Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKOLUSIS PARU

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


SEMESTER I

Oleh
ZAKIYATUL ULYA
I4B016047

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN


TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis paru (TB paru) merupakan penyakit
infeksi pada paru-paru yang disebabkan oleh kuman mycobacterium
tuberculosis (Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani, Setiowulan,
2005). Menurut WHO terdapat 10 12 juta penderita TB paru yang
berpotensi untuk menularkan dan mempunyai angka kematian 3 juta
penderita setiap tahunnya. Penyakit ini 75 % terdapat di negara
berkembang dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah seperti
Indonesia. Penyakit TB paru merupakan penyakit rakyat nomor satu
dan penyebab kematian nomor tiga di Indonesia. Penyakit ini
membutuhkan adanya pengobatan yang khusus dan berkelanjutan agar
kuman tersebut benar-benar mati dan tidak menyerang tubuh
penderitanya kembali. Berdasarkan hal tersebut, maka pada laporan
pendahuluan kali ini akan dibahas mengenai pengertian, etiologi,
faktor predisposisi, tanda gejala, patofisiologi, patofisiologi way,
pemeriksaan penunjang, dan asuhan keperawatan pada TB paru.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian TB paru.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi TB paru.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda gejala TB paru.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi TB paru.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi TB paru.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang TB
paru.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan TB paru.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian pada klien TB paru.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosa keperawatan pasien
dengan TB paru.
10.Mahasiswa mampu menjelaskan rencana asuhan keperawatan pada
klien dengan TB paru.

II. TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. Menurut Smeltzer dan Bare (2008)
tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang
parenkim paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis
yang merupakan basil aerobik tahan asam dan dapat ditularkan
melalui udara (airbone). Tuberkulosis (TB) dapat ditularkan melalui
droplet dan membentuk kolonisasi di bronkiolus maupun alveolus
(Corwin, 2009).
B. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman
yang yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal
0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak sehingga
disebut Bakteri Tahan Asam (BTA). Bakteri dapat bertahan hidup pada
udara kering maupun dingin, hal ini terjadi karena kuman bersifat
dormant atau dapat hidup lagi dan menjadi aktif. Selain itu, bakteri ini
juga bersifat aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis. (Smeltzer dan Bare, 2008).
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru
melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka
terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar ke kelenjar
getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke).
keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya
sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan
spesifik terhadap basil mikobakterium.

C. Tanda dan Gejala


Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan,
gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan
gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula
bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi,
mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh
darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru
sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti
efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik
yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di
pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya
timbul pada sore dan malam hari mirip demam influeza,
hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala
biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan
tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia
D. Patofisiologi
Penyebaran kuman mycrobacterium tuberkolusis melalui udara
(airbone). basil tuberkel yang terhirup akan masuk ke dalam alveoli,
sehingga terjadi infeksi tuberkulosis. Peradangan akan terjadi di dalam
alveoli (parenkim) paru dan makrofag yang menangkap kuman
tersebut akan mengedarkan ke sel T dan menghasilkan nodul yang
disebut tuberkel primer. (Tambayong, 2000). Alveoli yang terserang
tuberkel tersebut akan mengalami konsolidasi dan dapat menyebar
melalui getah bening, sehingga beberapa makrofag akan bersatu
membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi limfosit, proses
tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari (Smeltzer dan Bare, 2008).
E. Klasifikasi
Menurut Mansjoer, dll (2005), klasifikasi TB dibagi menjadi
tiga antara lain:
1. TB Paru
a. BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelainan foto
thoraks menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB. Kriteria
BTA (+) antara lain:
1) Mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali
disokong biakan positif 1 kali atau disokong radiologik
positif 1 kali.
2) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. BTA mikroskopis langsung atau biakan (-), tetapi kelainan
rontgen dan klinis sesuai TB dan memberikan perbaikan pada
pengobatan awal anti TB (iniatial therapy). Kriteria BTA (-)
antara lain:
1) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB
Paru aktif
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
2. TB paru tersangka, diagnosa ini bersifat sementara sampai hasil
pemeriksaan BTA didapat (paling lambat 3 bulan). pasien dengan
BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan
atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelainan rontgen dan klinis
sesuai dengan TB paru. Pengobatan anti TB dapat segera dimulai
pada kondisi ini.
3. Bekas TB paru (tidak sakit), berarti ada riwayat TB di masa lalu
dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran rontgen normal atau
abnormal tetapi stabil pada foto serial dan sputum BTA (-).dengan
kriteria:
Selain itu, menurut Smeltzer dan Bare (2008), WHO membagi
TB paru menjadi 4 kategori, yaitu:
1. Kategori I: ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif
dan kasus baru dengan batuk TB berat.
2. Kategori II: ditujukan terhadap kasus kambuh dan kasus gagal
dengan sputum BTA positf.
3. Kategori III: ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan kelainan
paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari yang
disebut dalam kategori I.
4. Kategori IV: ditujukan terhadap TB kronik.
Klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya menurut Price
& Lorraine (2005) yaitu:

Kelas Tipe Keterangan


0 Tidak ada pejanan TB. Tidak ada riwayat terpajan.
Tidak terinfeksi Reaksi terhadap tes tuberculin
negative.
1 Terpajan TB Riwayat terpajan
Tidak ada bukti Reaksi tes kulit tuberkulin negative
infeksi
2 Ada infeksi TB Reaksi tes kulit tuberculin positif
Tidak timbul penyakit Pemeriksaan bakteri negative (bila
dilakukan)
Tidak ada bukti klinis, bakteriologik
atau radiografik Tb aktif
3 TB, aktif secara klinis Biakan M. tuberkulosis (bila
dilakukan).
Sekarang terdapat bukti klinis,
bakteriologik, rsdiografik penyakit
4 TB, Riwayat episode TB atau
Tidak aktif secara Ditemukan radiografi yang abnormal
klinis atau tidak berubah;reaksi tes kulit
tuberkulin positif dan tidak ada bukti
klinis atau radiografik penyakit
sekarang
5 Tersangka TB Diagnosa ditunda
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnosis yang dapat digunakan untuk menunjang
diagnosa TB paru menurut Mansjoer, dkk (2005) antara lain:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik.
2. Laboratorium darah rutin (led normal atau meningkat, limfositosis).
3. Foto thoraks pa dan lateral, gambaran yang menunjang yaitu:
a. Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal
lobus bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbecak (nodular).
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda.
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
e. Adanya kalsifikasi.
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
g. Bayangan milier.
4. Pemeriksaan sputum BTA.
5. Tes Peroksidase Anti Peroksidase (PAP), merupakan uji serologi
imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase
staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
6. Tes Mantoux/Tuberkulin.
7. Teknik Polymerase Chain Reaction, merupakan deteksi DNA
kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap
sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme
dalam spesimen.
G. Penatalaksaan
1. Obat anti TB (OAT), diberikan dengan tujuan:
a. Membuat konversi sputum BTA positif menjadi negatif secepat
mungkin melalui kegiatan bakterisid.
b. Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan
dengan kegiatan sterilisasi.
c. Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui
perbaikan daya tahan imunologis.
Pengobatan TB dilakukan melalui dua fase, yaitu:
a. Fase awal intensif dengan kegiatan bakterisid untuk
memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan
cepat.
b. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada
pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada
pengobatan konvensional.
OAT yang biasa digunakan antara lain isoniazid (INH),
rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan streptomisin (S) yang
bersifat bakterisid dan etambutol (E) yang bersifat
bakteriostatik.
H. Pengkajian
Identitas klien.
Keluhan: tanda dan gejala klinis TB.
Riwayat penyakit sekarang.
Riwayat penyakit dahulu.
Riwayat keluarga
1. Pola persepsi sehat.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh, jumlah
anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela
jarang dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi
minim menyebabkan pertukaran udara kurang.
2. Pola nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, BB turun, turgor kulit jelek, kulit kering
dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan sakit menelan.
3. Pola eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan pada
kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri
atas dan splenomegali.
4. Pola aktifitas latihan
Pola aktivitas pada pasien TB Paru mengalami penurunan
karena sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan
aktifitas berat timbul sesak nafas (nafas pendek).
5. Pola tidur dan istirahat
Sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering
berkeringat pada malam hari.
6. Pola kognitif perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri tulang
umum, sedangkan dalam hal daya panca indera (perciuman,
perabaan, rasa, penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan
adanya gangguan
7. Pola persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu
Ketakutan dan kecemasan akan muncul pada penderita TB paru
dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang pernyakitnya yang
akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak
berbedanya dan tak ada harapan.

8. Pola peran hubungan


Penderita dengan TB paru akan mengalami gangguan dalam
hal hubungan dan peran yang dikarenakan adanya isolasi untuk
menghindari penularan terhadap anggota keluarga yang lain.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Konjungtiva mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat
badan menurun. Bila mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak
tertinggal dalam pernapasan.
2. Perkusi
Terdengar suara redup terutama pada apeks paru, bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonar dan
timpani. Bila mengenai pleura, perkusi memberikan suara pekak.
3. Auskultasi
Terdengar suara napas bronchial. Akan didapatkan suara napas
tambahan berupa rhonci basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila
infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi
vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar,
auskultasi memberikan suara amforik. Bila mengenai pleura,
auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
4. Palpasi
Badan teraba hangat (demam)
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Laboratorium
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
2. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
3. Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti
bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan
oleh mikobakterium yang berbeda.
4. LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut
kembali normal pada tahap penyembuhan.
5. Radiologi
Foto thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan
kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat termasuk rongga akan fibrosa.
Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat mencakup
area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi
yang sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
Data Subyektif
a. Pasien mengeluh panas
b. Batuk/batuk berdarah
c. Sesak bernafas
d. Nyeri dada
e. Malaise dan kelelahan
Data Obyektif
a. Ronchi basah, kasar dan nyaring.
b. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik.
c. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
d. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan
suara pekak).
e. Pembesaran kelenjar biasanya multipel.
f. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla,
inguinal dan sub mandibula.
g. Kadang terjadi abses.

I. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya
mukus yang berlebih.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi.
9. Rencana Asuhan Keperawatan
No
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
.
1. Bersihan jalan nafas NOC: Respiratory Status NIC: Airway Management
tidak efektif b.d. mukus Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, 1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
yang berlebih diharapkan bersihan jalan nafas efektif dengan kriteria hasil: thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
No Indikator Awal Target
1. Frekuensi pernafasan 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat bantu
2. Kepatenan jalan nafas pernafasan
3. Irama pernafasan
4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4. Akumulasi sputum
5. Suara nafas tambahan 5. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Keterangan: 6. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
1=sangat berat 7. Berikan pelembab udara
2= berat 8. Atur intake untuk cairan mengoptimlkan
3= cukup keseimbangan
4= ringan 9. Monitor respirasi dan status O2
5= tidak ada keluhan
2. Ketidakseimbangan NOC: Nutritional Status NIC : Nutritional Management
nutrisi: kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien
kebutuhan tubuh b.d diharapkan kebutuhan nutrisi menjadi seimbang, dengan untuk memenuhi kebutuhan gizi.
ketidaakmampuan kriteria: 2. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
mencerna, dibutuhkan pasien.
No Indikator Awal Target
memasukkan, 3. Anjurkan pasien untuk makan dengan posisi duduk
1. Asupan gizi
mengasorbsi makanan 2. Asupan makanan tegak.
karena faktor biologi. 3. Energi 4. Monitor berat badan.
4. Rasio BB TB
5. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering

Keterangan:
1=sangat berat
2= berat
3= cukup
4= ringan
5= tidak ada keluhan

3. Nyeri (akut) NOC: Pain Level NIC: Pain Management


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan , diharapkan nyeri 1. Kaji nyeri secara komprehensif (skala, kualitas,
agen injuri biologi hilang/terkendali dengan skala : lokasi dan intensitas)
2. Observasi reaksi pasien terhadap nyeri
No Indikator Awal Target 3. Jelaskan faktor penyebab nyeri
1. Melaporkan nyeri 4. Gunakan komunikasi terapeutik
2. Episode nyeri 5. Kaji TTV
3. Ekspresi wajah 6. Berikan posisi yang nyaman
4. Tanda-tanda vital 7. Ajarkan teknik relaksasi (misal : nafas dalam, pijat
Keterangan: punggung )
1 = berat 8. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat

2 = cukup berat
3 = sedang
4 = ringan
5 = tidak ada
Daftar Pustaka
Corwin, E. J. (2009). Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., dan Setiowulan, W. (2005).
Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Universitas Indonesia.
Price, S., dan Lorraine. (2005). Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. (2008). Buku ajar keperawatan medikal-bedah
brunner & suddarth. Jakarta: EGC.
Tambayong, J. (2000). Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai