OLEH:
KENDARI
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Turunnya Soeharto dari jabatan kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998 menjadi awal
lahirnya era Reformasi di Indonesia. Perkembangan politik ketika itu ditandai dengan
pergantian presiden di Indonesia. Segera setelah Soeharto mengundurkan diri, Mahkamah
Agung mengambil sumpah Baharuddin Jusuf Habibie sebagai presiden.
Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie berlangsung dari tanggal 21 Mei 1998
sampai 20 Oktober 1999. Pengangkatan Habibie sebagai presiden ini memunculkan
kontroversi di masyarakat. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah
konstitusional, sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa Habibie sebagai kelanjutan
dari era Soeharto dan pengangkatannya dianggap tidak konstitusional1.
Pada masa pemerintahan B.J. Habibie, kehidupan politk di Indonesia Mengalami beberapa
perubahan. Ia banyak mengubah struktur kebijakan dari Soeharto itu sendiri. Meskipun
Beliau hanya menjabat kurang dari 2 tahun, tapi ia telah mampu membuat kebijakan-
kebijakan yang cukup berani. Masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie ditandai dengan
dimulainya kerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membantu dalam
proses pemulihan ekonomi. Selain itu, B.J. Habibie juga melonggarkan pengawasan terhadap
media massa dan memberikan kebebasan dalam berekspresi. Beberapa langkah perubahan
diambil oleh B.J. Habibie, seperti liberalispartai politik, pemberian kebebasan pers,
kebebasan bependapat, dan pencabutan UU Subversi.
1. PEMERINTAHAN HABIBIE
Pemerintahan B..J. Habibie dimulai sejak lengsernya Soeharto dari kedudukannya
sebagai presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998. Masa pemerintahan Habibie
ini hanya berlangsung selama satu tahun, karena naiknya Habibie menggantikan Soeharto ini
diterima dengan hati kecewa dan cemas di kalangan yang amat luas di kalangan masyarakat.
Kabinet yang dibentuk oleh Habibie diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan.2
Pada tanggal 21 Mei 1998, pukul 10.00 WIB bertempat di Istana Negara, Presiden
Soeharto meletakkan jabatannya sebagai presiden dihadapan ketua dan beberapa anggota dari
Mahkamah Agung. Pada tanggal itu pula, dan berdasarkan Pasal 8 UUD 1945. Presiden
menunjuk Wakil Presiden B.J. Habibie untuk menggantikannya menjadi presiden, serta
pelantikannya dilakukan di depan Ketua Mahkamah Agung dan para anggotanya. Maka sejak
saat itu, Presiden Republik Indonesia dijabat oleh B.J. Habibie sebagai presiden yang ke-3.
Apabila dilihat dari segi hukum materiil, maka naiknya Habibie menjadi presiden
adalah sah dan konstitusional. Namun secara hukum formal hal itu tidak konstitusional, sebab
perbuatan hukum yang sangat penting yaitu pelimpahan wewenang atau kekuasaan dari
Soeharto kepada Habibie harus melalui acara resmi yang konstitusional. Apabila perbuatan
hukum itu dihasilkan dari acara yang tidak konstitusional, maka perbuatan hukum itu menjadi
tidak sah. Pada saat itu memang DPR tidak memungkinkan untuk bersidang, karena Gedung
DPR/MPR diduduki oleh puluhan ribu mahasiswa dan para cendekiawan. Dengan demikian,
hal ini dapat dinyatakan sebagai suatu alasan yang kuat dan hal itu harus dinyatakan sendiri
oleh DPR.
Diikalangan mahasiswa sikap atas pelantikan Habibie terbagi atas tiga kelompok,
yaitu : Pertama, menolak Habibie karena merupakan produk orde baru, kedua bersikap netral
karena pada saat itu tidak ada pemimpin Negara yang diterima semua kalangan sementara
jabatan presiden tidak boleh kosong. Ketiga mahasiswa berpendapat bahwa pengalihan
kekuasaan ke Habibie ialah sah dan konstitusional. Masa pemerintahan Presiden B.J Habibie
berlangsung dari tanggal 21 Mei 1998 sampai 20 Oktober 1999.pengambilan sumpah beliau
sebagai presiden RI dilakukan di Credential Room, Istana Merdeka. Dalam pidato yang
pertama setelah pengangkatannya B.J habibie menyampaikan hal-hal sebagai berikut
pertama, mohon dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, kedua akan melakukan reformasi
secara bertahap dan kontitusional di segala bidang, Ketiga akan meningkatkan kehidupan
politik pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik KKN dan ke empat akan menyusun
kabinet yang sesuai dengan tuntutan zaman.3
Pada tanggal 22 Mei 1998, Presiden Republik Indonesia yang ketiga B.J. Habibie
membentuk kabinet baru yang dinamakan Kabinet Reformasi Pembangunan. Kabinet itu
terdiri atas 16 orang menteri, dan para menteri itu diambil dari unsur-unsur militer (ABRI),
Golkar, PPP, PDI. Pada tanggal 25 Mei 1998 diselenggarakan pertemuan pertama kabinet
habibie. Pertemuan ini berhasil membentuk Komite untuk merancang undang-undang politik
yang lebih longgar dalam waktu satu tahun dan menyetujui pembatasan masa jabatan
presiden yaitu maksimal 2 periode (satu periode lamanya 5 tahun). Upaya terebut mendapat
sambutan positif, tetapi dedakan agar pemerintah Habibie dapat merealisasikan agenda
reformasi tetap muncul4.
Prioritas utama Kabinet Reformasi Pembangunan adalah mengatasi krisis ekonomi dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dengan dua sasaran pokok, yaitu: (a) Ketersediaan dan
keterjangkauan bahan makanan dan kebutuhan pokok; dan (b) Berputarnya kembali roda
perekonomian nasional. Untuk mencapai sasaran tersebut, ada tiga hal yang gariskan oleh
presiden Habibie, yaitu: Penyediaan sembilan bahan pokok (sembako) dengan harga yang
4 Munirah Amran, MASA PEMERINTAHAN BJ HABIBIE, Kamis, 14 Februari 2013,
http://munirah-amran.blogspot.co.id/2013/02/masa-pemerintahan-bj-habibie.html.
diakses pada 31 Mei 2017
terjangkau; Stabilitas nilai tukar rupiah pada tingkat yang wajar dan pengendalian laju inflasi;
Mengembalikan kepercayaan dunia usaha, khususnya investor luar negeri, antara lain dengan
melaksanakan kesepakatan dengan IMF5.
Pada bidang politik, Habibie melakukan Pembebasan Tahanan Politik, dalam rangka
meningkatkan legitimasi baik di dalam maupun diluar negeri. Hal ini terlihat dengan
diberikannya amnesti dan abolisi yang merupakan langkah penting menuju keterbukaan dan
Selanjutnya dalam hal politik lainnya Habibie menyelesaikan masalah timor timor,
Habibie mengambil sikap pro aktif dengan menawarkan dua pilihan yaitu memberikan status
khusus dengan otonomi luas atau memisahkan diri dari RI. Otonomi luas berarti diberikan
kewenangan atas bidang seperti : politik ekonomi budaya dan lain-lain kecuali dalam
hubungan luar negeri. Pertahanan dan keamanan serta moneter dan fiscal. Sedangkan
memisahkan diri berarti secara demokratis dan konstitusional serta secara terhormat dan
damai lepas dari NKRI, Habibie membebaskan tahanan Timor-Timu, seperti Gusmao dan
Ramos Horta.
Pada tanggal 21 April 1999 di Dili, kelompok pro kemerdekaan dan pro intergrasi
menandatangani kesepakatan damai yang disaksikan oleh panglima TNI wiranto, wakil ketua
komnas HAM Djoko Soegianto dan Uskup Baucu Mgr Basilio do Nascimento. Tanggal 5
Mei 1999 di New York Menlu Ali Alatas dan Menlu Portugal Jaime gama disaksikan oleh
sekjen PBB koffi Annan menandatangani kesepakatan melaksanakan penentuan pendapat di
Timor-Timur untuk mengetahui sikap rakyat Timor- Timur untuk mengetahui sikap rakyat
Timor- Timur dalam memilih kedua opsi diatas. Pada tanggal 4 September 1999 yang
menyebutkan bahwa sekitar 78,5 rakyat Timor-Timur memilih merdeka. Lepasnya Timor-
Timur dari NKRI berdampak pada daerah lain yang ingin juga melepaskan diri dari NKRI
seperti tuntutan dari GAM di Aceh, dan OPM di irian Jaya, selain itu pemerintah RI harus
menanggung pengungsi Timur-Timor yang pro Indonesia di perbatasan yaitu di Atambua.
Dalam bidang politik juga dengan Intruksi Presiden No 30 / 1998 tanggal 2 Desember
1998 telah mengintruksikan jaksa Agung Baru, Andi Ghalib segera mengambil tindakan
hukum memeriksa Mantan Presiden Soeharto karena diduga telah melakukan Praktik
KKN.dan memberikan gelar pahlawan Reformasi pada para mahasiswa korban Trisakti yang
menuntut lengsernya Soeharto pada 12 Mei 1998, penghargaan ini merupakan bentuk
penghormatan kepada perjuangan dan pengorbanan mahasiswa sebagai pelopor Reformasi.
Didalam bidang ekonomi pemerintahan berhasil menekan laju inflasi dan gejolak
moneter dibanding saat awal terjadi krisis, namun langkah dalam kebijakan ekonomi belum
sepenuhnya menggembirakan karena dianggap tidak mempunyai kebijakan yang konkrit dan
sistematis seperti sektor riil belum pulih. Banyak kasus penyelewengan dana Negara dan
bantuan Indonesia kehilangan momentum pemulihan ekonomi7.
Pada tanggal 21 agustus 1998 pemerintah membekukan operasional Bank Umum Nasional,
Bank Modern, dan Bank Dagang Nasional Indonesia. Awal tahun selanjutnya pemerintah
melikuidasi 38 bank swasta. 7 Bank diambil alih pemerintah dan 9 Bank mengikuti program
rekapitulasi, selain itu harga beras juga meningkat, ditemukan penyelundupan beras keluar
negeri dan penimbun beras.
Merekapitulasi perbankan
Merekonstruksi perekonomian Indonesia.
Pada masa transisi di bawah Presiden B.J. Habibie, banyak perubahan-perubahan penting
terjadi dalam tubuh ABRI, terutama dalam tataran konsep dan organisatornya. ABRI telah
melakukan kebijakan-kebijakan sebagai langkah perubahan politik internal, yang berlaku
tanggal 1 April 1999. Kebijakan tersebut antara lain: pemisahan POLRI dari ABRI,
Perubahan Stat Sosial Politik menjadi Staf Teritorial, Likuidasi Staf Karyawan, Pengurangan
Fraksi ABRI di DPR, DPRD I/II, pemutusan hubungan organisatoris dengan partai Golkar
dan mengambil jarak yang sama dengan parpol yang ada, kometmen dan netralitas ABRI
dalam Pemilu dan perubahan Staf Sospol menjadi komsos serta pembubaran Bakorstanas dan
Bakorstanasda.
Perubahan di atas dipandang positif oleh berbagai kalangan sebagai upaya reaktif
ABRI terhadap tuntutan dan gugatan dari masyarakat, khususnya tentang persoalan eksis
peran Sospol ABRI yang diimplementasikan dari doktrin Dwi Fungsi ABRI10.
Salah satu kesalahan yang dinilai pihak oposisi terbesar adalah setelah menjabat sebagai
Presiden, B.J. Habibie memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur
(sekarang Timor Leste), ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu
mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih
tetap menjadi bagian dari Indonesia.
Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999.
Lepasnya Timor Timur di satu sisi memang disesali oleh sebagian warga negara Indonesia,
tapi disisi lain membersihkan nama Indonesia yang sering tercemar oleh tuduhan pelanggaran
HAM di Timor Timur.
Kasus inilah yang mendorong pihak oposisi yang tidak puas dengan latar belakang
Habibie semakin giat menjatuhkan Habibie. Upaya ini akhirnya berhasil dilakukan pada
Sidang Umum 1999, ia memutuskan tidak mencalonkan diri lagi setelah laporan
pertanggungjawabannya ditolak oleh MPR11.
PENUTUP
KESIMPULAN
Turunnya Soeharto dari jabatan kepresidenan pada tanggal 21 Mei 1998 menjadi awal
lahirnya era Reformasi di Indonesia. Perkembangan politik ketika itu ditandai dengan
pergantian presiden di Indonesia. Segera setelah Soeharto mengundurkan diri, Mahkamah
Agung mengambil sumpah Baharuddin Jusuf Habibie sebagai presiden.
Kebijakan yang diambil pada masa pemerintahan BJ Habibie di antaranya sebagai berikut:
1. Kebijakan dalam bidang politik dan hukum.
2. Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan.
3. Mengatasi masalah dwifungsi ABRI.
4. Mengadakan Sidang Istimewa.
5. Kebijakan dalam bidang ekonomi.
6. Kebijakan menyampaikan pendapat dan pers.
7. Pelansanaan Pemilu.
Pada tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato
pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR namun terjadi penolakan terhadap
pertanggungjawaban presiden karena Pemerintahan Habibie dianggap sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Rezim Orba. Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR
Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, dengan demikian
pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak. Pada hari yang sama Presiden habibie
mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden.