PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fungsi normal kandung kemih adalah mengisi dan mengeluarkan urin
secara terkoordinasi dan terkontrol. Aktifitas koordinasi ini diatur oleh sistem
saraf pusat dan perifer. Neurogenic bladder adalah penyakit yang menyerang
kandung kemih yang disebabkan oleh kerusakan ataupun penyakit pada sistem
saraf pusat atau pada sistem saraf perifer dan otonom. (Ginsberg, 2013).
Sedangkan, Inkontinensia urin adalah kondisi umum dan menjadi fokus kesehatan
global. Inkontinensia urin menyerang kedua jenis kelamin, meski pada
masyarakat menyerang dua kali lebih sering pada wanita, dan prevalensinya
meningkat seiring bertambahnya usia. (Chan, Lewis et.al, 2012).
Salah satu penelitian pertama mengenai prevalensi Neurogenic Bladder di
Asia adalah sebuah survai yang dilakukan oleh APCAB (Asia Pacific Continence
Advisory Board) yang mencakup 7875 laki-laki dan perempuan, dimana sekitar
70% adalah perempuan dari 11 negara termasuk 499 dari Indonesia didapatkan
bahwa prevalensi Neurogenic Bladder secara umum di Asia adalah sekitar 50,6%.
(Shenot, 2012).
Banyak penyebab dapat mendasari timbulnya Neurogenic Bladder
sehingga mutlak dilakukan pemeriksaan yang teliti sebelum diagnosis ditegakkan.
Penyebab tersering adalah gangguan medulla spinalis, Selain itu kondisi lain yang
dapat menyebabkan neurogenic bladder adalah penyakit degenaratif neurologis
(multipel sklerosis, dan sklerosis lateral amiotropik), kelainan bawaan tulang
belakang (spina bifida).
Sebuah review dari studi internasional menyatakan bahwa inkontinensia
adalah keluhan umum di seluruh dunia. Prevalensi inkontinensia urin pada wanita
berkisar antara 3-55% bergantung pada batasan dan kelompok usia (Leduc &
Straus, 2004). Sebanyak 25-45% pada wanita dewasa dan 5-15% pada wanita
paruh baya dan lebih (Hunskaar et al. 2005).Di Amerika Serikat jumlah penderita
inkontinensia urin mencapai 13 juta dengan 85% diantaranya perempuan.Asia
Pacific Continence Advisory Board (APCAB) menyatakan prevalensi
inkontinensia urin pada wanita Asia sekitar 14,6% (Wahyuni, 2010).
Terapi yang cocok ditentukan dari diagnosis yang tepat dengan perawatan
medis yang baik dan perawatan bersama dengan bermacam pemeriksaan klinis,
meliputi urodinamik dan pemeriksaan radiologi terpilih.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Neurogenic Bladder dan Inkontinensia Urin.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi kandung kemih.
2. Mengetahui dan memahami tentang definisi dan etiologi Neurogenic Bladder
dan Inkontinensia Urin.
3. Mengetahui dan memahami tentang patofisiologi Neurogenic Bladder dan
Inkontinensia Urin.
4. Mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis Neurogenic Bladder dan
Inkontinensia Urin.
5. Mengetahui dan memahami tentang komplikasi pada kasus Neurogenic Bladder
dan Inkontinensia Urin.
6. Mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan diagnostic pada kasus
Neurogenic Bladder dan Inkontinensia Urin.
7. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan medis pada kasus
Neurogenic Bladder dan Inkontinensia Urin.
8. Mengetahui dan memahami tentang prognosis Neurogenic Bladder dan
Inkontinensia Urin.
9. Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada kasus
Neurogenic Bladder dan Inkontinensia Urin.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mahasiswa Mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami definisi,
patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan medis pada pasien dengan
Neurogenic Bladder dan Inkontinensia Urin serta dapat menerapkan asuhan
keperawatan, khususnya untuk mahasiswa keperawatan.
2. Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan yang benar sebagai bekal
dalam persiapan praktik di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Bladder
b. Pengaliran urine
Pada orang dewasa yang normal, rangsangan untuk miksi
timbul dari distensi kandung kemih yang sinyalnya diperoleh dari
aferen yang bersifat sensitif terhadap regangan. Mekanisme normal
dari miksi volunteer tidak diketahui dengan jelas tetapi diperoleh dari
relaksasi oto lurik dari sfingter uretra dan lantai pelvis yang diikuti
dengan kontraksi kandung kemih. Inhibisi tonus simpatis pada leher
kandung kemih juga ditemukan sehingga tekanan intravesikal
diatas/melebihi tekanan intra uretral dan urine akan keluar.
Pengosongan kandung kemih yang lengkap tergantung adri refleks
yang menghambat aktifitas sfingter dan mempertahankan kontraksi
detrusor selama miksi (Japardi, 2002).
2.2 Definisi Neurogenic Bladder
David Ginsberg dalam jurnalnya yang berjudul The Epidemiology and
Pathophysiology of Neurogenic Bladder (2013) mengatakan bahwa neurogenic
bladder atau kandung kemih neurogenik merupakan penyakit yang menyerang
kandung kemih yang disebabkan oleh kerusakan ataupun penyakit pada sistem
saraf pusat atau pada sistem saraf perifer dan otonom.
Neurogenic bladder adalah disfungsi kandung kemih karena beberapa jenis
cedera pada sistem saraf yang menuju ke saluran kemih atau kandung kemih.
(Neighbors, 2014)
2.3 Etiologi Neurogenic Bladder
Sebuah trauma yang menyebabkan neurogenic bladder adalah cedera
tulang belakang yang berkelanjutan dalam kecelakaan kendaraan bermotor atau
kecelakaan menyelam. Penyebab trauma lainnya termasuk kasus serebrovaskular,
stroke, tumor, dan hernia lumbar disks. Diabetes, demensia, dan penyakit
parkinson adalah gangguan metabolisme yang sering menyebabkan neurogenic
bladder. (Neighbors, 2014)
2.4 Klasifikasi Neurogenic Bladder
Menurut Ginsberg (2013) pada neurogenic bladder sendiri terdapat
beberapa klasifikasi yang digunakan untuk mengelompokkan jenis- jenis
neurogenic bladder. Hal ini bisa berdasarkan penemuan urodinamik, kriteria
neurologis ataupun fungsi saluran kemih bagian bawah. Satu dari beberapa
klasifikasi sistem tersebut adalah berdasarkan lokasi lesi neurologis. Sistem ini
dijadikan panduan untuk terapi farmakologi dan intervensi lain. Dengan
menggunakan sistem ini maka neurogenic bladder diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Lesi diatas batang otak
b. Lesi sempurna pada suprasacral spinal cord
c. Trauma/ penyakit di sacral spinal cord
d. Gangguan pd refleks perifer (injury distal ke spinal cord)
Sementara itu, menurut Japardi (2002) pada gangguan kandung kemih
dapat terjadi pada bagian tingkatan lesi. Hal ini bergantung kepada jaras yang
terkena. Secara garis besar terdapat tiga jenis utama dari gangguan kandung
kemih yaitu:
a. Lesi suprapons
b. Lesi antara pusat miksi pons dansakral medula spinalis:
c. Lesi Lower Motor Neuron (LMN)
Neurogenic Bladder ini juga dikelompokkan berdasarkan tipenya ke dalam
tiga kelompok besar oleh Saputra (2012) yakni:
a. Neurogenic bladder flasid
b. Neurogenic bladder spastik
c. Neurogenic bladder campuran
2.5 Manifestasi Klinis Neurogenic Bladder
Manifestasi klinis neurogenic bladder adalah retensi urin sebagian atau
total, inkontinensia, urgensi, nyeri suprapubik, atau sering buang air kecil.
Sementara menurut Japardi (2002) gejala-gejala disfungsi kandung kemih
neurogenik terdiri dari urgensi, frekuensi, retensi dan inkontinens. Hiperrefleksi
detrusor merupakan keadaan yang mendasari timbulnya frekuensi, urgensi dan
inkontinens sehingga kurang dapat menilai lokasi kerusakan (localising value)
karena hiperrefleksia detrusor dapat timbul baik akibat kerusakan jaras dari
suprapons maupun suprasakral. Retensi urine dapat timbul sebagai akibat berbagai
keadaan patologis.
Berdasar tipenya sendiri, neurogenic bladder mempunyai beberapa
manifestasi klinis masing- masing. Berikut perbedaan manifestasi klinis pada
masing- masing tipe neurogenic bladder (Saputra, 2012):
a. Neurogenic bladder yang flasid
Pada tipe ini, manifestasi yang akan muncul diantaranya:
1) Inkontinensia overflow
2) Berkurangnya tonus sfingter ani
3) Distensi hebat kandung kemih yang disertai rasa penuh pada kandung kemih
b. Neurogenic bladder yang spastic
Manifestasi klinis yang akan muncul pada tipe ini adalah sebagai berikut:
1) Urinasi involunter atau urinasi yang kerapkali hanya sedikit tanpa rasa penuh
pada kandung kemih
2) Kemungkinan spasme spontan lengan dan tungkai
3) Peningkatan tonus sfingter ani
c. Neurogenic bladder campuran
Manifestasi klinis yang akan muncul pada tipe ini adalah sebagai berikut:
1) Tumpulnya persepsi akan kandung kemih yang penuh
2) Berkurangnya kemampuan untuk mengosongkan kandung kemih
3) Gejala urgensi yang tidak dapat dikembalikan.
2.6 Patofisiologi Neurogenic Bladder
Menurut Williams (2010) Lesi motor neuron atas (pada atau di atas T12)
menyebabkan kandung kemih neurogenik spastik, dengan kontraksi spontan otot
detrusor, peningkatan tekanan intravesika saat berkemih, hipertropi dinding
kandung kemih dengan trabekulasi, dan spasme sfingter. Pasien mungkin
mengalami volume urin sedikit, pengosongan lengkap, dan hilangnya kontrol
volunter berkemih. Retensi urin juga menentukan tingkat infeksi.
Lesi motor neuron bawah (pada atau di bawah S2 hingga S4)
mempengaruhi refleks spinal yang mengontrol miksi. Akibatnya adalah kandung
kemih neurogenik lemah dengan penurunan tekanan intravesikal, dan peningkatan
kapasitas kandung kemih, retensi residu urin, dan kontraksi detrusor memburuk.
Kandung kemih tidak kosong dengan spontan. Pasien mengalami kehilangan
kontrol volunter dan involunter berkemih. Lesi motor neuron bawah
menyebabkan inkontinensia overflow. Ketika neuron sensori terganggu, pasien
tidak dapat merasakan kebutuhan untuk buang air.
Gangguan saraf eferen pada korteks atau motor neuron atas, tingkat akibat
pada hilangnya kontrol volunter. Pusat yang lebih tinggi juga mengontrol miksi,
dan berkemih mungkin tidak lengkap. Gangguan neuron sensori menyebabkan
dribbling dan inkontinensia overflow. Perubahan sensasi kandung kemih sering
membuat gejala yang sulit untuk dibedakan.
Kontribusi retensi urin pada batu ginjal maupun infeksi. Kandung kemih
neurogenik dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal jika tidak segera
didiagnosa dan diobati.
2.7 Komplikasi Neurogenic Bladder
Pada pasien dengan neurogenic bladder juga memungkinkan untuk
meningkatkan resiko terkena infeksi saluran kemih (ISK) dan gangguan
saluran keluar kandung kemih (bladder outlet obstruction). Pada pasien
dengan neurogenic bladder, jika mereka tidak diobati secara optimal maka juga
bisa menyebabkan sepsis dan gagal ginjal. (Ginsberg D:2013)
2.8 Prognosis Neurogenic Bladder
Salah satu penelitian pertama mengenai prevalensi Neurogenic Bladder di
Asia adalah sebuah survai yang dilakukan oleh APCAB (Asia Pacific
Continence Advisory Board) yang mencakup 7875 laki-laki dan perempuan,
dimana sekitar 70% adalah perempuan dari 11 negara termasuk 499 dari
Indonesia didapatkan bahwa prevalensi Neurogenic Bladder secara umum di
Asia adalah sekitar 50,6%.1 Neurogenic bladder akan meningkat jumlahnya pada
kondisi neurologis tertentu. Sebagai contoh, di Amerika neurogenic bladder ini
telah ditemukan pada 40%- 90% pasien dengan multiple sclerosis, 37% - 72%
pada pasien dengan parkinson dan 15% pada pasien dengan stroke.
Prognosis baik jika segera ditangani dan tidak sampai terjadi gagal ginjal.
Pengobatan yang tepat dapat membantu mencegah disfungsi permanen dan
kerusakan ginjal. (Patrick J. Shenot, MD,2012)
(Sumber : Google)
c. Postvoid residual urine
Adalah sebuah tes diagnostik yang mengukur berapa
banyak urin di kandung kemih yang tersisa setelah buang
air kecil. Pemeriksaan residu urine setelah berkemih (PVR)
adalah pemeriksaan dasar untuk inkontinensia urine untuk
mengetahui kemampuan vesika urinaria dalam
mengosongkan seluruh isinya.
Abnormal : 50-100ml / >20% volume BAK.
(Sumber : http://orbhealthcare.com/)
d. Uroflometri
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama
proses miksi secara elektronik.Pemeriksaan ini ditujukan
untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian
bawah yang tidak invasive. Hasilbiasanya
diberikandalam mililiter per detik(mL / detik).
(Gambar.Sumber: http://multipard.com/)
e. Elektromielografi
Membantu memastikan adanya kegiatan berkemih yang
terkoordinasi atau tidak. Kegagalan relaksasi uretra selama
kontraksi kandung kemih menghasilkan disinergia detrusor
sfingter (kegiatan berkemih yang tidak terkoordinasi) yang
dapat didiagnosis secara akurat saat terjadi lesi pada korda
spinalis.
2. Cystoscopy
Membantu memastikan adanya kegiatan berkemih yang terkoordinasi
atau tidak. Kegagalan relaksasi uretra selama kontraksi kandung
kemih menghasilkan disinergia detrusor sfingter (kegiatan berkemih
yang tidak terkoordinasi) yang dapat didiagnosis secara akurat saat
terjadi lesi pada korda spinalis. Fungsi sistoskopi dalam
pemeriksaan disfungsi kandung kemih neurogenik
memungkinkan adanya penemuan massa kandung kemih seperti
kanker dan batu pada kandung kemih yang tidak dapat terdiagnosa
dengan hanya pemeriksaan urodinamik saja. Pemeriksaan ini
diindikasikan untuk pasien yang mengeluhkan gejala berkemih iritatif
persisten atau hematuria. Pemeriksa dapat mendiagnosa berbagai
macam penyebab pasti dari overaktivitas kandung kemih seperti
sistitis, batu dan tumor secara mudah.
(Sumber: Google)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
NEUROGENIC BLADDER
3.1 Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan anamnesa (wawancara) dan
pemeriksaan fisik secara langsung guna memperoleh data yang akurat.
Data tersebut digunakan sebagai acuan dalam membuat rencana asuhan
keperawatan (Nursalam, 2008).
a. Identitas klien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
bahasa, pekerjaan, kebangsaan, alamat, pendidikan, tanggal MRS, dan
diagnose medis (Nursalam, 2008).
b. Keluhan utama
Klien biasanya mengeluh sulit berkemih (Unbound Medicine, 2013).
c. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengalami perubahan berat badan. Tanyakan juga kepada klien
mengenai frekuensi berkemih, pola berkemih, warna dan jumlah
pengeluaran urin per hari (Unbound Medicine, 2013).
d. Riwayat penyakit sebelumnya
1. Klien memiliki riwayat merokok, penggunaan alkohol, asupan
kafein, dan terpapar zat nefrotoksik,
2. Pembedahan. (Morton, 2008)
e. Riwayat penyakit keluarga
Perawat perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh
anggota keluarga lain. Adakah anggota keluarga yang pernah
mengalami penyakit infeksi saluran kemih lainnya.
f. Pengkajian psikososial
Klien merasa cemas dengan kondisi yang dialaminya serta malu
akan bau urin dan kurangnya kontrol berkemih. Pasien merasa
alternatif satu-satunya adalah kateterisasi urin. Klien juga mungkin
takut akan terjadinya disfungsi seksual (Unbound Medicine, 2013).
g. Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan Smeltzer (2004), perawat dapat melakukan
pemeriksaan fisik secara per system (Review of System), yakni:
1. B1 (Breath)
Pada pasien dengan masalah disfungsi perkemihan biasanya
pada sistem pernapasan tidak ditemukan kelainan.
2. B2 (Blood)
Pada sistem peredaran darah biasanya juga tidak ditemukan
kelainan.
3. B3 (Brain)
Kaji tingkat kesadaran klien dengan GCS.
GCS : E= 4 V=5 M= 6 Total nilai: 15
4. B4 (Bladder)
Pada pasien dengan masalah disfungsi perkemihan biasanya
mengalami perubahan dalam proses berkemih, meliputi frekuensi
berkemih, disuria, enuresis, poliuria, oliguria, dan hematuria.
5. B5 (Bowel)
Perubahan pada bising usus, distensi abdomen, mual, dan
muntah. Perubahan pada pola defekasi misal terdapat darah
pada feses, diare, nyeri pada defekasi.
6. B6 (Bone)
Perawat mengkaji kondisi kulit untuk mengetahui status
hidrasi klien, meliputi turgor kulit dan mukosa mulut. Kaji
adanya nyeri, kelemahan/ keletihan, serta keterbatasan partisipasi
pada latihan.
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
b. Inkontinensia urine aliran berlebih berhubungan dengan kandung
kemih kronis yang terlalu penuh ditandai dengan hilangnya sensasi
kandung kemih
c. Inkontinensia urine aliran berlebih berhubungan dengan sfingter
detrusor (DSD)
3.3 Intervensi
a. Nyeri berhubungan dengan distensi kandung kemih
Tujuan : pasien tidak merasa nyeri
Kriteria Hasil :
a. RR 12x/ menit
b. Skala nyeri : 0
c. Klien nampak tenang
d. Tidak ada distensi kandung kemih
Intervensi Rasional
skrotal penis.
berkemih normal.
Intervensi Rasional
Intervensi Rasional
Memonitor residual urine (tidak lebih Monitor hati mendeteksi masalah awal
dari 50 ml) yang memungkinkan intervensi yang
cepat untuk mencegah statis urin
Ny. S usia 55 tahun datang ke RSUA pada tanggal 21 Maret 2017 pukul 10.00
WIB. Ny.S mengeluhkan sejak peristiwa setelah jatuh dari pohon jambu merasa
sakit di daerah suprapubic jika ditekan dan ketika kencing, sebelum dipasang
kateter Ny.S mengeluhkan sering berkemih dengan jumlah sedikit-sedikir.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dari simpilis pubis ke umbilicus dihasilkan
bladder terpalpasi dan suara perkusi dullness. Hasil dari pemeriksaan radiologi
Ny.S mengalami spinal cord injuri pada sacrum 2 dan hasil USG menujukan
adanya distensi bladder. Pemeriksaan TTV pasien menunjukan suhu 38 C, RR
22x/menit, TD 110/70, nadi 90x/menit. Dari hasil lab urin belum menunjukan
adanya tanda infeksi, pH urin 6, RBCs 3, WBCs 3
1. Identitas
a. Nama : Ny.S
b. Jenis kelamin : perempuan
c. Umur : 55 tahun
d. Agama : islam
e. Pendidikan : SMP
2. Riwayat kesehatan
a. Alasan masuk RS:
Sejak peristiwa setelah jatuh dari pohon jambu merasa sakit di daerah
suprapubic jika ditekan dan ketika kencing, Ny.S mengeluhkan sering
berkemih dengan jumlah sedikit-sedikir
b. Keluhan utama
Tidak bisa tuntas dalam berkemih dan merasa sakit di perut bagian
bawah ketika kencing dan ditekan
c. Riwayat penyakit sekarang
NB karena injury pada sakrum 2
d. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada
e. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada yg mengalami seperti Ny.s
f. Pekerjaan : Petani
g. Alamat : Gresik
h. Tanggal masuk : 21 Maret 2017
i. Jam : 10.00 WIB
3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum:
Suhu 38 C
Nadi 90x/menit
RR 22x/menit
b. Perkusi
Suara dullness di daerah suprapubic ke umbilicus
c. Palpasi
Kandung kemih terpalpasi
B1 (breathing)
RR 22x/menit
B2(blood)
TD 110/70
B3 (Brain)
GCS : E= 4 V=5 M= 6
Injuri spinal cord di S2
B4 (Bladder)
Kandung kemih penuh, sering berkemih, distensi bladder. Jumlah
urin =400 ml/ hari
B5 (Bowel)
Tidak ada masalah
B6(Bone)
Tidak ada masalah
4. Pemeriksaan penunjang
USG : distensi bladder; MRI: injuri spinal cord
5. Pemeriksaan Laboratorium
pH urin 6; RBCs (Red Blood Cells) 3; WBCs
(White Blood Cells) 3.
Nilai normal (Morton & Fontaine, 2013) :
pH = 4,5-7,5
RBCs = 0-3
WBCs = 0-4
Analisa data
Data etiologi MK
Data Objektif:
suara dullness di
P : nyeri kandung
kemih
Nyeri
Q:-
R : di akndung kemih
S:7
T : ketika ditekan
Data Objektif:
Resiko infeksi
1. Kaji dan laporkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih (misalnya
urin keruh, frekuensi, rasa terbakar aat buang air kecil, menggigil, suhu
tinggi, urinalisis ada bakteri dan leukosit urin)
2. Terapkan langkah-langkah untuk mencegah infeksi saluran kemih:
a. Mempertahankan asupan cairan minimal 2500ml/ hari kecuali
kontraindikasi untuk mempromosikan pembentukan urin dan
berkemih berikutnya, mengirigasi patogen dari uretra dan kandung
kemih
b. Intruksikan pada klien untuk menyeka dari depan ke belakang
setelah buang air kecil atau buang air besar
c. Bantu klien dengan perawatan perineum secara rutin dan
setelah setiap buang air besar mempertahankan teknik steril
selama kateterisasi urin dan irigasi
d. Pertahankan kepatenan kateter
e. Lakukan perawatan kateter sesering diperlukan untuk mencegah
akumulasi lendir di sekitar meatus
f. Pertahankan sistem drainase tertutup untuk mengurangi risiko
pengenalan patogen ke dalam saluran kemih
g. Simpan koleksi urin wadah di bawah permukaan kandung
kemih setiap saat untuk mencegah refluks atau stasis urin
Pertahankan
pendekatan
positif, selama
aktivitas
perawatan,
menghindari
ekspresi menghina
atau reaksi
mendadak. Jangan
menerima ekspresi
kemarahan pasien
secara pribadi.
Rencanakan /
jadwalkan
aktivitas asuhan
dengan orang lain.
Diskusikan
fungsi seksual dan
implan penis, bila
ada dan alternatif
cara pemuasan
seksual.
4 Setelahdiberikan tindakanMandiri
asuhankeperawatan
selama 2x24 Pantau Untuk mengidentifikasi kemajuan
jam diharapkan kerusakanpenampilan kulitatau penyimpangan dari hasil yang
integritas kulit dapatperiostomal setiapdiharapkan.
teratasi 8 jam.
dengan kriteria hasil: Peningkatan berat urine dapat
Perfusi jaringan baik Ganti wafermerusak segel periostomal,
Integritas kulit yangstomehesif setiapmemungkinkan kebocoran urine.
baik bisa dipertahankanminggu atau bilaPemajanan menetap pada kulit
(sensasi, elastisitas,bocor terdeteksi.periostomal terhadap asam urine
temperatur, hidrasi,Yakinkan kulitdapat menyebabkan kerusakan kulit
pigmentasi) bersih dan keringdan peningkatan resiko infeksi.
Mampu melindungisebelum Mempertahankan insisi bersih,
kulit dan mempertahankanmemasang wafermeningkatkan sirkulasi atau
kelembapan kulit danyang baru. Potongpenyembuhan. Catatan:memanjat
perawatan alami lubang wafer kira-keluar dari bak mandi memerlukan
Menunjukkan kira setengah incipenggunaan lengan dengan otot
pemahaman dalam proseslebih besar darpektoral, yang dapat menimbulkan
perbaikan kulit dandiameter stomastres yang tak perlu pada sternotomi.
mencegah terjadinyauntuk menjamin
cedera berulang ketepatan ukuran
Kulit periostomal tetapkantung yang
utuh. benar-benar
menutupi kulit
periostomal. Membantu untuk mempertahankan
Kosongkan volume sirkulasi yang baik untuk
kantung urostomiperfusi jaringan dan memenuhi
bila telahkebutuhan energi seluler untuk
seperempat memudahkan proses regenerasi atau
sampai setengahpenyembuhan jaringan.
penuh.
Ajarkan pasien
untuk meningkata
n nutrisi dan
masukan cairan
adekuat.
Kolaborasi
dengan dokter
dalam penjelasan
pengobatan yang
akan dilakukan
kepada pasien
EVALUASI
1. DX 1: pasien mampu menjelaskan tentang inkontinensia dan mampu
melaporkan jika terjadi pengurangan inkontinensia urine
2. DX 2: pasien mampu Berkemih dengan urine jernih, ketidak nyamanan
berkurang ,urinalisis dalam batas normal, dan urine menunjukkan tidak
adanya bakteri
3. DX 3: Kerusakan Integitas kulit dapat teratasi
4. DX 4: gangguan citra tubuh dapat teratasi, pasien dan keluarga mampu
menerima keadaannya sekarang dan tidak terjadi komplik antara dirinya
dengan lingkungan dan tidak terjadi depresi
5. DX 5: pasien mampu Mengungkapkan pemahaman tentang kondisinya
saat ini, Keluhan pasien berkurang tentang cemas atau gugup dan Ekspresi
wajah rileks.
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
URINARY INCONTINENCE
4.1 Kasus
4.2 Pengkajian
4.2.1Anamnesa
1. Identitas klien
Nama : Ny. M
Umur : 58 Th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl, Mulyorejo utara No. 58
Status Perkawinan: Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pensiun Guru
MRS : 18 Maret 2017
2. Penanggung jawab
Nama : Ratih P
Umur : 28 tahun
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Ny. M mengeluhkan bahwa sudah 2 minggu lebih sering kencing
bahkan terkadang saat batuk pun keluar air kecing dan akhir akhir ini
sering kencing setiap 3 jam sekali namun urin yang dikeluarkan sedikit
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Ny. M berusia 58 tahun diantar oleh anaknya ke Rumah Sakit
Universitas Airlangga karena ibunya tidak dapat menahan kencing dan
Ny. M mengatakan bahwa sudah 2 minggu lebih sering kencing bahkan
terkadang saat batuk pun keluar air kecing dan akhir akhir ini sering
kencing setiap 3 jam sekali namun urin yang dikeluarkan sedikit dan Ny.
M tidak tuntas saat berkemih dan merasa masih ada urin yang tersisa.
Ny. M juga tidak nyaman serta merasakan gatal di area genitalianya dan
saat berkemih merasa seperti terbakar
c. Riwayat Kesehatan yang lalu
Anak Ny. M mengatakan bahwa Ny. M pernah di rawat di rumah sakit
dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sekitar 5 tahun yang lalu.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Ny. M mengatakan bahwa keluarganya tidak pernah mengalami
penyakit yang sama sebelumnya, namun dari Ayah Ny. B memiliki
penyakit Gagal ginjal.
e. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan
Anak Ny. M mengatakan bahwa ibunya suka sekali makanan yang asin
dan jarang melakukan olahraga ketika masih menjadi guru sampai
sekarang
4.3 Observasi dan Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Umum
Pasien tanpak lemah dan tanda tanda vital terjadi peningkatan
karena respon dari terjadinya inkontinesia.
1. Inspeksi : Daerah perineal
a.
Kemerahan : ya
b.
Bengkak : tidak
c.
Adanya benjolan atau tumor spinal cord: tidak
d.
Adanya obesitas : ya , IMT : 29,29 Kg/m2.
IMT = (BB/TB)2 = (75/1,6)2 = 29,29 Kg/m2. Sehingga
bisa disimpulkan bahwa Ny. M termasuk kategori
Gemuk
2. Palpasi :
a. Adanya distensi kandung kemih : ya
b. Adanya nyeri tekan : ya
c. Teraba benjolan tumor daerah spinal cord : tidak
d. Reflek patella : (-)
3. Perkusi : Terdengar suara redup pada daerah kandung kemih
b) Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath) : Pernafasan klien normal dan tidak ditemukan
masalah.
2) B2 (Blood) : Denyut jantung meningkat (94x/menit), TD
meningkat (150/110 mmHg)
3) B3 (Brain) : kesadaran klien compos mentis
4) B4 (Bladder) : setiap ada peningkatan tekanan intra abdomen
urine klien ingin berkemih begitu juga saat klien batuk juga ingin
berkemih
Urin :
Jumlah : produksi urin 30 ml
Warna : urin klien berwarna kuning pekat
Bau : bau menyengat
Kandung kemih
Membesar : tidak
Nyeri tekan : ya
Gangguan
Anuria : tidak
Oliguria : tidak
Retensi : tidak
Nokturia : tidak
Inkontinensia : ada
5) B5 (Bowel) : adanya nyeri tekan abdomen ada adanya
ketidaknormalan palpasi pada ginjal
6) B6 (Bone) : klien mengatakan adanya nyeri pada
persendiannya.
4.7 Evaluasi
1. DX 1: Klien mampu menjelaskan tentang inkontinensia dan mampu
melaporkan jika terjadi pengurangan inkontinensia urine
2. DX 2: Klien mampu berkemih dengan urine jernih, ketidak nyamanan
berkurang ,urinalisis dalam batas normal.
3. DX 3: gangguan Integitas kulit pada klien dapat teratasi
4. DX 4: risiko gangguan konsep diri dapat teratasi, klien dan keluarga
mampu menerima keadaannya sekarang dan tidak terjadi komplik antara
dirinya dengan lingkungan dan tidak terjadi depresi