
HaKI yang sedang dibahas di DPR masih memerlukan sosialisasi agar berlaku efektif.
Pasalnya, banyak masyarakat yang belum tahu mengenai HaKI, khususnya tiga RUU itu.
Sosialisasi ini penting untuk menumbuhkan sikap tanggap dan kesadaran akan pengaruh HaKI
pada kehidupan sehari-hari.

Menurut Roestandi, pembahasan RUU yang berkaitan dengan HaKI itu DPR lebih
menitikberatkan kepada masalah politik, terutama menyeimbangkan berbagai kepentingan
yang terkait dalam penerapan UU tentang HaKI. Umumnya anggota DPR tidak memiliki
pengetahuan teknis HaKI yang baik dan tidak memiliki pakar yang menguasai HaKI secara
mendalam, ujarnya.

Bukan hanya anggota Dewan saja yang belum mengenal. Bahkan, aparat penegak hukum
juga belum terlalu mengenal HaKI. Kadar pengetahuan dan jumlah aparat penegak hukum di
bidang HaKI belum memadai, kata Roestandi. Ia juga menyatakan tidak banyak anggota Polri
yang mempelajari HaKI.

Dengan keterbatasan pengetahuan, bisa saja terjadi aparat penegak hukum justru main
mata' dengan pelanggar HaKI, khususnya dari kalangan pengusaha
Roestandi berpendapat, penegakkan hukum bukan hanya pada tahap penindakan setelah
terjadinya pelanggaran HaKI, melainkan juga kelancaran pelaksanaannya. Pelaksaan hukum
HaKI akan lebih terasa manfaatnya jika tidak birokratis.

Menurut Roestandi penegakan hukum HaKI kurang efektif karena kultur masyarakat Indonesia
yang sangat beragam. Dalam masyarakat, seorang penemu telah merasa puas jika hasil
karyanya digunakan untuk manfaat orang banyak. Namun di sisi lain, seorang peniru tidak
merasa berdosa jika memanfaatkan hasil penemuan orang lain.

Namanya juga pencuri, siapa yang memiliki rasa malu. Bahkan, ada juga yang sudah mencuri,
masih mengaku merek atau penemuan orang lain sebagai merek atau penemuannya. Jika
penegakkan hukum HaKI berjalan efektif, memang semua pihak harus mendukungnya.
Pengertian Wanprestasi menurut Prodjodikoro, Wanprestasi adalah tidak adanya
suatu prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan
sebagai isi dari suatu perjanjian. Dalam istilah bahasa Indonesia dapat dipakai
istilah pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji
untuk wanprestasi.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, Pengertian Wanprestasi adalah suatu


perikatan dimana pihak debitur karena kesalahannya tidak melaksanakan apa yang
diperjanjikan.

Untuk menentukan apakah seseorang (debitur) itu bersalah karena telah


melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seseorang itu
dikatakan atau tidak memenuhi prestasi.

R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi (kelalaian) seorang debitur dapat


berupa empat macam, yaitu :
(1) tidak melakukan apa yang seharusnya disanggupi untuk dilakukan,
(2) melaksanakan yang dijanjikan, namun tidak sebagaimana yang diperjanjikan,
(3) melakukan apa yang telah diperjanjikan, namun terlambat pada waktu
pelaksanaannya,
(4) melakukan sesuatu hal yang di dalam perjanjiannya tidak boleh dilakukan.

Menurut Burght, pihak yang ditimpa wanprestasi dapat menuntut sesuatu yang
lain disamping pembatalan yaitu pemenuhan perikatan, ganti rugi atau pemenuhan
perikatan ditambah ganti rugi. Untuk menetapkan akibat-akibat tidak dipenuhinya
perikatan, perlu diketahui telebih dahulu pihak yang lalai memenuhi perikatan
tersebut. Seorang debitur yang lalai, yang melakukan wanprestasi juga dapat
digugat di depan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan
pada tergugat tersebut.

Tidak terpenuhinya perikatan diakibatkan kelalaian (kesalahan) debitur atau


sebagai akibat situasi dan kondisi yang resikonya ada pada diri debitur dapat
berakibat pada beberapa hal. Akibat yang ditimbulkan oleh Wanprestas, yaitu :
(1) Debitur yang wanprestasi harus membayar aganti rugi sesuai ketentuan pasal
1234 KUH Perdata.
(2) Bebas resiko bergeser ke arah kerugian debitur.
(3) Jika perkiraan timbul dari suatu persetujuan timbal balik, maka kreditur dapat
membebaskan diri dari kewajiban melakukan kontraprestasi melalui pasal 1266
KUH Perdata.

A. Wanprestasi
Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah performance
dalam hukum kontrak dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis
dalam suatu kontrak oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan
mana sesuai dengan term dan condition sebagaimana disebutkan dalam kontrak yang
bersangkutan.
Adapun yang merupakan model-model dari prestasi adalah seperti yang disebutkan
dalam pasal 1234 KUH Perdata, yaitu berupa :
1. Memberikan sesuatu;
2. Berbuat sesuatu;
3. Tidak berbuat sesuatu.
Sementara itu, dengan wanprestasi, atau pun yang disebut juga dengan istilah breach
of contract yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban
sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu
seperti yang disebutkan dalam kontrak yang bersangkutan. Tindakan wanprestasi membawa
konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang
melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan
agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi tersebut. Tindakan
wanprestasi ini dapat terjadi karena :
1. Kesengajaan;
2. Kelalaian;
3. Tanpa Kesalahan (tanpa kesengajaan atau kelalaian).
Akan tetapi berbeda dengan hukum pidana atau hukum tentang perbuatan melawan
hukum, hukum kontrak tidak begitu membedakan apakah suatu kontrak tidak
dilaksanakan karena adanya unsur kesalahan dari paar pihak atau tidak. Akibatnya
umumnya tetap sama, yakni pemberian ganti rugi dengan perhitungan-perhitungan
tertentu. Kecuali tidak dilaksanakan kontrak tersebut karena alasan-alasan force majeure,
yang umumnya memang membebaskan pihak yang tidak memenuhi prestasi (untuk
sementara atau selama-lamanya)

B. Model Wanprestasi
Ada berbagai model bagi para pihak yang tidak memenuhi prestasinya walaupun sebelumnya
sudah setuju untuk dilaksanakannya. Model- model wanprestasi tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Wanpretasi berupa tidak memenuhi prestasi.
b. Wanpretasi berupa terlambat memenuhi prestasi.
c. Wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi.
Dalam hal wanprestasi berupa tidak sempurna memenuhi prestasi, dalam ilmu hukum
kontrak dikenal dengan suatu doktrin yang disebut dengan doktrin pemenuhan
prestasi substansial adalah suatu doktrin yang mengajarkan bahwa sungguhpun satu
pihak tidak melaksanakan prestasinya secara sempurna, tetapi jika dia telah
melasanakan prestasinya tersebut secara substansial, maka pihak lain harus juga
melaksanakan prestasinya secara sempurna. Apabila suatu pihak tidak melaksanakan
prestasinya secara substansial, maka dia disebut telah tidak melaksanakan kontrak secara
material (material breach).
Karena itu, jika telah dilaksanakan substansial performance terhadap kontrak yang
bersangkutan, tidaklah berlaku lagi doktrin exceptio non adimpleti contractus, yakni doktrin
yang mengajarkan bahwa apabila satu pihak tidak melaksanakan prestasinya, maka pihak
lain dapat juga tidak melaksanakan prestasinya. Misalnya, jika seorang kontraktor
mengikat kontrak dengan pihak bouwheer untuk mendirikan sebuah bangunan, misalnya
dia hanya tinggal memasang kunci bagi bangunan tersebut sementara pekerjaan-
pekerjaan lainnya telah selesai dikerjakan, maka dapat dikatakan dia telah
melaksanakan kontrak secara substansial. Sementara kunci yang tidak dipasang pada
bangunan tersebut bukan berarti dia telah tidak melaksanakan kontrak secara material
(material breach). Akan tetapi tidak terhadap semua kontrak dapat diterapkan doktrin
pelaksanaan kontrak secara substansial. Untuk kontrak jual-beli atau kontrak yang
berhubungan dengan tanah misalnya, biasanya doktrin pelaksanaan kontrak secara
substansial tidak dapat diberlakukan. Untuk kontrak-kontrak yang tidak berlaku doktrin
pemenuhan prestasi secara substansial, berlaku doktrin pelaksanaan prestasi secara
penuh, atau sering disebut dengan istilah-istilah sebagai berikut :
a. strict performance rule;
b. full perfomance rule;
c. perfect tender rule.
Jadi, berdasarkan doktrin pelaksanaan kontrak secara penuh ini, misalnya seorang
penjual menyerahkan barang dengan tidak sesuai (dari segala aspek) dengan kontrak,
maka pihak pembeli dapat menolak barang tersebut.
C. Penyelesaian Sengketa
Wanprestasi termasuk dalam jenis perkara perdata, oleh karena itu penyelesaian perkaranya
akan didasarkan pada prosedur penyelesaian perkara menurut hukum acara perdata.
"Hukum Acara Perdata merupakan Serangkaian Peraturan hukum yang mengatur dan
menentukan agar dijalankannya Hukum Perdata Materil dan menetapkan apa yang telah
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan"
Tahapan-tahapan beracara sebagai berikut :
1. Gugatan --> Jawaban
2. Replik --> Duplik
3. TambahanReplik --> Tambahan Duplik
4. Pemeriksaan Alat Bukti
5. Konklusi
6. Vonnis
Secara istilah batal demi hukum mengandung pengertian bahwa akibat-akibat dari keputusan
dianggap tidak pernah ada atau dikembalikan seperti semula sebelum adanya keputusan.
Sedangkan dapat dibatalkan mengandung arti bahwa akibat-akibat yang timbul dari suatu
keputusan tetap sah sebelum diadakan pembatalan.

Untuk lebih mudah memahami maksud dan pengertian tersebut, mari kita kaitkan dengan
sebuah contoh perbuatan hukum. Misal perjanjian, maka dalam hal ini untuk mengetahui
bahwa suatu perjanjian sah atau tidak sah harus diuji dengan beberapa syarat. Karena
perjanjian yang tidak sah mengandung pengertian bahwa perjanjian tersebut batal demi
hukum, sedangkan perjanjian yang sah tetap dapat dibatalkan apabila diajukan pembatalan
karena terdapat salah satu atau beberapa syarat yang tidak dipenuhi.Pasal 1320 KUH Perdata
menentukan 4 syarat sahnya perjanjian yaitu :

Sepakat
Kecakapan
Suatu hal tertentu
Sebab yang halal

Syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif karena kedua syarat tersebut harus
dipenuhi oleh subjek hukum, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut dengan syarat
objektif karena kedua syarat ini harus dipenuhi terhadap objek yang diperjanjikan.

Tidak terpenuhinya (salah satu) syarat subjektif dapat mengakibatkan suatu perjanjian dapat dibatalkan,
maksudnya perjanjian tersebut menjadi batal apabila ada yang memohonkan pembatalan. Sedangkan tidak
terpenuhinya (salah satu) syarat objektif dapat mengakibatkan perjanjian tersebut batal demi hukum, artinya
sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perjanjian.
contoh:

c. perjanjian jual beli, antara 2 orang dewasa, yang secara sadar sepakat mengadakan perjanjian jual beli
dengan objek narkoba. narkoba adalah barang yang dilarang oleh UU untuk diperjualbelikan, maka demi
hukum, perjanjian tersebut batal karena tidak memenuhi syarat syahnya perjanjian.

d. perjanjian jual beli pisau ( barang legal) namun alasan dibelinya pisau tersebut adalah untuk membunuh
seseorang, maka perjanjian ini juga batal demi hukum.

intinya batalnya perjanjian yang tidak memenuhi syarat objektif adalah absolute.

perjanjian yang batal demi hukum mengandung konsekuensi perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak
memiliki akibat hukum, namun bagaimana penerapan prinsip ini dalam setiap kasus yang terjadi pada
masyarakat masih membutuhkan penelusuran hukum lebih lanjut dan di dasarkan pada Yurisprudensi yang
terlebih dahulu ada.
Perusahaan keluarga adalah perusahaan yang dimiliki dan dikelolah oleh anggota-anggota keluarganya.
Misalnya saja pemilik perusahaan adalah bapaknya, direkturnya anak pertama, dan wakil direkturnya anak
kedua. Banyak perusahaan keluarga yang sukses luar biasa, misalnya saja, Maspion grup, Ciputra, Nyonya
Meneer, Sidomuncul, dan Meco. Tetapi, lebih banyak lagi perusahaan keluarga yang hancur. Saya rasa,
ungkapan Generasi pertama menciptakan, generasi kedua mengembangkan, dan generasi ketiga
menghancurkan sangat tepat bagi jenis perusahaan ini.

Konflik memuncak di tahun 1984 hingga 2000. Kelima ahli waris berebut kekuasaan di perusahaan.
Pertikaian melibatkan beberapa pihak: kelompok mayoritas (Nonnie Saerang dan Hans Pangemanan),
kelompok minoritas (Lucy Saerang dan Marie Kalalo) dan generasi ketiga yang diwakili oleh Charles
Saerang (anak kandung mendiang Hans Ramana). Dilakukan sebuah perubahan konstelasi kepemimpinan,
dengan mengangkat Hans Pangemanan dan Charles Saerang sebagai direktur. Namun, situasi tetap tidak
membaik. Kemudian dilaksanakan pengubahan susunan dewan direksi yang menghasilkan keputusan
sebagai berikut: Hans Pangemanan (kelompok mayoritas) dan Fritzcimons Kalalo (kelompok minoritas)
menjabat sebagai direktur pertama dan kedua.

Sengketa melebar hingga soal urusan perebutan saham keluarga. Tercatat, sebanyak 10 sengketa harus
dihadapi. Bahkan, perseteruan berujung pada tuntutan ke meja hijau.. Begitu sengitnya pertikaian di tubuh
PT Nyonya Meneer, sampai-sampai Menaker Cosmas Batubara saat itu ikut turun tangan, sebab pertikaian
antar keluarga sampai melibatkan ribuan pekerja perusahaan itu. Akhirnya saudara-saudara tersebut
menjatuhkan pilihan untuk berpisah dan menjual semua bagian mereka kepada Charles Ong Saerang.
Hingga saat ini kepemilikan PT Jamu Nyonya Meneer sepenuhnya dimiliki oleh Charles Saerang.

Konflik dalam bisnis keluarga memang tak bisa dihindari karena masing-masing pihak merasa berhak atas
perusahaan tersebut atau rendahnya kepercayaan terhadap anggota keluarga yang ditunjuk menjalankan
perusahaan. Psikolog Core Belief Ekorini Kuntowati mengatakan kepercayaan adalah kunci utama dalam
menjalankan bisnis keluarga sehingga tiap anggota keluarga dapat menjalankan peran masing-
masing.Mereduksi konflik dengan membangun kepercayaan di antara anggota keluarga diharapkan mampu
meredam kemungkinan terjadinya perpecahan hingga menyebabkan hancurnya bisnis keluarga.

Tanpa adanya kepercayaan, konflik yang sifatnya sepele bisa besar. Dengan adanya kepercayaan akan ada
kontrol diri sehingga terhindar dari potensi konflik. ujar Rini.Selain sikap percaya, pola komunikasi yang
baik juga perlu ditumbuhkan oleh masing-masing anggota keluarga yang terlibat dalan) bisnis.Keterbukaan
juga menjadi salah satu sikap yang penting dimiliki masing-masing anggota keluarga yang terlibat dalam
bisnis keluarga.Melalui sikap saling terbuka, Rini mengatakan tidak akan muncul labelling pada masing-
masing anggota keluarga yang juga akan jadi pemicu konflik bisnis keluarga. Menyembunyikan diri akan
muncul agresi moral dan muncul label pada karakter masing-masing anggota keluarga misalnya, si pemarah,
si tekun, si malas, si culas, si jahat, dan semua bisa kebawa dalam bisnis dan jadi pemicu konflik, tuturnya.

Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), UU No. 8 Tahun 1999
Pasal 1 angka 1 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1
angka 1 UUPK telah memberikan cukup kejelasan. Kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang
merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.

Makna Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), UU No. 8 Tahun


1999 Pasal 1 angka 1 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen. Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal 1
angka 1 UUPK telah memberikan cukup kejelasan. Kalimat yang menyatakan segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang
merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.

Definisi Konsumen

Terdapat berbagai pengertian mengenai konsumen walaupun tidak terdapat perbedaan yang mencolok antara
satu pendapat dengan pendapat lainnya Konsumen sebagai peng-Indonesia-an istilah asing (Inggris) yaitu
consumer, secara harfiah dalam kamus-kamus diartikan sebagai seseorang atau sesuatu perusahaan yang
membeli barang tertentu atau menggunakan jasa tertentu; atau sesuatu atau seseorang yang mengunakan
suatu persediaan atau sejumlah barang. ada juga yang mengartikan setiap orang yang menggunakan
barang atau jasa.

Dari pengertian diatas terlihat bahwa ada pembedaan antara konsumen sebagai orang alami atau pribadi
kodrati dengan konsumen sebagai perusahan atau badan hukum pembedaan ini penting untuk membedakan
apakah konsumen tersebut menggunakan barang tersebut untuk dirinya sendiri atau untuk tujuan komersial
(dijual, diproduksi lagi).

Az Nasution didalam bukunya memberikan batasan tentang konsumen pada umumnya adalah : setiap orang
yang mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu. Konsumen masih dibedakan
lagi antara konsumen dengan konsumen akhir. Menurutnya yang dimaksud dengan konsumen antara adalah :
Setiap orang yang mendapatkan barang dan jasa untuk dipergunakan dengan tujuan membuat barang dan
jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial).

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai definisi yuridis formal
ditemukan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), Undang-
undang Perlindungan Konsumen menyatakan, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdaganggkan.

Definisi Pelaku Usaha

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 memberi pengertian apa yang dimaksud dengan pelaku usaha, seperti
tercantum dalam Pasal 1 ayat 3, Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang diberikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Sedangkan didalam penjelasannya yang termasuk pelaku usaha, UUPK menyebut perusahaan, korporasi,
BUMN, koprasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Jadi pengertian pelaku usaha dalam undang-
undang ini luas sekali, karena pengertiannya tidak dibatasi hanya pabrikan saja, melainkan juga para
distributor (dan jaringannya), serta termasuk para importir.

Asas Perlindungan Konsumen

Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan pada asas yang diyakini memberikan arahan dan
implementasinya di tingkatan praktis. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan konsumen Pasal 2, ada 5 (lima) asas perlindungan konsumen yaitu:

1. Asas Manfaat

Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UUPK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih
tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya

2. Asas Keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 7 UUPK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban
konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh
haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.

3. Asas Keseimbangan

Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat
terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen

Diharapkan penerapan UUPK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

5. Asas Kepastian Hukum

Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Tujuan Perlindungan Konsumen

Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, bertujuan untuk:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa;

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalm memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya


sebagai konsumen;

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian Hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga


tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;

6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kenyamanan, dan keselamtan konsumen.

7. Hak dan Kewajiban Konsumen

Hak Konsumen diatur didalam Pasal 4 UU No.8 Tahun 1999, yakni:

Pasal 4

Hak konsumen adalah :

1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

3. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

5. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen secara patut;

6. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

7. hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

8. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

9. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban Konsumen diatur dalam Pasal 5, yakni:

Pasal 5

Kewajiban konsumen adalah :

1. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

3. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 6:

Hak pelaku usaha adalah :

1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya

Pasal 7:

Kewajiban pelaku usaha adalah :

1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau
jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;

6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian
dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima
atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Oleh Pelaku Usaha

Selain terdapat hak dan kewajiban dalam hal perlindungan terhadap perlindungan konsumen, sebagai
seorang pelaku usaha, telah ditetapkan tentang perbuatan yang dilarang dalam Pasal 8 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Adapun perbuatan yang
dilarang oleh pelaku usaha adalah sebagai berikut;

1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

2. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;

3. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang
dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

4. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang
sebenarnya;

5. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan
dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut,

6. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan
tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

7. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi
penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

8. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling
baik atas barang tersebut;

9. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang
dicantumkan dalam label;

10. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat /
isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan
alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di
pasang/dibuat;

11. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
12. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

13. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas
dan tercemar, dengan atau tanpa rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.Pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa
tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Penyelesaian Sengketa

Dalam hal perlindungan konsumen apabila terjadi suatu sengketa, dalam UUPK telah diatur mengenai
penyelesaian sengketa yang terdapat dalam Pasal 45. Dalam pasal ini disebutkan sebagai berikut:

1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.

2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.

3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan
tanggungjawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.

4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui
pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu
pihak atau oleh para pihak.

Badan Penyelesaian Sengketa konsumen (BPSK)

Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:

Pasal 52

1. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui

2. mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

3. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

4. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

5. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;

6. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

7. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

8. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen;

9. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui
pelanggaran terhadap Undang-undang ini;
10. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang
sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan
penyelesaian sengketa konsumen;

11. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan
dan/atau pemeriksaan;

12. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;

13. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen;

14. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang
ini.

Kasus Iklan Nissan March Masuk Pengadilan : Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan
Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa
terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-
hari. Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute
kombinasi, imbuhnya.

Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua
kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung
di jalan dengan mengikutsertakan saksi. Saya berharap diadakan road test dengan ada
saksi, kata karyawati swasta itu.
Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla
meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan
BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1)
huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta
membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.

Kasus diatas membuktikan, Pada ketentuan umum UU soal konsumen, menyangkut promosi
disebutkan, Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu
barang dan/atau jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa
yang akan dan sedang diperdagangkan. Maka, Kasus ini menunjukkan bahwa terkadang
promosi iklan sangat tidak beretika bisnis. Oleh karena itu, diharapkan akan adanya
keterbukaan antara produsen kepada konsumen sehingga mereka akan bisa saling nyaman
satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai